BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

Sekretaris Badan Ketahanan Pangan

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan Pangan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN BADAN KETAHANAN PANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN. OLEH : Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr.St KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2.

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

Revisi ke 01 Tanggal : 16 Januari 2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2018 NOMOR : SP DIPA /2018

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

5 / 7

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010

PROGRAM PRIORITAS PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Revisi ke 01 Tanggal : 13 Maret 2018

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1

ARAHAN MENTERI PERTANIAN/ KETUA HARIAN DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH BARAT

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

RENCANA KEGIATAN PRIORITAS KETAHANAN PANGAN TA.2015

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG CADANGAN PANGAN. Oleh: Dr. Ardi Jayawinata,MA.Sc Kepala Bidang Cadangan Pangan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN pada RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA.

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

Transkripsi:

BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

KATA PENGANTAR Pada RPJMN 2015-2019, pengamanan ketahanan pangan menjadi salah satu sasaran pembangunan ekonomi nasional Pemerintah RI. Hal ini menunjukkan betapa petingnya peran ketahanan pangan dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat tangguh. Untuk memantapkan meningkatkan ketahanan pangan nasional yang berbasis pada kedaulatan pangan kemandirian pangan, Ba Ketahanan (BKP) melaksanakan program kegiatan pembangunan ketahanan pangan nasional, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, yaitu Program Peningkatan Diversifikasi Ketahanan Masyarakat. Program tersebut dilaksanakan dengan 4 (empat) kegiatan utama, yaitu Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan, Pengembangan Distribusi Stabilisasi Harga, Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan, serta Dukungan Manajemen Teknis lainnya pada Ba Ketahanan. Tahun 2016 merupakan tahun kedua dari pelaksanaan RPJMN 2015-2019, maka rancangan program, kegiatan penganggaran tahun 2016 diarahkan untuk menyelesaikan melanjutkan kegiatan 2015 serta mempertajam kegiatan dalam mendukung pencapaian target kinerja BKP. Pelaksanaan program kegiatan lingkup BKP tahun 2016 akan dilaksanakan di 34 provinsi 484 kabupaten/kota, dengan fokus kegiatan strategis: (1) Pengembangan Usaha Masyarakat (PUPM) yang bermitra dengan Toko Tani Indonesia (TTI), (2) Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat, (3) Pemberdayaan Lumbung Masyarakat, (4) Percepatan Penganekaragaman Konsumsi dengan kegiatan utama adalah Pengembangan Kawasan Rumah Lestari (KRPL), (4) Pengembangan Kawasan Mandiri. Program kegiatan lingkup BKP ini diarahkan untuk mendukung target sukses pembangunan pertanian 2015-2019 yaitu swasembada padi, jagung, kedelai serta diversifikasi pangan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, oleh karena itu dukungan daerah sangat diperlukan pada tahun kedua RPJMN 2015-2019. Pedoman Pelaksanaan Program Kerja Anggaran Ba Ketahanan Tahun 2016 ini dapat diterbitkan setelah proses revisi refocusing selesai. Pedoman tersebut bertujuan untuk memberikan acuan panduan bagi seluruh pemangku kepentingan, baik di Pusat maupun Daerah dalam melaksanakan program, kegiatan, anggaran, pengorganisasian, pemantauan evaluasi, serta pelaporan pembangunan ketahanan pangan, sehingga pelaksanaan program kegiatan pembangunan ketahanan pangan dapat berjalan secara efektif efisien, serta menghasilkan output outcome sesuai dengan rencana. Diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam mewujudkan ketahanan pangan sampai tingkat perseorangan dengan berlandaskan kedaulatan pangan kemandirian pangan secara berkesinambungan. Jakarta, Mei 2016 Kepala Ba Ketahanan i Dr. Ir. Gardjita Budi, M. Agr. St NIP. 19580223 198709 1 001

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Sasaran... 3 D. Pengertian... 4 BAB II. KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN... 7 A. Isu Nasional... 7 B. Tantangan... 10 C. Peluang... 13 C. Strategi... 16 BAB III. PROGRAM, KEGIATAN, DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016... 19 A. Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan... 20 B. Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga... 22 C. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan... 24 D. Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada BKP... 26 E. Kegiatan Kerjasama Ba Ketahanan Tahun 2016... 27 F. Dukungan Pembiayaan... 31 G. Satuan Kerja Lingkup BKP Tahun 2016... 32 H. Agenda Pertemuan Tahun 2016... 34 BAB IV. PENGELOLAAN ANGGARAN... 35 A. Pengertian... 35 B. Penyusunan Program Anggaran... 35 C. Mekanisme Pencairan Penyaluran Dana... 37 D. Sanksi... 40 BAB V. PENGORGANISASIAN... 41 A. Pengorganisasian... 41 B. Struktur Organisasi... 42 C. Kewenangan Tugas Pekerjaan Pejabat Perbendaharaan... 45 D. Penanggungjawab Sementara... 51 ii

Halaman BAB VI. PEMANTAUAN DAN EVALUASI, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN, SERTA PELAPORAN... 52 A. Pemantauan Evaluasi... 52 B. Pengendalian Pengawasan... 54 C. Pelaporan... 55 BAB VII. PENUTUP... 57 LAMPIRAN... 58 iii

DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman 1. Alokasi Anggaran Ketahanan Pusat Daerah TA. 2016 19 2. Alokasi Anggaran per Kegiatan Lingkup BKP TA. 2016. 19 3. Alokasi Anggaran, Sasaran, Lokasi pada Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan TA. 2016... 21 4. Alokasi Anggaran, Sasaran, Lokasi pada Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga TA. 2016 23 5. Alokasi Anggaran, Sasaran, Lokasi pada Kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan TA. 2016.... 26 6. Alokasi Anggaran, Sasaran, Lokasi pada Kegiatan Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada BKP TA. 2016 26 7. Pembiayaan Pembangunan Ketahanan Lingkup BKP TA. 2016... 32 8. Anggaran lingkup BKP Menurut Jenis Belanja pada TA. 2016... 32 9. Satker Pelaksana Kegiatan Ketahanan Lingkup BKP TA. 2016... 33 10. Agenda Perencanaan Tahunan Pembangunan Pertanian... 36 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 1. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba Ketahanan Pusat Tahun Anggaran 2016... 43 2. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba/Dinas Ketahanan Propinsi Tahun Anggaran 2016... 44 3. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba/Dinas Ketahanan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2016... 45 4. Arus Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Ketahanan 56 v

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Judul Halaman 1. Alokasi Anggaran Per Jenis Belanja Tahun Anggaran 2016.. 59 2. Sasaran Kegiatan Lingkup Ba Ketahanan Tahun 60 Anggaran 2016... 3. Rincian Anggaran Menurut Jenis Belanja Per Unit/Provinsi/ Satker TA. 2016... 83 vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan program kegiatan ketahanan pangan sesuai dengan Rencana Strategis Ba Ketahanan Tahun 2015-2019. Program yang dilaksanakan oleh Ba Ketahanan adalah Program Peningkatan Diversifikasi Ketahanan Masyarakat, sesuai dengan tugas fungsi Ba Ketahanan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/9/2015 tentang: Organisasi Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4 (empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan ; (2) Pengembangan Distribusi Stabilisasi Harga ; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan ; (4) Dukungan Manajemen Teknis lainnya pada Ba Ketahanan. Kegiatan kesatu sampai ketiga merupakan kegiatan prioritas nasional yang ditujukan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat yang membutuhkan partisipasi peranserta instansi terkait sesuai dengan masing-masing kegiatan yang dilaksanakan, serta melalui kerjasama dengan stakeholders/pemangku kepentingan di pusat daerah. Pelaksanaan kegiatan tahun 2016 merupakan lanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya, dengan program-program aksinya sebagai berikut : 1. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan, diarahkan pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi (P2KP) yang meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Lestari (KRPL); (2) Model Pengembangan Pokok Lokal (MP3L); serta (3) Promosi Sosialisasi P2KP. 2. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga, yaitu : (1) Pengembangan Usaha Masyarakat (PUPM)/Toko Tani Indonesia (TTI), (2) Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat (LDPM); (3) Pengembangan Lumbung Masyarakat (LPM). 3. Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan yaitu: Pengembangan Kawasan Mandiri (KMP) Pengembangan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKPG). Selain program aksi, juga dilakukan peningkatan peran Sekretariat Dewan Ketahanan yang diarahkan untuk : (1) mendorong peningkatan koordinasi lintas sektor lintas daerah; (2) meningkatkan peran kelembagaan formal informal 1

dalam pelaksanaan ketahanan pangan; (3) meningkatkan perumusan kebijakan, pelaksanaan pemantauan/monitoring, evaluasi, pelaporan ketahanan pangan; serta (4) pemberian penghargaan Adhikarya Nusantara kepada masyarakat pemangku kepentingan yang telah berkarya luar biasa dalam pembangunan ketahanan pangan. Ba Ketahanan pada tahun 2016 juga melaksanakan pengembangan model pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat pada tahun kelima, dengan program aksinya adalah Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil/Smallholder Livelihood Development Project in Eastern Indonesia (SOLID). Program SOLID ini bertujuan untuk Pemantapan Ketahanan Keluarga yang diai oleh IFAD dilaksanakan di Provinsi Maluku Maluku Utara. Sejak tahun 2016 ini SOLID dialihkan pengelolaannya dari Sekretariat Ba ke Pusat Ketersediaan Kerawanan sesuai dengan tugas fungsi dari pusat tersebut. Untuk meningkatkan pelaksanaan kinerja kegiatan ketahanan pangan dalam pencapaian sasaran tahun 2016, perlu mempertimbangkan : (1) keberlanjutan program kegiatan disesuaikan dengan struktur organisasi tugas fungsi kelembagaan ketahanan pangan; (2) fokus penajaman pada implementasi tugas fungsi kelembagaan dalam mendorong peningkatan kesejahteraan petani/masyarakat pedesaan; (3) sinergi antar program/kegiatan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan tahun sebelumnya; (4) sinkronisasi antara program pusat daerah. Fokus pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan tahun 2016 adalah mendukung percepatan pencapaian Swasembada Padi, Jagung, Kedelai serta Peningkatan Diversifikasi yang merupakan sasaran strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019. B. Tujuan Pedoman Pelaksanaan Program Kerja Anggaran BKP Tahun 2016 bertujuan untuk memberikan acuan bagi pelaksana penanggungjawab kegiatan ketahanan pangan dalam melaksanakan program kegiatan, serta pemanfaatan anggaran pada Ba Ketahanan tahun 2016. C. Sasaran Sasaran disusunnya pedoman ini adalah terlaksananya program kegiatan ketahanan pangan secara tertib akuntabel sesuai dengan rencana yang telah ditentukan pada tahun 2016. Sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan Tahun 2016 meliputi: 2

1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam dengan skor PPH ketersediaan 89,71; 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan tiap tahun sebesar 1% melalui: a. Pengembangan Kawasan Mandiri di lokasi rawan pangan perbatasan, daerah tertinggal/kepulauan, serta Papua Papua Barat pada 190 kawasan; b. Penguatan pencegahan kerawanan pangan melalui SKPG: di pusat, 34 provinsi. 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen diatas atau sama dengan HPP konsumen kurang dari 10% melalui: a. Pengembangan Usaha Masyarakat (PUPM)/Toko Tani Indonesia (TTI) pada 500 Gapoktan/1000 TTI di 33 provinsi; b. Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat dalam memfungsikan stabilisasi harga pangan pokok cagan pangan pada 341 Gapoktan di 25 provinsi sentra produksi padi /atau jagung; c. Pengembangan Lumbung Masyarakat untuk antisipasi masa paceklik rawan pangan pada 54 lumbung di 4 provinsi; d. Penguatan kapasitas daerah analisis distribusi cagan pangan di 34 provinsi. 4. Peningkatan kuantitas kualitas konsumsi pangan masyarakat yaitu tersedianya energi per kapita 2.040 kkal/hari protein 56,4 gr/hari; tercapainya skor Pola Harapan (PPH) Konsumsi sebesar 86,2 melalui: a. Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi (P2KP) di 4.894 desa/kelompok pada 34 provinsi 387 kabupaten/kota untuk pengembangan KRPL; b. Pengembangan Pokok Lokal pada 30 lokasi di 11 provinsi; c. Promosi Sosialisasi P2KP Konsumsi yang beragam, bergizi seimbang, aman di pusat 34 provinsi. 5. Peningkatan pangan segar yang aman bermutu yaitu peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10% tingkat keamanan pangan segar yang diuji diatas atau sama dengan 80% di 86 propinsi/kabupaten/kota. Selain sasaran tersebut di atas, untuk lebih memantapkan ketahanan pangan tahun 2016 akan dicapai melalui: 1. Peningkatan efektifitas koordinasi penanganan ketahanan pangan masyarakat melalui kabupaten/kota yang menindaklanjuti hasil sig regional Dewan 3

Ketahanan yang dihadiri oleh Bupati Walikota, konferensi Dewan Ketahanan yang dihadiri oleh Gubernur. 2. Pengembangan model pemberdayaan ketahanan pangan melalui peningkatan kesejahteraan petani kecil (SOLID: Smallholder Livelihood Development Project in Eastern Indonesia) untuk pemantapan ketahanan pangan keluarga pada 11 kabupaten di Provinsi Maluku Maluku Utara. D. Pengertian 1. Kedaulatan pangan adalah hak negara bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menetukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. 2. Kemandirian pangan adalah kemampuan negara bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, kearifan lokal secara bermartabat. 3. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, produktif secara berkelanjutan. 4. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk mandiri dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Dalam proses ini masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah peluang dalam pembangunan yang dimilikinya sesuai dengan lingkungan sosial ekonomi perikehidupan mereka sendiri. 5. Rumah Lestari (RPL) adalah penduduk yang mengusahakan pekarangan di sekitar rumahnya secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumber daya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaanya dengan tetap memelihara meningkatkan kualitas, nilai, keanekaragamannya. 6. Kawasan Rumah Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya 4

secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah kebutuhan gizi warga setempat. 7. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi (P2KP) adalah beragam upaya untuk menginformasikan (transfer kebiasaan) pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang aman kepada anak didik masyarakat, agar pengetahuan pemahamannya tentang penganekaragaman konsumsi pangan meningkat. 8. Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat (Penguatan-LDPM) adalah upaya pemberdayaan Gapoktan dalam pengelolaan distribusi pangan (gabah/beras, jagung) melalui pembelian, penyimpanan, pengolahan, pemasaran untuk mendorong stabilitasi harga gabah/beras/jagung ditingkat petani mengembangkan cagan pangan masyarakat. 9. Kawasan Mandiri adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampung kampung terpilih (5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri. 10. Kelompok lumbung pangan adalah kelembagaan cagan pangan yang dibentuk oleh masyarakat desa/kota dikelola secara berkelompok yang bertujuan untuk pengembangan penyediaan cagan pangan bagi masyarakat disuatu wilayah. 11. Sistem Kewaspadaan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian pengelolaan informasi tentang situasi pangan gizi yang berjalan terus menerus menghasilkan pemetaan daerah rawan pangan gizi yang menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program kegiatan penanggulangan daerah rawan pangan gizi. 12. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah /atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu. 13. Dana Dekonsentrasi adalah a yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk a yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 14. Tugas Pembantuan adalah penugasan Pemerintah kepada daerah untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan mempertanggungjawakan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 5

15. Dana Tugas Pembantuan adalah a yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 16. Pengembangan Usaha Masyarakat yang selanjutnya disingkat PUPM adalah kegiatan memberdayakan lembaga usaha pangan masyarakat atau gabungan kelompok tani dalam melayani Toko Tani Indonesia untuk menjaga stabilisasi pasokan harga pangan. 17. Toko Tani Indonesia yang selanjutnya disingkat TTI adalah Toko yang dirancang untuk menjual komoditas pangan hasil produksi petani sesuai harga yang wajar kepada konsumen yang dipasok oleh Gapoktan/Lembaga Usaha Masyarakat. 18. Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/non pemerintah. 19. Dana Bantuan Pemerintah adalah a yang bersumber dari APBN Tahun 2016 dilaksanakan melalui a dekonsentrasi yang disalurkan/ditransfer langsung ke rekening penerima manfaat. 6

BAB II. KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN A. Isu Nasional Masalah utama yang masih dihadapi dalam memantapkan ketahanan pangan nasional Tahun 2016 antara lain: 1. Sistem Pertanian Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan keuntungan yang memadai. Bila diukur dari tingkat pendapatan per kapita petani selama kurun waktu 2010-2014, mengalami peningkatan dengan indikasi pertumbuhan antara 5,64 persen 6,20 persen. Namun demikian, secara nominal tingkat pendapatan per kapita petani tersebut masih berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2014, tingkat pendapatan per kapita pertanian arti luas sempit masing-masing sekitar Rp 9.032/kapita/hari Rp 7.966/kapita/hari. Hal ini disebabkan biaya produksi yang tinggi tidak diimbangi dengan kepastian produksi harga jual, serta penguasaan lahan petani yang relatif kecil (rata-rata 0,25 ha di Jawa 0,5 ha di luar Jawa). 2. Dinamika Penduduk Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 268,07 juta jiwa pada tahun 2019. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (1,39%/tahun) mengakibatkan kebutuhan pangan terus meningkat. Selain itu, jumlah penduduk yang besar juga membutuhkan ruang energi yang lebih besar sehingga menyebabkan ketidakseimbangan terhadap daya dukung daya tampung yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan lahan garapan cenderung terus menurun karena degradasi, perluasan industri, perumahan, sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan produksi bahan pangan, sementara itu penduduk menuntut aya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau, tersedia setiap saat. Dengan demikian, pengendalian terhadap laju pertumbuhan penduduk perlu dilakukan secara konsisten. Selain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, faktor kebiasaan penduduk yang hanya mengonsumsi jenis pangan tertentu, misalnya beras, akan memberikan tekanan yang berat terhadap penyediaan pangan tersebut. Oeh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran penduduk dalam mengonsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, aman (B2SA) yang berbasis sumber pangan lokal agar terus dilakukan. 7

3. Konversi Lahan Luas lahan pertanian pangan terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif, selain itu juga aya kompetisi pemanfaatan lahan pertanian pangan untuk penggunaan non pangan. Pemanfaatan lahan pertanian pangan ke pertanian non pangan (bio energi, pakan) merupakan bentuk kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam ketahanan pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur pemanfaatan lahan pertanian ini secara bijaksana. Laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun. Segkan kemampuan pemerintah dalam pencetakan sawah baru masih terbatas dalam beberapa tahun terakhir ini dengan kemampuan 40 ribu hektar per tahun. Dengan demikian, jumlah lahan yang terkonversi belum dapat diimbangi dengan laju pencetakan sawah baru, sehingga produksi kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas yang akan berdampak pada kelangkaan pangan berpotensi menimbulkan kerawanan pangan. 4. Degradasi Air Kebutuhan akan sumber daya air terus meningkat, disisi lain ketersediaan air cenderung makin berkurang akibat terjadinya kerusakan ekosistem perubahan lingkungan. Saat ini telah terjadi persaingan penggunaan air yang cukup besar antara kebutuhan air untuk air bersih, kebutuhan air untuk industri kebutuhan air untuk pertanian. Disisi lain akibat terjadinya perubahan ekosistem seperti pembabat hutan, perubahan lahan pertanian menjadi industri penurunan serta perluasan peningkatan fungsi kota menyebabkan terjadinya run off yang besar tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, pengelolaan pemanfaatan sumber daya air harus dilakukan secara arif bijaksana untuk mencegah terjadinya degradasi kuantitas kualitas air. 5. Keterbatasan Infrastruktur Kurangnya investasi bagi pengembangan infrastruktur terutama di perdesaan serta terbatasnya prasarana usahatani yang sangat dibutuhkan masyarakat dapat menurunkan ketahanan pangan nasional. Pengembangan infrastruktur tersebut diperlukan untuk menggerakkan proses produksi pemasaran komoditas pangan. Keterbatasan infrastruktur seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergugan, dapat mengakibatkan terganggunya transportasi bahan pangan akan memperbesar persentase bahan pangan yang rusak. Selain itu juga mempertinggi proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, 8

penanganan hasil panen, pengolahan pasca panen, yang berdampak pada penurunan kemampuan penyediaan pangan. 6. Fluktuasi Harga Fluktuasi harga pangan yang ditunjukkan oleh Coefficient of Variation (cv) perlu diantisipasi karena nilai cv yang tinggi mencerminkan harga jual pangan sangat fluktuatif sehingga mempengaruhi inflasi. Fluktuasi harga pangan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan, persaingan permintaan misalnya melonjaknya harga pangan dunia, sifat produksi yang musiman tidak merata antar musim, buruknya infrastruktur yang berkonsekuensi terhadap ongkos angkut yang tinggi, serta meningkatnya frekuensi bencana alam. Hal ini mengakibatkan aksesibilitas masyarakat secara ekonomi menurun sehingga kondisi ketahanan pangan tergganggu. 7. Keamanan Di berbagai daerah telah terjadi beberapa kasus keracunan gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman dari cemaran berbagai jenis bahan kimia, biologis, fisik lainnya. Hal ini antara lain dikarenakan oleh masih rendahnya kesadaran para pengusaha waralaba (ritel) untuk menjual produk segar yang aman bermutu, belum efektifnya penanganan pengawasan keamanan pangan, karena sistem yang dikembangkan, SDM, pedoman masih terbatas, standar keamanan pangan untuk sayur buah segar impor belum jelas diterapkan, sehingga buah impor yang belum terjamin keamanan pangannya masih mudah masuk ke dalam negeri, belum ada penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum di big pangan segar serta koordinasi lintas sektor subsektor terkait dengan keamanan pangan belum optimal. 8. Manajemen Organisasi Ketahanan Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional daerah yang merupakan pendorong penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan tingkat nasional hingga rumah tangga individu masih belum optimal. Beberapa penyebabnya antara lain adalah sering terjadinya rotasi pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), peran fungsi Dewan Ketahanan (DKP) masih belum optimal, serta komitmen langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun ketahanan pangan secara berkelanjutan. 9

B. Tantangan 1. Perubahan Iklim Global Ancaman krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir memiliki kaitan sangat erat dengan perubahan iklim global. Dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah bergesernya pola kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, eksplosi hama penyakit tanaman hewan, serta pada akhirnya adalah penurunan produksi pertanian. Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim global adalah bagaimana meningkatkan kemampuan kita dalam melakukan prakiraan iklim, melakukan upaya adaptasi mitigasi yang diperlukan, serta mengembangkan delivery system untuk menyampaikan kepada para petani, nelayan, pembudidaya ikan, pelaku usaha pangan. 2. Penanganan Kerawanan Jumlah penduduk yang rawan pangan daerah rawan bencana masih cukup besar terutama pada wilayah yang terisolir wilayah-wilayah yang terkena dampak perubahan iklim sehingga pada waktu tertentu mengalami musim kering berkepanjangan, terkena dampak aya ombak besar, sebagainya. Penduduk daerah yang rawan tersebut, perlu ditangani secara komprehensif sebagai upaya antisipasi timbulnya kasus kerawanan pangan. Penanganan kerawanan pangan memerlukan intervensi berupa tindakan pemerintah bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun kronis secara tepat cepat. Rawan pangan kronis memerlukan intervensi jangka menengah panjang, segkan rawan transien memerlukan intervensi jangka pendek tanggap darurat yang bersifat segera. 3. Perekonomian Global Pasar Bebas Situasi perekonomian global salah satunya akan mempengaruhi permintaan penawaran pangan sehingga berdampak terhadap ketahanan pangan global yang dapat berimbas kepada ketahanan pangan nasional. Krisis ekonomi global beberapa tahun terakhir menyebabkan kelangkaan pangan di pasar global yang mempengaruhi peningkatan harga pangan di dalam negeri. Laporan FAO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 36 negara mengalami peningkatan harga pangan yang cukup tajam yaitu dari 75 persen sampai 200 persen. Dalam tiga tahun terakhir, harga pangan dunia telah meningkat dua kali lipat disusul dengan peningkatan jumlah penduduk miskin yang tidak mampu mengakses bahan pangan. Untuk mengantisipasi krisis pangan dunia ke depan, Indonesia harus mempertimbangkan dampak defisit produksi pangan global yang berpotensi mengganggu perdagangan 10

memicu gejolak harga. Berdasarkan situasi tersebut, kebijakan meningkatkan produksi pangan dalam negeri menjadi mutlak dilakukan. Selain itu juga agar tetap menjaga stabilitas ekonomi tingkat pertumbuhan di atas 5 persen. Selain perekonomian global, ketahanan pangan nasional ke depan juga dihadapkan pada tantangan era globalisasi perdagangan bebas. Pemberlakuan pasar bebas memberikan peluang bagi produk pangan Indonesia untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produk segar maupun olahan. Sebaliknya, penurunan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Peningkatan daya saing produk pangan domestik sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang. Dalam menghadapi perekonomian global perdagangan bebas, Indonesia harus mampu meningkatkan menguatkan kapasitas sumber daya pangan, terutama sumber daya manusia sebagai pelaku usaha pangan. Dengan demikian, diharapkan terjadi: 1) peningkatan efisiensi, efektivitas, kualitas produksi pangan, 2) penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing, 3) perluasan jaringan pemasaran, serta 4) peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi komunikasi termasuk promosi pemasaran. 4. Permasalahan Gizi (Malnutrition) Peningkatan pendapatan terutama pada masyarakat perkotaan (urban) telah mengubah pada gaya hidup terutama pola makan. Telah terjadi perubahan konsumsi dari tinggi karbohidrat kompleks, tinggi serat rendah lemak menjadi karbohidrat sederhana, rendah serat tinggi lemak. Perubahan tersebut terjadi pada sebagian besar kelompok umur dari usia dibawah 5 tahun hingga dewasa. Selain diet yang tidak seimbang, aktivitas fisik rendah juga menjadi salah satu faktor resiko yang menyebabkan overweight obesitas. Pada negara berkembang seperti Indonesia, akses transportasi penggunaan mesin dalam rumah tangga serta perkantoran telah merubah gaya hidup menjadi pola hidup yang tidak berpindah-pindah atau kurang gerak. Indonesia seg mengalami permasalahan gizi (malnutrition) sebagai masalah kesehatan umum saat ini, walaupun prevalensi kurang gizi pada anak usia dibawah 5 tahun selama periode 2005-2013 telah berkurang dari 24,5 persen menjadi 19,6 persen. Prevalensi anak pendek (stunting) usia dibawah 5 tahun juga menurun dari 36,85 pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, tetapi naik menjadi 37,2 persen pada tahun 2013. Kelebihan berat ba (overweight) obesitas juga 11

menjadi salah satu masalah pada anak usia dibawah 5 tahun dengan prevalensi sekitar 11,9 persen pada tahun 2013. 5. Stabilsasi Pasokan Harga Stabilisasi pasokan harga pangan terutama pangan pokok merupakan kewajiban pemerintah yang diamanatkan dalam Ung Ung Nomor 18 Tahun 2012 tentang. Sulitnya memelihara stabilitas pasokan harga pangan karena dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya kemampuan produksi pangan dalam negeri pengelolaan stok pangan nasional. Situasi ini diperparah dengan aksi spekulan baik di daerah produsen yang surplus maupun daerah yang biasanya menjadi negara pengimpor beras. Dalam rangka mewujudkan stabilitas pangan, tantangan ke depan adalah memperkuat kapasitas produksi pangan dari dalam negeri yang memenuhi standar mutu, kontinuitas pasokan yang terjamin, serta dalam skala kuantitas yang memenuhi permintaan konsumen. Dengan memenuhi syarat pemasaran tersebut, maka daya saing produk pangan akan lebih baik. Namun sebaliknya, bila produk dalam negeri tidak mampu memenuhi syarat kualitas, kontinuitas kuantitas yang diminta, maka pasar dalam negeri akan diisi oleh produk sejenis yang berasal dari impor. 6. Kebutuhan untuk kesehatan Mengkonsumsi makanan tidak lagi semata mempertimbangkan kelezatan penampilannya saja, tetapi juga yang terpenting adalah nilai gizi pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Masyarakat modern yang peduli kesehatan menuntut makanannya setelah berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi cita rasa pemuas mulut, harus berfungsi menjaga kesehatan kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Kualitas sensoris, gizi, serta keamanan pangan tak luput dari pemenuhan selera gizi masyarakat. Bahkan, semakin dewasa ini masyarakat juga mengharapkan aya dampak positif pangan yang dikonsumsinya terhadap kesehatan. Ini berarti bahwa pangan harus bersifat fungsional. Pasar bebas industri pangan mancanegara memberikan tantangan kepada industri pangan domestik. Membludaknya produk pangan impor yang berkualitas menjadi bukti bahwa fenomena pasar bebas semakin mendominasi. Sebagai konsekuensi logis untuk memenangkan persaingan, industri pangan harus memperhitungkan memberlakukan sistem jaminan pengendalian mutu kualitas pangan. Kualitas mutu yang bagus terjamin akan mendorong peningkatan produksi produk pangan, kemudian meningkatkan nilai tambah kesempatan kerja. Tantangan industri pangan tidak jauh dari pemenuhan kemampuan gizi konsumen. Hal ini karena untuk memperoleh produk pangan yang bermutu baik terjamin bagi 12

kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan aya penerangan pengendalian pengawasan dalam sistem jaminan mutu. C. Peluang 1. Ketersediaan Sumber Daya Alam diantaranya adalah sumber daya lahan, air, keanekaragaman hayati sumber daya manusia Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang penting dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan. Budidaya tanaman penghasil pangan dilakukan di atas lahan yang tersedia sehingga beragam pangan dapat dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Indonesia memiliki potensi lahan untuk budidaya yang cukup luas belum dimanfaatkan secara optimal. Kawasan budidaya yang berpotensi untuk pertanian seluas 101 juta ha, telah menjadi areal budidaya pertanian seluas 47 juta ha. Dengan demikian, masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Khusus untuk lahan sawah, Indonesia memiliki areal sawah seluas 8.132.642 ha yang terdiri dari 54 persen sawah beririgasi (seluas 4.417.582 ha) 46 persen non irigasi (seluas 3.714.764 ha). Lahan sawah tersebut tersebar diseluruh pulau besar di Indonesia, dengan lahan sawah yang terluas di pulau jawa yaitu 3.444.579 ha atau sekitar 42 persen. Sumber daya air menjadi faktor kunci untuk pembangunan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menghasilkan produk pangan. Jika air tidak tersedia maka produksi pangan baik yang berasal dari tanaman maupun dari ternak akan terhenti. Dalam rangka peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, sistim jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu, untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut perlu didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang bangun pengendali banjir. Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu 62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan resapan air. Saat ini jaringan 13

irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum berfungsi), jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung Program Ketahanan Nasional. Indonesia dikenal sebagai Negara bio-diversity, dengan potensi plasma nutfah tanaman hewan yang beranekaragam dalam jumlah yang besar. Dalam hal kekayaan keragaman hayati, Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keragaman hayati ke-2 setelah Brasilia. Indonesia mempunyai sekitar 800 spesies tanaman sumber bahan pangan, 100 spesies tanaman obat-obatan beribu-ribu jenis algae. Keragamanan hayati tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sangat potensial dalam mendukung ketersediaan pangan yang beranekaragam. Potensi sumber pangan lokal yang beraneka ragam dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu komoditas pangan tertentu seperti beras. Beberapa pangan lokal alternatif cukup besar belum dimanfaatkan secara optimal seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, jagung, suweg, gembili, kentang, ganyong, lainnya yang nilai gizinya tidak kalah, bahkan memiliki kelebihan dibandingkan beras. Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan merupakan potensi labor supply di sektor pertanian pangan. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumahtangga masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Penduduk yang besar di suatu wilayah harus ditingkatkan pengetahuan keterampilannya untuk dapat bekerja berusaha di sektor produksi, pengolahan pemasaran hasil pertanian. Dengan demikian, peningkatan kapasitas penduduk menjadi modal (human capital) yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas pangan bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dunia. Disamping itu, aya kearifan lokal pangan yang sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dalam mengembangkan warisan sistem pertanian pangan, makin mendukung upaya pemantapan ketahanan pangan (beras aruk, tiwul, binthe, papeda lainnya). 2. Inovasi Teknologi Peran pengembangan ilmu teknologi inovatif dalam pertanian, sangat penting artinya sebagai sarana untuk mempermudah proses transformasi biomassa menjadi bahan pangan. Perkembangan teknologi industri, pengolahan, penyimpanan pasca panen pangan serta transportasi komunikasi yang sangat pesat hingga ke pelosok daerah, menjadi penunjang penting untuk pemantapan ketersediaan pangan, cagan pangan, penanganan rawan pangan. Selain itu juga memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran terhadap pangan yang beragam, 14

bergizi seimbang aman yang diharapkan dapat mengubah pola pikir perilaku konsumsi masyarakat, sehingga mencapai status gizi yang baik. Isu ketahanan pangan merupakan isu global, sehingga kesempatan mendapatkan transfer teknologi informasi (technical assistance) dalam kerangka kerjasama internasional sangat terbuka. 3. Kebijakan Nasional UU No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, mengamanatkan agar upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan diutamakan dari produksi dalam negeri. Upaya ini mengisyaratkan agar dalam memantapkan ketahanan pangan harus berlandaskan kemandirian kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem ketersediaan, distribusi konsumsi pangan secara terintegrasi. Yang telah dijabarkan dalam PP No. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Gizi. Sejalan dengan Ung- Ung tersebut, pemerintah baru dibawah kepemimpinan presiden Joko Widodo Wapres Jusuf Kalla menempatkan pangan sebagai salah satu agenda penting pembangunan nasional. Hal ini tertuang dalam RPJMN 2015-2019 bahwa untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik adalah melalui peningkatan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan memberikan dukungan kekuatan dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri yang diarahkan untuk menyediakan beraneka ragam pangan dari produksi dalam negeri sesuai potensi sumberdaya yang kita miliki. Ketersediaan pangan yang beraneka ragam akan mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan sebagaimana yang diamanatkan dalam PP 22/2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Berbasis Sumber Daya Lokal, Permentan 43/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Berbasis Sumber Daya Lokal, serta 27 Peraturan/Surat Edaran Gubernur di 27 Provinsi Kabupaten/Kota. Dengan demikian, dapat segera terwujud manusia Indonesia yang sehat, aktif produktif. 4. Kelembagaan Ketahanan. Kelembagaan ketahanan pangan nasional daerah merupakan pendorong penggerak dalam pencapaian sasaran program ketahanan pangan. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2015 telah terbentuk unit kerja struktural ketahanan pangan sebanyak 34 unit kerja struktural di provinsi 479 unit kerja struktural di kabupaten/kota. Selain unit kerja struktural, agar lebih meningkatkan koordinasi dalam perumusan kebijakan, evaluasi pengendalian program ketahanan pangan dilakukan melalui kelembagaan fungsional Dewan Ketahanan (DKP). Jumlah kelembagaan DKP yang telah terbentuk 33 DKP provinsi 437 DKP kabupaten/kota. 15

Berbagai kelembagaan di tingkat lokal di kecamatan desa dapat menjadi mitra kerja pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dalam rangka gerakan penganekaragaman konsumsi pangan, seperti Posyandu, Balai Penyuluhan Pertanian, para penyuluh dari berbagai instansi terkait, kelembagaan masyarakat (Tim Penggerak PKK, majelis taklim, sebagainya). D. Strategi 1. Fokus Wilayah Mengingat luas beragamnya permasalahan ketahanan pangan yang dihadapi di daerah, serta terbatasnya sumberdaya pembangunan yang tersedia, maka Ba Ketahanan Kementerian Pertanian pada tahun 2016 memfokuskan pembangunan ketahanan pangan berdasarkan pewilayahan. Fokus wilayah pembangunan ketahanan pangan yang akan dibiayai dari a APBN pada Tahun Anggaran 2016 antara lain: a. Mendukung peningkatan produksi padi, jagung kedelai di sentra produksi dengan stabilnya harga pangan di tingkat produsen konsumen melalui kegiatan Pengembangan Usaha Masyarakat (PUPM) yang bermitra dengan Toko Tani Indonesia (TTI). b. Kabupaten/Kota yang mempunyai lokasi rawan pangan berdasarkan Peta Ketahanan Kerentanan /Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) nasional daerah. c. Mempunyai unit kerja yang menangani ketahanan pangan, baik yang mandiri dalam lembaga Ba atau Kantor, maupun yang masih bergabung dengan fungsi lainnya dalam Ba atau Kantor. d. Memperkuat pengembangan kawasan rumah pangan lestari (KRPL) dalam rangka peningkatan ketahanan pangan rumah tangga untuk mengonsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang, Aman (B2SA) di seluruh kabupaten/kota. e. Mendorong pemanfaatan pangan pokok lokal oleh masyarakat di kabupaten/kota yang berpotensi dengan memproduksi mengolah pangan pokok lokal. f. Menunjukkan kinerja yang baik dalam pelaksanaan program kegiatan pemantapan ketahanan pangan, termasuk penyerapan anggaran kepatuhan penyampaian laporan kegiatan, keuangan, barang secara periodik selama 3 tahun terakhir. 16

2. Cara Mencapai Sasaran Pencapaian sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan yang ditetapkan, dilaksanakan melalui pendekatan yaitu: 1. Memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian perdesaan untuk: (a) meningkatkan produksi pangan domestik; (b) menyediakan lapangan kerja; (c) meningkatkan pendapatan masyarakat; 2. Pemenuhan pangan bagi kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin kronis transien (akibat bencana alam, sosial ekonomi) melalui pendistribusian bantuan pangan; 3. Pemberdayaan masyarakat supaya mampu memanfaatkan pangan beragam, bergizi, seimbang aman (B2SA) berbasis sumber daya lokal; 4. Promosi edukasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan pangan B2SA berbasis sumber daya lokal; 5. Penanganan keamanan pangan segar. Dalam rangka mengoptimalkan pendekatan di atas, yang perlu dilaksanakan adalah menggerakkan seluruh komponen bangsa: pemerintah, masyarakat/lsm, organisasi profesi, organisasi massa, koperasi, organisasi sosial, pelaku usaha, secara aktif, sinergi. 3. Program Aksi Sasaran Untuk mencapai sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan Tahun 2016, program aksi lingkup Ba Ketahanan beserta sasarannya dilaksanakan dengan melakukan pemberdayaan aparat masyarakat sebagai berikut: a. Pengembangan Usaha Masyarakat (PUPM) : terselenggaranya stabilisasi harga pangan di tingkat produsen harga yang terjangkau ditingkat konsumen melalui: (1) Pemberdayaan Lembaga Usaha Masyarakat (LUPM) sebanyak 500 Gapoktan, (2) Pengembangan kemitraan antara PUPM dengan Toko Tani Indonesia (TTI) sejumlah 1.000 unit. b. Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat (Penguatan LDPM) : meningkatnya kemampuan gapoktan dalam rangka stabilisasi harga pangan ditingkat produsen penguatan cagan pangan gapoktan di daerah sentra produksi pangan, sebanyak 341 gapoktan di 27 provinsi. 17

c. Pengembangan Lumbung Masyarakat: meningkatnya kemampuan pengelola kelompok lumbung dalam pengelolaan cagan pangan masyarakat pada 54 lumbung pangan di 4 provinsi. d. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi (P2KP) : terselenggaranya Peningkatan Diversifikasi melalui : (1) Pengembangan Kawasan Rumah Lestari di 4.894 desa pada 387 kabupaten/kota di 33 provinsi; (2) Model Pengembangan Pokok Lokal di 11 provinsi; serta (3) Sosialisasi Promosi P2KP di 34 provinsi. e. Pengembangan Kawasan Mandiri : meningkatnya kemampuan ketahanan pangan masyarakat melalui pengembangan kawasan mandiri pangan sebanyak 190 kawasan (5 desa). f. Sistem Kewaspadaan Gizi: terwujudnya pengumpulan data, analisis pendeteksian dini, pelaporan penanganan kerawanan pangan di 34 provinsi. g. Pengawasan Keamanan Mutu Segar: terwujudnya peningkatan kapasitas penanganan pengawasan keamanan mutu pangan segar pada 52 kota di 34 provinsi. h. Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil atau Smallholder Livelihood Development Project in Eastern Indonesia (SOLID) dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga: terlaksananya operasional SOLID di 5 kabupaten pada Provinsi Maluku 6 kabupaten pada Provinsi Maluku Utara. i. Penguatan Kelembagaan Ketahanan : (1) terselenggaranya koordinasi keterpaduan pengelolaan ketahanan pangan oleh pemerintah bersama masyarakat pada 34 provinsi; (2) terlaksananya pemberian Adhikarya Nusantara; serta (3) tersusunnya rumusan kebijakan ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan di tingkat Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota. 18

BAB III. PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 Dalam melaksanakan Program Peningkatan Diversifikasi Ketahanan Masyarakat Tahun 2016, lingkup Ba Ketahanan mendapatkan alokasi anggaran Rp. 728.930.679.000,- yang semula Rp. 783.064.320.000,-. Pengurangan anggaran sebesar Rp. 54.133.641.000,- ke Eselon 1 lainnya lingkup Kementerian Pertanian karena refocusing untuk peningkatan produksi komoditas prioritas (padi, jagung, kedelai). Apabila anggaran tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, naik sebesar Rp. 93.672.078.000,- atau 14,74% dari tahun 2015. Kenaikan tersebut untuk mendukung PHLN SOLID Pengembangan PUPM/TTI. Adapun rincian alokasi proporsi anggaran antara pusat daerah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Alokasi Anggaran Ketahanan Pusat Daerah TA. 2016 No Unit Kerja Pagu (Rp. Juta) 2015 % 2016 % 1 Pusat 114.884,68 18,08 119.492,23 16,39 2 Daerah 520.373,92 81,92 609.438,45 83,61 Jumlah 635.258,60 100,00 728.930,68 100,00 Total anggaran lingkup BKP digunakan untuk melaksanakan 4 (empat) jenis kegiatan, dengan alokasi terbesar adalah kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan pada Ba Ketahanan, yaitu Rp. 253.034.600.000,- atau 34,71% dari total anggaran. Rincian rencana anggaran tahun 2016 berdasarkan kegiatan pada lingkup BKP (pusat daerah), alokasi anggarannya seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alokasi Anggaran per Kegiatan Lingkup BKP TA. 2016 No Kegiatan Pusat (Rp. Juta) Daerah (Rp. Juta) Jumlah (Rp. Juta) 1 Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan 17.720,12 235.314,48 253.034,60 19

No Kegiatan Pusat (Rp. Juta) Daerah (Rp. Juta) Jumlah (Rp. Juta) 2 Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga 3 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan 4 Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada Ba Ketahanan 23.815,58 183.142,42 206.958,00 11.946,39 152.916,00 164.862,39 66.010,13 38.065,56 104.075,69 Jumlah 119.492,23 609.438,45 728.930,68 Outcome dari program tersebut dalam pencapaian sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2016 adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui ketersediaan, distribusi, konsumsi keamanan pangan segar di tingkat masyarakat, serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Indikator kinerja utama program tersebut adalah : 1. Penurunan penduduk rawan pangan tiap tahun sebesar 1%; 2. Skor PPH Ketersediaan Penganekaragaman sebesar 89,71; 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) diatas atau sama dengan HPP; 4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen kurang dari 10%; 5. Konsumsi Energi per kapita sebesar 2.040 kkal/hari; 6. Konsumsi Protein per kapita sebesar 56,4 gram/hari; 7. Skor PPH Konsumsi Peningkatan Diversifikasi sebesar 86,2; 8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 10%; 9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar sama dengan 80%. Penjelasan kegiatan dukungan anggaran yang berada pada lingkup Ba Ketahanan Tahun 2016 dapat diuraikan berdasarkan subbagian-subbagian pada kegiatan tersebut sebagaimana berikut ini : 20

A. Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan diarahkan untuk mengupayakan ketersediaan pangan yang cukup terjangkau serta mengurangi jumlah penduduk rawan pangan melalui pemberdayaan masyarakat. Kegiatan tersebut dibagi dalam 7 (tujuh) subkegiatan yang meliputi : (1) Pengembangan Kawasan Mandiri ; (2) Sistem Kewaspadaan Gizi (SKPG); (3) Analisis Peta Ketahanan Kerentanan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) Provinsi; (4) Kajian Responsif Antisipatif Ketersediaan Kerawanan ; (5) Analisis Neraca Bahan Makanan; (6) Pemantauan Ketersediaan Kerawanan ; serta (7) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID). Kawasan Mandiri pada daerah rawan pangan sesuai peta FSVA serta kawasan perbatasan, kepulauan, Papua Papua Barat masih dilanjutkan. Pendampingan pada tahap penumbuhan diberikan a bantuan pemerintah dengan terlebih dahulu dilakukan evaluasi sehingga berhak untuk memperoleh a bantuan pemerintah berikutnya. Untuk analisis ketersediaan, akses pangan kerawanan pangan dilaksanakan analisis FSVA di 34 provinsi, sistem kewaspadaan pangan gizi, analisis neraca bahan makanan serta kajian responsif antisipatif ketersediaan kerawanan pangan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai informasi yang relevan bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, penanganan rawan pangan akses pangan secara tepat cepat. Untuk mengawal pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pembinaan pemantauan evaluasi secara periodik. Rencana anggaran kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan pada Tahun 2016 sebesar Rp. 253.034.600.000,- yang terbagi dalam 7 (tujuh) subkegiatan dengan volume output, besarnya anggaran lokasi kegiatan seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sasaran, Alokasi Anggaran, Lokasi Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan TA. 2016 No Sub Kegiatan Sasaran Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 1 Pengembangan Kawasan Mandiri 190 Kawasan 28.644,50 30 provinsi, 141 kab/kota 2 Sistem Kewaspadaan 35 Lokasi 6.382,00 Pusat, 34 provinsi, 21

No Sub Kegiatan Sasaran Gizi Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 3 Analisis FSVA 1 Peta FSVA 600,00 Pusat 4 Kajian Responsif Antisipatif Ketersediaan Kerawanan 5. Analisis Neraca Bahan Makanan (NBM) 6. Pemantauan Ketersediaan kerawanan pangan 1 judul 450,06 Pusat 34 laporan 2.038,10 34 propinsi 32 Laporan 8.799,27 Pusat 30 provinsi 7. SOLID 14 pst/prop/kab 205.780,00 Pusat, 2 Prop, 11kab Jumlah 253.034,60 Pada Tahun 2016, Desa Mandiri tidak diai lagi oleh APBN diharapkan dapat direplikasi oleh APBD, segkan Kawasan Mandiri (KMP) yang mencakup 5 desa tetap dibiayai oleh APBN. Disamping itu, Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku Maluku Utara dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan Kerawanan yang sebelumnya di Sekretariat Ba dengan pertimbangan sesuai dengan tugas pokok fungsinya. Untuk mengurangi gap pembinaan kepada kaum laki-laki dengan perempuan pada kegiatan KMP SOLID, maka perlu diimplementasikan Pengarusutamaaan Gender (PUG) dengan baik dalam rangka mewujudkan keadilan kesetaraan gender. B. Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga diarahkan untuk mengupayakan pengalokasian pangan kepada masyarakat secara efektif efisien melalui analisis koordinasi kebijakan, serta mendorong terciptanya stabilitas harga pangan di tingkat produsen konsumen. Subkegiatan yang akan 22

dilaksanakan adalah : (1) Pengembangan Usaha Masyarakat, (2) Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat; (3) Pemberdayaan Lumbung Masyarakat; (4) Panel Harga Nasional Pemantauan Harga Pasokan HBKN; (5) Pemantauan Pasokan, Harga, Distribusi Cagan ; (6) Kajian Responsif Antisipatif Distribusi ; serta (7) Kajian Distribusi. Rencana alokasi anggaran kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga Tahun 2016 sebesar Rp. 206.958.000.000,-. Adapun volume output lokasi masing-masing subkegiatan seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sasaran, Alokasi Anggaran, Lokasi Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Stabilitas Harga TA. 2016 No Sub Kegiatan Sasaran Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 1. Pengembangan Usaha Masyarakat/Toko Tani Indonesia 2. Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat 500 Gap/ 1.000 TTI 341Gap. 152.000,00 Pusat, 33 prop. 35.571,00 27 provinsi sentra produksi pangan, 3. Pemberdayaan Lumbung Masyarakat 4. Panel Harga Nasional Pemantauan Harga Pasokan HBKN 5. Pemantauan Pasokan, Harga, Distribusi Cagan 6. Kajian Responsif Antisipatif Distribusi 54 Lumbung 1.604,00 4 provinsi 35 Laporan 11.805,80 Pusat 34 provinsi 3 Laporan 4.493,68 Pusat 1 Laporan Pusat 7. Kajian Distribusi 1 Laporan 649,82 Pusat Jumlah 206.958,00 23

Pada Tahun 2016 ada kegiatan prioritas dalam mendukung stabilisasi harga pangan untuk memantapkan Upsus padi, jagung kedelai, yaitu Pengembangan Usaha Masyarakat(PUPM) yang bermitra dengan Toko Tani Indonesia (TTI). Tujuan kegiatan ini adalah menciptakan stabilisasi harga di tingkat gapoktan/produsen stabilisasi harga di tingkat konsumen pada beberapa TTI. Kegiatan tersebut merupakan pengembangan TTI pada tahun 2015. Untuk memantapkan upaya tersebut setiap gapoktan diberikan bantuan pemerintah berupa stimulan pengadaan pangan bantuan transport serta pengemasan ke tingkat konsumen. Kegiatan prioritas berikutnya yaitu Penguatan LDPM yang merupakan upaya stabilisasi harga pangan pokok di tingkat produsen penguatan cagan pangan dalam masa panen raya maupun paceklik melalui pemberdayaan Gapoktan selama 3 tahun. Pada tahun pertama diberikan bantuan pemerintah untuk membangun sarana penyimpanan (gug), menyediakan cagan pangan, memasarkan/mendistribusikan/mengolah gabah/beras hasil produksi petani anggotanya, meningkatkan pendapatan petani/gapoktan meningkatkan akses pangan. Tahun kedua diberikan bantuan pemerintah sebagai tambahan modal usaha pada unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan unit cagan pangan, tahun ketiga berupa pembinaan untuk memperkuat manajemen gapoktan untuk menjadi gapoktan mandiri berkelanjutan dalam mengelola unit-unit usahanya sehingga tidak tergantung kepada bantuan pemerintah. Untuk mengantisipasi masa paceklik permasalahan kerawanan pangan, dilakukan pemberdayaan kelompok lumbung untuk pengelolaan cagan pangan selama 3 tahun. Pada tahun pertama untuk pembangunan fisik lumbung dibiayai oleh a alokasi khusus (DAK) sub big Pertanian, serta tahun kedua ketiga diberikan a bantuan pemerintah untuk pengisian cagan pangan penguatan kapasitas kelembagaan. Untuk memberikan masukan bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan distribusi, harga, serta cagan pangan pemerintah daerah masyarakat, dilakukan Panel Harga Nasional Pemantauan Harga Pasokan HBKN, Pemantauan pasokan, harga, distribusi cagan pangan serta Kajian Distribusi. C. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan Kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan diarahkan untuk mendorong konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang 24

aman, melalui analisis, koordinasi kebijakan, promosi pemberdayaan masyarakat di perdesaan. Kegiatan tersebut terdiri dari 6 sub kegiatan, yaitu: (1) Pemberdayaan Pekarangan ; (2) Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi ; (3) Gerakan Diversifikasi ; (4) Analisis Pola Kebutuhan Konsumsi ; (5) Pengawasan Keamanan Mutu ; serta (6) Model Pengembangan Pokok Lokal. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan berbagai aktifitas dalam mendorong konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang aman (B2SA) dengan pendekatan melalui: pemberdayaan kelompok wanita untuk optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga; Pengembangan tepungtepungan dalam model pengembangan pangan pokok lokal (MP3L); serta Gerakan diversifikasi pangan dengan berbagai Promosi P2KP dalam percepatan penyebaran informasi pengetahuan. Pemberdayaan pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui Pengembangan Kawasan Rumah Lestari (KRPL) yang dipandu oleh penyuluh pertanian selama 3 tahun. Dalam rangka pemanfaatan pekarangan tersebut diberikan a bantuan pemerintah secara bertahap selama 3 tahun untuk penguatan usaha pekarangan bagi kelompok keberlanjutan kegiatan. Model Pengembangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi kebutuhan setempat. Dalam rangka pelaksanaan MP3L tersebut diberikan bantuan untuk pembelian alat (produksi, pengemas labelling), uji (laboratorium penerima konsumen), pembelian bahan baku, sosialisasi/promosi. Segkan untuk kegiatan lanjutan berupa penyempurnaan alat, penyempurnaan kemasan, pembelian yang sudah mapan. Selain itu dilakukan pembinaan, sosialisasi, koordinasi, monitoring evaluasi, serta pelaporan. Dalam rangka sosialisasi, perlu diadakan kampanye yang melibatkan stakeholder termasuk para pemimpin masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan pangan lokal yang dikembangkan. Pengawasan keamanan mutu pangan segar difokuskan pada koordinasi, pemantauan pengawasan keamanan mutu pangan segar di pasar serta implementasi OKKP, sehingga konsumen dapat memilih pangan yang aman dikonsumsi. Untuk itu dilakukan pembinaan, pelatihan sosialisasi serta pengawasan keamanan pangan kepada aparat masyarakat. 25

Dalam memberikan masukan kepada pimpinan untuk mengambil kebijakan atau keputusan tentang konsumsi serta keamanan mutu pangan di daerah, dilakukan analisis pola konsumsi keamanan pangan secara periodik atau sesuai dengan kebutuhan di daerah. Rencana anggaran untuk kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan pada Tahun 2016 sebesar Rp. 164.862.388.000,-, dengan volume output, anggaran lokasi seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Sasaran, Alokasi Anggaran, Lokasi Kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Keamanan TA. 2016 No Sub Kegiatan Sasaran Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 1 Pemberdayaan Pekarangan 2 Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi 4.894 Desa 113.037,96 34 provinsi 387 kab/kota 35 Lokasi 10.601,59 Pusat 33 provinsi 3 Gerakan Diversifikasi 35 Laporan 6.250,30 Pusat 34 provinsi 4 Analisis Pola Kebutuhan Konsumsi 35 Rekomendasi 4.957,10 Pusat 34 provinsi 5 Pengawasan Keamanan Mutu 6 Model Pengembangan Pengolahan Lokal (MP3L) 85 Laporan 25167,44 Pusat, 34 provinsi 51 kota 30 Laporan 4.848,00 30 kab/kota Jumlah 164.862,39 D. Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada BKP Rencana anggaran untuk kegiatan Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada Ba Ketahanan Tahun 2016 sebesar Rp. 104.075.691.000,-, yang terbagi 26

dalam 7 subkegiatan dengan volume output, anggaran lokasi seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sasaran, Alokasi Anggaran, Lokasi pada Kegiatan Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada BKP TA. 2016 No Sub Kegiatan Sasaran Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 1. Penyusunan Rencana Program, Anggaran Kerjasama 35 Dokumen 11.170,89 Pusat 34 provinsi 2. Keuangan Perlengkapan 35 Dokumen 7.439,16 Pusat, 34 propinsi 2 Pemantauan Evaluasi Program 3 Kepegawaian, Organisasi, Humas, Hukum 4 Layanan Operasional Keuangan Perkantoran 5 Sig Pleno, Konferensi Sig Regional Ketahanan, DKP 39 Laporan 24.367,16 Pusat, Upsus, 34 provinsi 3 Dokumen 7.351,50 Pusat 1 Tahun 29.936,49 Pusat 1 Laporan 7.400,00 Pusat (DKP) 6. Dukungan Manajemen Administrasi Daerah 12 Bulan layanan 15459,30 34 provinsi, 484 kab/kota 7. Pengadaan Sarana Kantor 95 unit 951,20 Pusat Jumlah 104.075,69 Dukungan Manajemen Teknis Lainnya pada Ba Ketahanan diarahkan untuk mengelola pelayanan kantor dalam rangka pelaksanaan ketahanan pangan. Pelayanan kantor tersebut berupa: perencanaan, umum, keuangan perlengkapan, evaluasi pelaporan, serta dukungan manajemen, informasi administrasi daerah sehingga operasional kantor manajemen pengelolaan program kegiatan ketahanan pangan dapat berjalan lancar sesuai jadwal yang ditetapkan. Disamping itu, dukungan manajemen teknis lainnya diarahkan untuk memfasilitasi 27

Sekretariat Dewan Ketahanan Pusat dalam menyelenggarakan sig pleno, konferensi sig regional dalam mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Selain itu, melaksanakan kegiatan ketahanan pangan dengan pengarusutamaan gender (PUG), pengembangan GIAHS di Jawa Barat Bali, serta kegiatan dengan output generik berupa pengadaan kendaraan, komputer pembangunan/renovasi gedung/bangunan. Alokasi anggaran per jenis belanja sasaran kegiatan TA. 2016 pada masing-masing kegiatan berdasarkan lokasi provinsi kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 1 2. E. Kegiatan Kerjasama Ba Ketahanan Tahun 2016 Seiring dengan beragam tantangan yang ada baik akibat pengaruh kondisi iklim, sosial ekonomi global, semakin disadari bahwa penanganan ketahanan pangan bersifat kompleks multidimensi sehingga ketahanan pangan menjadi isu prioritas dalam pembahasan beragam pertemuan baik nasional maupun internasional, baik lingkup regional (diantaranya ASEAN APEC) maupun global (diantaranya FAO, IFAD, G20, WTO, dll). Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia melalui Ba Ketahanan telah berperan aktif pada berbagai forum internasional (FAO, APEC, ASEAN, G20) menjalin kerja sama kemitraan dengan berbagai mitra asing (IFAD, WFP AVRDC). Di sisi lain di tingkat domestik, beragam kerja sama dengan instansi stakeholder terkait telah dilakukan untuk meningkatkan upaya pencapaian target Sustainable Development Goals (SDG s) tahun 2030 khususnya agenda 1 2, untuk mendukung upaya percepatan menghapus kelaparan kemiskinan. Adapun langkah langkah yang dilakukan oleh Ba Ketahanan dalam menjalin kerja sama dipaparkan sebagai berikut: a. Kerja Sama Domestik Kerja sama domestik dilakukan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan masyarakat yang telah dilaksanakan selama periode tahun 2009-2014. Kegiatan yang dilakukan dalam kerjasama domestik adalah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Daerah (BKP tingkat Propinsi Kab/Kota), Tim Penggerak PKK, Perguruan Tinggi pemangku kepentingan yang terkait dengan ketahanan pangan. Untuk mewujudkan kerja sama tersebut juga dilaksanakan dalam forum pokja teknis, pokja ahli pokja khusus pada Sekretariat Dewan Ketahanan. Hasil yang telah dikeluarkan antara lain: evaluasi kebijakan umum ketahanan pangan, pemecahan masalah isu-isu ketahanan pangan strategis. Di samping itu, melalui Dewan ketahanan telah dilakukan 28

koordinasi dengan Gubernur, Bupati/Walikota Kementerian terkait dalam memantapkan ketahanan pangan masyarakat. Kerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Biro Perencanaan Kementerian Pertanian juga telah dilakukan dalam turut mengembangkan upaya Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam sektor ketahanan. Upaya yang telah dilakukan diantaranya dengan penyusunan Pedum Pengarusutamaan Gender Big Ketahanan, pembentukan SK Tim Pokja PUG BKP, sosialisasi pemantauan aplikasi Gender pada Kegiatan Desa Mandiri Kawasan Mandiri. b. Kerja Sama Internasional Keikutsertaan Ba Ketahanan di forum Internasional untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan global, diantaranya: Focal Point Pertemuan FAO (Food and Agriculture Organization) Ba Ketahanan sebagai focal point pertemuan/sig FAO yang berkaitan erat dengan isu ketahanan pangan secara kontinu mengemban tanggung jawab sebagai ketua Delegasi Republik Indonesia, khususnya untuk sig FAO Council CFS (Comittee on Food Security). Segkan untuk Konferensi FAO, Ba Ketahanan bertugas mendampingi/mewakili Menteri Pertanian RI serta menyiapkan bahan pidato serta intervensinya. Partisipasi aktif Ba Ketahanan pada pertemuan FAO, diantaranya meliputi pertemuan FAO Conference, FAO Council, FAO Regional Conference on Asia and Pacific (APRC), Comittee on Food Security. Adapun K/L terkait yang terlibat diantaranya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Big Perekonomian serta didukung oleh unsur KBRI Roma. Focal Point APEC Policy Partnership on Food Security (PPFS) PPFS merupakan salah satu fora dalam APEC yang telah disepakati untuk dibentuk di APEC Meeting di Montana, USA pada tahun 2011. Fora ini dibentuk dengan tujuan untuk mengoptimalkan kerja sama antara swasta pemerintah dalam pencapaian ketahanan pangan. BKP memiliki tanggung jawab sebagai focal point di Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 2013, BKP menjadi Chair PPFS menjadi wakil ketua PPFS pada tahun 2014, berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait di Indonesia. 29

Sebagai anggota Dewan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) APTERR merupakan kerja sama regional dalam pemenuhan cagan pangan darurat (dalam hal ini beras) antara negara negara ASEAN 3 negara mitra, yaitu China, Jepang, Korea. Ba Ketahanan (BKP) memiliki tanggung jawab sebagai salah satu anggota dalam APTERR Council koordinator dalam implementasi APTERR di Indonesia. Menjalin kerja sama aktif dengan World Food Program (WFP) Kerja sama antara BKP dengan WFP telah dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas dalam penyusunan Peta Ketahanan Kerawanan. Di sisi lain, kerja sama yang dibangun terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat sekolah dalam peningkatan ketahanan pangan gizi. Menjalin kerja sama aktif dengan IFAD (International Fund for Agricultural Development). Kerja sama antara BKP IFAD dilaksanakan proyek SOLID (Smallholder Livelihood Development in Eastern Indonesia) (2011-2018). Secara umum kerja sama yang dibangun diarahkan untuk mendorong peningkatan ekonomi berkelanjutan sebagai kunci kesejahteraan masyarakat dengan penekanan untuk mendorong ketahanan pangan gizi masyarakat. SOLID dilaksanakan di 2 (dua) provinsi yaitu Maluku Maluku Utara dengan 11 (sebelas) kabupaten di Maluku Maluku Utara. Menjalin kerja sama aktif dengan AVRDC The World Vegetable Center (NGO Taiwan) dengan Negara pendonor dari Swiss Agency For Development Cooperation. Kerja sama antara BKP AVRDC dilaksanakan melalui kegiatan Vegetables Go To School merupakan suatu konsep atau model pengembangan kebun sekolah yang dilaksanakan dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun sejak tahun 2013 sampai tahun 2015 dimulai tahun 2014, dengan lokasi terpilih adalah kabupaten Batang, propinsi Jawa Tengah. Selain di Indonesia, kegiatan ini juga dilaksanakan di 5 negara yaitu: Filipina, Bhutan, Nepal, Burkina Faso Tanzania. Implementasi GIAHS (Globally Important Agriculture Heritage System) Globally Important Agriculture Heritage System (GIAHS) merupakan sebuah Inisiatif Kemitraan untuk Keberlanjutan Pembangunan yang digagas dicanangkan oleh FAO (Food Agriculture Organization) pada tahun 2002 di acara Konferensi Dunia tentang Pembangunan Keberlanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan. Secara 30

sederhana, GIAHS merupakan pengembangan dari pengakuan yang diakui oleh UNESCO atas warisan dunia dengan lebih mendorong untuk inovasi sistem pertanian, perikanan kehutanan tanpa meninggalkan aspek kemandirian keberlanjutan. Sehubungan dengan peran Kementerian Pertanian merupakan focal point kerja sama RI-FAO, untuk itu endorsement pengajuan usulan GIAHS Indonesia disepakati akan dilakukan melalui Kementerian Pertanian. Meskipun demikian, Kemenko PMK selaku inisiator pengembangan GIAHS di Indonesia dapat terus melakukan perannya dalam mengkoordinasikan implementasi penatalaksanaan GIAHS di Indonesia. Lokasi Potensi GIAHS Indonesia yang saat ini diunggulkan untuk diajukan ke FAO adalah Praktek Pertanian di Desa Tradisional Bugbug, Kab. Karangasem, Provinsi Bali, yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK). THK juga mengimplementasikan sistem pertanian Subak. Sebagai bagian dari inisiasi GIAHS, akan dilakukan pula pengakuan serupa dari Dalam Negeri sebagai Nationally Agriculture Heritage System (NIAHS) yang dapat menjadi cikal bakal GIAHS yang diusulkan ke FAO. Identifikasi NIAHS dari BKP- Kementerian Pertanian. Pada saat ini mengarah pada upaya untuk mengangkat kearifan lokal terkait cagan pangan masyarakat adat yang tersebar di Jawa Barat salah satu lokasi terasiring berbasis hortikultura di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Upaya ini dilakukan bekerjasama dengan BKPD Provinsi Jawa Barat melalui pemetaan potensi NIAHS di Kabupaten Jawa Barat. F. Dukungan Pembiayaan Dukungan pembiayaan terhadap pelaksanaan Program Kegiatan lingkup Ba Ketahanan pada Tahun 2016 terbagi menjadi: (1) a Pusat untuk kegiatan BKP Pusat; (2) a Daerah yang terbagi menjadi a Dekonsentrasi yang berada di tingkat provinsi (termasuk beberapa kabupaten yang bukan Satker), serta a Tugas Pembantuan yang berada di tingkat kabupaten/kota. Rincian pembiayaan kegiatan pembangunan ketahanan pangan seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pembiayaan Pembangunan Ketahanan Lingkup BKP TA. 2016 No Jenis Pembiayaan Anggaran (Rp. Juta) % 1. Dana Pusat 121.827,18 16,71 2. Dana Dekonsentrasi 412.103,63 56,54 3. Dana Tugas Pembantuan 194.999,87 26,75 31

Jumlah 728.930,68 100,00 Dana dekonsentrasi sebesar Rp. 412.103.628.000,- dialokasikan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berlokasi di tingkat provinsi tingkat kabupaten/kota bagi daerah kabupaten/kota yang tidak berstatus Satker dalam pengelolaan APBN. Segkan Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp. 194.999.875.000,- membiayai kegiatan-kegiatan di tingkat kabupaten, Provinsi Maluku Maluku Utara yang melaksanakan SOLID. Rincian anggaran BKP Tahun 2016 menurut jenis belanja, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Anggaran Lingkup BKP Menurut Jenis Belanja pada TA. 2016 No Jenis Belanja Anggaran (Rp. Juta) Lokasi 1. Belanja Pegawai 21.304,14 Pusat 2. Belanja Barang: 706.064,84 Pusat, Daerah 3. Belanja Modal 1.561,70 Pusat, Daerah Jumlah 728.930,68 Pusat, Daerah Rincian pembiayaan menurut jenis belanja di Pusat Daerah, dapat dilihat pada Lampiran 3. G. Satuan Kerja (Satker) Lingkup Ba Ketahanan Tahun 2016 Jumlah Satker lingkup Ba Ketahanan pada Tahun 2016 sebanyak 48 satker yang terdiri dari: Pusat 1 satker, DK Propinsi 34 satker, TP Propinsi 2 satker TP Kabupaten 11 satker. Satker TP kabupaten dihilangkan pada Tahun 2016 mengingat jumlah anggaran yang dikelola terbatas, kecuali TP Propinsi Kabupaten yang menangani kegiatan SOLID di Propinsi Maluku Maluku. Perkembangan jumlah satker Tahun 2016 terhadap Tahun 2015 seperti terlihat pada Tabel 9. Segkan rincian nama Satker berdasarkan provinsi kabupaten dapat dilihat di Lampiran 3. 32

Tabel 9. Satker Pelaksana Kegiatan Ketahanan Lingkup BKP TA. 2016 No Unit Kerja 2015 2016 1. Pusat 1 1 2. DK Provinsi 34 34 3. TP Provinsi 2 2 4. TP Kabupaten/Kota 117 11 Jumlah satker 154 48 Jumlah Kab/Kota 488 488 Keberhasilan pencapaian program kegiatan terhadap target (outcome output) yang ditetapkan, dipengaruhi pula oleh dukungan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian Kementerian lainnya yang meliputi: Kementerian Koordinator Big Pembangunan Manusia Kebudayaan, Kementerian Koordinator Big Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Negara Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kebudayaan Pedidikan Dasar Menengah, Kementerian Ristek Pendidikan Tinggi, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Kementerian Perindustrian, Ba POM, Ba Pusat Statistik, Ba Urusan Logistik Nasional, serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Selain itu, keberhasilan Program Peningkatan Diversifikasi Ketahanan Masyarakat di daerah sangat dipengaruhi oleh peran komitmen pemerintah daerah, serta hubungan antara Ba/Kantor Ketahanan dengan dinas yang terkait dengan masalah pangan di daerah, serta yang penting adalah berfungsinya Dewan Ketahanan dalam mengadakan koordinasi sinkronisasi instansi terkait pemangku kepentingan dalam pengelolaan ketahanan pangan. H. Agenda Pertemuan Tahun 2016 Untuk melakukan sosialisasi, pembinaan, konsolidasi evaluasi pelaksanaan kegiatan Tahun 2016, Ba Ketahanan menyelenggarakan pertemuan, workshop, apresiasi tentang persiapan, pemantauan pengendalian termasuk penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI), Peningkatan Kualitas SDM, serta Evaluasi 33

Kinerja Perencanaan Terpadu. Waktu, peserta lokasi kegiatan tersebut akan disampaikan dengan Surat Kepala Ba/Sekretaris Ba/Kepala Pusat kepada SKPD yang menanganan ketahanan pangan. 34

BAB IV. PENGELOLAAN ANGGARAN A. Pengertian Pelaksanaan program kegiatan pemantapan ketahanan pangan pada Tahun 2016 di provinsi kabupaten/kota, sesuai kewenangan dialokasikan dalam dua jenis a, yaitu: Dana Dekonsentrasi Dana Tugas Pembantuan. Dana Dekonsentrasi yang berasal dari APBN, dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi. Dalam operasional kegiatan pemantapan ketahanan pangan, a tersebut dialokasikan pada Ba Ketahanan atau instansi yang menangani ketahanan pangan tingkat provinsi. Hal ini sejalan dengan kegiatan yang dilaksanakan berupa non fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. Kegiatan tersebut mencakup antara lain: sinkronisasi koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan, apresiasi/pelatihan, pembinaan pengawasan, serta pengendalian dalam penyelenggaraan pemantapan ketahanan pangan di daerah. Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari APBN, dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Alokasi a tersebut dalam pelaksanaan pemantapan kegiatan ketahanan pangan pada Tahun 2016 ditempatkan di tingkat provinsi kabupaten pelaksana SOLID. Untuk kabupaten kota yang tidak ditunjuk sebagai Satker pada Tahun 2016, kegiatan ketahanan pangan kabupaten kota tersebut dimasukkan dalam Dana Dekonsentrasi Provinsi. Untuk itu, manajemen kegiatan keuangannya dilakukan secara tertib efektif sehingga kegiatan di lapangan (kabupaten/kota desa/kelurahan) dapat berjalan sesuai dengan rencana operasional kegiatan yang ditetapkan. Sinkronisasi program antara penaan APBN dengan APBD dalam pembiayaan program kegiatan pemantapan ketahanan pangan harus dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan program/kegiatan ketahanan pangan di Provinsi Kabupaten/Kota. B. Penyusunan Program Anggaran Program anggaran ketahanan pangan yang akan disusun dalam rangka Dekonsentrasi Tugas Pembantuan untuk rencana tahun depan, dilakukan melalui e- proposal mulai dari kabupaten/kota, provinsi sampai dengan pusat yang dibahas pada forum Musrenbang di tingkat kabupaten/kota, provinsi pusat, sampai dengan 35

ditetapkannya alokasi pagu anggaran. Untuk program peningkatan diversifikasi ketahanan pangan masyarakat, penyusunan rencana kegiatan serta penganggarannya dilakukan oleh BKP dengan memperhatikan Renstra BKP menurut skala prioritas, alokasi anggaran, lokasi kegiatan, serta evaluasi program kegiatan pada tahun sebelumnya, Rencana Kelompok Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Tabel 10. Agenda Perencanaan Tahunan Pembangunan Pertanian No Kegiatan Waktu 1 Pedum, Juklak, Juknis (t-1) Agustus November 2 Sosialisasi, Asistensi Rencana Operasional (t-1 & 1) Desember Januari 3 Pembinaan, Pengendalian (t) Maret Desember 4 Musrenbangtan Tingkat Kab/Kota Pertengahan Februari 5 Musrenbangtan Tingkat Provinsi Maret 6 Penetapan Alokasi Pagu Anggaran (t + 1) Maret 7 Musrenbangtan Nasional (t + 1) April Mei 8 Musyawarah Perencanaan Anggaran (t + 1) Juni Juli 9 Penetapan Pagu Anggaran (t + 1) Juni Juli 10 Penyusunan RKA-KL mengacu Pagu Anggaran (t + 1) Juni Juli 11 Penelitian revieu RKA-KL di Kementan (t+1) Juni 12 Penelaahan RKA-KL di DJA (t + 1) Juni 13 Penyiapan Bahan Nota Keuangan (t + 1) Juni Juli 14 Nota Keuangan RUU RAPBN (t + 1) Agustus 15 Penetapan Alokasi Anggaran (t + 1) September Oktober 16 Penetapan RAPBN (t + 1) Oktober 17 Penelitian revieu RKA-KL di Kementan (t+1) Oktober 18 Penelahaan RKA-KL di DJA (Alokasi Anggaran) Oktober 19 Penetapan Perpres Rincian RAPBN (t+1) Oktober 20 Penetapan DIPA (t+1) November 21 Penerbitan DIPA (t+1) November 36

Berdasarkan alokasi pagu anggaran pagu anggaran secara berturut-turut, rencana kegiatan anggaran ketahanan pangan dituangkan oleh BKP dalam format RKA-KL. Pada saat alokasi pagu anggaran, RKA-KL tersebut dibahas oleh Biro Perencanaan Itjen terutama mengenai rincian kegiatan penganggarannya, TOR, RAB data dukung lainnya, kemudian dilanjutkan dengan Bappenas DJA Kemenkeu untuk melihat kecocokan sasaran rincian anggaran dengan RKP. Pada saat pagu sementara, RKA-KL dibahas kembali dengan APIP (Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah/Itjen Biro Perencanaan), Bappenas DJA sebagai bahan untuk pidato Presiden tentang penyusunan RAPBN. Kemudian pada saat ditetapkan pagu anggaran, RKA-KL diperbaiki dibahas dengan APIP, Bappenas DJA dengan menyampaikan data pendukung yang dibutuhkan. Setelah memperoleh pengesahan oleh DPR, maka ditetapkan DIPA yang terdiri dari DIPA Induk DIPA Petikan. Apabila terjadi perubahan terhadap rincian APBN, baik untuk Dana Dekonsentrasi maupun Dana Tugas Pembantuan, maka dilakukan revisi sesuai ketentuan peraturan yang sudah ditetapkan. Untuk mengetahui seluruh kegiatan perencanaan tahunan pembangunan pertanian, dapat diperhatikan pada Tabel 10 di atas. C. Mekanisme Pencairan Penyaluran Dana DIPA Petikan yang telah disahkan disampaikan kepada SKPD penerima Dana Dekonsentrasi Dana Tugas Pembantuan sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM oleh SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) didasarkan pada alokasi a yang tersedia dalam DIPA Petikan. Kepala SKPD menerbitkan menyampaikan SPM kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku kuasa Bendahara Umum Negara. Setelah itu, KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Ketentuan lebih lanjut yang berkaitan dengan pencairan penyaluran a Dekonsentrasi a Tugas Pembantuan, dapat mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, serta mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/3/2013 Tentang Pedoman Administrasi Keuangan (PAK) Kementerian Pertanian. Untuk pengelolaan bansos telah diganti dengan bantuan pemerintah pada tahun 2016 sesuai dengan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian 37

Negara/Lembaga. Bantuan Pemerintah dalam bentuk transfer uang diberikan kepada Gapoktan/kelompok tani pada subkegiatan Pengembangan Usaha Masyarakat, Penguatan-LDPM, Pemberdayaan Lumbung Masyarakat, Pengembangan Kawasan Mandiri (KMP), Optimasi pemanfaatan Pekarangan/Pengembangan Kawasan Rumah Lestari (KRPL) serta SOLID. Disamping itu, juga dapat mengacu pada Permentan Nomor 62/Permentan/RC.130/12/2015 tentang Pedoman Pengelolaan Penyaluran Bantuan Pemerintah lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2016. Pada tahun 2016, untuk subkegiatan Pengembangan Usaha Masyarakat, Penguatan LDPM, Pemberdayaan Lumbung Masyarakat, Pengembangan Kawasan Mandiri, Optimasi Pemanfaatan Pekarangan ditampung pembiayaannya dalam DIPA Dana Dekonsentrasi (DK). Sehubungan dengan itu, mekanisme pencairan anya dijelaskan sebagaimana berikut ini. Dasar hukum yang digunakan dalam rangka pencairan a adalah: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2003, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Keppres Nomor 61 Tahun 2004, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jo Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jo Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tanggal 29 November 2012 tentang Tatacara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 3. Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Dalam upaya percepatan penyerapan a dekonsentrasi sesuai dengan jadwal penarikan sebagaimana tertuang dalam Halaman III DIPA yang pelaksanaannya di Provinsi Kabupaten/Kota, maka kepala Ba/Dinas/Kantor kabupaten/kota sebagai penanggungjawab program kegiatan dapat mengusulkan PPK BPP (Bendahara Pengeluaran Pembantu) kepada KPA dalam penyelenggaraan program kegiatan di kabupaten/kota. Selanjutnya KPA dapat menunjuk PPK BPP dalam organisasi Satker yang bersangkutan. Secara umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut : 38

1. Pengelolaan Dana Uang Persediaan (UP) Tambahan Uang Persediaan (TUP) Untuk membantu Bendahara, Kuasa Pengguna Anggaran dapat menunjuk BPP di masing-masing Kabupaten/Kota dalam mengelola mengadministrasikan kegiatan-kegiatan yang berasal dari pencairan UP atau TUP, seperti: kuitansi/tanda bukti pembayaran; bukti Surat Setoran Pajak (SPP). Selanjutnya berkas tersebut dikirimkan/dipertanggungjawabkan ke Bendahara Pengeluaran. Dalam pelaksanaan tugasnya BPP bertanggung jawab kepada Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran dapat mengajukan penggantian Uang Persediaan (UP) kepada KPPN. Apabila telah merealisasikan penggunaan UP sekurang-kurangnya 50% dari a UP yang diterima. Bagi Bendahara yang dibantu oleh beberapa PUM, dalam pengajuan SPM-UP diwajibkan melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing PUM. 2. Pengelolaan Dana Uang Pembayaran Langsung (LS) Guna memperlancar kegiatan pencairan a disarankan untuk kegiatan yang dapat dibayar dengan pembayaran langsung (LS) dapat diajukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atas penugasan oleh Kepala Ba/Dinas/Kantor tingkat kabupaten/kota sebagai penanggungjawab program kegiatan, untuk dibayarkan secara LS ke Bendaharawan atau pihak ketiga seperti kegiatan pembayaran honor, perjalanan, lainnya. a. Pembayaran honor dilengkapi dengan surat keputusan tentang pemberian honor, daftar pembayaran perhitungan honor yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen Bendaharawan Pengeluaran yang bersangkutan. b. Belanja Perjalanan Dinas dilengkapi dengan surat tugas daftar nominatif pejabat yang melakukan perjalanan dinas, antara lain berisi: informasi mengenai data pejabat (nama, pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, dalam rangka, lama perjalanan dinas biaya yang diperlukan untuk masing-masing pejabat. Daftar nominatif tersebut harus ditandatangani pejabat yang berwenang memerintahkan perjalanan dinas (PPK Kabupaten/Kota atas perintah penanggungjawab program kegiatan). 39

c. Untuk pencairan belanja bantuan pemerintah diajukan oleh PPK atas perintah penanggungjawab kegiatan, setelah segala persyaratan dipenuhi dilakukan pembayaran secara langsung kepada penerima a bantuan pemerintah. Penerima bantuan pemerintah akan mempertanggungjawabkan segala pengeluarannya sesuai dengan rencana kepada PPK dengan melampirkan bukti-buktinya. Apabila tidak terealisasi seluruhnya, sisanya disetor ke kas negara. D. Sanksi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima Dana Dekonsentrasi Tugas Pembantuan yang secara sengaja atau lalai tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan a tersebut kepada kementerian/lembaga, dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan /atau penghentian alokasi penaan. Penundaan pencairan dikenakan jika SKPD tidak melakukan rekonsiliasi laporan keuangan dengan KPPN setempat sesuai dengan ketentuan, SKPD tetap diwajibkan menyampaikan laporan a Dekonsentrasi Tugas Pembantuan. Penghentian pembayaran dalam tahun berjalan dapat dilakukan apabila: (1) SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulan kepada kementerian/lembaga secara berturut-turut 2 (dua) kali dalam tahun anggaran berjalan; (2) ditemukan aya penyimpangan dari hasil pemeriksaan Ba Pemeriksa Keuangan, Ba Pengawas Keuangan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, atau aparat pemeriksa fungsional lainnya. 40

BAB V. PENGORGANISASIAN A. Pengorganisasian Dalam menyelenggarakan pelaksanaan program kegiatan ketahanan pangan lingkup Ba Ketahanan Tahun 2016, diperlukan Satuan Kerja (Satker) di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten (pelaksana SOLID) untuk mempersiapkan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi, melaporkan pelaksanaan program kegiatan ketahanan pangan. Satker tersebut berbentuk Ba atau Kantor ketahanan pangan di daerah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 atau instansi yang menangani tugas pokok fungsi dalam mengelola urusan wajib ketahanan pangan sesuai dengan PP Nomor 38 Tahun 2007. Tata hubungan antara kantor satker pusat dengan satker provinsi berupa hubungan fungsional bagi kegiatan yang didekonsentrasikan kepada provinsi, bahwa provinsi berperan sebagai wakil pusat dalam menjalankan program kegiatan. Hubungan antara satker pusat dengan satker provinsi kabupaten/kota merupakan hubungan fungsional untuk kegiatan tugas pembantuan yang diserahkan kepada provinsi kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan ketahanan pangan kepada masyarakat. Oleh karena itu, fungsi-fungsi manajemen ketahanan pangan, seperti: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dapat dilakukan secara berjenjang dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah otonomi daerah. Untuk mewujudkan satker yang dapat mengelola keuangan secara efektif efisien, maka di tingkat Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota perlu diusulkan pejabat perbendaharaan yang terdiri dari: Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), Bendahara Pengeluaran. Pejabat Perbendaharaan tingkat Pusat (Kuasa Pengguna Anggaran) ditetapkan oleh Menteri Pertanian atas usulan Eselon I untuk satker pusat. Segkan satker pengelola a Dekonsentrasi a Tugas Pembantuan Provinsi ditetapkan oleh Gubernur serta Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota, setelah pelimpahan wewenang dari Kementerian/Lembaga. Khusus untuk Dekonsentrasi pengangkatan Bendahara Pengeluaran ditetapkan oleh Gubernur. Selanjutnya KPA akan menetapkan PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran BPP. 41

B. Struktur Organisasi 1. Ba Ketahanan Kementerian Pertanian Struktur organisasi pejabat perbendaharaan Ba Ketahanan Kementerian Pertanian, terdiri dari : a. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA): Kepala Ba Ketahanan ; b. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM): Kepala Bagian Keuangan Perlengkapan, Kepala Bagian Umum, atau Pejabat Struktural yang membigi urusan keuangan; c. Bendahara Pengeluaran: staf senior yang dianggap mampu memenuhi syarat, tidak menduduki jabatan bendahara lebih dari 5 tahun berturut-turut; d. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK): Staf Senior BKP, Penanggung Jawab Sekretariat DKP. Selanjutnya untuk efektivitas operasional Satuan Kerja (Satker) di tingkat pusat dibentuk pelaksana sebagai berikut: e. Pemegang Uang Muka (PUM): Staf Senior yang dianggap mampu oleh Kepala Unit Kerja Eselon II lingkup BKP Pusat; f. Pelaksana Utama (Pelma): Eselon III di lingkup Ba Ketahanan Pusat; g. Pelaksana Kegiatan: Eselon IV atau Staf Senior di lingkup Ba Ketahanan ; h. Pejabat/Pengadaan Barang Jasa/Staf yang memiliki sertifikat keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. i. Pejabat Penerima Pemeriksa Barang/Staf Senior di lingkungan Ba Ketahanan. Butir a diangkat oleh Menteri Pertanian selaku Pengguna Anggaran (PA), butir b sampai i diangkat oleh KPA. Bagan Organisasi Satuan Kerja BKP Kementerian Pertanian yang terdiri KPA, Bendahara Pengeluaran, PPSPM PPK, disajikan berikut ini. 42

Gambar 2. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba Ketahanan Kementan Tahun Anggaran 2016 2. Ba/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Provinsi Anggaran pembangunan ketahanan pangan di Provinsi merupakan anggaran Dekonsentrasi anggaran Tugas Pembantuan khusus Provinsi Maluku Maluku Utara. Dana Tugas Pembantuan Dana Dekonsentrasi membiayai seluruh kegiatan prioritas yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan ; (2) Pengembangan Distribusi Stabilisasi Harga, (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Peningkatan Keamanan Segar, (4) Kegiatan pendukung yaitu Dukungan Manajemen Teknis Lainnya. Segkan pelaksanaan kegiatan SOLID berada pada Pengembangan Ketersediaan Penanganan Rawan sesuai dengan tugas fungsinya mulai tahun 2016. Dalam pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi, Gubernur menetapkan KPA, segkan pada anggaran Tugas Pembantuan menyampaikan usulan pejabat perbendaharaan (KPA Bendahara) kepada kementerian/lembaga. Struktur Organisasinya ditetapkan oleh Gubernur terdiri dari: Kepala Ba/Dinas sebagai KPA, Sekretaris Ba/KTU sebagai PPSPM, Staf yang dianggap mampu memenuhi syarat sebagai Bendahara Pengeluaran, Kepala Big sebagai PPK, pejabat/petugas lainnya yang membantu pelaksanaan program kegiatan. Struktur organisasinya dapat diperhatikan pada bagan berikut ini. 43

Provinsi Kabupaten Gambar 3. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba/Dinas Ketahanan Provinsi Tahun Anggaran 2016 Pelaksanaan program kegiatan di Kabupaten/Kota yang berasal dari a dekonsentrasi tingkat provinsi menjadi tanggung jawab kepala Ba/Dinas/Kantor, yang dalam pelaksanaannya diserahkan kepada Kepada Ba/Dinas/Kantor/Kepala Big/Seksi/Staf senior tingkat Kabupaten/Kota sebagai PPK, dibantu oleh BPP, keduanya dapat diangkat ditetapkan oleh KPA di Provinsi. 3. Ba/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Kabupaten/Kota Anggaran pembangunan ketahanan pangan Tugas Pembantuan di Kabupaten/Kota merupakan anggaran yang berasal dari APBN yang dipergunakan dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari Menteri Pertanian kepada Bupati/Walikota. Struktur organisasinya terdiri dari: Kepala Dinas/Ba/Kantor sebagai KPA, Sekretaris Ba/KTU/Pejabat yang melaksanakan Tupoksi unsur keuangan/tata Usaha sebagai PPSPM, Staf Senior sebagai Bendahara Pengeluaran, Kepala Big/Kepala Seksi/Staf senior sebagai PPK. KPA diangkat ditetapkan oleh Bupati/Walikota. KPA mengangkat menetapkan PPK, PPSPM Bendahara Pengeluaran. Jika dipang 44

perlu, KPA dapat mengangkat menetapkan PUM, Pelma, Pelaksana Kegiatan, Pejabat/Pengadaan Barang Jasa. Struktur pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota dapat dilihat pada bagan berikut ini. Gambar 4. Struktur Organisasi Satuan Kerja Ba/Dinas/Kantor Ketahanan Kabupaten Tahun Anggaran 2016 C. Kewenangan Tugas Pekerjaan Pejabat Perbendaharaan 1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) (1) Menyusun DIPA; (2) Mengesahkan Rencana Pelaksanaan Kegiatan atau Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) merencanakan penarikan a di Satker masing-masing; (3) Membuat Keputusan/tindakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan substansi tugas pokok fungsi unit kerjanya; (4) Membuat keputusan-keputusan mengambil tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan timbulnya pengeluaran uang atau tagihan atas beban APBN; (5) Memberikan supervisi, konsultasi, pengendalian pelaksanaan kegiatan anggaran; (6) Menyusun laporan keuangan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan Perung-ungan; (7) Menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP-SPM); 45