VERIFIKASI PENYEBAB RETAK PADA PEMANCANGAN TIANG PIPA MENGGUNAKAN HYDRAULIC JACK

dokumen-dokumen yang mirip
a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat, terutama terjadi di daerah perkotaan. Seiring dengan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada bangunan, seperti: gedung, jembatan, perkerasan jalan, balok, plat lantai, ring balok, ataupun plat atap.

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material yang banyak digunakan sebagai material

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. kombinasi dari beton dan baja dimana baja tulangan memberikan kuat tarik

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

AS 3C-3F LAPORAN PROGRAM

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tiang pancang membutuhkan kepala tiang atau biasa disebut sebagai pile cap.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

BAB III LANDASAN TEORI

KEGAGALAN STRUKTUR DAN PENANGANANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

Jl. Banyumas Wonosobo

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

LAMPIRAN 1 Evaluasi Dengan Software Csicol

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR BETON RINGAN ALWA MUTU RENCANA f c = 35 MPa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

TINJAUAN KUAT LENTUR PELAT BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG MENYILANG NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

TINJAUAN REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NURUL FAJRIYAH NRP DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

TUGAS AKHIR PENELITIAN KAPASITAS MOMEN LENTUR DAN LEKATAN GESEK DARI PELAT BETON DENGAN SISTEM FLOORDECK

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH BINA BANGSA JALAN JANGLI BOULEVARD SEMARANG

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

ANALISA DAN PERENCANAAN PILE CAP DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL BERDASARKAN ACI BUILDING CODE

PERBAIKAN KOLOM BETON BERTULANG MENGGUNAKAN GLASS FIBER JACKET DENGAN VARIASI TINGKAT PEMBEBANAN

ANALISA PENGGUNAAN KOLOM TENGAH PADA BANGUNAN GEDUNG DIDAERAH DITINJAU DARI ANALISA BIAYA PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS 5 LANTAI DENGAN METODE DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 3. Naskah Publikasi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB I PENDAHULUAN. penyusunnya yang mudah di dapat, dan juga tahan lama. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis yang lebih ringan dari

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

ANALISA KOLOM STRUKTUR PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN LANTAI 1 KAMPUS II SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM PITER WILSON JALAN SIDODADI BARAT NO 21 SEMARANG

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES)

Transkripsi:

VERIFIKASI PENYEBAB RETAK PADA PEMANCANGAN TIANG PIPA MENGGUNAKAN HYDRAULIC JACK Edwin Tanjung 1, Hadi Rusjanto 2, Grace Kurniawati 3 1 Alumni Mahaiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Email: edwin.tanjung @hotmail.com 2,3 Dosen Tetap Program Studi Teknik Sipil FTSP Universitas Trisakti Jakarta, Jl. Kyai Tapa No.1, Jakarta ABSTRAK Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) merupakan solusi baru untuk proyek pemancangan, terutama yang terletak di tengah kawasan padat penduduk dan bangunan. HSPD memiliki keunggulan berupa tidak adanya getaran dan kebisingan seperti alat pemancang tiang pada umumnya. Namun, dalam praktek ditemukan kasus dimana tiang yang digunakan (spun pile) mengalami keretakan (vertikal) sebelum kuat tekan yang diinginkan tercapai. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab retak yang timbul pada spun pile akibat proses pemancangan tersebut. Analisa dilakukan dengan bantuan program SAP2000 untuk menghitung besar tegangan yang timbul akibat beban vertikal dan horizontal clamp pada permukaan spun pile, kemudian dianalisa menggunakan metode lingkaran Mohr (Mohr s Circle) untuk menemukan tegangan utama serta arahnya. Tegangan utama tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan ijin beton serta Modulus of Rupture dari beton tersebut. Kata Kunci : Hydraulic Static Pile Driver, spun pile, Finite Element Method, SAP2000, Modulus of Rupture. 1. LATAR BELAKANG Pesatnya perkembangan proyek konstruksi di Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan alat-alat untuk membantu dan mempermudah aktivitas dalam pengerjaan proyek konstruksi tersebut. Di kota-kota besar di Indonesia, bangunan tinggi adalah salah satu jenis konstruksi yang umum dibangun, terutama karena keterbatasan lahan. Untuk mempermudah pengerjaan konstruksi tersebut, dibutuhkan teknologi khusus, termasuk juga dalam pengerjaan pondasinya. Jack-in pile adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang pada pelaksanaannya, tiang ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidraulis (hydraulic jack) yang diberi beban counterweight dan gaya tekan dongkrak dapat langsung dibaca melalui manometer, sehingga gaya tekan tiang dapat diketahui tiap mencapai kedalaman tertentu. Penggunaan jack-in pile sering menjadi alternatif pilihan selain penggunaan pondasi bor ketika lokasi proyek berada di daerah yang padat dengan bangunan atau pemukiman penduduk. Jack-in pile memiliki keunggulan karena tidak menimbulkan getaran dan kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan sekitar, dan biayanya relatif lebih murah dibandingkan dengan pondasi bor. Untuk pemasangan jack-in pile sendiri, sering digunakan tiang pancang berupa pipa beton (spun pile) karena lebih ekonomis daripada tiang pancang yang berupa balok beton (square pile). Namun, dalam prakteknya tiang pancang pipa beton ini dapat mengalami keretakan saat dipancang dengan hydraulic jack walaupun tekanan yang diberikan belum sebesar tekanan yang diijinkan. Oleh sebab itu, dalam skripsi ini penulis akan menganalisis perilaku tiang pancang pipa beton yang dipancang dengan hydraulic static pile driver (HSPD) dengan bantuan program SAP2000 dan membandingkannya dengan retak yang terjadi pada spun pile yang digunakan dalam praktek, sehingga dapat mengetahui penyebab keretakan tersebut. KoNTekS 6 S-67

2. LANDASAN TEORI Beton Bertulang Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil/batu pecah) yang dicampur menjadi satu dengan semen dan air. Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton. Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus elastisitas beton untuk beton dengan berat normal yang berkisar 2320 kg/m 3 adalah sebagai berikut: =4700 Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik. Kuat tarik beton pada waktu mengalami lentur sangat penting ketika kita sedang meninjau retak dan lendutan pada balok. Berdasarkan beratus-ratus hasil pengujian, peraturan ACI menyebutkan nilai modulus keruntuhan f r sama dengan 7.5 dalam satuan psi, atau 0.7 dalam satuan MPa. (1) Metode Elemen Hingga Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari pada materi ini akan disebut dengan gaya dalam. GAYA DALAM yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu: Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk memperkirakan besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. Kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka elemen kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian kontinum menjadi elemen hingga disebut proses diskretisasi (pembagian). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga (bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih sederhana dibanding dengan kontinumnya. Dengan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya akan lebih sederhana. Tegangan pada Benda Elastis Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan. Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya; jadi, kita dapat tuliskan σ(x,y,z) dan τ(x,y,z). Gambar 1. Elemen tiga dimensi S-68 KoNTekS 6

Misalkan komponen tegangan σx, σy, dan τ = τxy = τyx pada suatu elemen dua dimensi (Gambar 2) dalam sistem koordinat kartesius diketahui. Gambar 2. Rotasi elemen dua dimensi Dengan demikian, kedua arah tegak lurus ([1], [2]) bidang-bidsang dimana tegangan geser sama dengan nol (τ = 0) dan tegangan normal σ memiliki nilai ekstrim yang dapat ditentukan dari Arah-arah ini disebut arah utama (principal direction). Tegangan normal maksimum dan minimum yang bekerja pada bidang ini disebut tegangan utama (σ1, σ2) dan dapat dihitung sebagai (2) dengan cara yang sama, tegangan geser maksimum adalah (3) Persamaan untuk menentukan tegangan tegangan utama, dan juga persamaan tranformasi tegangan dua-dimensi dapat diturunkan dan dinyatakan secara grafis dalam lingkaran Mohr. (4) Gambar 3. Lingkaran Mohr untuk tegangan 3. STUDI KASUS Untuk studi kasus dalam tugas akhir ini, penulis menggunakan data dari suatu proyek yang mengalami kegagalan seperti yang telah disebutkan. Pada proyek tersebut dilakukan pemancangan spun pile dengan menggunakan alat HSPD. Berikut adalah data teknis dari spun pile dan alat HSPD dari proyek tersebut yang digunakan untuk analisis. Mutu beton : 50 MPa KoNTekS 6 S-69

Diameter spun pile Tebal spun pile Diameter clamp Tinggi clamp Tinggi clamp dari permukaan tanah Tegangan vertikal clamp Tegangan horisontal clamp : 600 mm : 100 mm : 600 mm (= diameter spun pile) : 800 mm : ± 2 m : 26 MPa (pembacaan pada skala) 14000 kn/m 2 (pada permukaan tiang) : 16,5 MPa (pembacaan pada skala) 1900 kn/m 2 (pada permukaan tiang) Data tersebut dimodelkan ke dalam aplikasi SAP 2000, kemudian dianalisis dengan aplikasi tersebut. Hasil analisa tegangan yang dihasilkan oleh aplikasi SAP 2000 tersebut kemudian dianalisis lagi dengan metode Lingkaran Mohr untuk menentukan besar dan arah dari tegangan utama yang timbul pada permukaan spun pile. 4. PEMBAHASAN Analisa Lingkaran Mohr Dengan bantuan Microsoft Excel dapat diperoleh data tegangan pada titik dengan tegangan tarik terbesar sebagai berikut: σ x = S 11 = 2375.61 kn/m 2 σ y = S 22 = -12017.42 kn/m 2 τ xy = S 12 = 50.6 kn/m 2 Data tersebut kita hitung analisis dengan lingkaran Mohr, dalam tugas akhir ini penulis menggunakan bantuan aplikasi pembuat lingkaran Mohr. Gambar 4. Analisa lingkaran Mohr tegangan tarik terbesar Dari hasil analisis dengan Lingkaran Mohr, dapat kita peroleh tegangan utama serta arahnya sebagai berikut: S-70 KoNTekS 6

σ 1 = 2375.61 kn/m 2 σ 2 = -12017.42 kn/m 2 θ = 0.2 o Gambar 5. Besar dan arah tegangan utama akibat tegangan tarik terbesar Dapat dilihat dari hasil analisa Lingkaran Mohr bahwa muncul tegangan tarik ke arah luar yang merupakan penyebab retakan vertikal pada permukaan spun pile tersebut. Perbandingan tegangan utama dengan kapasitas tahanan beton Tegangan utama yang dihasilkan oleh analisa dengan Lingkaran Mohr tersebut dibandingkan dengan kapasitas tahanan dari material spun pile tersebut, sebagai berikut: =0.7 =0.7 50 1000=4949.75 kn/m 2 Tegangan utama pada penampang dari hasil analisa dengan metode Lingkaran Mohr dengan kapasitas tahanan dari material spun pile dibandingkan sebagai berikut: σ 1 = 2375.61 kn/m 2 < 4949.75 kn/m 2 Untuk tegangan utama tarik, nilainya masih lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas tahanan material spun pile, maka seharusnya tidak terjadi keretakan. Namun, pada kenyataannya terjadi retak vertikal yang disebabkan oleh tegangan tarik ke arah luar (σ 1 ) melampaui Modulus of Rupture. Modulus of Rupture beton kemudian diasumsikan mengalami reduksi akibat beban kombinasi dari clamp, menjadi sebagai berikut: =0.3 =0.3 50 1000=2121.75 kn/m 2 Sehingga bila dibandingkan lagi tegangan utama tarik yang didapat dengan kapasitas tahanan tarik material yang telah direduksi: σ 1 = 2375.61 kn/m 2 > 2121.75 kn/m 2 Dapat dilihat bahwa tegangan utama tarik yang timbul pada permukaan spun pile lebih besar daripada kapasitas tahanan materialnya, sehingga timbul retakan yang arahnya tegak lurus dengan arah gaya tarik tersebut (retakan vertikal). KoNTekS 6 S-71

5. KESIMPULAN Berdasarkan analisa tegangan yang telah dilakukan terhadap spun pile yang dipancang dengan menggunakan HSPD dengan bantuan aplikasi SAP2000 serta metode Lingkaran Mohr, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Muncul tegangan tarik pada permukaan spun pile akibat kombinasi beban vertikal dan horizontal dari clamp. Modulus of Rupture digunakan sebagai indikator perbandingan untuk memverifikasi penyebab keretakan pada spun pile. Modulus of Rupture diasumsikan mengalami penurunan/reduksi akibat beban kombinasi 3 dimensi. Tegangan tarik yang timbul lebih besar daripada Modulus of Rupture yang telah direduksi, sehingga dapat diverifikasi penyebab terjadinya keretakan tegak lurus arah tegangan (retak vertikal) pada spun pile. DAFTAR PUSTAKA Ashwell, D. G., Gallagher, R. H. (1976). Finite Elements for Thin Shells & Curved Members. John Wilet & Sons. Cook, Robert D. (1990). Konsep dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. PT. Eresco, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum. 2002. SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Pramono, Handi. (2004). Struktur 2D dan 3D dengan SAP2000. Penerbit Maxikom. Susatio, Yerri, Ir. MT. (2004). Dasar-dasar Metode Elemen Hingga. Penerbit ANDI, Jogjakarta. Tanuwidjaja, Hadi Rusjanto. (2011). Paper Indonesian Practical Experiences Investigating the Pile Design by Using High Capacity Push-In Jacks. S-72 KoNTekS 6