PERAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

SKRIPSI PERAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Kata dikuasai dalam pasal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

SKRIPSI PELAKSANAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

SKRIPSI PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN SEBAGAI AKIBAT PERTAMBANGAN PASIR PANTAI DI KABUPATEN MERAUKE

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA ANAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN PASIR DI KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGAWASAN KEGIATAN USAHA LAUNDRY SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kelompok maupun perorangan. Landasan hukum tersebut ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PERTANAHAN DALAM PENYELESAIAN SERTIPIKAT TANAH HAK MILIK GANDA (OVERLAPPING) UNTUK

PEDOMAN PEMBERIAN IZIN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DI JAWA TIMUR

SKRIPSI PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut dan memiliki potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN JUDUL PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SUMBANGAN PIHAK KETIGA PERDA KABUPATEN KONAWE SELATAN NO. 2 TAHUN

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI UNTUK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan Perkebunan

ABSTRAK. Kata kunci : Studi Kelayakan, Pemeriksaan Hukum, Izin Pertambangan. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN KECAMATAN BERBAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN BERKENAAN DENGAN INDUSTRI BATU BATA DI KECAMATAN PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

TERM OF REFERENCE (KERANGKA ACUAN KERJA) KEGIATAN PENINGKATAN PELAYANAN PERIZINAN/REKOMENDASI USAHA PERTAMBANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PERAN HOTEL KELAS MELATI DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA YOGYAKARTA

L E M B A R A N D A E R A H

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

PENEGAKAN HUKUM DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERJADINYA PENCEMARAN AIR SUNGAI DI KOTA DENPASAR AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH SABLON

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak kekayaan alam yang melimpah dengan berbagai

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. konservasi, lindung dan produksi. 2

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penulisan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya:

Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

SKRIPSI PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG BERKENAAN DENGAN PERTAMBANGAN MINERBA DI KOTA SAMARINDA BERDASARKAN PP 78 TAHUN 2010

BOY SALOMO LEONARD SAMOSIR

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERLINDUNGAN KAWASAN HUTAN MELALUI PENGAWASAN ALAT BERAT PERTAMBANGAN DI KAWASAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

SKRIPSI. Diajukan oleh : JIMMY HENRY NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERKAIT GALIAN C DI DESA SEBUDI KABUPATEN KARANGASEM

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI

SKRIPSI WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI DI DAPUR ROTI BU HARYATI

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PENGELOLAAN LOGAM TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH

BUPATI PASER PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor 9

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia dalam bumi negara kita ini. Contohnya

Transkripsi:

JURNAL PERAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan Oleh : MANDA SEREVINA FRANSISCA PUTRI N P M : 100510355 Program Studi : Ilmu Hukum Program kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2014

PERAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN Manda Serevina Fransisca Putri, FX. Endro Susilo, Hyronimus Rhiti Progam Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT The research discusses the role of the Permit Service Office (KPP) in Supervising the Civil Mining in the Sleman Regency. The research focuses on two research problems. The first problem is to understand the role of the Permit Service Office (KPP) in supervising the civil mining in the Sleman Regency. The second problem is to find the obstacles faced by the Permit Service Office (KPP) in supervising the civil mining in the Sleman Regency. The research is an empirical research which focuses on the law environment s behavior. The research is done directly to the respondent as the main data and is supported by the secondary data which is parted into primary law sources and secondary law sources. The result of the research is that the Permit Service Office (KPP) do not supervise the civil mining in the Sleman Regency. It is because the civil mining activity is stopped after the Merapi eruption and is converted to the Normalization of the River Area term.. The supervision of this program is done by the Environmental Office (KLH) and the Water Energy and Mineral Resources Office (SDAEM). The obstacles faced by these offices is the limited amount in both the human resources and the fund. Keywords: Permit Service Office (KPP), Civil Mining, Normalization of the River 1

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang begitu melimpah bagi kelangsungan hidup umat manusia merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satunya adalah sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang kaya akan mineral tambang atau bahan galian. Bahan galian yang dikelola secara bijaksana dan berdaya guna akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Hasil dari pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian tersebut juga berperan signifikan bagi pembangunan negara. Hal itu secara langsung diwujudkan dalam peningkatan devisa negara melalui pajak atau kewajiban untuk membayar royalti kepada negara, dan juga deviden. Di samping itu, sektor pertambangan juga berkontribusi bagi pengadaan lapangan kerja. Namun, sektor pertambangan ini juga memunculkan persoalan. Kegiatan pertambangan tidak jarang memunculkan persoalan lingkungan baik pencemaran maupun perusakan (tiada pertambangan tanpa merusak lingkungan). Selain itu timbul juga konflik atau sengketa yang biasa terjadi antara masyarakat dengan perusahaaan tambang serta pemerintah. Kebanyakan sengketa itu dipicu oleh keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan tambang, tidak sesuainya ganti kerugian yang diberikan dan lain sebagainya. 2

Penguasaan seluruh mineral tambang ada pada negara, seperti yang telah dijabarkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara menduduki posisi sentral selaku pihak yang menguasai dan mempergunakan bahan galian yang merupakan asset nasional, sehingga negara memiliki wewenang untuk mengatur hubungan hukum antara negara dengan subjek hukum. Salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki potensi dan kekayaan alam yang cukup besar dalam bidang pertambangan adalah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah 57.482 Ha atau 574,82 Km2. 1 Potensi pertambangan yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman ini tentunya menarik minat para pelaku pertambangan, baik masyarakat sekitar maupun pelaku usaha pertambangan lainya. Di wilayah kabupaten ini hanya terdapat bahan tambang mineral bukan logam dan batuan. Karena potensi mineral yang terdapat di Kabupaten Sleman hanya berupa mineral bukan logam dan batuan, maka pelakunya hanya dalam skala menegah dan kecil dalam bentuk pertambangan rakyat. 1 http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah,pemerintah Kabupaten Sleman, Letak dan Luas Wilayah. 3

Mayoritas pertambangan ini dikelola oleh masyarakat sekitar (pertambangan rakyat) dengan mempergunakan peralatan yang sederhana dan biaya yang tidak terlalu besar. Selain itu juga tidak diperlukan keterampilan khusus. Kegiatan pertambangan yang dilakukan merupakan pekerjaan turun menurun yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Tidak ada pengawasan yang dilakukan terhadap pertambangan ilegal tersebut. Pengawasan merupakan hal penting dalam setiap pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak 2. Oleh sebab itu, pengawasan sangatlah dibutuhkan agar suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik. Ini juga yang membuat para penambang tidak memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan tambang, sehingga kegiatan tersebut dilakukan sering kali tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Persoalan ini berjalan terus menerus dan tidak dikontrol hanya dibiarkan begitu saja. Dampak yang ditimbulkan sangat signifikan terhadap perubahan kondisi alam, kesuburan tanah, dan berpengaruh terhadap perubahan tata air. Kegiatan tambang yang dilakukan pun berdampak pada kesehatan masyarakat. Pemerintah yang seharusnya ada pada barisan terdepan untuk ambil bagian 2 Muchsan, S.H, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Pembuatan Aparatur Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm 37 4

dalam penyelesaian masalah yang terjadi, nyaris tidak terlihat dan tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi masalah yang timbul dari aktivitas tambang ini. Dampak negatif yang timbul sebagaimana yang telah diuraikan diatas merupakan salah satu faktor dari tidak berfungsinya Kantor Pelayanan Perizinan. Kantor Pelayanan Perizinan yang tidak berfungsi dengan baik nantinya tidak akan dapat melakukan pengawasan bagi kegiatan pertambangan itu sendiri. Berfungsinya Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan akan menekan dampak negatif yang timbul dari kegiatan pertambangan. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, salah satu persoalan hukum yang penting untuk diteliti yaitu peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam mengawasi pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman serta kendala atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan pengawasan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan mengenai Peran Kantor Pelayanan Perizinan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pertambangan Rakyat Di Kabupaten Sleman, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana peran Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman? 2. Apakah ada yang menjadi hambatan atau kendala dari Kantor Pelayanan Perizinan dalam melakukan pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman? 5

PEMBAHASAN A. Kantor Pelayanan Perizinan Dasar hukum terbentuknya Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman ini adalah Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 44 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan. Adapun visi dari Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman yaitu terwujudnya pelayanan perizinan yang sederhana, terbuka dan lancar. Agar terwujud visi yang dimaksud, maka misi yang akan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman adalah melaksanakan pelayanan perizinan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan perizinan. Kantor Pelayanan Perizinan melayani 81 jenis perizinan, termasuk Izin Pertambangan Rakyat. Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air Energi Dan Mineral. Koordinasi yang dilakukan berkaitan dengan penerimaan berkas permohonan izin oleh Kantor Pelayanan Perizinan sebelum diserahkan pada Dinas Sumber Daya Air Energi Dan Mineral. B. Pertambangan dan Pertambangan Rakyat Kegiatan pertambangan termasuk pertambangan rakyat diatur dalam Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok 6

Pertambangan yang kemudian diganti menjadi Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. IPR di Kabupaten Sleman diatur lebih lanjut dalam Perda No. 4 Tahun 2013 tentang Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam Dan Batuan. Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010, menghentikan kegiatan pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman. Namun, timbunan material pasca erupsi merapi tidak bisa di biarkan begitu saja. Material - material tersebut menutupi aliran sungai seperti Sungai Gendol, sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan berdampak pada kelestarian lingkungan. Kemudian agar masyarakat dapat kembali melakukan kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana mestinya, Pemerintah Kabupaten Sleman memberikan izin pertambangan pasca erupsi Gunung Merapi dengan istilah Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Sebagai akibat erupsi Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Sleman di samping harus mengevaluasi wilayah pertambangan, juga harus menormalkan kembali daerah aliran sungai yang tertimbun material. Oleh sebab itu, sambil menunggu ditetapkannya wilayah pertambangan, maka pemerintah Kabupaten Sleman menggunakan istilah Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Normalisasi Daerah Aliran Sungai Di Kabupaten Sleman merupakan kegiatan untuk mengembalikan fungsi sungai yang terganggu akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Erupsi Gunung Merapi yang terjadi membuat Sungai Gendol dipenuhi oleh timbunan material. Timbunan material tersebut menutup jalannya lahar dingin yang dikhawatirkan meluap kekanan dan kiri 7

sungai. Hal ini dikarenakan keadaan sungai yang semakin mendangkal, sehingga harus dinormalkan kembali dengan mengambil timbunan material yang ada di sunagi tersebut. Oleh karena itu, masyarakat diizinkan memanfaatkan timbunan material tersebut dengan mengambil pasir dan batuan/kerikil yang menutupi aliran sungai tersebut, dan inilah yang disebut dengan kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai Pelaksanaan Normalisasi Daerah Aliran Sungai dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Kepala Desa mengajukan permohonan kepada Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral untuk melakukan Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Sebelum mengajukan permohonan, Kepala Desa sudah terlebih dahulu mengumpulkan kelompok masyarakat untuk melakukan musyawarah kemudian melakukan kerjasama dengan kelompok masyarakat tersebut. Kerja sama ini kemudian dibentuk dalam suatu perjanjian. Oleh sebab itu, Kepala Desa yang bersangkutan sudah menyebutkan pihak ke 3 (tiga) dalam pengajuan permohonannya. b. Setelah pengajuan permohonan dari Kepala Desa diterima oleh Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral, selanjutnya Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral akan mengajukan rekomendasi kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak terkait pengajuan permohonan dari Kepala Desa. 8

c. Rekomendasi yang diterima oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak kemudian dilanjutkan dengan melakukan peninjauan atau cek lapangan untuk menentukan volume, lebar, dan kedalamannya. Nantinya, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak yang akan menentukan boleh tidaknya kegiatan Normalisasi Das itu dilakukan. d. Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak akan mengirimkan hasil peninjauan kepada Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral, kemudian Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral akan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan pada Kepala Desa apabila kegiatan normalisasi diperbolehkan. e. Setelah menerima surat keputusan dari Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral, Kepala Desa kemudian akan mengeluarkan surat perintah kerja untuk melakukan Normalisasi DAS. C. Pengawasan Terhadap Pertambangan Rakyat atau Normalisasi Daerah Aliran Sungai Di Kabupaten Sleman Dalam hal ini, Normalisasi Daerah Aliran Sungai sama dengan kegiatan pertambangan rakyat. Oleh karena itu, kegiatan pertambangan rakyat yang sebelumnya terhenti dapat kembali dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi pasir dan batu/kerikil melalui kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai. 9

Langkah pengawasan terhadap kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Sumber Daya Air Energi Mineral Kabupaten Sleman. Adapun langkah pengawasan yang dilakukan kedua lembaga tersebut, yaitu: a. Para pelaku kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai wajib membuat laporan secara tertulis mengenai hasil pelaksanaan normalisasi. Laporan tersebut diserahkan kepada Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral setiap 1 (satu) minggu sekali. Semua laporan yang telah masuk kemudian akan diperiksa. b. Setelah melakukan pemeriksaan laporan, Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral kemudian melakukan pengawasan dengan meninjau atau terjun langsung ke lapangan. Hal ini merupakan langkah yang baik untuk mengetahui sejauhmana laporan yang diberikan sesuai dengan kenyataan. Pengawasan langsung ke lapangan tidak dilakukan dengan jadwal yang tetap. Pada saat melakukan peninjauan biasanya Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral mengundang Kantor Lingkungan Hidup untuk ikut melakukan pengawasan. Bentuk pengawasan Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral meliputi: 1) ada tidaknya kerusakan yang terjadi akibat kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai, 10

2) sesuai atau tidaknya wilayah pengambilan material dengan gambar yang telah ditentukan, 3) memastikan kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai dilakukan dengan memenuhi ketentuan yang berlaku 4) mencegah terjadinya kecelakaan pada saat kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai berlangsung. 3 c. Apabila dalam melakukan peninjauan ditemukan pelanggaran maka langkah yang akan diambil adalah memberikan teguran dan sanksi pada para pelaku Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral dan Kantor Lingkungan Hidup akan membentuk tim teknis untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Tim teknis ini nantinya akan membahas bersama upaya yang dilakukan untuk reklamasi atau mengatasi masalah kerusakan lingkungan yang sedang terjadi. 4 3 Wawancara dengan Bapak Marius Staff Seksi Pengusahaan Bidang ESDM, Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral Kabupaten Sleman Tanggal 17 Juni 2014 4 Wawancara dengan Ibu Isti Kurniawati S,Si, Ka. Seksi Pelayanan dan Kajian Lingkungan pihak Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral Kabupaten Sleman tanggal 2 April 2014 11

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dikemukakan dalam bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Kantor Pelayanan Perizinan tidak lagi berperan dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan rakyat di Kabupaten Sleman. Hal ini dikarenakan kegiatan pertambangan rakyat telah dihentikan pasca Erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Kegiatan pertambangan rakyat kemudian dilakukan melalui Normalisasi Daerah Aliran Sungai. Dalam kegiatan Normalisasi Daerah Aliran Sungai pengawasan dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral. Pengawasan yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut menghadapi kendala, sehingga tidak dapat dilakukan secara optimal. Dalam melakukan pengawasan Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral dan Kantor Lingkungan Hidup terkendala pada jumlah personil dan dana yang kurang memadai. DAFTAR PUSTAKA Buku : Muchsan,S.H.1992.Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparatur Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty,Yogyakarta. Website : http://www.slemankab.go.id/profil-kabupaten-sleman/geografi/letak-dan-luaswilayah,pemerintah Kabupaten Sleman, Letak dan Luas Wilayah. 12

13