BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERBANDINGAN DUA PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. fenomena di Indonesia, segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakim telah lama diakui sebagai profesi yang terhormat dimana. potret penegakan hukum dinegara itu, Oleh karena itu pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek),

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi warga Negaranya. Bagi warga Negara Indonesia haruslah taat dan sadar pada Hukum, dan kewajiban Negara untuk menegakan dan menjamin kepastian hukum bagi warga negaranya. Hukum harus selalu ditegakkan guna mencapai cita-cita dan tujuan Negara Indonesia dimana tertuang dalam pembukaan alinea ke-empat yaitu membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa di sisi lain dari kemajuan yang ditimbulkan akan membawa dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat pada tempatnya. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala sosial yang biasa dan bersifat umum serta merupakan proses penyesuaian masyarakat terhadap kemajuan jaman. Perkembangan tersebut membawa dampak yang luar

2 biasa yang dapat dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat tersebut termasuk tuntutan hidup. Masalah keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah, padahal sangat jelas dalam Pancasila, sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, masalah perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat sangat penting sebagai perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Paham hak asasi manusia dan kebebasan yang dibawa pemikiran sekuler ke Indonesia, mengutamakan kepentingan pribadi dan melupakan kepentingan umum. 1 Keadaan yang mengalami pasang surut dalam cerminan kecemerlangan dalan keburaman jutaan wajah umat manusia. Hampir menjadi kenyataan, bahwa penindasan (pelanggaran) terhadap HAM menempati bagian dari sejarah, dengan fenomena yang berulangkali, bahwa rekaman sejarah terhadap nasib hak-hak asasi juga senantiasa menyuarakan bagian-bagian pembelaannya yang heroik atas musnahnya kemerdekaan itu sendiri. Bahkan problem HAM telah berkembang sedemikian penting, sehingga menjadi dilema global. Hukum tertulis tidak dapat dengan segera mengikuti arus perkembangan masyarakat. Dengan berkembangnya masyarakat, berarti berubahnya nilai-nilai 1 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm 239

3 yang dianutnya, dan nilai-nilai dapat mengukur segala sesuatu, misalnya tentang rasa keadilan masyarakat. 2 Suatu kenyataan bahwa di dalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpanganpenyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai norma hukum. Dimana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan norma hukum ini disebut sebagai kejahatan. 3 Setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadiaan dalam alam lahir (dunia). 4 Komnas Perempuan mencatat dalam waktu tiga belas tahun terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Dari total kasus kekerasan seksual sebanyak 93.960 kasus hanya 8.784 kasus yang datanya terpilah (1998-2010). Ada 5 jenis kekerasan seksual terbanyak, yaitu perkosaan (4.845 kasus), perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (1.359 kasus), pelecehan seksual (1.049 kasus), penyiksaan seksual (672 kasus), dan eksploitasi seksual (342 kasus). 5 Data diatas menunjukkan bahwa kekerasan seksual yang paling banyak terjadi adalah perkosaan. Ini adalah suatu bukti bahwa perkosaan merupakan suatu kejahatan yang perlu mendapat perhatian khusus. Masih banyak lagi kasus 2 Adami Chawazi, Pelajaran Hukum Pidana: bagian 2, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005 3 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm 49 4 Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm 64 5 Lembar Fakta Kekerasan Seksual dan Perkosaan (online), http: //www.komnasperempuan.co.id/ 6 November 2012

4 perkosaan yang terjadi, tetapi tidak sampai kepada tahap penyidikan, dikarenakan oleh tidak adanya pelaporan kepada pihak yang berwajib. Korban perkosaan merasa takut atau malu untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib, sebab korban merasa perkosaan adalah kejahatan yang merenggut harga diri korban atau dapat juga dikatakan sebagai aib. Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan keberadaan perempuan tersebut, utamanya terhadap kepentingan seksual laki-laki. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan zaman, sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri. Manusia yang menjadi korban tindak pidana perkosaan itu sama artinya dengan dirampas hak-hak asasinya. Tindak pidana perkosaan yang banyak terjadi dalam realita kehidupan sehari-hari mengakibatkan dalam diri perempuan timbul rasa takut, was-was dan tidak aman. Eksistensi hak-hak asasi manusia (HAM) dikalahkan oleh perilaku yang lebih mengedepankan kebiadaban. Harkat kemanusiaan yang semestinya dijunjung tinggi justru ditanggalkan, dinodai dan dikebiri. Indonesia sebagai negara hukum telah merumuskan peraturan perundangundangan yang menjerat pelaku perkosaan dengan hukuman sebesar-besarnya 12-

5 15 tahun penjara. Hal ini sesuai dengan pasal 285 KUHP yang berbunyi: Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Namun dalam kenyataan penerapan dalam pasal-pasal belum menyentuh rasa keadilan, vonis yang dijatuhkan hakim pada para pemerkosa rendah dibandingkan dengan standar maksimal pidana yang telah ditetapkan dalam Pasal 285 KUHP. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Gorontalo, mengenai putusan pengadilan terhadap kasus perkosaan, selama kurang lebih tiga tahun terakhir, Pengadilan Negeri gorontalo telah memutus perkara perkosaan sebanyak 54 kasus. Jumlah kasus ini terhitung dari bulan Juni 2010 Agustus 2013. Sebagai contohnya adalah putusan nomor perkara :192/Pid.B/2011/ PN.GTLO. Berdasarkan putusan ini terdakwa hanya dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan putusan nomor perkara :101/Pid.B/2012/PN.Gtlo, yang memberikan vonis hukuman penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun. Padahal kedua putusan ini merupakan putusan atas tindak pidana yang sama yaitu tindak pidana perkosaan. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam menyelesaikan perkara yang diajukan, wajib mempehatikan dengan sungguh-

6 sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengsn rasa kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. 6 Hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima, memeriksa serta memutus suatu perkara pidana. Oleh karena itu hakim dalam menangani suatu perkara harus dapat berbuat adil. Seorang hakim dalam memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya karena pengaruhi dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan keputusan. Hakim dalam mengambil suatu keputusan atau vonis, memang bukan suatu masalah yang sulit. Pekerjaan membuat suatu putusan merupakan pekerjaan rutin yang setiap hari dilakukan. Putusan dari hakim merupakan sebuah hukum bagi terdakwa pada khususnya dan menjadi sebuah hukum yang berlaku luas apabila menjadi sebuah yurisprudensi yang akan diikuti oleh para hakim dalam memutus suatu perkara yang sama. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul : ANALISIS PERBANDINGAN DUA PUTUSAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka disusunlah permasalahannya sebagai berikut: 6 Fence M. Wantu, 2011, Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan(Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata) cetakan pertama. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 40

7 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perkosaan dalam putusan nomor : 101/ Pid.B/ 2012/PN.GTLO dan putusan nomor 192/Pid.B/2011/PN.GTLO? 2. Bagaimana perbandingan pertimbangan putusan hakim dalam putusan nomor: 101/ Pid.B/ 2012/PN.GTLO dengan putusan nomor 192/ Pid.B/ 2011/PN.GTLO? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana dalam putusan nomor : 101/Pid.B/2012/PN.GTLO dan putusan nomor : 192/Pid.B/2011/PN.GTLO. 2. Untuk menganalisis perbandingan pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 101/Pid.B/2012/PN.GTLO dengan putusan nomor perkara 192/Pid.B/2011/PN.GTLO. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian akan mempunyai nilainya apabila penelitian tersebut dapat memberi suatu manfaat. Adapun manfaat dari penelitian yaitu : 1. Manfaat Teoritis

8 a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya, serta memberikan tambahan pengetahuan mengenai pemidanaan. b. Merupakan salah satu sarana penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan dalam penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gortontalo. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan bagi penulis sendiri tentang masaalah yang diteliti. b. Menambah literatur kepustakaan hukum pidana terutama mengenai masalah analisis pemidanaan dalam tindak pidana perkosaan.