BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

Lingkungan Mahasiswa

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia diciptakan untuk hidup berpasangpasangan

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Berdasarkan pasal 7 (1) UU Nomor 1 Tahun 1974, batasan umur untuk dilakukannya perkawinan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun (Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 1 Tentang Perkawinan, 1974). Namun, pada umumnya masyarakat Indonesia memiliki pandangan usia menikah yang berkisar antara usia 24-25 tahun, bagi kaum perempuan mereka lebih banyak memilih usia menikah diusia 25 tahun, karena pada usia tersebut para kaum perempuan merasa dirinya sudah matang secara mental, fisik, dan finansial. Sedangkan para kaum laki-laki memilih usia menikah diusia 25-30 tahun, hal itu dikarenakan laki-laki memiliki tanggung jawab atas penghidupan bagi keluarganya, sehingga rata-rata dari mereka memilih untuk bekerja dan memiliki penghasilan tetap. 1

2 Akhir-akhir ini muncul fenomena banyaknya mahasiswi yang usianya relatif masih muda dan belum mempunyai pekerjaan tetap, yang memilih untuk menikah ketika masih menyandang mahasiswa aktif. Berdasarkan hasil observasi, di kalangan mahasiswi psikologi Universitas Pendidikan Indonesia, terdapat sekitar delapan mahasiswi yang masih tergolong muda, memutuskan untuk menikah terlebih dahulu dengan menyandang status mahasiswa yang masih belum menyelesaikan strata satunya ini. Kedelapan mahasiswi tersebut berinisial DR, RD, RL, NR, KM, SS, MG, dan R. Dalam jurnal motivasi mahasiswa melakukan perkawinan di pertengahan studi di perguruan tinggi (2009) adalah dorongan yang timbul untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk sebuah keluarga. Dorongan untuk melakukan perkawinan ini bisa berasal dari dirinya sendiri misalnya kepribadian, agama, kemauan pribadi. Sedangkan dorongan dari luar diri misalnya lingkungan keluarga, kemauan orang tua. Lalu, hak dan kewajiban suami istri adalah segala sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri dari hasil perkawinan dan hal-hal yang wajib dilakukan oleh suami atau istri. Dalam penelitian ini difokuskan pada pemenuhan nafkah keluarga. Faktor lain dalam kesiapan menikah adalah waktu dimana pasangan memutuskan menikah. Motif untuk menikah juga penting untuk menentukan kesuksesan atau kegagalan dalam pernikahan. Walte dan Gallagher (2000) dalam Wisnuwardhani (2012) menemukan bahwa orang yang menikah hidup lebih lama daripada orang yang tidak menikah atau bercerai. Tidak menikah dapat mempengaruhi kesehatan. Wanita yang tidak menikah memiliki kemungkinan mati sebanyak 50

3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang menikah. Pada lakilaki tidak menikah, menunjukkan angka kematian 250 persen lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang menikah. Di sisi lain, pernikahan juga memberikan kebahagiaan bagi mereka yang lajang atau memilih kohabitasi (Defrain & Olson, 2006) dalam Wisnuwardhani (2012). Salah satu contoh yang terjadi pada KM, mahasiswi ini memutuskan menikah karena ia tidak dapat menolak lamaran dari laki-laki yang melamarnya, karena ia mengikuti apa yang dijelaskan didalam hadist ajaran agama islam bahwa, tidak boleh menolak lamaran laki-laki tanpa alasan yang jelas secara agama. KM yang terpaut 4 tahun dengan suaminya ini menjalani kehidupan rumah tangga secara terpisah, karena suaminya yang masih berstatus mahasiswa aktif di salah satu universitas yang terletak di Yaman. Namun, dengan begitu ia sepakat dengan suaminya untuk tetap menjaga komunikasi sebaik mungkin, kepercayaan, dan saling menjaga diri agar meminimalisasi terjadinya konflik rumah tangga. Fenomena lain juga terjadi di kalangan mahasiswi di Perguruan Tinggi lainnya. Fenomena ini dilakukan oleh Mahasiswi Ilmu Ekonomi IPB angkatan 2009 yang lebih akrab dipanggil Syifa telah menikah pada 11 Maret 2012 dengan Eko Budhi Prasetyo, lulusan Geografi UI angkatan 2000. Saat itu usia Syifa baru 20 tahun dan terpaut 10 tahun dengan suami. Syifa gamang melihat maraknya pacaran di sekelingnya. Pacaran kan kurang baik, tapi bila dibina dalam sebuah pernikahan menjadi bernilai ibadah, ujar Syifa. Meskipun demikian, Syifa menyadari bahwa bagi mereka yang sudah terbiasa dengan hubungan seperti itu, tidak mudah

4 untuk memutuskan, yang perlu dilakukan adalah menjaga diri dan melakukan persiapan, sehingga nantinya bisa diakhiri dengan pernikahan (Kompasiana, 20 Mei 2012) Sebelum memutuskan untuk menikah, para calon pengantin akan menjalani masa transisi menuju pernikahan, Faktor yang terpenting dari masa transisi ini adalah kesiapan menikah. Berdasarkan hasil penelitian Booths dan Edwards dalam Wisnuwardhani & Sri (2012) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal yang secara signifikan berhubungan dengan kesiapan menikah, yaitu usia saat menikah, tingkat kedewasaan pasangan, waktu pernikahan, motivasi untuk menikah, kesiapan untuk sexual exclusiveness, dan tingkat pendidikan serta aspirasi pekerjaan dan derajat pemenuhannya. Usia dan tingkat kedewasaan kematangan merupakan indikator yang penting dalam mengevaluasi kesiapan untuk menikah. Boots dan Edwards dalam Wisnuwardhani & Sri (2012) menemukan bahwa tingkat ketidakstabilan pernikahan pada pria dan wanita yang menikah saat mereka berada pada usia remaja ternyata lebih tinggi. Remaja biasanya memiliki ketidakmatangan emosi dan tidak mampu mengatasi permasalahan atau stress pada masa awal pernikahan. Persiapan pernikahan butuh pemikiran dan pemantapan dari tiap tiap bagian yang diinginkan. Mempersiapkan pesta pernikahan, baju pengantin, tata rias, dan mas kawin yang akan digunakan. Persiapan-persiapan yang telihat secara fisik seperti itu mungkin bisa diserahkan atau diwakilkan kepada pihak yang sudah profesional, yang biasa disebut dengan wedding organize. Namun, tetap saja ada persiapan yang tidak bisa diwakilkan,

5 seperti persiapan mental setiap pasangan, persiapan keilmuan, fisik, dan juga finansial. Keempat persiapan itu sangatlah penting dimiliki oleh setiap pasangan karena setiap pasangan harus memiliki mental yang kuat untuk menghadapi suatu pernikahan, menerima segala kekurangan dan kelebihan dari masing masing pasangan. Persiapan keilmuan yaitu untuk memperlajari bagaimana hidup dengan pasangannya nanti. Persiapan fisik yaitu untuk saling menjaga kesehatan agar nantinya memperoleh momongan yang sehat. Persiapan terakhir adalah persiapan finansial, bagi para calon pengantin tidak mungkin mengandalkan orang lain untuk menutupi biaya pernikahan maupun kehidupan rumah tangga, karena jika persiapan finansial ini tidak dipikirkan matang-matang bisa jadi hutang sana sini (Artikel Nikah, 2012 Oktober 27). Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak ditentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya pernikahan maka status sosialnya akan diakui sebagai pasangan suami istri dan sah secara hukum. Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini karena pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Lalu, bagaimana dengan para mahasiswi psikologi yang memutuskan menikah lebih dulu, tanpa memililki penghasilan untuk menghidupi kehidupan rumah tangganya dan belum memiliki kematangan emosi yang cukup baik?

6 Pernikahan sering kali bergulir pada permasalahan, dan tidak semua pasangan dapat menanganinya untuk menyelamatkan harapan dan impiannya. Perceraian adalah salah satu jalan keluar bagi pasangan yang memiliki rasa kecewa yang sangat besar dan permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan (Laswell dan Laswell. 1978). Banyak aspek dan alasan yang menyebabkan pasangan suami istri memutuskan untuk bercerai. Duval & Miller (1985) dalam Wisnuwardhani (2012) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, meligitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran diantara sesama pasangan. Peneliti ingin mengetahui bagaimana individu mengambil keputusan untuk menikah pada mahasiswi psikologi yang rata-rata masih berumur 21-22 tahun. Menurut Rowe dan Boulgarides (1992) dalam Sarwono (2009), cara orang mengambil keputusan dapat digambarkan melalui gaya pengambilan keputusannya. Ada beberapa faktor yang menentukan, yaitu 1) cara seseorang menerima dan memahami tanda isyarat-isyarat tertentu; 2) sesuatu yang penting menurut penilaian seseorang; 3) faktor konteks atau situasional saat pengambilan keputusan dilakukan. Bagaimana ia menginterpretasi atau memahami, bagaimana merespons, dan apa yang dipercaya oleh seseorang sebagai sesuatu yang penting mengartikan bahwa gaya pengambilan keputusan merefleksikan cara seseorang bereaksi terhadap situasi yang dihadapinya. Peneliti menemukan penelitian sebelumnya tentang menikah muda yaitu berjudul Penyesuaian Diri Pada Remaja Putri Yang Menikah Dini yang ditulis oleh mahasiswi psikologi angkatan 2007 Universitas

7 Pendidikan Indonesia yang bernama Neng Rosmiati. Hasil penelitiannya yaitu subjek penelitiannya memiliki penyesuaian sosial yang cukup baik, merasa puas saat melakoni perannya sebagai seorang istri, subjek merasa ada perbedaan sikap dari orang tuanya, adanya penerimaan otoritas orang tua, subjek memiliki sikap altruism, serta menghormati dan menghargai norma-norma yang ada di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan fenomena dan penelitian yang dialami mengenai banyaknya pernikahan yang terjadi di kalangan mahasiswa psikologi UPI angkatan 2009 ini, menjadi ide bagi saya untuk mengangkat masalah pernikahan diusia muda dengan judul Motivasi Pengambilan Keputusan Menikah di Kalangan Mahasiswi Jurusan Psikologi Angkatan 2009 Universitas Pendidikan Indonesia II. Fokus Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan pada motivasi pengambilan keputusan menikah dikalangan mahasiswi jurusan psikologi angkatan 2009 Universitas Pendidikan Indonesia. III. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran proses pengambilan keputusan menikah pada mahasiswi?

8 2. Motivasi apa saja yang memengaruhi pengambilan keputusan untuk menikah pada mahasiswi? 3. Bagaimana kondisi prestasi akademik setelah menikah? IV. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data empirik mengenai pengambilan keputusan untuk menikah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui dan memahami proses pengambilan keputusan untuk menikah. 2. Untuk mengetahui dan memahami motivasi apa saja yang dapat membuat pengambilan keputusan untuk menikah. 3. Untuk mengetahui kondisi prestasi akademik dari pengambilan keputusan setelah menikah. V. Manfaat Penelitian V.1 Manfaat Teoritis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk ilmu Psikologi yaitu: Khususnya untuk ilmu psikologi sosial dengan memberi gambaran tentang bagaimana pengambilan keputusan untuk menikah. V.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman praktis meningkatkan pemahaman para perempuan yang akan

9 mengambil keputusan dalam menikah, memperhatikan dan membimbing perempuan untuk lebih matang dalam mengambil strategi untuk menikah. VI. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian dengan rancangan studi kasus dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna subjek yang diteliti. 2. Instrumen dan teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument atau alat pengumpul data adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2007). Selanjutnya peneliti akan mengembangkan pedoman wawancara. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam (in-depth interview). 3. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 3 orang mahasiswi jurusan psikologi Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2009 subjek berumur 22 tahun dan yang telah menikah. Tiga subjek penelitian ini adalah subjek

10 telah menikah namun tidak tinggal satu kota dengan suaminya, dan subjek yang telah menikah namun suaminya berada di luar negeri. 4. Teknik Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (Herdiansyah, 2012), teknik analisis data yang diperoleh melalui tiga proses yaitu pengambilan data (data reduction), pengolahan data (data display), dan pengambilan kesimpulan (verification).