BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan nitrous oksida (NO) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiyah dan Rahayu 2007). Kelompok Gas Rumah Kaca terdiri dari karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitro oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF 6 ) (Rahayu & Mulyana 2002). Emisi GRK yang timbul, pada umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan untuk pembukaan lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas rumah kaca yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfer. 2.2 Tinjauan Umum Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth Pohon Acacia crassicarpa termasuk salah satu jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar dan ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat tumbuh (Masripatin et al. 2010). Selain itu A. crassicarpa merupakan salah satu jenis kategori tumbuhan perintis/reklamasi A. crassicarpa termasuk kedalam suku Fabaceae. Taksonomi A. crassicarpa: Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Suku Marga Spesies : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua /dikotil) : Rosida : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Acacia : crassicarpa (A. Cunn. ex Benth.)
4 Kata crassicarpa sendiri berasal dari bahasa latin yaitu crassus dan carpus. Crassus berarti tebal dan carpus adalah buah A. crassicarpa juga memiliki nama lain dalam bahasa Inggris yaitu Northern wattle dan Papua New Guinea red wattle. A. crassicarpa tumbuh alami di bagian timurlaut Queensland, barat daya Papua New Guinea dan di bagian tenggara Irian Jaya. A. crassicarpa pada umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik, yang secara geografis terletak pada 8 20 LS, dengan ketinggian tempat berkisar pada 0 200(-450) m dpl, dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 mm (di Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Tempat tumbuh jenis ini memiliki rata-rata suhu udara minimum berkisar pada 15 22 C dan suhu udara maksimum adalah 31 34 C. A. crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah (calcareous beach sands, yellow earths derived from granite, red earths on basic volcanic rock to alluvial and colluvial soils derived from a variety of parent material). Di Papua New Guinea dan Irian Jaya, A. crassicarpa ditemukan tumbuh pada tanah lapang yang bergelombang, pada tempat-tempat dengan pengairan yang baik, tanah-tanah dengan kadar asam tinggi. Di Papua New Guinea, A. crassicarpa sering ditemukan tumbuh dengan A. aulacocarpa, A. auriculiformis dan A. mangium (Prosea 2007). Pohonnya berukuran kecil atau sedang, tingginya dapat mencapai 25 30 m, batang lurus tegak berdiameter 50 cm. Kulit batang berwarna coklat keabuan, keras dan kulit batang dalam berwarna merah dan berserat. Daun berbentuk seperti bulan sabit dengan panjang 8 27 cm dan lebar 1 4,5 cm serta berwarna hijau keabuan. Selain itu, A. crassicarpa memiliki 3 urat daun utama yang jelas dan kekuningan. Perbungaan bulir berwarna kuning cerah, panjangnya 4 7 cm, tangkai bunganya tebal dengan panjangnya 5 10 mm, mahkota bunga 5 helai yang panjangnya 1,3 1,6 mm dan termasuk jenis biseksual. Untuk daun kelopak bunga, panjang 0,5 0,7 mm dan benang sari panjangnya 2 3 mm, buahnya kering, berbentuk bulat telur, pipih, panjang 5 8 cm dan lebar 2 4 cm, berwarna coklat kusam. Bijinya berbentuk memanjang, panjang 5 6 mm dan lebar 2 3 mm dan berwarna hitam (Prosea 2007). A. crassicarpa memiliki banyak manfaat, diantaranya kayu A. crassicarpa merupakan sumber bahan kayu bakar, konstruksi, furniture, pembuat lantai, dan
5 pembuat kapal. Pohonnya memberikan naungan dan mengendalikan pertumbuhan gulma, selain itu merupakan jenis yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang diserang Imperata cylindrica (L.) Raeuschel. Di Papua New Guinea, dilaporkan bahwa jenis ini merupakan koloni yang kuat untuk tumbuh pada lahan-lahan yang terdegradasi akibat perladangan berpindah (Prosea 2007). 2.3 Biomassa Pengertian biomassa menurut Hairiyah dan Rahayu (2007) adalah masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. Menurut Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang dan batang utama yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Secara ekologi, data biomassa hutan berguna untuk mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan, seperti produksi primer, siklus hara dan aliran energi. Dalam manajemen hutan secara praktis, data biomassa hutan sangat penting untuk perencanaan pengusahaan khususnya dalam penetapan tujuan manajemen pengelolaan hutan (Suhendang 2002). Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon untuk tujuan lain. Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah kebakaran, penebangan atau gangguan lainnya. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan ciriciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan tumbuhan disebut produktivitas primer bersih (Widyasari 2010). Adapun contoh-contoh dari biomassa antara lain pepohonan, tanaman, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, dan tinja serta kotoran ternak. Biomassa merupakan salah satu komponen karbon yang mana biomassa tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama biomassa tumbuhan diatas permukaan tanah (above ground biomass) yang terdiri dari pohon-pohon dan tumbuhan bawah serta serta serasah, sedangkan yang kedua biomassa di bawah
6 permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa diatas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi system produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik (Kusmana 1993). Biomassa hutan menyediakan penaksiran gudang karbon dalam tumbuhan hutan karena sekitar 50% nya adalah karbon. Karena itu, biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbondioksida ketika hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran biomassa dapat dilakukan perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat dipindahkan dari atmosfer dengan cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman (Brown 1997). 2.4 Pengukuran dan Pendugaan Biomassa Untuk memperoleh data dalam pendugaan biomassa dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan Allometrik (Brown 1997). Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama dengan menggunakan persamaan : Biomassa diatas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF...(Brown et al. 1989) Keterangan : Volume Over Bark (VOB) Volume batang bebas cabang dengan kulit (m 3 /ha). Wood Density (WD) Kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) per volume biomassa inventarisasi (m 3 ). Biomass Expansion Factor (BEF) Perbandingan total biomassa pohon kering oven diatas tanah dengan biomasssa kering oven hasil inventarisasi hutan. Persamaan allometrik lokal disusun dengan metode destruktif atau dengan cara ditebang dan merupakan kegiatan yang memakan waktu dan biaya. Namun penggunaan persamaan allometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai akan meningkatkan keakurasian pendugaan biomassa. Pengukuran biomassa pohon menggunakan allometrik membutuhkan data lapangan yang diukur pada plot
7 utama. Data yang dikumpulkan dari tiap plot adalah, diameter pohon setinggi dada (dbh), tinggi pohon, nama pohon dan berat jenis pohon (Masripatin et al. 2010). Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan daimeter batang pohon dengan persamaan : Biomassa diatas tanah (Y) = ad b Keterangan : Y = biomassa pohon (kg) D = diameter setinggi dada (130 cm), a dan b merupakan konstanta Dasar dari persamaan regresi biomassa adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan (total) seluruh pohon untuk kelas diameter. Untuk dapat menduga biomassa diatas tanah, menurut Chapman (1976) dalam Sianturi (2004) metode pendugaan biomassa di atas tanah dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu : 1. Metode pemanenan /langsung (destructive) yang terdiri dari : (a) metode pemanenan individu tanaman, (b) metode pemanenan kuadrat dan (c) metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata 2. Metode pendugaan tidak langsung (non destructive) yang terdiri dari : (a) metode hubungan Allometrik, yakni dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter, yaitu dengan cara mengunakan seperangkat alat elektroda yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter < 5 cm (vegetasi tumbuhan bawah) menggunakan metode secara langsung (Hairiah & Rahayu 2007). 2.5 Karbon Karbon merupakan unsur utama dari gas rumah kaca yang berperan penting pada peningkatan suhu permukaan bumi. Fungsi pohon, selain sebagai pemasok oksigen, ternyata juga bisa meyimpan dan menyerap karbon di udara bebas. Oleh karenanya, keberadaan hutan dan konservasi hutan merupakan keniscayaan untuk mengurangi atau, minimal memperlambat pesatnya laju peningkatan suhu bumi.
8 Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer (Sutaryo 2009). Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830 milyar ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfer yang terikat dalam CO 2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Suhendang 2002). Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi. Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al. 2004). 2.6 Pendugaan Karbon Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, oleh karena 50% dari biomassa adalah karbon (Brown & Gaston 1996 dalam Agnita 2010). Untuk dapat menduga potensi karbon yang tersimpan dalam suatu pohon dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
9 C = Yn x 0,5 Keterangan : C = potensi karbon (ton/ha) Yn = biomassa tegakan per hektar (ton/ha)