BAGI PENDERITA TBC/TUBERCULOSIS DI KOTA BANDUNG. yakni menyerang berbagai organ tubuh (Wahyu, 2008, h.2).

dokumen-dokumen yang mirip
S T O P T U B E R K U L O S I S

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDHULUAN. dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan mengawasi dan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

Dasar Determinasi Kasus TB


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II PROGRAM OPTIMALISASI KONSUMSI OBAT BAGI PENDERITA TBC/TUBERCULOSIS DI KOTA BANDUNG 2.1 TBC/Tuberculosis 2.1.1 Pengertian TBC TBC adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang yang tahan asam (BTA). Kuman penyebab TBC ini telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Bakteri ini merupakan bakteri yang dapat menginfeksi penyakit TBC secara lokal maupun sistematik, yakni menyerang berbagai organ tubuh (Wahyu, 2008, h.2). Gambar 1 Mycobacterium tuberculosis (sumber: http://medicineworld.org/images/blogs/11-2007/mycobacteriumtuberculosis-299290.jpg, 22 Desember 2010, 21.48 ) 5

2.1.2 Penularan Penyakit TBC Penyakit TBC merupakan salah satu penyakit infeksi yang menular, penularan penyakit ini terjadi pada waktu seseorang berkomunikasi secara langsung dengan penderita atau berada di tempat yang terdapat kuman penyebab penyakit TBC. Menurut Laban (2008, h.23) penularan penyakit TBC terjadi pada waktu berbicara, meludah, bersin, ataupun batuk, penderita TBC akan mengeluarkan kuman TBC yang ada di paru-parunya melalui percikan dahak (droplet). Tanpa sadar kuman tersebut akan terhirup dan menyebar kebagian tubuh lainnya. Dengan kemampuan bertahan cukup lama pada suhu yang lembab, membuat kuman TBC ini sangat cepat menyebar di daerah pemukiman yang kumuh, hal ini terjadi karena minimnya sinar matahari yang masuk ke rumah tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Wahyu (2008, h.15) penularan TBC lebih mudah terjadi di daerah pemukiman padat penduduk yang banyak terdapat di daerah kumuh. Di daerah seperti ini banyak sekali terdapat rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. 2.1.3 Gejala Penyakit TBC Untuk penyakit TBC, gejala-gejala yang muncul dapat dibedakan menjadi dua yaitu pada orang dewasa dan anak-anak, menurut Laban (2008, h.14) gejala penyakit TBC dibedakan menjadi dua yaitu: a. Gejala penyakit TBC yang tampak pada orang dewasa: 6

Batuk terus menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah Sesak napas dan rasa nyeri di dada Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun Berkeringat pada malam hari walau tanpa aktivitas Demam meriang (demam ringan) lebih dari sebulan. b. Gejala penyakit TBC yang tampak pada anak-anak: Berat badan turun selama tiga bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas Berat badan anak tidak bertambah (anak kecil/kurus terus) Tidak ada nafsu makan Demam lama dan berulang Muncul benjolan di daerah leher, ketiak, lipatan paha Batuk lama lebih dari dua bulan dan nyeri dada Diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare biasa. Ketika telah mengetahui gejala penyakit TBC, masyarakat tidak bisa memastikan seseorang yang memiliki gejala diatas sebagai penderita TBC, karena untuk memastikan seseorang 7

mengidap penyakit TBC harus dilakukan tes laboratorium. Adapun pemeriksaan laboratoriumnya sebagai berikut: (Laban 2008,h:12) Dilakukan pemeriksaan dahak/riaknya, dan bukan ludahnya Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak tiga kali selama dua hari yang dikenal dengan istilah SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) Sewaktu (hari pertama): Dahak penderita diperiksa di laboratorium sewaktu penderita datang pertama kali. Pagi (hari kedua): Pada waktu bangun keesokan harinya dahak penderita ditampung pada pot kecil yang diberikan petugas laboratorium, untuk diperiksa kembali. Sewaktu (hari ketiga): Dahak penderita dikeluarkan lagi di laboratorium (penderita datang ke laboratorium) untuk di periksa. Jika hasilnya positif orang tersebut dapat dipastikan menderita tuberkulosis (TBC). 2.1.4 Klasifikasi Penyakit TBC TB paru TB Paru adalah TB yang menyerang bagian paruparu. TB paru lebih banyak dijumpai dibandingkan TB lainnya karena jalur infeksi dan penularan yang utama melalui sistem pernapasan. 8

Paru-paru manusia terdiri dari dua bagian yaitu paruparu kanan dan kiri, paru-paru kanan lebih rentan terinfeksi TB hal ini antara lain karena cabang saluran (bronkhus) sebelah kanan relatif lebih datar dan pendek. TB paru dibedakan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut: (Laban 2008,h:15) a) TB paru BTA positif (sangat menular) 1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberi hasil yang positif 2. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB aktif. b) TB paru BTA negatif Pemeriksaan dahak positif negatif/foto rontgen dada menunjukkan TB aktif. Positif negatif yang dimaksud adalah hasil meragukan, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. TB Ekstra Paru TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lainnya selain paru-paru, misalnya selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, persendian kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain. 9

2.1.5 Pengobatan TBC Pengobatan penyakit TBC dilakukan dengan berbagai tujuan yaitu penyembuhan penderita, mencegah kematian yang diakibatkan penyakit TBC, mencegah kekambuhan, dan menurunkan resiko penularan. Pada umumnya, pengobatan penyakit TBC akan selesai dalam jangka waktu 6 bulan, yaitu 2 bulan pertama setiap hari (tahap intensif) dilanjutkan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (tahap lanjut). Pada kasus tertentu penderita bisa tiap hari minum obat dalam jangka waktu 3 bulan, kemudian 3 kali seminggu dalam 4 bulan. Bila pengobatan secara intensif dilakukan secara tepat, maka penderita menular akan menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. 2.1.5.1 Strategi DOTS dan Imunisasi BCG Pemerintah dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya untuk memutus mata rantai penyakit TBC ini. Diantaranya penangan pasien TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shourtcourse) yang telah direkomendasikan WHO. Strategi DOTS ini menyaratkan adanya PMO (pengawas minum obat) yang mengawasi penderita selama menjalani pengobatan hingga tuntas, diharapkan dengan metode ini penderita TBC meminum obat secara teratur hingga masa pengobatannya tuntas. Seorang PMO yang ditunjuk dokter dapat berasal dari pihak 10

keluarga atau kerabat penderita TBC, kader kesehatan yang terlatih, atau orang yang dihormati penderita TBC. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi. (Utama. A, 2007). Pengontrolan TBC yang kedua adalah dengan imunisasi. Imunisasi ini dilakukan pada bayi yang berumur kurang dari 2 bulan dengan menyuntikan vaksin anti TBC atau yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette- Guerin), sedangkan pada bayi dengan usia 3 bulan biasanya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahului. Vaksin ini memberikan kekebalan aktif terahadap penyakit TBC, karena vaksin BCG ini dapat berkembang baik didalam tubuh dan diharapkan dapat mengindus anti bodi seumur hidup. Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya efektif melindungi dari serangan TBC, tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen sehingga masyarakat harus tetap waspada pada serangan TB ini. 11

2.1.5.2 OAT (Obat Anti-Tuberculosis) OAT bukanlah merupakan obat tunggal, tetapi merupakan kombinasi beberapa jenis obat. OAT dibagi menjadi dua lini yaitu lini pertama dan lini kedua. Obat-obatan Lini Pertama Pentingnya mengetahui obat TBC lini pertama yang lazim digunakan pada pengobatan TBC, serta efek samping yang mungkin dijumpai selama pengobatan, antara lain: A) Isoniazid (INH) Efek samping : Rasa kesemuan dan baal (neuropati perifer) di daerah tangan dan kaki, B) Rifampisin Efek samping: Mual, menurunnya selera makan, bahkan mungkin bisa timbul diare, rasa panas, dan rasa gatal pada kulit daerah wajah C) Pirazinamid Efek samping: Gangguan fungsi hati (hepatitis), nyeri pada persendian (arthralgia) 12

Obat-obatan Lini Kedua Sangat jarang ditemui kegagalan dalam pengobatan lini pertama, kegagalan lebih disebabkan oleh lalai berobat atau putus masa pengobatan (drop out). Jika telah terbukti kegagalan dalam pengobatan TB disebabkan resistensi terhadap obat-obatan TBC lini pertama, WHO merekomendasikan pengobatan lini kedua, seperti etionamid, protionamid, natrium paraaminosalisilat (PAS), sikloserin, Oflokasin, kanamisin, viomisin, amikasin, siproflokasin, dan kapreomisin. Obat-obatan lini kedua ini bisa diperoleh di klinikklinik dokter spesialis. Ada pun kekurangan dari obatobatan lini kedua ini antara lain harganya relatif lebih mahal dibandingkan obat-obatan lini pertama, memiliki banyak efek samping, dan relatif kurang efektif dibanding obat lini pertama (Wahyu, 2008, h.52). 2.2 TBC di Kota Bandung 2.2.1 Letak Geografis Kota Bandung terletak di sebuah dataran tinggi di 180 km sebelah tenggara dari Jakarta. Bandung mempunyai iklim yang lebih dingin sepanjang tahun dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Kota ini dikelilingi oleh gunung-gunung, banyak diantaranya adalah gunung merapi yang masih aktif, antara lain 13

Gunung Tangkubanparahu, Gunung Burangrang dan Bukit Tunggul. Sungai utama yang mengaliri Kota Bandung adalah Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung. Bandung terletak pada koordinat 107 Bujur Timur and 6 55 Lintang Selatan. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektar. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Dengan demikian, sebagai ibukota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Ketinggian +768 meter di atas permukaan laut rata-rata, dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah sekitar +1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah sekitar +675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan. 2.2.2 Persebaran Penduduk di Kota Bandung Jumlah penduduk kota Bandung pada tahun 2009 yaitu 2.414.704 jiwa, dengan presentase kelompok umur penduduk berusia muda 0-14 tahun 24.63%, usia produktif 15-64 tahun 70.28%, dan usia tua 65 tahun sebesar 5.08%. Jumlah penduduk terbanyak tingkat kecamatan yaitu Kecamatan Babakan Ciparay (144.737 jiwa) dan paling sedikit di Kecamatan Bandung Timur (32.283 jiwa). Walaupun Kecamatan Babakan Ciparay memiliki jumlah penduduk terbanyak tetapi Kecamatan Bandung Barat merupakan kecamatan terpadat di Kota Bandung yaitu 36.633 14

jiwa/km 2. Hal ini dikarenakan luas wilayah Kecamatan Bandung Barat lebih sempit dibandingkan Kecamatan Babakan Ciparay. kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya paling jarang adalah Kecamatan Astanaanyar (6.299 jiwa/km 2 ). Ini menandakan bahwa persebaran penduduk di Kota Bandung belum merata dan masih terpusat di tempat-tempat tertentu. 2.2.3 Sarana & Prasarana Kesehatan Kota Bandung memiliki 30 unit rumah sakit, yang menurut kepemilikannya terdiri dari 1 Rumah Sakit Pemerintah, 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 5 Rumah Sakit TNI/POLRI, 11 Rumah Sakit Swasta, 3 Rumah Sakit Khusus Pemerintah, 2 Rumah Sakit Khusus Daerah dan 7 Rumah Sakit Khusus Swasta. Sedangkan untuk Puskesmas terdapat 30 Unit Pelaksana Teknis Puskesmas dan 41 Puskesmas Jejaring. Lima diantaranya adalah Puskesmas dengan tempat perawatan untuk persalinan dan 16 Puskesmas yang memiliki kemampuan gawat darurat serta 13 Puskesmas keliling. Untuk Posyandu sendiri kota Bandung Memiliki 1.957 Posyandu yang terdiri dari 159 Posyandu Pratama (8%), 1.249 Posyandu Madya (64%), 502 Posyandu Purnama (26%), dan 47 Posyandu mandiri (2%). Untuk Tenaga Kesehatan Kota Bandung pada tahun 2009 sebanyak 7.005 orang yang terdiri dari Tenaga Medis 1.044 orang, Tenaga Keperawatan 4.629 orang, Tenaga Farmasi 437 15

orang, Tenaga Gizi 186 orang, Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi 154 orang, dan Tenaga Keteknisan Medis 555 orang. 2.2.4 Data Statistik Masyarakat yang Terjangkit TBC (Dinkes Kota Bandung, 2009) Tingkat kesembuhan penderita TBC di kota Bandung masih tergolong rendah dibanding kota atau kabupaten lainnya. Penemuan kasus TBC di Kota Bandung tahun 2009 secara klinis adalah sebesar 1.255 kasus, dengan BTA positif sebesar 1.057 kasus, sedangkan jumlah penderita sembuh sebesar 721 orang atau 74%, penderita terbanyak terdapat di Kecamatan Babakan Ciparay dengan jumlah temuan sebanyak 120 orang sedangkan untuk angka kesembuhan penderita yang paling sedikit adalah Kecamatan Bandung Wetan hanya sebesar 39% dengan pasien yang diobati sebanyak 65 orang dan pasien yang sembuh sebanyak 7 orang. Dari 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung hanya 4 Kecamatan yang tingkat kesembuhan pasien TBC nya mencapai 100% yaitu Kecamatan Sumur Bandung, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan Ujung Berung, dan Kecamatan Gede Bage. Dari jumlah seluruh penderita TBC, penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan penderita tertinggi berada pada umur 25-34 tahun. Menurut Anita, Bagian Pengendalian Tuberkulosis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat laki-laki pada usia produktif terutama usia dewasa muda memiliki mobilitas yang tinggi saat menyelesaikan pekerjaannya, lebih 16

sering bangun tengah malam, lebih sering berkumpul dengan teman-teman sebayanya dan lebih sering merokok. Hal tersebut dapat membuat daya tahan tubuh menurun dan lebih mudah terpapar infeksi TBC. 2.3 Tinjauan Permasalahan Setelah melihat dan memperhatikan masalah, ada beberapa pokok permasalahan yang dapat dijadikan tolak ukur tentang penyakit TBC/tuberculosis di Kota Bandung. 2.3.1 Lingkungan Bersih dan Perilaku Hidup Sehat Dengan jumlah penduduk mencapai 2.414.704 jiwa dan persebaran yang tidak merata mengakibatkan terjadinya penumpukan pemukiman yang mengakibatkan lingkungan menjadi tidak sehat, pada tahun 2009 hanya 75,55% rumah yang dinyatakan sehat dan 61,28% rumah tangga yang berprilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada tingkat kesehatan terutama penyebaran penyakit TBC ini sendiri. Kuman penyebab penyakit TBC dapat bertahan lebih lama pada lingkungan yang tidak sehat salah satunya dapat bertahan lama pada suhu yang lembab. Selain itu rendahnya perilaku hidup sehat masyarakat juga berpengaruh pada penyebaran penyakit TBC, karena dengan prilaku hidup sehat dapat meningkatkan sistem imun yang berguna untuk mencegah dari berbagai virus sumber penyakit. Menurut Aden R (2010, h.16) bahwa sistem 17

imun yang sehat akan menjaga tubuh dari berbagai macam sumber penyakit (bakteri, virus, parasit, jamur). 2.3.2 Minimnya Jumlah Pasien TBC yang Sembuh Dari 30 kecamatan yang ada di Kota Bandung hanya 4 kecamatan yang tingkat kesembuhan penyakit TBC mencapai 100% dan rata-rata tingkat kesembuhan secara keseluruhan 74%. Dengan rendahnya tingkat kesembuhan TBC berdampak pada penyebaran penyakit TBC itu sendiri karena penyebaran penyakit TBC berasal dari penderita TBC sendiri. Rendahnya tingkat kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ketidak teraturan penderita dalam mengkonsumsi obat atau mangkir saat pengambilan obat yang mengakibatkan terjadinya kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat anti tuberculosis, yang akhirnya untuk pengobatannya penderita harus mengeluarkan biaya yang tinggi serta dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Hal ini terjadi karena banyaknya penderita yang tidak mengetahui efek samping dari pengobatan itu sendiri baik yang bersifat menggangu atau pun tidak, misalnya saja ketika penderita rutin mengkonsumsi obat dalam waktu 2 minggu penderita tidak lagi merasakan dampak dari penyakit TBC yang dideritanya sehingga penderita menghentikan konsumsi obatnya. Oleh karena itu keteraturan penderita dalam mengkonsumsi obat sampai dinyatakan sembuh menjadi sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit TB atau 18

minimal mengurangi penyebaran penyakit TBC yang ada di Kota Bandung. 19