JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM. Oleh : IMAM ASARI DIA 008 241

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. juga diatur mengenai waris Islam yang di dalamnya membahas mengenai mafqud

TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA)

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN

SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram )

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

KAJIAN YURIDIS JUAL BELI HAK WARIS ATAS WARISAN YANG BELUM TERBAGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)

PENYELESAIAN PERKARA MAFQUD DI PENGADILAN AGAMA MAFQUD CASE SOLUTION IN RELIGIOS COURT

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS BAGI AHLI WARIS YANG DALAM KEADAAN TAK HADIR DAN PULANG KEMBALI*1

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

SKRIPSI. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA IJIN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Nomor 1187/Pdt.G/2013/PA Bpp.)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA

PROSES PEMBUKTIAN SEORANG ANAK LUAR KAWIN TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA MELALUI TES DNA

ORANG HILANG (MAFQUD) (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Nomor. 0102/Pdt.P/2014/PA.Btl)

LEGAL MEMORANDUM ATAS KASUS PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN NOMINEE AGREEMENT YANG MENDAHULUI PERALIHAN HAK ATAS TANAH ABSTRAK

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh : IMAM ASARI DIA 008 241 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2012

Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh : IMAM ASARI DIA 008 241 Menyetujui Mataram, 2012 Pembimbing Utama Sugiyarno, SH.,MH NIP. 19531225 1984 03 1 003

Abstrak KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh: Imam Asari Hukum kewarisan nasional yang dicita-citakan dan yang sedang direncanakan dewasa ini bersumber pada Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penetapan,kedudukan dan akibat hukum dari orang hilang. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam pendekatan ini metode yang digunakan yaitu Perundang-undangan dan konsep, jenis bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier, teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen, sedangkan analisa yang digunakan adalah analisa kualitatif. Penetapan orang hilang dalam perspektif Kewarisan KUHPerdata yaitu mereka sebagai ahli waris yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada hakim untuk mengetahui penetapkan apakah orang hilang tersebut sudah meninggal atau masih hidup, sedangkan dalam perspektif Kewarisan Islam harus menunggu sampai umur orang hilang tersebut di anggap benar-benar meninggal sebagaimana yang ditetapkan oleh para ulama. Kesimpulan dari penelitian ini dapat penulis simpulkan menurut Kewarisan KUHPerdata harus mendapat keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan menurut Kewarisan Islam mash dianggap hidup tetapi harus ditunggu sampai batas-batas umur yang telah ditetukan oleh para ulama Kata kunci: Penetapan, kedudukan dan akibat hukum bagi orang hilang

Abstrak POSITION OF PEOPLE LOST IN PERSPECTIVE INHERITANCE CIVIL CODE (BW) AND ISLAMIC INHERITANCE LAW By: Imam Asari National inheritance law aspired and planned today are rooted in Islamic Law, Customary Law and Civil Law. The purpose of this study was to determine how the establishment, status and legal consequences of missing persons. The method used is a type of research is a normative legal research, which is a scientific procedure to find the truth by logic of the normative legal scholarship. In this approach, the method used and the draft legislation, the type of material used is a matter of law the law of primary, secondary and tertiary, technical collection of legal materials using the technique of document study, while the analysis used was a qualitative analysis. Determination of missing persons in the perspective of the Civil Code Inheritance them as heirs concerned must apply to a judge to determine whether setting the missing person is dead or alive, whereas in the perspective of Islamic Inheritance should wait until the age of the missing person is considered a really died as set by the scholars'. The conclusions of this study can be concluded according to the authors Inheritance Civil Code should be the judge's decision legally binding, while according to Islamic Inheritance mash considered life but must wait until age limits have ditetukan by the scholars' Keywords: Determination, status and legal consequences for missing persons

KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM WARIS ISLAM A. Latar Belakang Oleh : Imam Asasri Pendahuluan Hukum di Indonesia sampai dewasa ini masih menganut receptie theorie yang berasal dari pemerintah kolonial Belanda dahulu. Recepti theorie yang tidak mengakui berlakunya Hukum Islam dalam kalangan masyarakat Islam sendiri, sepanjang Hukum Islam itu belum merupakan adat bagi masyarakatnya. Usaha-usaha dan pembaharuan hukum harus segera di sesuai kan dengan kebutuhan msyarakat dan lebih dapat memahami dan menghayati hak dan kewajiban dalam hukum kewarisan yang bersifat nasional. Hukum kewarisan nasional yang sedang direncanakan dewasa ini bersumber pada Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata yang masih hidup dan ditaati dalam masyarakat. Indonesia sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam, unsur-unsur yang menjadi sumber pembentukan hukum kewarisan nasiaonal itu diduga dapat hidup subur. Di Indonesia terdapat pluralisme hukum kewarisan yaitu Hukum Kewarisan KUH Perdata, Hukum Kewarisan Islam, dan Hukum Kewarisan Adat: 1. Sistem Hukum Kewarisan Perdata Barat, yang tertuang dalam Burgelijk Wetboek ( Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang berdasarkan

ketentuan Pasal 131 I.S. jo. Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang Penundukan Diri Terhadap Hukum Eropa, maka BW tersebut berlaku bagi: a) Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa. b) Orang-orang Timur Asing Tionghoa. c) Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Indonesia yang menundukan diri kepada hukum Eropa. 2. Sistem Hukum Kewarisan Adat beraneka ragam pula sistemnya yang dipengaruhi oleh bentuk etis di berbagai daerah lingkungan hukum adat yang diberlakukan pada orang-orang Indonesia yang masih erat hubunganya dengan masyarakat hukum yang bersankutan. 3. Sistem Hukum Kewarisan Islam yang juga terdiri dari pluralisma ajaran, seperti ajaran Ahlus Sunnah Waljama ah, Ajaran Syi ah, ajaran Hajarin yang paling dominan di anut di Indonesia ialah ajaran Ahlus Sunnah Waljama ah (Mazhab Syafi i, Hanafi, Hambali dan Maliki), tetapi yang paling dominan pula diantara ajaran 4 (empat) mazhab tersebut di Indonesia di anut Syafi i. Semua hukum baik Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Perdata (KUH Perdata) menjamin setiap hak -hah orang yang mengatakan bahwa warisan terbuka apabila ada orang yang meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kedudukan orang hilang menurut hukum kewarisan Perdata dan hukum kewarisan Islam, maka penulis merumuskan permasalahan ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimanakah tata cara penetapan orang yang hilang sabagai pewaris menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam. 2). Bagaimanakah kedudukan orang hilang setelah ditetapkan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. 3). Apakah akibat hukum dengan adanya penetapan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari uraian dalam latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan : a). Untuk mengetahui tata cara penetapan orang hilang sebagai pewaris menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam. b). Untuk mengetahui kedudukan orang hilang setelah ditetapkan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. c). Untuk mengetahui apakah akibat hukum dengan adanya penetapan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan

KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a). Manfaat Teoritis: Untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum kewarisan. b). Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, pemerintah dan legislatif dalam pembentukan unifikasi hukum kewarisan di Indonesia. D. Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup yang menjadi fokus pembahasannya dibatasi pada: 1). Tata cara penetapan orang hilang menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam, 2). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewari dan ahli waris. E. Metode pendekatan Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam penulisan proposal ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan mendekati kebenaran guna memperoleh bahan hukum mengenai kedudukan orang hilang dalam perspektif kewarisan KUHPerdata (BW) dan Kewarisan Hukum Islam. Dalam pendekatan ini metode yang digunakan adalah: 1). Perundang-

undangan ( Statute Approach), Bahwa sahnya penulisan penelitian ini mengenai pengkatagorian dan penyelesaian kasus kedudukan orang hilang dalam Perspektif Kewarisan KUHPerdata (BW) dah Kewarisan Hukum Islam yang dikaji dari sudut pandang hukum normatif yaitu berdasarkan peraturan perundang-undanggan yang berlaku. 2). Konsep ( Conseptual Approach), Yaitu pendekatan yang mengkaji asas hukum, konsep hukum, prinsip hukum, dan pendapat para pakar mengenai isu hukum. E. Sumber dan Jenis Bahan Hukum 1. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum kepustakaan yang diperoleh dari analisis berbagai referensi baik peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian yang berkaitan dengan orang hilang (mafqud). Adapun jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a). Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum utama yang bersumber dari peraturan perundang-undangan (hukum positif Indonesia), Seperti KUH Perdata, Al-Qur an, Hadis, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberilan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian karya ilmiah buku-buku referensi dan dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan objek penelitian. c). bahan hukum tersier, yaitu bahan bahan hukum penunjang yang memeberikan petunjuk dan

pengertian terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, dan ensiklopedi. 2. Jenis Bahan Hukum Jenis bahan dan penelitian ini adalah menggunakan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari perundangundangan, literatur-literatur dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah yang diangkat dalam penulisan ini. F. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan bahan hukum diperlukan atau dipergunakan tekhnik studi dokumen. Tekhnik studi dokumen yaitu dengan membaca bahan-bahan tulisan ilmiah, buku-buku literatur, perundang-undangan yang dapat menjelaskan permasalahan dan pembahasan yang ada dalam penelitian. D. Analisis Bahan Hukum Dalam penulisan skripsi ini tekhnik analisa bahan hukum yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu memberikan pembahasan atau suatu penjelasan tentang bahan penelitian yang datanya mengarah pada kajian yang bersifat teoritis mengenai konsep-konsep dan berbagai bahan hukum lainnya. Hasil penelitian dari bahan hukum yang diperoleh secara tertulis dibahas untuk digunakan didalam penelitian ini.

Pembahasan A. Tata Cara Penetapan Orang Hilang Sebagai Pewaris Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) dan Menurut Hukum Kewarisan Islam. 1. Penetapan Orang Hilang sebagai Pewaris Menurut Kewarisan KUHPerdata (BW) Menurut Subekti Jikalau seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak memeberikan kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingan, sedangkan kepentingan-kepentingan itu harus diurus atau orang itu harus diwakili, maka atas orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan Jaksa, Hakim untuk sementara dapat memerintah Balai Harta Peninggalan ( Weeskamer) untuk mengurus kepentinggan- kepentingan orang yang berpergian itu dan perlu mewakili orang itu. Jika kekayaan orang yang berpergian itu tidak begitu besar, maka pengurusannya cukup diserahkan pada anggota-onggota keluarga yang ditunjuk oleh Hakim. 1 Jika sudah lima tahun lewat terhitung sejak hari keberangkatan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberikan kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, dan selama itu tak ada kabar yang menunjukan ia masih hidup, maka orang-orang yang berkepentingan, dapat meminta kepada Hakim supaya dikeluarkan suatu pernyataan yang menerangkan, bahwa orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu dianggap telah meninggal sebelum hakim mengeluarkan suatu pernyataan yang demikian itu, harus dilakukan dahulu suatu panggilan umum (antara lain memuat penggilan itu dalam surat -surat kabar) yang diulangi paling sedikit tiga kali lamanya. Hakim juga mendengar saksi-saksi yang dianggap perlu untuk mengetahui kedudukan perkaranya mengenai orang yang meningglkan tempat tinggalnya itu dan jika dianggapnya perlu ia dapat menunda pengambilan keputusan hingga lima tahun lagi dengan mengulangi panggilan umum. 2 1 R. Soebekti, Pokok-Pokok HukumPerdata, (Jakarta: Intermasa, 1982), hlm. 57-58. 2 Ibid.

2. Penetapan Orang Hilang sebagai Pewaris Menurut Kewarisan Islam Kata Al-Mafqud dalam bahasa Arab berarti Adl-Dlaa-i u berarti lenyap. Orang mengatakan: Farqadatis Syai-u idzaa adamathu adalah suatu yang dikatakan orang hilang apabila ia tidak ada. Menurut istilah ialah orang yang tidak ada, yang terputus beritanya dan tersembunyi kabarnya. Maka tidak diketahui apakah ia hidup atau sudah mati. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan masa yang dapat ditetapkan matinya orang hilang ada beberapa pendapat: 3 a. Golongan Hanafiah Golongan Hanafiah adalah mereka memperhatikan kematian teman-teman sebayanya yang ada di daerahnya. Apabaila temantemannya sudah tidak ada lagi, maka ditetapkan matinya. Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa masa yang ditetapkan mati adalah 90 tahun. b. Golongan Malikiyah Imam Malik berpendapat adalah bahwa masanya adalah 70 tahun, berdasarkan pada riwayan dalam hadis Mansyur: Usia umatku adalah antara 60 dan 70 tahun. Diriwayatkan dari padanya bahwa orang yang hilang didaerah (darul) Islam dan terputus beritanya, maka istrinya berhak mengajukan perkaranya kepada hakim. Lalu hakim menyelidikinya ditempat-tempat yang diduga ai berada, dengan menggunakan sarana yang memungkinkan untuk mangetahui keadaannya. Apabila tidak diketahui maka hakim menetapkan tempo bagi istrinya 4 tahun. Apabila tempo telah habis, maka istri beriddah dengan iddah wafat. Sesudah itu baru istri halal kawin dengan orang lain. c. Golongan Syafi iyah Imam Syafi i berpendapat bahwa masanya adalah 90 tahun. Ia merupakan matinya teman-teman sebayanya yang berada di daerahnya. Pendapat yang benar menurut beliau bahwa lama masa kematian itu tidak bisa ditetapkan dengan suatu masa tertentu. Tetapi apabila hakim bermaksud menetapkan kematiannya sesudah habisnya masa dimana hlm. 249-252. 3 Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995),

pada umumunya sudah tidak ada lagi orang yang hidup pada masa tersebut. d. Golongan Hanabilah Imam Ahmad berpendapat bahwa apabila seseorang itu hilang dalam suatu keadaan, dimana dalam keadaan itu terjadi kebinasaan, yang memebinasakan, seperti orang hilang diantara barisan tentara yang saling berperang ketika berkecamuk peperangan dan sangat sengit pertempuran itu, atau tenggelam kapal yang ia naiki, dimana sebagian penumpangnya selamat dan sebagiannya tenggelam, maka harus diselidiki selama empat tahun, apabila tidak ditemukan satu berita baginya, maka hartanya dibagikan kepada ahli warisnya, sesudah masa itu. Tetapi apabila ia orang hilang dalam suatu keadaan yang tidak terjadi kebinasaan, seperti orang yang pergi untuk berdagang, atau melancong, atau menuntut ilmu dan sebagainya maka dalam keadaan demikian ada dua pendapat: 1) Menunggu sampai 90 tahun sejak ia dilahirkan. 2) Diserahkan ijtihat hakim Pendapat dari golonhgan Hanafiyah, dan pendapat yang disetujui oleh mayoritas ulama, yakni menyerahkan mengenai batas waktu ini kepada Hakim, karena hal itu berbeda-beda menurut perbedaab negara (daerah) dan peribadi seseorang. Oleh karenanya serahkan saja masalah ini pada ijtihad hakim, agar ia menetapkan berdasarkan indikasi yang tampak, yang menunjukan atas kematian atau kebinasaannya. Pendapat inilah yang sesuai pemahaman dan lebih berguna bagi kemaslahatan. B. Kedudukan Orang Hilang Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) dan Hukum Kewarisan Islam Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris 1. Kedudukan Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Kewarisan KUHPerdata Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris

Ketentuan mengenai keadaan tidak ditempat atau keadaan tidak hadir temuat dalam BW Buku I. Undang-undang ini mengatur tentang keadaan tidak ditempat terdapat tiga masa atau tingkatan, yaitu masa persiapan, masa yang berhubungan dengan pernyataan bahwa orang yang meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia dan masa pewarisan secara difinitif. Adapun Pasal yang membahas tentang pewaris tedapat dalam Kitad Undang-Undang Hukum Perdata Buku I tentang Orang, Bab XVIII (tentang Keadaan Tak Hadir Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Lain Dari Pada Tionghoa). Bagian Keempat (Pasal 489,490,492), tentang hak - hak yang jatuh pada seseorang tak hadir yang hidup atau tiadanya disangsikan. Sedangkan pasal yang membahas tentang ahli waris terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku I tentang Orang, Bab XVIII (tantang Keadaan Tak Hadir, Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Lain Dari Pada Tionghoa dan Golongan Tionghoa), bagian keempat (pasal 476-477,480-482,484,486-487). Tentang hak-hak dan kewajiban para ahli waris dan mereka lain yang berkepentingan setelah adanya pernyataan tentang barangkali meninggal.

2. Kedudukan Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Kewarisan Islam Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris Dalam kedudukan sebagai pewaris, para ulama sepakat bahwa orang hilang tetap dianggap masih hidup selama masa hilangnya dan karenanya harta miliknya tidak dapat dibagikan kepada ahli waris dan juga isterinya tetap berstatus sebagai isteri, tentang sampai kapan orang hilang dinyatakan dalam status orang hidup itu, terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat untuk dapat menyatakan kematian orang mafqud, ia harus ditunggu sampai batas waktu tertentu yang ia tidak mungkin hidup lebih dari masa itu. Kepastian waktunya diserahkan kepada ijtihad imam. C. Akibat Hukum Dengan Adanya Penetapan Meninggal Dunia Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) Dan Hukum Kewarisan Islam 1. Akibat Hukum Menurut Kewarisan KUHPerdata (BW) Dalam hal orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu meninggalkan suatu penguasaan untuk mengurus kepentingankepentinggannya, maka harus ditunggu selam sepuluh tahun lewat sejak diterimanya kabar terakhir dari orang itu barulah dapat diajukan permintaan untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa si tak hadir telah dinyatakan barangkali meninggal dunia. Setelah dilakukan pernyataan itu oleh Hakim, maka para ahli waris baik yang menurut undang-undang maupun ditunjuk dalam surat wasiat berhak mengoper kekuasaan atas

segala harta kekayaan, asal saja dengam memeberikan jaminan bahwa mereka tidak akan menjual benda-benda itu. Apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya (hilang) dengan tak memberikan kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka keluarga yang berkepentingan bisa saja mengajukan langsung permohonan kepada pengadilan setempat untuk dapat diputuskan pembagian harta warisan dan kepastian meninggalnya orang yang hilang tersebut oleh hakim atau melapor kepada yang berwajib (polisi) bahwa salah seorang keluarganya telah hilang untuk melakukan penyidikan dan melakukan panggilan-panggilan di media masa serta media elektronik. Berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan, atas permintaan jaksa, hakim PN untuk sementara memerintahkan BHP untuk mengurus kepentingan orang yang hialang tersebut, jika kekayaan orang tersebut hanya sedikit cukup diserahkan kepada anggota-anggota keluarganya saja yang ditunjuk oleh hakim. 2. Akibat Hukum Menurut Kewarisan Islam Ahmad bin Hambal memisahkan kondisi waktu hilang: bila ia hilang dalam kondisi yang sangat mudah menimbulkan kematian seperti dalam peperangan atau kecelakaan yang menyebabkan tewasnya sebagian besar korban dan dalam kondisi biasa yang kecil kemungkinan timbul kematian seperti dalam perjalanan bisnis atau menuntut ilmu. Dalam kondisi pertama, seseorang yang hilang ditunggu selama 4 tahun; kalau tidak kembali dalam waktu itu harta dapat dibagikan dan isterinya masuk dalam iddah wafat. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Abu Bakar.

Tetapi, dalam keadaan kedua maka ia harus ditunggu sebagaimana yang ditetapkan oleh jumhur ulama. 4 4 Amir Sarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pranada Media, 2004), hlm. 132.

Penutup A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kedudukan orang hilang menurut Hukum Kewarisan Perdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam adalah: 1. Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Perdata dan Hukum Waris Islam: a). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Perdata, untuk memutuskan orang hilang, harus mendapatkan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum, dan jika orang tersebut kembali maka hak-hak dalam warisan harus dikembalikan pada orang yang hilang yang telah kembali tersebut. Tetapi dalam praktek memang belum pernah terjadi tetapi kalaupun terjadi para hakim di Penagdilan Negeri akan mengacu sesuai dalam KUH Perdata. b). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Islam, para ulama sepakat bahwa orang hilang tetap dianggap masih hidup selama masa hilangnya dan karenanya harta miliknya tidak dapat dibagikan kepada ahli waris dan juga isterinya tetap status sebagai isteri. Tentang sampaikapan orang hilang dinyatakan dalam status orang hidup itu, terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dan bila ia hilang dalam kondisi yang sangat mudah menimbulkan kematian seperti dalam peperangan atau kecelakaan yang menyebabkan tewasnya sebagian besar korban dan dalam kondisi biasa yang kecil kemungkinan timbul kematian seperti dalam perjalanan bisnis atau menuntut ilmu. Dalam kondisi

pertama, seseorang yang hilang ditunggu selama 40 tahun; kalau tidak kembali dalam waktu itu harta dapat dibagikan dan isterinya masuk dalam iddah wafat. Tetapi dalam keadaan kedua, maka ia harus ditunggu sebagaimana yang ditetapkan oleh jumhur ulama. B. Saran-saran Setelah menyimpulkan jawaban permasalahan di atas, maka penyusun memeberikan saran sebagai berikut: 1). mengingat kedudukan orang dalam KUH Perdata dan Hukum Kewarisan Islam sudah cukup jelas ditetapkan, sehingga peraturan yang telah ditetapkan tersebut dapat menjadi acuan bagi hakim-hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri. 2). diharapkan bagi masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak yang mempunyai masalah untuk menetapkan hak waris terhadap orang hilang maka harus melalui keputusan hakim untuk mendapatkan kekuatan hukum.

DAFTAR PUSTAKA Ash-Sahabuniy, Munammad Ali. 1995, Hukum Waris Islam, Surabaya: Al- Ikhlas Soebekti R. 1982, Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Cet. 16, Intermasa Syarifuddin, Amir. 2004, Hukum Kewarisan Islam, jakarta: Pranada Media Peraturan-Peraturan Soebekti R, Tjitrosudibio. 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Jakarta: Cet. 25, Edisi Revisi, Pradya Paramita