WISATA BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) DI DESA TOMPOBULU TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG. Nur Hayati

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGUNJUNG WISATA ALAM BANTIMURUNG. Wahyudi Isnan

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya mengalami perkembangan yang positif. Keselarasan antara

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rian Heryana, 2013

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi dan Kreatif posted : 24 Oktober 2013, diakses : 8 Maret 2015)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

BAB 1 PENDAHULUAN. wisata alam tersebar di laut, pantai, hutan dan gunung, dimana dapat

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

UPAYA PENGAMANAN TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG MELALUI PEMBANGUNAN DESA WISATA. Nur Hayati

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 ( 5 April 2016).

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) WISATA BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) DI DESA TOMPOBULU TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl.Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, Sulawesi Selatan, Kode pos 90243 Telp. (0411) 554049, Fax. (0411) 554058 E-mail : hytslo@yahoo.com ABSTRAK Keberadaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung oleh sebagian masyarakat di sekitar taman nasional dianggap membatasi ruang gerak masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya kawasan sebagai sumber mata pencaharian. Desa Tompobulu merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, sehingga di desa tersebut pernah terjadi konflik pemanfataan sumberdaya kawasan oleh masyarakat dengan pihak taman nasional. Kondisi ini menuntut adanya suatu solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Salah satu pemanfaatan hutan secara tidak langsung di Desa Tompobulu adalah pemanfaatan jasa lingkungan hutan untuk wisata. Desa Tompobulu memiliki banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Potensi wisata yang terdapat di Desa Tompobulu terdiri atas potensi fisik kawasan dan potensi sosial masyarakatnya. Dengan pengembangan wisata berbasis masyarakat, masyarakat bukan hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek dari kegiatan wisata tersebut. Di samping itu wisata berbasis masyarakat ini diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, mengurangi kemiskinan, sekaligus dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemanfaatan sumberdaya kawasan hutan. Kata Kunci : Wisata, masyarakat, jasa lingkungan, hutan, Desa Tompobulu I. PENDAHULUAN Taman Nasional (TN) merupakan salah satu kawasan konservasi yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan ekosistem beserta komponennya dari suatu kawasan. Lokasi TN seringkali berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Bahkan, tidak jarang terjadi masyarakat sudah mendiami kawasan sebelum ditetapkan sebagai taman nasional. Hal ini yang menyebabkan 45

Info Teknis EBONI Vol. 11 No. 1 Mei : 45-52 terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak taman nasional terkait pemanfaatan sumberdaya kawasan. Masyarakat yang telah lama tinggal di dalam kawasan secara turun temurun memenuhi kebutuhan hidupnya dari kawasan hutan. Semakin lama jumlah masyarakat semakin bertambah dan kebutuhan sumberdaya kawasan yang dimanfaatkan juga semakin bertambah. Kondisi tersebut memicu terjadinya konflik dan menuntut adanya suatu solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Salah satu pemanfaatan hutan secara tidak langsung adalah pemanfaatan jasa lingkungan hutan untuk wisata. Pelaksanaan program wisata sudah banyak dilakukan, namun seringkali tidak melibatkan masyarakat. Padahal melalui kegiatan wisata masyarakat dapat memperoleh keuntungan secara ekonomi sekaligus dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemanfaatan sumberdaya kawasan hutan. Untuk itu, dibutuhkan suatu bentuk program wisata yang memposisikan masyarakat bukan hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek dari kegiatan wisata tersebut. Desa Tompobulu merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Bantimurung Bulusaraung. Keberadaan TN Bantimurung Bulusaraung oleh sebagian masyarakat di sekitar taman nasional dianggap membatasi ruang gerak masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya kawasan sebagai mata pencaharian. Dengan adanya ekowisata berbasis masyarakat diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan, karena penghasilan ekowisata dapat berupa biaya wisata dari pengunjung, seperti upah jasa pemandu, homestay, menjual makanan dan minuman, barang kerajinan, dan lain-lain. II. KONDISI UMUM DESA TOMPOBULU Desa Tompobulu berada di Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, jaraknya kurang lebih 71 km dari Kota Makassar. Desa tersebut berada di antara landskap karst pada Kabupaten Pangkep. Pada sisi lain dari desa ini dapat dilihat topografi pegunungan yang juga merupakan rute menuju Pegunungan Bulusaraung, Air Terjun Kampoang, dan lokasi Air Terjun Tombolo. Jenis tanah pada kawasan ini adalah jenis Eutropepts, yang pada umumnya ditemukan pada daerah yang mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Secara geografis kawasan Desa Tompobulu berada pada 119 o 46 03,613 BT dan 04 o 55 35,432 LS (BPS, 2013). 46

Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Secara administratif kawasan Desa Tompobulu, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep berbatasan sebagai berikut : Utara : Desa Lanne, Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep Timur : Desa Pattanyamang, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros Selatan : Desa Balleangin, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep Barat : Desa Rompegading, Kecamatan Cenrana dan Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros Desa Tompobulu terkenal dengan keindahan alamnya yang masih alami dengan suasana alam yang sejuk, karena berada pada ketinggian ± 700 meter dari permukaan laut dan suhu rata-rata wilayah ini 30 o C (BPS, 2013). Desa ini merupakan titik awal pendakian menuju puncak Gunung Bulusaraung yang dimulai sekitar 2 kilometer dengan medan yang tidak terlalu sulit. Desa ini memiliki posisi strategis karena merupakan tempat persinggahan pengunjung yang akan berkunjung ke objek lainnya. Tidak mengherankan bila desa ini dijadikan Desa Wisata (DEWI). Keberadaan DEWI ini diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran lokal. Kondisi sumberdaya alam potensial di Desa Tompobulu masih baik, seperti flora fauna, batuan dan gejala alam berupa kabut dan pemandangan alam yang indah. Luas Desa Tompobulu 57,52 ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.851 jiwa, sehingga kepadatan penduduknya sebesar 32 jiwa/km 2 (BPS, 2013). Desa Tompobulu sering dikunjungi wisatawan, sehingga sebagian dari warga setempat membuat tempat penginapan alternatif. Ada banyak rumah penduduk yang bisa disewa sebagai homestay. Selain itu, di sepanjang jalan wilayah ini, banyak dijumpai rumah peristirahatan (gazebo) yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat peristirahaan sementara. Selain hawanya yang sejuk, salah satu hal yang paling menarik saat berada di wilayah desa wisata ini adalah bunyi serangga khas hutan akan terus mengalun menemani perjalanan wisatawan. Suara serangga tersebut seperti nyanyian alam, yang dapat membuat rasa tenteram, rasa syukur atas nikmat dan kebesaran Tuhan. Sejak Tahun 2007 Gunung Bulusaraung dicakup dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul), sehingga Desa Tompobulu terintegrasi dengan kawasan karst TN Babul yang luasnya mencapai 43.750 hektare (Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 2008). Sejak saat itu pula Desa Tompobulu menjadi 47

Info Teknis EBONI Vol. 11 No. 1 Mei : 45-52 desa wisata alam. Setiap hari Sabtu dan Minggu, banyak pendaki yang memasuki wilayah ini menuju puncak Gunung Bulusaraung. Bagi yang sudah bosan dengan pemandangan hutan pinus, panorama karst yang sangat unik di Desa Tompobulu sangat layak jadi alternatif. Karst TN Babul merupakan karst terindah di dunia (Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 2008). Sebagai salah satu obyek wisata alam yang banyak dikunjungi oleh para pencinta alam, Desa Tompobulu dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan mobil atau sepeda motor dari Kota Makassar selama kurang lebih tiga jam perjalanan. Pengunjung dapat menikmati panorama alam desa yang berada di kaki Gunung Bulusaraung, sekaligus pengunjung dapat menikmati kehidupan tradisional dan keramahtamahan penduduknya. III. PENGEMBANGAN WISATA BERBASIS MASYARAKAT Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pengembangan pariwisata dengan tingkat keterlibatan masyarakat setempat yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek sosial dan lingkungan hidup. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas (CIFOR, 2004). Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF Indonesia, 2009). Khusus untuk lokasi Desa Wisata (DEWI) Moslem Tompobulu, direncanakan pengembangan program yang telah dicanangkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pangkep, yaitu CBT (Community Based Tourist). Pada program tersebut rumah penduduk dijadikan homestay bagi para wisatawan yang akan berkunjung. Selain itu, terdapat juga wisata tracking Bulusaraung, Leang Sumpang Bita dan Leang Elle Masigi serta kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (karst). Penataan ruang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangkep. Saat ini Desa Wisata Tompobulu sedang mempersiapkan akomodasi (homestay) bagi pengunjung mancanegara. Kondisi penduduk sangat mendukung dan dapat berpartisipasi langsung dalam kegiatan pariwisata. Unsur keunikan dapat terlihat dari budaya yang cukup kuat dan masih dipegang teguh oleh masyarakat, yaitu 48

Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Peraturan Desa berupa penerapan syariat Islam, yaitu setiap wanita diwajibkan memakai jilbab dari anak-anak sampai orang tua. Hal ini didukung oleh adanya Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 48 Tahun 2007 tentang penetapan Desa Tompobulu sebagai desa bernuansa Islami. Terdapat pula aturan bagi setiap kaum lakilaki yang akan menikah harus menanam pohon kayu sebanyak 10 pohon sebelum ditandatangani izin kawinnya (Surat Keputusan kepala Desa Tompobulu Nomor 01 tahun 2006 tentang pelestarian kawasan hutan Desa Tompobulu). Bahkan, terdapat kesepakatan acara perkawinan atau kegiatan gotong-royong harus dilaksanakan setiap hari Jumat, karena semua masyarakat di Desa Tompobulu sedang libur dan tidak pergi ke kebun (Hayati et al., 2013). Ekowisata merupakan suatu model pengembangan pariwisata di daerah yang masih alami atau daerah yang dikelola secara kaidah alam untuk menikmati dan menghargai alam dengan segala bentuk budaya yang menyertainya yang mendukung konservasi, melibatkan unsur pendidikan dan pemahaman, memiliki dampak yang rendah, serta secara aktif melibatkan sosio ekonomi masyarakat setempat (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2001). Menurut Wibowo (2003), ekowisata mengandung unsur penghargaan (rewarding), pengkayaan (enriching), petualangan (adventourism), serta proses belajar (learning) yang terkait dengan objek wisata yang dikunjungi. Wisata berbasis masyarakat di Desa Tompobulu dapat dikembangkan berdasarkan potensi objek wisata dan kesiapan masyarakatnya. Bentuk kegiatan wisata yang relevan bagi Desa Tompobulu adalah wisata berbasis masyarakat. Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan semua keuntungan yang diperoleh. Menurut Sastrayuda (2010), untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan suasana kondusif, yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama secara aktif dan berkelanjutan. Secara formal pengembangan wisata berbasis masyarakat ini merupakan kebijakan resmi pemerintah sebagaimana tersirat dalam prinsip kepariwisataan Indonesia yang dirumuskan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang mencakup prinsip: 1. Masyarakat sebagai kekuatan dasar; 49

Info Teknis EBONI Vol. 11 No. 1 Mei : 45-52 2. Pariwisata: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat; serta 3. Pariwisata adalah kegiatan seluruh lapisan masyarakat, sedangkan pemerintah hanya merupakan fasilitator dari kegiatan pariwisata (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF Indonesia, 2009). IV. KELEMBAGAAN MASYARAKAT Salah satu aspek dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah kelembagaan. Dalam pengelolaan ekowisata, diperlukan penguatan kelembagaan lokal secara kontinu dalam mendorong usaha mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil. Menurut CIFOR (2004), pengembangan wisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatan kerjasama antar parapihak, termasuk pemerintah, masyarakat, usaha pariwisata, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan lembaga penelitian pada semua tahap. Pendekatan multipihak ini diharapkan dapat menyelaraskan persepsi tentang tujuan pariwisata berbasis masyarakat dan mendukung tercegahnya dampak dari pembangunan sektor pariwisata yang tidak diinginkan dan menjadi landasan untuk mengatasi masalah. Hal ini dikarenakan kegiatan ekowisata tidak hanya menimbulkan dampak positif saja, tapi dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan objek ekowisata maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat (Supriana, 1997). Menurut Lynn dan Brown (2003), kegiatan ekowisata di kawasan wisata alam dapat menyebabkan dampak seperti erosi, pelebaran dan pelumpuran di jalan setapak, kerusakan tumbuhan, kebakaran, dan sampah yang kesemuanya dapat mengurangi kualitas lingkungan wisata alam dan pengalaman wisata dari pengunjung. Untuk mengembangkan wisata berbasis masyarakat, terutama pada tahap awal, pendampingan masyarakat dibutuhkan agar masyarakat terlibat dalam seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan. Pihak taman nasional telah memfasilitasi terbentuknya kelompok Pemuda Pengelola Ekowisata Dentong di Desa Tompobulu yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangkep dan pihak desa pada tahun 2010. Rencana kerja kelompok pada tahun 2013-2018, antara lain : pembangunan pos pemantauan kegiatan dalam kawasan konservasi 50

Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dan wisata alam Desa Tompobulu, peningkatan SDM pengelola ekowisata, observasi dan identifikasi objek-objek daya tarik wisata alam, pengembangan industri kreatif untuk produksi kerajinan lokal, dan kerjasama dengan ibu-ibu PKK dan masyarakat sekitar untuk pengelolaan homestay. Melalui keterlibatan masyarakat, diharapkan keterampilan dan percaya diri akan semakin berkembang. Kelompok Dentong beranggotakan 11 orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa seksi, di antaranya : seksi pemantauan dan pengawasan kegiatan wisata di kawasan wisata alam dan konservasi Desa Tompobulu, Seksi kepemanduan dan homestay, dan seksi kerajinan dan seni budaya. Sistem pembagian tugas kelompok Dentong untuk menjaga pos tiket dibagi menjadi 2 shift. Tiap kelompok terdiri dari 5 orang yang bertugas bergantian setiap minggunya. Kelompok inilah yang ditunjuk oleh Desa Tompobulu dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk mengelola objek wisata pendakian Pegunungan Bulusaraung. V. KESIMPULAN Desa Tompobulu memiliki banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan untuk menjadi objek wisata. Potensi wisata yang terdapat di Desa Tompobulu terdiri atas potensi fisik kawasan dan potensi sosial masyarakatnya. Pengembangan suatu destinasi wisata, tidak selalu dibutuhkan suatu program yang terlalu berlebihan dari pemerintah daerah, melainkan pemerintah daerah harus lebih cermat melihat keunikan dan kekhasan komunitas masyarakat dalam menjaga lingkungan dan menjalani aktivitas budayanya. Ada upaya anggota masyarakat dengan memanfaatkan pengetahuan lokal (local knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) yang dimilikinya untuk menjaga dan mengembangkan sektor pariwisata, karena masyarakat lokal dalam komunitasnya lebih mengetahui kondisi dan keadaan daerahnya, dibandingkan dengan orang atau pihak lain di luar komunitasnya. Oleh sebab itu, dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan, diharapkan tetap memperhatikan dan melibatkan anggota komunitas masyarakat di level apapun dalam pengembangan wisata berbasis masyarakat. Dalam hal ini dibutuhkan peran pemimpin lokal (local leader) yang lebih bijaksana dan lebih mengetahui kondisi dan seluk beluk realita masyarakatnya. Kehadiran dan peran pemimpin lokal dalam komunitasnya, dapat dijadikan figur dalam mengembangkan pariwisata di daerahnya. 51

Info Teknis EBONI Vol. 11 No. 1 Mei : 45-52 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pangkep. 2013. Kabupaten Pangkep Dalam Angka 2013. Pangkep. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bappedal). 2001. Kriteria Pengembangan Ekowisata Dalam Rangka Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Di Taman Nasional & Taman Wisata. Bappedal. Jakarta. 42 h CIFOR. 2004. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. CIFOR. Bogor. Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF Indonesia. Jakarta. Hayati N., Kadir W, Evita H. 2013. Laporan Hasil Penelitian Valuasi Potensi dan Manfaat Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Tidak Diterbitkan. Lynn N.A. dan D.B. Brown. 2003. Effect of Recreational Use Impacts on Hiking Experiences in Natural Area. In Jogn Rodiek (Ed) Lanscape and Urban Planning. International Journal of Lanscape, Ecology, Planning and Design, 64 (1-2) : 77-87 Sastrayuda, Gumelar S. 2010. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi pengembangan dan pengelolaan resort and leisure. http://file.upi.edu/direktori/fpips/lainnya/gumelar_s/hand_out_ MATKUL_KONSEP_RESORT_AND_LEISURE/PENGEMBANGAN_KAWAS AN_DESA_WISATA.pdf. Diakses Tanggal 24 Oktober 2013. Supriana N. 1997. Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam. Planning Sustainable Tourism. ITB. Bandung. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008-2027 Kabupaten Maros dan Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. Maros. Wibowo, Siswantinah. 2004. Analisis Hubungan Preferensi Pengunjung Dengan Nilai Jasa Lingkungan Ekowisata Studi di TNGP. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor 52