FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PENYAKIT ASMA PADA PEKERJA DI PABRIK TEH PT SINAR INESCO KECAMATAN TARAJU KABUPATEN TASIKMALAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. Serangan asma merupakan salah satu penyebab rawat inap pada anak dirawat di

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIALE PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

Aplikasi Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Faktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Asma Pada Anak Usia 1-5 Tahun di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Cronic Obstruktive

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

ANALISIS TREND PASIEN RAWAT INAP BRONCHITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI PERIODE TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PENYAKIT ASMA PADA PEKERJA DI PABRIK TEH PT SINAR INESCO KECAMATAN TARAJU KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh : Yosep Hadiansyah 1, Sri Maywati 2 1. Staff Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Alumnus FKM UNSIL Tasikmalaya, lulus tahun 2009 2. Staff Pengajar FKM UNSIL Tasikmalaya, Alumnus FKM Universitas Diponegoro Semarang, lulus tahun 2000 ABSTRAK Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik di masyarakat maupun di tempat kerja. Salah satunya dengan memperhatikan kesehatan pekerja, terutama penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan kerja karena pada umumnya pekerja mempunyai resiko terpapar oleh polutan di tempat kerja. Polutan udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit asma terutama bila didukung oleh faktor individu. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit asma pada pekerja di Pabrik Teh PT Sinar inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah semua pekerja bagian produksi sebanyak 93 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16,1% responden memilki keluarga dengan riwayat penyakit asma, 31,2% responden mempunyai alergi yang dapat menyebabkan penyakit asma, 65,6% responden berjenis kelamin laki-laki dan 34,4% berjenis kelamin perempuan, 14% responden mempunyai gangguan infeksi pernapasan, 34,4% responden menjawab adanya alergen ditempat kerja, 62,4% responden mempunyai pendapatan kurang, 49,5% status gizinya kurang dan 23,7% status gizinya lebih. 50,5% responden merokok ataupun ada dari keluarga mereka yang merokok. Berdasarkan uji chi square dengan α 0,05 didapatkan hasil, ada hubungan antara predisposisi genetik dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value 0,464, ada hubungan antara alergi dengan penyakit asma dengan pada pekerja p value 0,487, ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,713, Ada hubungan infeksi pernapasan dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,001, ada hubungan antara status gizi dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,083, Ada hubungan antara alergen dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,039, ada hubungan antara Status sosio ekonomi dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,244. Ada hubungan antara asap rokok dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,017. Oleh karena itu perlu dihindarkan faktor-faktor pemicu penyakit asma dan perbaikan kondisi lingkungan kerja sehingga pekerja terhindar dari penyakit akibat kerja. Kata kunci : Faktor risiko, penyakit asma, pekerja, pabrik teh ABSTRACT Many things has been done to increase healhty degree of people, including in the work place. One of the ways is gave attention to healthy of worker, especially that caused by work environment, because usually the worker have high risk to exposed by pollutant in the work place. Air pollutant in the work place have more influence on incident of astma and supported by individual factor. The goal of research is to identifying risk factors that correlation with Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 59

incident of asthma in the worker at tea factory PT Sinar Inesco Taraju Tasikmalaya. Research using survey methode with cross sectional design. Sample are total poppulation are 93 people in production section. The result showing that 16,1% have family with asthma, 31,2% have allergi reaction that cause asthma, 65,6% are mans and 34,4% are womans, 14% have tractus infection, 34,4% answer that there is allergen in the work place, 62,4% are low income, 49,5% are low of body mass index and 23,7% are obesity, 50,5% are smoker or exposed bay smoke from their family. Based on Chi Square at α = 0,05 the result showed there is not correlation between genetic with asthma (p=0,464), there is not correlation between allergy with asthma (p=0,487), there is not correlation between sex with asthma (p=0,713), there is significantly correlation between tractus infection with asthma (p=0,0,001), there is not correlation between body mass index with asthma (p=0,083), there is significantly correlation between allergen with asthma (p=0,039), there is not correlation between sosioeconomic with asthma (p=0,244), there is significantly correlation between smoke of cigarret with asthma (p=0,017). Therefore be needed to avoid risk factors that caused asthma and improve to environment so the worker avoided from occupational desease. Key words : risk factors, asthma, worker, tea factory A. LATAR BELAKANG Pekerja perkebunan telah didefinisikan oleh WHO pada Tahun 1962. Seseorang yang mempunyai kesibukan apakah menetap atau sementara, terlepas dari status hukum, pada kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan perkebunan. Kemudian definisi ini telah diubah lebih luas mencakup semua bentuk aktifitas yang berhubungan dengan pertumbuhan, hasil panen dan proses primer dari semua jenis hasil panen serta memelihara (mengolah) atau membiakkan, mengangkat binatang binatang dan merawat atau menata kebun dan taman serta ada yang menambah dengan perkembangan prosesing dan aspek komoditinya (Schenker,1998 : 158). Asma kerja adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penyempitan saluran nafas yang bervariasi akibat paparan debu, uap atau asap di tempat kerja dan bukan akibat iritasi udara dingin atau latihan fisik. Asma ini adalah asma yang timbul akibat sentisisasi di tempat kerja, ada orang yang sebelumnya sudah mempunyai gejala dan juga bisa terjadi pada orang belum sakit. Benda benda yang berada lingkungan perkebunan dengan jelas memperlihatkan dan mungkin menyebabkan asma (Aditama, 1997: 14). Faktor pencetus penyakit asma adalah allergen, infeksi (terutama saluran nafas bagian atas), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks gastroesofagus dan psikis. (Arif dkk, 2000) Pekerjaan produksi teh adalah semua kegiatan pengolahan teh yang meliputi proses pelayuan, penggilingan, pengeringan, sortasi dan pengepakan serta semua aktifitas yang menunjang terhadap kegiatan produksi teh sampai dihasilkan produk teh yang siap edar dan siap konsumsi. Semua bagian pekerjaan ini mempunyai resiko Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 60

terhadap terjadinya penyakit akibat kerja. Hal ini disebabkan adanya interaksi dengan faktor penyebab terjadinya penyakit akibat kerja, diantaranya debu dan asap. Berdasarkan hasil survey awal di Pabrik Teh PT Sinar Inesco, sebagian pekerja memiliki keluhan diantaranya berupa sesak nafas, bengek, batuk dan nyeri di dada. Bertolak dari keterangan diatas, penulis tertarik untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya penyakit asma pada pekerja di Pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. B. TUJUAN PENELITIAN a. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit asma seperti genetik, alergi, jenis kelamin, infeksi pernafasan, status gizi, alergen, status sosioekonomi dan asap rokok pada pekerja bagian produksi di perkebunan teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. b. Mengidentifikasi kejadian penyakit asma pekerja c. Menganalisis hubungan faktor-faktor resiko dengan terjadinya penyakit asma yaitu genetik, alergi, jenis kelamin, infeksi pernafasan, status gizi, status sosioekonomi, alergen dan asap rokok dengan terjadinya penyakit asma pada pekerja di Pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. D. METODE PENELITIAN Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor resiko terjadinya penyakit asma meliputi faktor pejamu yaitu predisposisi genetik, alergi, Jenis kelamin, Infeksi pernafasan, Status gizi dan faktor Faktor Lingkungan meliputi Adanya alergen, Status sosio ekonomi, Asap rokok. Variabel terikat adalah kejadian penyakit asma pada pekerja yang didefinisikan sebagai kelainan berupa inflamasi (peradangan) saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada berdasarkan anamnesa medis. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-September 2009, menggunakan metode Survey dengan pendekatan Cross-Sectional yang bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit asma pada pekerja di Perkebunan teh PT. Sinar Inesco Kec. Taraju Kab. Tasikmalaya. Populasi adalah seluruh pekerja di Pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya dengan jumlah sebanyak 93 orang. Sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh populasi. Data di analisis secara univariat dengan membuat tabel distribusi frekuensi untuk semua variabel, Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 61

dan secara bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variable terikat adalah uji chi-square. E. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Proses Produksi Kegiatan produksi PT. Sinar Inesco adalah mengolah pucuk teh sebagai bahan baku menjadi bahan jadi berupa teh siap seduh. Jenis teh itu sendiri ada dua macam yaitu teh hijau dan teh hitam. Perbedaan teh hijau dan teh hitam terletak pada proses pengolahannya, dimana daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik sedangkan untuk proses produksi teh hitam, proses fermentasi berlangsung penuh, yang menyebabkan daun-daun teh berubah menjadi hitam dan memberi rasa khas. Setelah pemetikan, daun yang masih hijau ditebar di atas wadah (trouch) untuk dilayukan selama 12-18 jam. Selama proses pelayuan yang lama itu daun kehilangan banyak kadar airnya, menjadi lembut dan layu sehingga daun-daun itu mudah digiling. 2. Gambaran Ruang Kerja Proses Produksi. Pabrik yang dipergunakan untuk proses produksi sekarang pada dasarnya cukup luas. Namun karena proses produksi mampunyai tahapan yang cukup panjang menyebabkan adanya penggabungan ruangan untuk dua atau tiga proses produksi. Misalnya saja proses sortasi digabungkan dengan proses pengeringan dan tester sehingga polutan yang dihasilkan tersebar ke seluruh ruangan sehingga meskipun ruangan yang dipergunakan cukup luas pekerja yang semestinya tidak terkena polutan turut mempunyai resiko terpapar polutan tersebut. 4. Identifikasi Penyakit Asma Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Keluhan Asma Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 17 18,3 2 76 81,7 Berdasarkan tabel 1 dari 93 responden, 18,3% responden mempunyai penyakit asma dan 81,7% responden tidak mempunyai penyakit asma. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 62

Asma di tempat kerja itu sendiri mempunyai arti suatu penyakit yang ditandai oleh penyempitan saluran nafas yang bervariasi akibat paparan debu, uap atau asap ditempat kerja dan bukan akibat iritasi udara dingin atau latihan fisik. Asma ini adalah asma yang timbul akibat sentisisasi di tempat kerja, ada orang yang sebelumnya sudah mempunyai gejala dan juga bisa terjadi pada orang yang belum sakit (Aditama, 1997:19). Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktifitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan. Gejala-gejala asma antara lain: bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop, batuk produktif sering pada malam hari, dan nafas atau dada seperti tertekan (Arif, 1999 : 477). 5. Identifikasi Faktor Penyebab Asma a. Predisposisi genetik asma Tabel 2. Distribusi Frekuensi Predisposisi Genetik Asma Pada Pekerja Di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Predisposisi Genetik Asma Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 15 16,1 2 78 83,9 Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan dari 93 responden, 16,1% responden memilki riwayat asma dan 83,9% responden tidak memilki riwayat asma. Tabel 3. Hubungan Predisposisi Genetik dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Predisposis genetik Ya n % n % n % Ya 4 26,7 11 73,3 15 100 13 16,7 65 83,3 78 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,464 Berdasarkan tabel 3 di atas, baik responden yang mempunyai predisposisi genetik maupun ayng tidak mempunyai sebagian besar tidak mempunyai penyakit asma. Hasil analisis hubungan antara predisposisi genetik dengan penyakit asma Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 63

diperoleh p value sebesar 0,464 dengan α 0,05 artinya tidak ada hubungan antara predisposisi genetik dengan penyakit asma.. Predisposisi genetik adalah bakat yang diturunkan dari orang tua terhadap keturunanya. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga biasa diturunkan (Arif, 2000). b. Alergi Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian Alergi Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Alergi Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 29 31,2 2 64 68,8 Tabel 4 di atas menunjukkan sebagian besar responden (68,8%) tidak mempunyai alergi yang dapat berpengaruh terhadap penyakit asma. Alergi adalah perubahan daya reaksi tubuh terhadap suatu zat yang diperoleh pada kontak kemudian sebagai akibat terbentuknya kompleks antigen antibody (Rasmaliah, 2000). Tabel 5. Hubungan Alergi dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Alergi Ya n % n % n % Ya 7 24,1 22 75,9 29 100 10 15,6 54 84,4 64 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0.487 Hasil analisis hubungan antara alergi dengan keluhan penyakit asma dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p value sebesar 0,388 dengan α 0,05. Nilai di atas menunjukan nilai p value lebih dari 0,05 artinya tidak ada hubungan antara alergi dengan keluhan penyakit asma. Seseorang yang mempunyai bakat alergi Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 64

dapat lebih rentan menderita asma dibandingkan dengan yang tidak ada bakat alergi. Keadaan demikian diakibatkan respon imun yang terdapat pada orang yang mempunyai bakat alergi akan mudah terpengaruhi oleh factor ldari luar tubuh. c. Jenis kelamin Tabel 6. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya 2009 No Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) 1 Laki-laki 61 65,6 2 Perempuan 32 34,4 Tabel 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Jenis kelamin Ya n % N % n % Laki-laki 10 16,4 51 83,6 61 100 Perempuan 7 21,9 25 78,1 32 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,713 Hasil analisis hubungan diperoleh p value sebesar 0,577 dengan α 0,05. Nilai di atas menunjukan nilai p value lebih dari 0,05 artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan penyakit asma. Hasil penelitian terhadap penyakit asma di PT sinar inesco menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit asma. Namun meskipun demikian jika kita perhatikan 7 (21,9%) responden dari 32 responden wanita mengidap penyakit asma dibandingkan dengan 10 (16,4%) responden mempunyai penyakit asma dari 61 responden laki-laki, maka prosentasenya lebih besar. Sebuah penelitian di Kanada misalnya, menyebutkan bahwa 8,5% wanita Kanada mengidap penyakit asma, sementara pria penderita asma hanya berkisar 7,5%. Serangan asma yang diidap wanita juga seringkali justru lebih parah ketimbang asma yang menimpa pria. Sebuah studi di tahun 1998 di Amerika dan Kanada menunjukkan bahwa kaum wanita pengidap asma memiliki peluang dirawat inap tiga kali lebih besar daripada kaum pria pengidap asma. Bahkan sebuah studi di Amerika dan Kanada di tahun 1999 menyebutkan bahwa kaum wanita dua kali Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 65

lipat lebih besar berpeluang masuk unit gawat darurat akibat asma akut yang diidapnya (Healtylife Edisi 07/VIII - Juli 2009). Pemicu serangan asma pun cukup bervariasi. Sebagian besar asma akut yang menyerang kaum wanita dipicu oleh kebiasaan merokok, sementara pada pria, kebiasaan merokok tidak banyak berpengaruh terhadap timbulnya serangan asma. Ternyata faktor hormonal turut berpengaruh dalam pemilihan jenis terapi dan pengobatan yang seharusnya dijalani. Pada permulaan tahun 1990-an, para peneliti di seluruh dunia baru menyadari adanya pengaruh jender dalam hal ketahanan terhadap penyakit (Healtylife Edisi 07/VIII - Juli 2009). d. Infeksi pernapasan Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kejadian Gangguan Infeksi Pernapasan Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Infeksi pernapasan Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 13 14 2 80 86 Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 93 responden, 14% responden mempunyai gangguan infeksi pernapasan dan 86% responden tidak mempunyai gangguan infeksi pernapasan. Tabel 9. Hubungan Infeksi pernapasan dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Infeksi pernapasan Ya n % N % n % Ya 7 53,8 6 46,2 13 100 10 12,5 70 87,5 80 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,001 Hasil analisis hubungan antara infeksi pernapasan dengan penyakit asma dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p value sebesar 0,001 dengan α 0,05. Nilai di atas menunjukkan nilai p value kurang dari 0,05 artinya ada hubungan antara infeksi pernapasan dengan penyakit asma pada pekerja di pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 66

Infeksi pernafasan / ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2001). Infeksi pernafasan merupakan masalah yang mempunyai hubungan dengan terjadinya penyakit asma yang terjadi pada para pekerja di Pabrik Teh PT Sinar Inesco Taraju Tasikmalaya. Hal ini terjadi karena adanya kontak yang terus menerus dengan polutan debu dan asap terutama asap rokok di lingkungan kerja. Dengan terjadinya kontak secara terus menerus dan ditambah dengan ketidak patuhan pekerja memakai masker maka saluran pernafasan menjadi rentan terhadap infeksi. e. Alergen Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kejadian Adanya Alergen di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya 2009 No Alergen Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 32 34,4 2 61 65,6 Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 93 responden, 34,4% responden menjawab adanya alergen di tempat kerja dan 65,6% responden menjawab tidak adanya alergen ditempat kerja. Tabel 11.Hubungan Alergen dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Alergen Ya n % n % n % Ya 10 31,3 22 68,7 32 100 7 11,5 54 88,5 61 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,039 Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 67

Hasil analisis hubungan antara Alergen dengan penyakit asma dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p value sebesar 0,039 dengan α 0,05, artinya ada hubungan antara alergen dengan penyakit asma pada pekerja di pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh faktor alergen yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri dari reaksi asma dini dan reaksi asma lambat. Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus (lampiran Kepmenkes No: 1023/Menkes/SK/XI/2008). Proses produksi teh merupakan suatu proses dengan beberapa tahap produksi dari mulai pelayuan hingga pengepakkan. Dari semua proses tersebut, debu dan asap merupakan zat yang paling dominan yang memungkinkan menyababkan terjadinya penyakit akibat kerja dalam hal ini adalah penyakit asma. f. Status sosio konomi Tabel 12. Distribusi Frekuensi Status Sosio Ekonomi Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Status sosio ekonomi Frekuensi Persentase (%) 1 Cukup >= UMR 35 37,6 2 Kurang <UMR 58 62,4 Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 93 responden, 37,6% responden mempunyai pendapatan yang cukup dan 62,4% responden mempunyai pendapatan kurang. Tabel 13. Hubungan Status Sosio Ekonomi dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Status sosio ekonomi Ya n % n % n % Cukup>=UMR 9 25,7 26 74,3 35 100 Kurang<UMR 8 13,8 50 86,2 58 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,244 Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 68

Berdasarkan tabel 13 menunjukkan hasil bahwa responden dengan status sosio ekonomi cukup sebagian besar tidak mempunyai, penyakit asma yaitu sebanyak 22 responden (74,3%) dan responden dengan status sosio ekonomi kurang sebagian besar tidak mempunyai penyakit asma yaitu sebanyak 50 responden (86,2%). Hasil analisis hubungan diperoleh p value sebesar 0,244 dengan α 0,05, artinya tidak ada hubungan antara Status sosio ekonomi dengan penyakit asma pada pekerja di pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Keadaan sosial ekonomi masyarakat sangat berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat. Keadaan sosial ekonomi yang rendah atau kurang baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap kondisi kesehatan. g. Status gizi Tabel 14. Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya 2009 No Status Gizi Frekuensi Presentase (%) 1 Kurang (< 18,5) 46 49,5 2 Normal (18,5-25) 25 26,9 3 Lebih ( >25) 22 23,7 Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa dari 93 responden, 49,5% responden status gizinya kurang, 26,9% responden status gizinya normal dan 23,7% responden status gizinya lebih. Tabel 15. Hubungan Status Gizi dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan TarajuKabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 Status Gizi Ya n % n % n % Kurang 10 21,7 36 78,3 46 100 Lebih 1 4 24 96 25 100 Normal 6 27,3 16 72,7 22 100 38 18,3 55 81,7 93 100 P Value 0,083 Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 69

Hasil analisis hubungan antara Status gizi dengan penyakit asma diperoleh p value sebesar 0,083 dengan α 0,05. Nilai di atas menunjukkan nilai p value lebih dari 0,05 artinya tidak ada hubungan. Status Gizi adalah keadaan Kesehatan seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dengan salahsatu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Sukirman, 2002 : 65) 2. Asap rokok Tabel 16. Distribusi Frekuensi Adanya Asap Rokok yang Terhirup Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2009 No Asap rokok Frekuensi Persentase (%) 1 Ya 46 49,5 2 47 50,5 Tabel 17. Hubungan Asap Rokok dengan Penyakit Asma Pada Pekerja di Pabrik Teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010 Asap rokok Ya n % n % n % Ya 13 28,3 33 71,7 46 100 4 8,5 43 91,5 47 100 17 18,3 76 81,7 93 100 P Value 0,017 Hasil Analisis hubungan antara asap rokok dengan penyakit asma dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p value sebesar 0,017 dengan α 0,05, artinya ada hubungan antara asap rokok dengan penyakit asma pada pekerja di pabrik Teh PT Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian diatas, asap rokok mempunyai peranan sebagai pencetus terjadinya penyakit asma pada pekerja. Hal ini salahsatunya diakibatkan karena kesadaran pekerja untuk tidak merokok di tempat kerja dinilai masih kurang. Ditambah lagi dengan kesadaran pekerja untuk memakai masker ketika bekerja dan ketegasan serta pengawasan pihak perusahaan yang masih kurang. Suatu penelitian di Finlandia menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terkena asap rokok (Jaakkola et al, 2001). Studi lain menunjukkan bahwa seseorang Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 70

penderita asma yang terkena asap rokok selama satu jam, mengalami 20% kerusakan fungsi paru-paru (Dahms et al, 1998). F. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian : a. 16,1% responden memilki keluarga dengan riwayat penyakit asma dan 26,7 % dari responden tersebut menderita asma. b. 31,2% responden mempunyai alergi yang dapat menyebabkan penyakit asma dan 24,1 % dari responden tersebut menderita asma. c. 65,6% responden berjenis kelamin laki-laki (16,4% menderita asma) dan 34,4% berjenis kelamin perempuan (21,9% menderita asma) d. 14% responden mempunyai gangguan infeksi pernapasan dan 53,8% dari responden tersebut menderita asma. e. 34,4% responden menjawab adanya alergen ditempat kerja dan 31,3% dari responden tersebut menderita asma. f. 62,4% responden mempunyai pendapatan kurang dan 13,8% dari responden tersebut menderita asma. g. 49,5% status gizinya kurang (21,7% menderita asma) dan 23,7% status gizinya lebih (4% menderita asma). h. 50,5% responden merokok ataupun ada dari keluarga mereka yang merokok dan 28,3% dari responden tersebut menderita asma. 2. pada pekerja di perkebunan teh PT. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya diidentifikasi sebanyak 18,3%. 3. Hasil analisis data : a. ada hubungan antara predisposisi genetik dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value 0,464. b. ada hubungan antara alergi dengan penyakit asma dengan pada pekerja p value 0,487. c. ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,713. d. Ada hubungan infeksi pernapasan dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,001. Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 71

e. ada hubungan antara status gizi dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,083. f. Ada hubungan antara alergen dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,039. g. ada hubungan antara Status sosio ekonomi dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,244. h. Ada hubungan antara asap rokok dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,017. B. Saran 1. Memberikan sanksi terhadap pekerja yang merokok di tempat kerja. 2. Mengoptimalkan fungsi Balai Pengobatan. 3. Mengadakan medical check up rutin untuk mendeteksi Penyakit terutama penyakit akibat kerja. 4. Memasang alat semisal exhauster yang memenuhi standar untuk menghilangkan atau mengurangi debu di lingkungan kerja. 5. Menata tata letak ruangan sehingga polutan dapat di kendalikan sebaik mungkin. DAFTAR PUSTAKA Aditama Ty, Mangunnegoro H, Tugas Wati T, Polusi SO2, NO2 dan Ozon, Paru, 2000 Arief Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta. 1999 Arief Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Edisi ketiga jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000 Depkes RI, Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman pemberantasan Penyakit infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA). Jakarta. 2001 Healthylife. Edisi 07/VIII- Juli 2009. http://chordtunes.blogspot.com/2009_07_19_ archieve.html Lampiran Keputusan MenteriKesehatan Nomor: 1023/menkes/SK/XI2008 ztentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, 2008 Rasmaliah. Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Gramedia. Jakarta.2004 Schenker, MB Christiani D, Cormier Y et al. suppleme nt; American Thoracic Society; Respiratory Healht Hazard in Agriculture, Am J. respir Crit Care Med.1996 Sinar Inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya (Yosep Hadiansyah, Sri Maywati) 72