PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

WALIKOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BANGKA TENGAH

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUNGAN dan BUPATI BULUNGAN MEMUTUSKAN :

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 11 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAJO,

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

NOMOR 1 TAHUN 2014 KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG POTENSI KETENAGALISTRIKAN DAERAH

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG BUPATI BANYUMAS,

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAN PEMANFAATAN ENERGI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2008

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa BUPATI SUBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGURUSAN PASAR KABUPATEN LAMONGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1985 (15/1985) Tanggal: 30 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PEDAGANG KAKI LIMA

NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2002 NOMOR 10 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2002

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2002 NOMOR 10 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik merupakan kebutuhan sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat ; b. bahwa penyediaan tenaga listrik dapat diusahakan oleh Pemerintah maupun swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan lingkungan ; c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, maka pembinaan, pengawasan dan penertiban terhadap usaha ketenagalistrikan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah ; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, dipandang perlu mengatur ketentuan tentang Izin Usaha Ketenagalistrikan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 133 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052 );

8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Pemanfaatan dan Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 26 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006, Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4628) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ; 11. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ; 12. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1455 K/40/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri, Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik ; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1988 Nomor 1/C). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN dan BUPATI LAMONGAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan. 3. Instansi terkait adalah Badan/Dinas/Kantor/Bagian, yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pembinaan, pengawasan dan penertiban usaha ketenagalistrikan di Kabupaten Lamongan. 4. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik. 5. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan listrik meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen. 6. Pembangkitan Tenaga Listrik adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik. 7. Transmisi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. 8. Distribusi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari sistem pembangkitan kepada konsumen. 9. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam wilayah Kabupaten Lamongan. 2

10. Izin Operasi adalah Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dalam wilayah Kabupaten Lamongan. 11. Instalasi Tenaga Listrik selanjutnya disebut Instalasi adalah bangunan-bangunan sipil, elektromekanik, mesin-mesin, peralatan, saluran-saluran yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, pendistribusian dan pemanfaatan tenaga listrik. 12. Penggunaan Utama adalah pembangkit tenaga listrik yang dioperasikan secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 13. Penggunaan Cadangan adalah pembangkit tenaga listrik yang dioperasikan hanya sewaktu-waktu untuk menjamin kontinuitas dan keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 14. Penggunaan Darurat adalah pembangkit tenaga listrik yang dioperasikan hanya pada saat terjadi gangguan pasokan tenaga listrik dari PKUK (Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan). 15. Penggunaan Sementara adalah pembangkit tenaga listrik yang dioperasikan hanya untuk kegiatan yang bersifat sementara termasuk dalam pengertian i n i pembangkit yang dapat dipindahpindahkan (mobile dan portable). 16. Uji Laik Operasi adalah kegiatan pemeriksaaan dan pengujian pembangkit dan jaringan distribusi tenaga listrik untuk memenuhi aspek aman, andal dan akrab lingkungan. BAB II USAHA KETENAGALISTRIKAN 3 Usaha ketenagalistrikan terdiri dari atas : (1) Usaha penyedia tenaga listrik ; dan (2) Usaha penunjang tenaga listrik Bagian Kesatu Pasal 2 Bagian Kedua Jenis Usaha Penyedia Tenaga Listrik Pasal 3 (1) Usaha penyedia tenaga listrik meliputi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. (2) Usaha penyediaan tenaga listrik dilaksanakan oleh koperasi, badan usaha milik Daerah, Badan Usaha swasta, swadaya masyarakat, perorangan dan lembaga lainnya yang berusaha dibidang penyediaan tenaga listrik. Pasal 4 (1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi : a. Pembangkitan tenaga listrik ; b. Pembangkitan dan distribusi tenaga listrik ; c. Pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik ; (2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dapat dilaksanakan oleh koperasi, badan usaha milik daerah, Badan Usaha swasta, swadaya masyarakat, perorangan dan instansi pemerintah/pemerintah daerah yang menggunakan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. Pasal 5 (1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi : a. Pembangkitan tenaga listrik ; b. Transmisi tenaga listrik ; c. Distribusi tenaga listrik dan/atau d. Penjualan tenaga listrik.

(2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan oleh koperasi, badan usaha milik Daerah, badan usaha swasta dan kelompok swadaya masyarakat yang menjual tenaga listrik kepada masyarakat umum. (3) Mekanisme penjualan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Bagian Ketiga Jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik Pasal 6 (1) Usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari : a. Usaha jasa penunjang tenaga listrik dan b. Usaha industri penunjang tenaga listrik (2) Usaha penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh koperasi, badan usaha milik Daerah, badan usaha swasta, perorangan dan lembaga lain yang memiliki klasifikasi dan kualifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 7 (1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik meliputi : a. Konsultasi dalam bidang instalasi penyediaan tenaga listrik; b. Pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik; c. Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik; d. Pengoperasian tenaga listrik; e. Pemeliharaan instalasi tenaga listrik; f. Penelitian dan pengembangan; g. Pendidikan dan pelatihan; h. Laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik; i. Sertifikasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik; j. Usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik. (2) Usaha jasa penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh koperasi yang memiliki sertifikasi, badan usaha milik Daerah, badan usaha swasta dan swadaya masyarakat. Pasal 8 (1) Usaha industri penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf b meliputi : a. Usaha industri peralatan tenaga listrik; dan/atau b. Usaha industri pemanfaat tenaga listrik (2) Usaha industri penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh koperasi yang bersertifikat, badan usaha milik daerah dan badan usaha swasta. Bagian Keempat Izin Usaha Ketenagalistrikan Pasal 9 (1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya berada di Daerah wajib memiliki izin Usaha dari Kepala Daerah. (2) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan usaha jasa penunjang tenaga listrik yang wilayah usahanya berada di Daerah wajib memiliki izin Usaha dari Kepala Daerah. (3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah. (4) Tata cara dan persyaratan pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. 4

5 Pasal 10 Izin operasi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri diberikan menurut sifat penggunaannya yaitu : a. Penggunaan utama ; b. Penggunaan cadangan ; c. Penggunaan darurat dan/atau ; d. Penggunaan sementara ; Pasal 11 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) terhadap usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang kapasitas tenaga listriknya tidak melebihi 200 KVA. (2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan kepada Kepala Daerah. (3) Ketentuan pendaftaran dan batasan minimal yang wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Pasal 12 (1) Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik berhak : a. melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan ; b. melintasi laut baik di atas maupun di bawah ; c. melintasi jalan umum dan jalan kereta api ; d. masuk ketempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu ; e. menggunakan tanah dan melintas di atas atau bawah tanah ; f. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah ; g. memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya. (2) Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik berkewajiban : a. melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap instalasi tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. melaksanakan ketentuan-ketentuan teknik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul akibat usaha yang dijalankan ; d. memenuhi persyaratan lainnya, sebagaimana yang ditetapkan dalam persyaratan pemberian izin usaha ketenagalistrikan; e. menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Daerah melalui Instansi teknis; f. melaporkan setiap perubahan yang terjadi berkaitan dengan usahanya; g. memberi informasi/penjelasan yang tepat, serta memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pengecekan/pengawasan dilapangan terhadap pelaksanaan izin usaha ketenagalistrikan. Bagian Keenam Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 13 (1) Konsumen berhak untuk : a. Mendapat pelayanan yang baik : b. Mendapat pelayanan perbaikan apabila terdapat gangguan tenaga listrik ; c. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

(2) Konsumen berkewajiban untuk : a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik ; b. Menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen ; c. Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya ; d. Membayar tagihan pemakaian tenaga listrik Bagian Ketujuh Masa berlakunya Izin Pasal 14 Izin usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha penunjang tenaga listrik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 15 (1) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan kepada Kepala Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa izin. (2) Tata cara dan persyaratan perpanjangan izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 16 (1) Izin usaha penyediaan tenaga listrik dan penunjang tenaga listrik tidak berlaku apabila : a. Masa berlakunya telah berakhir dan tidak diperpanjang ; b. Pemegang izin dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penerbitan izin, pembangunan Instalasi belum dimulai ; c. Dicabut/dibatalkan izinnya oleh Pemerintah Daerah. (2) Pencabutan/Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan apabila : a. Terdapat permintaan pemegang izin ; b. Terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh pemegang izin. Bagian Kedelapan Pengoperasian Instalasi Tenaga Listrik Pasal 17 (1) Instalasi tenaga listrik milik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik hanya dapat dioperasikan setelah mendapat sertifikat uji laik operasi. (2) Persyaratan dan tata cara uji laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 18 Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan atas kegiatan pelaksanaan izin usaha ketenagalistrikan dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dibidang ketenagalistrikan. Pasal 19 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi : a. keselamatan dan keamanan bagi manusia dan pada keseluruan sistem penyediaan tenaga listrik; b. optimalisasi pemanfaatan sumber energi domestik, termasuk pemanfaatan energi terbarukan; c. perlindungan lingkungan; d. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik; e. pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk kompetensi engineering; 6

f. keadaan dan cakupan penyediaan tenaga listrik, dan g. tercapainya standarisasi dibidang ketenagalistrikan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi : a. melakukan inspeksi pengawasan di lapangan ; b. meminta laporan pelaksanaan usaha dibidang ketenagalistrikan c. melakukan penelitian dan evaluasi atas laporan pelaksanaan usaha dibidang ketenagalistrikan ; d. memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan perizinan Pasal 20 Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) Kepala Daerah : a. menetapkan pedoman dengan memperhatikan peraturan perundang-undang yang berlaku; b. memberikan bimbingan serta pelatihan; dan c. melakukan inspeksi terhadap instalasi ketenagalistrikan. Pasal 21 (1) Dalam hal pemegang izin tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian operasi untuk sementara waktu ; c. Pencabutan izin; (2) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tingkat pelanggaran yang dilakukan. BAB IV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 22 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran Peraturan Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. 7

8 BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 23 (1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliar rupiah). (2) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milliar rupiah). (3) Setiap orang yang melakukan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, izin yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan, tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya izin berakhir. Pasal 25 Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi dan belum memilikki izin, paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan wajib mengajukan permohonan izin tertulis kepada Kepala Daerah. Pasal 26 Hal-hal belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan. Ditetapkan di lamongan pada tanggal 14 Januari 2010 Diundangkan di Lamongan pada tanggal 25 Mei 2010 BUPATI LAMONGAN, ttd, MASFUK Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMONGAN ttd, SUPARDI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2010 NOMOR 03 Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd, Chairil Anwar

9 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN I. UMUM Bahwa tenaga listrik merupakan kebutuhan sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Penyediaan tenaga listrik dapat diusahakan oleh Pemerintah maupun swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan lingkungan. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006, maka pembinaan, pengawasan dan penertiban terhadap usaha ketenagalistrikan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu mengatur Izin Usaha Ketenagalistrikan di Kabupaten Lamongan dengan Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal ini dimaksudkan untuk menyamakan pengertian atau menyamakan arti dalam penggunaan beberapa istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini.

10 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Yang dimaksud dengan : a. Penggunaan utama adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terus menerus untuk melayani sendiri tenaga listrik yang diperlukan. b. Penggunaan cadangan adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan sewaktu-waktu dengan maksud untuk menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. c. Penggunaan darurat adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan hanya ada saat terjadi ganggunan penyediaan tenaga listrik. d. Penggunaan sementara adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara, termasuk dalam penyediaan yang relatif mudah dipindah-pindahkan (portable).

11 Pasal 26 Pasal 27