Pemberdayaan Pasar Tradisional Bantul Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR TAHUN TENTANG : PENGELOLAAN PASAR KAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOPERASI PASAR TRADISIONAL. A. Peran Strategis Pasar Tradisional Terhadap Perekonomian

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Arti Judul

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 28 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. yang secara langsung melakukan transaksi jual beli yang biasanya dengan pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 76 TAHUN : 2007 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan yang

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap usaha di sektor informal dituntut memiliki daya adaptasi yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA

BAB I PENDAHULUAN. merambah, tidak saja di Kota Jakarta, tetapi kota-kota lain di luar. apakah pasar tradisional akan tetap eksis di era munculnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BAB I PENDAHULUAN. pembeli berinteraksi. Pasar juga menjadi salah satu tempat dimana. menjadi pasar tradisional dan pasar modern.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan di daerah tersebut. Tinggi-rendahnya aktivitas perdagangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA BANDUNG

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Adanyaera globalisasi yang semakin pesat dan perkembangan gaya hidup

PASAR TRADISIONAL DENGAN KONSEP MODERN DI KABUPATEN PEMALANG

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil

PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN WILAYAH KECAMATAN TULAKAN KANTOR DESA NGUMBUL Jl.Raya Desa Ngumbul Kec.Tulakan Kode Pos 63571

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terjadi. Pada umumnya, semua pasar tradisional yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

Permasalahan Mendasar Daerah

PROPOSAL PENGAJUAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) KHUSUS BIDANG SARANA PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional dan keramaian pembeli serta pedagang didalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V PENUTUP. Pasar Baru merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Bandung yang. terletak di Pasar Baroeweg atau Sumedangweg (sekarang Jalan Oto

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PASAR DESA KEPADA PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN TAPIN

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi proses tawar-menawar. Pada pasar tradisional terdapat kios-kios atau gerai,

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

7. URUSAN PERDAGANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan.

Transkripsi:

Pemberdayaan Pasar Tradisional Bantul Yogyakarta Disusun Oleh : Nama : Alfian Ndaru P NIM : 11.11.5082 Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Pendidikan Pancasila STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 1

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi posisi pasar tradisional dan modern pasar dari aspek kelembagaan dan peraturan yang ada, untuk mengetahui dampak keberadaan pasar modern untuk bisnis ritel dikelola oleh koperasi, tradisional pasar dan usaha kecil dan menengah dan menyusun konsep pada pemberdayaan usaha ritel yang diterapkan oleh koperasi, pasar tradisional dan kecil dan perusahaan menengah. Masalah utama dari penelitian ini adalah posisi pasar tradisional dan modern pasar dilihat dari aspek institusional dan peraturan yang ada, dampak keberadaan pasar modern untuk bisnis ritail yang dikelola oleh koperasi, tradisional pasar dan usaha kecil dan menengah dilihat dalam aspek volume usaha dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan untuk kebutuhan belanja dan konsep untuk memberdayakan bisnis ritel yang diterapkan oleh koperasi, pasar tradisional, kecil dan menengah serta dampak perusahaan pasar modern terhadap volume bisnis pasar tradisional. Antara sebelum dan setelah adanya modern sangat berbeda, di mana bisnis volume pasar tradisional lebih tinggi sebelum adanya pasar modern, sementara variabel harga jual dan jumlah pekerja hanya sedikit perbedaan. Tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah pekerja dan harga jual komoditas, keputusan untuk berbelanja di pasar modern sangat dipengaruhi oleh faktor : kenyamanan, sanitasi, ketersediaan fasilitas lainnya, dan keputusan konsumen untuk berbelanja di pasar tradisional sangat dipengaruhi oleh jarak dan kebiasaan berbelanja. 2

BAB I A. Latar Belakang Masalah Keberadaan pasar tradisional dalam beberapa tahun terakhir mulai menghadapi ancaman bahkan dikhawatirkan akan semakin banyak yang gulung tikar dalam waktu tidak lama lagi karena tidak mampu bersaing menghadapi semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau pasar modern yang merambah hingga ke pelosok permukiman penduduk. Masyarakat pun tampaknya lebih memilih berbelanja di pasar-pasar modern dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, kualitas barang, sampai alasan demi gengsi. Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya arus ditribusi kebutuhan pokok, dll yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi pasar tradisional. Menghadapi kondisi persaingan yang tidak seimbang antara pasar tradisional dan pasar modern, Pemerintah Daerah sebenarnya telah berupaya memperbaiki penampilan pasar tradisional yang selama ini dicitrakan becek, kumuh, semrawut, dan tidak ada kepastian harga. Upaya renovasi pasar tradisional pun menjadi salah satu program Pemerintah Kota Bantul untuk merevitalisasi pasar-pasar tradisional yang hampir kehilangan pembeli. Dengan menjalin kerjasama bersama investor, Pemerintah Kota Bantul telah melakukan revitalisasi terhadap sejumlah pasar tradisional, disetiap kecamatan yang berada di Bantul. Namun, upaya ini ternyata berujung pada permasalahan baru karena banyak pedagang lama yang tersingkir akibat tidak mampu membeli kios baru. Ada pula pedagang yang memilih berjualan di luar kompleks pasar karena di dalam tidak laku, terutama di pasar yang bangunannya lebih dari satu lantai. Ketidakpuasan juga muncul dari Koperasi Pasar yang merasa tersingkirkan karena tidak pernah dilibatkan lagi dalam pengelolaan pasar oleh pengelola pasar yang baru. Pengelola baru dinilai lebih berorientasi pada peningkatan laba, sehingga merugikan Koprasi pasar karena sumber-sumber pendapatan yang biasanya diperoleh melalui jasa kebersihan, pemeliharaan WC, dan listrik sekarang diambil alih oleh pengelola baru. 3

Berbagai permasalahan tersebut menempatkannya dalam posisi tidak berdaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, apalagi untuk memperjuangkan kepentingan para pedagang tradisional yang menjadi anggotanya. Alih-alih meningkatkan daya saing para pedagang tradisional, kenyataannya program renovasi pasar tradisional justru menyebabkan para pedagang tradisional menjadi semakin termarginalkan di tengah derasnya arus kapitalisme. Kondisi inilah yang melatarbelakangi perlunya pengkajian mengenai kebijakan pengelolaan pasar yang dilakukan Pemerintah Kota Bantul. Pengelolaan pasar memerlukan desain perlu dilakukan pengkajian dengan menggunakan metode analisis kebijakan sehingga hasil studi dapat menjadi pertimbangan utama bagi perumus kebijakan dalam formulasi kebijakan. Fokus analisis adalah kebijakan apa yang perlu diambil atau dilakukan oleh pemerintah Kota Bantul agar revitalisasi pasar tradisional tidak semakin memarginalkan para pedagang tradisional, tetapi justru meningkatkan daya saing mereka. 4

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang yang diuraikan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini berfokus pada evaluasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan pasar di Kota Bantul. Secara rinci, fokus masalah tersebut dirumuskan dalam sejumlah pertanyaan kajian sebagai berikut: 1. Bagaimana evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan pasar di Kota Bantul? 2. Bagaimana model revitalisasi pengelolaan pasar tradisional yang dapat meningkatkan daya saing dengan pasar modern? 5

BAB II A. Pendekatan 1. Historis Pasar Bantul terletak dijantung ibukota Kota Bantul. Letaknya tepat berada disebelah barat jalur strategis jalan Jendral Sudirman Bantul, yang berhubungan langsung dengan akses jalur ke Kota Yogyakarta. Basar Bantul adalah salah satu pasar tradisional yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan, sejalan dengan kondisi dan situasi pada masanya. Pasar Bantul telah mengalami beberapa kali perluasan dan rehabilitasi. Hingga saat ini kondisi Pasar Bantul sudah cukup baik dan tertata. 2. Sosiologis Secara fisik kondisi Pasar Bantul dengan dukungan bangunan yang sudah komplit seperti diatas, maka Pasar Bantul merupakan saru-satunya pasar tradisional yang terbesar di Wilayah Kabupaten Bantul. Sehingga pasaran (hari-hari yang paling banyak dikunjungi konsumen) di Pasar Bantul adalah merupakan pasar harian, namun pasaran yang paling ramai tetap pada pasaran Kliwon. Mereka berjualan menempati semua kios, bango, los, dan sebagian lagi di lokasi untuk pedagang plataran/ arahan. 3. Yuridis Dalam masalah kali ini pertumbuhan pasar modern terlalu menanjak pesat hingga mencapai pelosok desa. Hal ini lah yang menjadi bahan pembicaraan akhir-akhir ini. Pemerintahpun mau tak mau harus ikut bergerak. Karena semakin pesatnya pasar modern berkembang maka pasar tradisional dapat tersingkir karena tidak dapat mengimbangi persaingan. Dengan berbagai alasan para konsumen mulai beralih ke pasar modern di banding berbelanja di pasar tradisional. Alasannya bermacam-macam, dari gengsi hingga fasilitas yang 6

di tawarkan. Dalam mensikap hal ini Pemerintah Bantul mengeluarkan Peraturan Bupati Bantul Nomor 34 Tahun 2010 tentang penataan toko modern di Bantul. Dalam peraturan tersebut telah di atur sedemikian rupa dan telah di batasi keberadaan/ jumlah toko modern di setiap Kecamatan di Bantul. (KR 28 September 2010) 7

B. Pembahasan Makalah ini membahas tentang Partisipasi masyarakat dan Permusyawaratan/ musyawarah dimana berkaitan dengan sila ke lima keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Visi Kota Bantul adalah BANTUL PROJOTAMANSARI SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN AGAMIS. Arti Projotamansari : Produktif, Profesional, Ijo Royo-Royo, Tertib, Aman, Sehat, Asri. Selanjutnya, visi ini dijabarkan lebih lanjut dalam sejumlah misi, yang terkait dengan pengelolaan sektor perdagangan khususnya pasar tradisional dan modern adalah mengembangkan perekonomian yang adil. Dalam konsepsi ini, Kota Bantul akan dikembangkan sebagai pusat kegiatan jasa dan perdagangan dengan menekankan pada pengembangan infrastruktur, sarana, dan prasarana yang mendukung kemudahan dalam kegiatan jasa dan perdagangan. Dalam visi ini terkandung kepentingan untuk membentuk citra Kota Bantul sebagai kota jasa yang modern, sehingga perlu ada simbol-simbol modernisasi. Citra modern menjadi bagian proses pembangunan ekonomi yang dianggap dapat memacu kapasitas ekonomi daerah. Pabrik-pabrik atau perusahaan, pertokoan berkapasitas besar seperti mall (super dan hipermarket), pengembangan kawasan wisata, termasuk pengadaan perumahan elit (real estate) dan perkantoran menjadi pilihan Pemerintah Kota untuk menjadi mesin ekonomi. Pilihan terhadap sektor perdagangan dan jasa berkapital besar ini diharapkan dapat memberikan efek domino untuk merangsang tumbuhnya sektor ekonomi riil lainnya, seperti menyerap tenaga kerja, mendorong investasi, meningkatkan pendapatan per kapita, dll. Realisasi visi dan misi ini belum optimal mencapai hasil yang dikehendaki, khususnya bila dikaitkan dengan penataan wilayah Kota Bantul yang ingin mendorong perkembangan sektor perekonomian. Faktor pendukungnya, penduduk wilayah Bantul berkembang pesat, dengan tumbuhnya pembangunan pemukiman, telah terjadi pemekaran kecamatan dan kelurahan, namun hal ini tidak ditunjang dengan pertumbuhan investasi karena investor masih belum mau menanamkan modalnya di wilayah Bantul. Sebagai salahsatu ciri sarana perekonomian perkotaan, keberadaan pasar menjadi salahsatu sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial, dengan maksud untuk mengelola perkembangan pasar agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sekaligus peningkatan perekonomian masyarakat. Namun, maksud ini belum sepenuhnya tercakup dalam materi muatan perda karena hanya mengatur pengklasifikasian pasar menurut golongan dan jenis; ketentuan mengenai pendirian/pembangunan pasar dan penghapusan pasar; penunjukan dan pemakaian tempat berjualan; penyelenggaraan reklame, parkir, dan kebersihan di areal pasar; retribusi; kewajiban dan larangan; sanksi; dan ketentuan penyidikan. Sekalipun penamaan perda ini adalah pengelolaan pasar, pada kenyataannya tidak tercantum konsep pengelolaan pasar yang diterapkan di Kota Bantul. Pengklasifikasian pasar tidak 8

disertai dengan mekanisme pengelolaan bagi setiap golongan dan jenis pasar, padahal pengelolaan pasar induk tentu akan berbeda dengan pasar eceran. Pendefinisian pasar yang digunakan dalam perda ini sangat limitatif, hanya bersumber dari perspektif ekonomi dan cenderung bersifat normatif. Pasar adalah tempat yang disediakan dan/atau ditetapkan oleh Walikota sebagai tempat berjualan umum atau sebagai tempat memperdagangkan barang dan atau jasa yang berdiri di lahan milik/dikuasai Pemerintah Daerah. Selanjutnya ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta, Koperasi atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios dan meja yang dimiliki/dikelola oleh pedagang dengan usaha skala kecil dan modal kecil dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Kedua definisi di atas tidak menempatkan pasar dalam konsepsi dan pemaknaan yang sesungguhnya, sebagai tempat berlangsungnya interaksi lintas strata sosial dalam suatu masyarakat, tapi sebatas tempat berjualan umum. Bahkan pendefinisian pasar tradisional semakin tereduksi dengan kriteria serba marginal, seperti tempat usaha berskala kecil, modal kecil, dan proses transaksinya melalui tawarmenawar. Dalam kasus Kota Bantul, Pemerintah Kota berada dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, Pemerintah Kota ingin merevitalisasi pasar-pasar tradisional yang ada karena merupakan sumber PAD yang sangat potensial. Namun, disisi lain, Pemerintah Kota tidak mempunyai dana untuk merevitalisasi pasar. Anggaran yang disediakan pemerintah hanya biaya-biaya rehabilitasi ringan, penyediaan lahan, fasilitas umum dan sosial, seperti sarana jalan. Kondisi keuangan ini menjadi pendorong sehingga Pemerintah Kota tampaknya lebih mempertimbangkan kepentingan investor atau para pengusaha yang menanamkan modal dibanding mempertimbangkan nilai etis pembangunan yakni mendasarkan nilai kemanusiaan dan pembebasan dari belenggu kemiskinan. Maraknya pembangunan pasar-pasar modern justru dipertanyakan kemanfaatan secara meluas, karena melahirkan ketimpangan. Mal menyedot keuntungan pedagang kecil, dan mengalir ke supermarket-supermarket itu. Dengan demikian pasar tradisional juga kian tersingkirkan. Tidak heran jika muncul sengketa dan resistensi para pedagang tradisional yang telah lama menghuni pasar-pasar desa atau perkampungan. Bahkan model restrukturisasi pasar tradisional yang dibangun atas nama kelayakan juga melahirkan persoalan baru, karena makin mahalnya pengelolaan pasar bergaya modern itu dan akibatnya harga sewa tidak terjangkau oleh pedagang. Mudrajad Kuncara, mengungkapakan pasar tradisional sangatla penting bagi penerus kebudayaan bangsa untuk melestarikan kebudayaan Indonesia Mei 2008 (hal 49) 9

Bab III Kesimpulan dan Saran Dengan demikian secara teoritis dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat melalui berbagai tahapan pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan) akan berpengaruh terhadap keberhasilan program. Artinya, semakin tinggi dan semakin proporsional (lengkapnya proses atau tahap yang dilalui) partisipasi masyarakat pada program yang akan dilaksanakan akan semakin tinggi penilaian masyarakat tentang keberhasilan program tersebut. Oleh karena partisipasi yang tinggi akan memunculkan tanggung jawab yang tinggi pula dan semakin tinggi tanggung jawab serta peran dari masyarakat dan pihak pendukung pada gilirannya akan menentukan keberhasilan program tersebut. Partisipasi masyarakat diwujudkan dalam perencanaan misalnya dalam merencanakan konsep pembangunan pasar tradisional itu sendiri dan sarana prasarana pendukungnya. Pelaksanaan juga penting, masyarakat sebaiknya menjaga dan melakukan pemeliharaan baik dari kebersihan, kerapian, dan ketertiban di pasar tradisional. Dengan demikian, selain bisa meningkatkan mutu dan kualitas pasar tradisional itu sendiri, masyarakat yang dulunya enggan untuk pergi ke pasar tradisional akan berminat untuk berbelanja di pasar tradisional dibandingkan dengan di supermarket atau mall, sekaligus juga bisa menjadi sarana untuk pengembangan dan wisata budaya dari masyarakat Bantul itu sendiri serta dapat menarik minat para wisatawan. 10

Referensi a) Surat kabar Kedaulatan Rakyat (28 September 2010 ) b) www.google.com c) Mudradjad Kuncoro, Strategi Pengembangan Pasar Tradisional, KADIN, Mei 2008. (hal 49) 11

Nama : Alfian Ndaru Primantoro Kelas : TI 07 NIM : 11.11.5082 Kelompok : D 12