BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Indeks Massa Tubuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN NILAI LEMAK VISERAL. (Studi Kasus Pada Mahasiswa Kedokteran Undip) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan metabolisme energi yang dikontrol oleh faktor biologi. 8 Obesitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

I. PENDAHULUAN. terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu (Sudoyo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan sosial. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. umum lipid ada yang larut dalam air dan ada yang larut dalam pelarut non. dan paha seiiring dengan bertambahnya usia 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. al., 2005). Berdasarkan laporan dari National Health and Nutrition Examination

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan social, semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial. dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang,

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi Penilaian Status Gizi: Antropometri

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. jaringan yang paling kering, memiliki kandungan H 2 O hanya 10%. Karena itu

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah faktor risiko untuk stroke dan. myocard infarct(mi) (Logmore, 2010).Hipertensi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Massa Tubuh 2.1.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah metode yang murah, mudah dan sederhana untuk menilai status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat mengukur lemak tubuh secara langsung. Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan status gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif. 1,2 IMT merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai bakunya tidak tersedia. 22 Interpretasi IMT pada anak tidak sama dengan IMT pada orang dewasa. IMT pada anak disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin anak 10

11 karena anak lelaki dan perempuan memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. 7 Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik berikut: 22 IMT = Berat badan (Kg ) [Tinggi badan (m)] 2 2.1.2 Komponen Indeks Massa Tubuh - Tinggi Badan Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di samping badan. Bagian pengukur yang dapat bergerak disejajarkan dengan bagian teratas kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal. 22 Orang yang tidak dapat berdiri, tinggi badannya dapat diperkirakan dengan cara mengukur tinggi lutut (TL) menggunakan kaliper. Posisi subjek ditelentangkan dan lutut ditekuk sampai membentuk sudut 90 o. Batang kaliper diposisikan sejajar dengan tibia. Satu lengan kaliper diletakkan di bawah tumit, sedangkan lengan yang satu lagi ditempelkan di bagian atas

12 kondilus tulang tibia tepat di bagian proksimal tulang patella. Tekanan kaliper harus dipertahankan pada 10g/mm 2. Pengukuran dilakukan dua kali paling sedikit. Ketelitian bacaan skala ± 0,5cm. Tinggi badan menurut Chumlea yang ditemukan pada tahun 1984 diperoleh dengan rumus : 22 TB Laki-laki = 64,19 (0,40 x usia) + (2,02 x TL) TB perempuan = 84,88 (0,40 x usia) + (1,83 x TL) Fibula dapat dijadikan acuan selain menggunakan tulang tibia. Tinggi tulang fibula (dalam cm), selanjutnya ditulis TF diukur dari kaput fibula hingga malleolus lateralis. Tinggi badan diperoleh dengan menerapkan tinggi tulang fibula dengan rumus : 22 TB Laki-laki = 153,1 (0,26 x usia) - (1 x 1 ) + (1,05 x TF) TB perempuan = 153,1 (0,26 x usia) - (1 x 2 ) + (1,05 x TF) Pengukuran tinggi badan dapat pula dengan menggunakan panjang rentang tangan (PRT). PRT adalah jarak antara dua ujung jari tangan kiri dan kanan terpanjang (biasanya ujung jari tengah) melalui tulang dada. Pengukuran PRT dilakukan dengan posisi pasien sama seperti ketika ditimbang beratnya dan diukur tingginya, kecuali kedua lengan direntangkan kesamping badan (lengan membentuk sudut 90 o terhadap ketiak), sedangkan

13 setengah PRT adalah jarak dari ujung jari tengah (lengan yang tidak dominan) hingga incisura jugularis. Rumus PRT tidak boleh diterapkan pada anak di bawah lima tahun karena tungkai dan batang badan belum berkembang dalam kecepatan yang sama. 12 Penentuan TB menggunakan PRT dihitung dengan rumus : 22 TB Laki-laki = 53,4 (0,67 x PRT) TB perempuan = 81,0 (0,48 x PRT) Penentuan TB menggunakan ½ PRT, menggunakan rumus : TB=[0,73 x (2 x ½ PRT)] + 0,43 - Berat badan Penimbangan berat badan terbaik dilakukan pada pagi hari bangun tidur sebelum makan pagi, sesudah 10-12 jam pengosongan lambung. Timbangan badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan memiliki ketelitian 0,1kg. Berat badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang reliable dengan mengkombinasikan dan mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti tinggi badan, dimensi kerangka tubuh, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen berat patologis (seperti edema dan splenomegali).

14 Berat badan ideal orang dewasa dapat diperoleh menggunakan formula Lorentz: 22 BBI laki-laki = (TB cm - 100) BBI perempuan= (TB cm - 100) (TB cm 150 ) 4 (TB cm 150 ) 2,5 2.1.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh 2.1.3.1 Usia Penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri, Sirivichayakul, Kaew Kungwal, Tungtrochitr dan Lotrakul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian pada kelompok usia 40-49 dan 50-59 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok usia kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme, berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. 23 2.1.3.2 Jenis kelamin IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Namun, angka kejadian

15 obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) periode 1999-2000 menunjukkan tingkat obesitas pada laki-laki sebesar 27,3% dan pada perempuan sebesar 30,1% di Amerika. 24 2.1.3.3 Genetik Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi pertama keluarga. 24 Studi lain yang berfokus pada pola keturunan dan gen spesifik telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga mengalami obesitas dan kurang dari 10% memiliki berat badan normal. 24 2.1.3.4 Pola makan Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang dimakan oleh seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain itu peningkatan

16 porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan obesitas. Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama. 25 2.1.3.5 Aktifitas fisik Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur. Menjaga kesehatan tubuh membutuhkan aktifitas fisik sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari. 26 2.1.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. 27

17 Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT). 28 Kategori Kg/m 2 BB kurang < 18.5 BB normal 18.5-22.9 Overweight 23.0-24.9 Obes I 25.0-29.9 Obes II > 30 Tabel 3. Tabel IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk anak-anak dan remaja. 29 Kategori Jarak Persentil BB kurang BB normal Berdasarkan usia di bawah persentil 5 Berdasarkan usia antara persentil 5-85 Memiliki risiko kelebihan berat Berdasarkan usia antara 85 - BB lebih Berdasarkan usia di atas 95 95

18 2.1.5 Keterbatasan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh 2.1.5.1 Kelebihan indeks massa tubuh adalah: 27 - Biaya yang diperlukan murah - Pengukuran yang diperlukan hanya meliputi berat badan dan tinggi badan seseorang. - Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT. 2.1.5.2 Keterbatasan indeks massa tubuh adalah : 27 - Olahragawan Olahragawan yang sangat terlatih, mungkin memiliki IMT yang tinggi karena peningkatan massa otot. Massa otot yang meningkat dan berlebihan pada olahragawan (terutama binaragawan) cenderung menghasilkan kategori obesitas dalam IMT walaupun kadar lemak tubuh mereka dalam kadar yang rendah. - Anak-anak dan remaja Pada anak-anak dan remaja tidak dapat digunakan rumus IMT yang sesuai pada orang dewasa. Pengukuran dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia. Hal ini karena kecepatan pertambahan

19 ukuran linear tubuh (tinggi badan) dan berat badan tidak berlangsung dengan kecepatan yang sama. Begitu juga dengan jumlah lemak tubuh masih terus berubah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. - Bangsa yang berbeda Tidak akurat pada bangsa tertentu karena perbedaan komposisi tubuh yang berbeda sehingga memerlukan beberapa modifikasi untuk IMT. Bangsa barat seperti negara di benua Eropa dengan IMT 24.9 kg/m 2 termasuk dalam kategori normal, namun bagi bangsa Asia dengan IMT 24.9 kg/m 2 sudah masuk dalam kategori BB lebih. 2.2 Lemak Viseral 2.2.1 Pengertian Lemak Viseral Lemak viseral adalah lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa tubuh bagian perut (area rongga perut) sering disebut sebagai lemak organ atau lemak intra-abdominal. Lemak viseral yang terakumulasi menempel pada organ-organ vital di dalam rongga perut. Lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa

20 (kumpulan sel adiposit atau jaringan yang berfungsi untuk menimbun lemak) biasanya berwujud sebagai trigliserida. 17,18,30 Komponen jaringan lemak tubuh yang utama salah satunya adalah white adipose tissue (WAT), berperan menjadi sumber asam lemak bebas dan digunakan sebagai sumber energi. Depot utama WAT berada di intra-abdominal sekitar omentum, usus dan daerah perineal serta di area subkutan pada pantat, paha dan perut. 31 Lemak viseral dalam rongga perut mengelilingi dan membungkus organ-organ dalam tubuh manusia seperti lambung, hati, usus, jantung dan ginjal. Lemak viseral berbeda dengan lemak subkutan (di bawah kulit) dan lemak intramuskular (mengelilingi otot rangka). Lemak di perut sebagian besar memiliki bentuk semi cairan. Kelebihan lemak viseral juga terkait dengan diabetes tipe 2, resistensi insulin, dan penyakit terkait obesitas lainnya. 17,18 2.2.2 Diagnosis Lemak Viseral - Pita meter Pita meteran dengan ketelitian 0,1 cm merupakan alat diagnosis yang sederhana dan murah. Penggunaannya untuk mendeteksi adanya obesitas sentral. Nilai lemak viseral tidak bisa diukur mengunakan pita meteran ini. 32

21 - CT Computerized tomography (CT) merupakan suatu alat diagnosis yang akurat dan tepat untuk mengukur komposisi jaringan lunak tubuh seperti lemak dan otot. Diketahui pula bahwa CT memiliki kemampuan untuk membedakan antara lemak viseral dan lemak subkutan yang terdapat di dalam tubuh (gold standard). 5,6 Kelemahan utama CT adalah berbiaya mahal dan membutuhkan waktu yang lama dalam penggunaannya. Penggunaan CT memerlukan dosis radiasi yang relatif tinggi sehingga dapat membahayakan bagi kesehatan pengguna dari alat ini. 33,34 - MRI Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostik yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet. MRI memiliki perbandingan kualitas yang baik dengan CT dalam pengukuran lemak. MRI dan CT memiliki akurasi yang sama saat dibandingkan dengan analisis kimia. Kelemahan MRI adalah menghasilkan suara bising, berbiaya mahal dan membutuhkan waktu yang lama dalam penggunaannya. 33,34 - DXA

22 Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) adalah sebuah metode alternatif untuk mengukur jumlah jaringan lunak. Prinsip absorptiometry didasarkan pada eksponensial redaman sinar X pada dua energi ketika melalui jaringan tubuh. Kelebihan DXA adalah akurat, tepat dan dosis radiasi minimal. Pengukuran menggunakan metode ini dapat memberikan penilaian lemak, tulang, kandungan mineral dan jaringan lunak bebas lemak dalam tubuh serta di daerah-daerah yang didefinisikan secara khusus. Hasil pengukuran dua dimensi DXA tidak bisa membedakan antara lemak viseral dan lemak subkutan secara langsung, sehingga jaringan lemak viseral dibedakan dengan lemak subkutan secara manual. Kelemahan lain adalah meja alat ini sempit sehingga membatasi penggunaannya terhadap orang yang bertubuh besar, berbiaya mahal dan alat ini biasanya digunakan di dalam laboratorium. 33 - BIA Bioelectrical impedance analysis (BIA) adalah metode yang kini umum digunakan untuk memperkirakan komposisi tubuh. Perangkat ini muncul pertama kali di pertengahan tahun 1980. Metode ini memiliki kelebihan pada cara penggunaan yang mudah, alat mudah dipindah tempatkan dan biaya yang relatif rendah dibandingkan dengan beberapa metode lain dari analisis komposisi tubuh. BIA menggunakan metode impedansi listrik

23 (sinyal listrik rendah dan aman 50 khz, 500 Micro Amp) atau oposisi terhadap aliran arus listrik melalui jaringan tubuh yang kemudian digunakan untuk menghitung perkiraan total body water. 35 Sebuah studi menunjukkan bahwa bioelectrical impedance analysis (BIA) memiliki kinerja yang baik dalam mengidentifikasi kelebihan lemak viseral yang terkait dengan kelebihan berat badan serta obesitas pada laki-laki dan perempuan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa BIA memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi namun kurang sensitif pada pengukuran lemak viseral laki-laki dan perempuan. 36 Studi lain menunjukkan bahwa bioelectrical impedance analysis (BIA) memiliki tingkat akurasi yang hampir sama dengan computed tomography (CT) pada penilaian lemak viseral. Penilaian lemak viseral menggunakan metode BIA merupakan metode yang lebih baik daripada metode lain seperti Indeks massa tubuh dan waist circumference. 37 Selain itu penelitian oleh Rômulo dkk. mendukung penggunaan bioelectrical impedance analysis untuk mengidentifikasi adanya kelebihan lemak viseral dan subkutan pada remaja. 38 2.2.3 Hubungan Lemak Viseral dengan Timbulnya Penyakit - Hipertensi

24 Leptin telah teridentifikasi sebagai komponen kunci yang menghubungkan jaringan adiposa dan aktivitas simpatik. Tingginya simpanan lemak viseral dalam tubuh meningkatkan produksi leptin dan leptin tersebut mampu merangsang sistem simpatis. Peningkatan sympathetic nervous system (SNS) memicu produksi renin demikian pula peningkatan sodium. 39,40 Stimulasi simpatis ginjal jangka panjang oleh leptin mengakibatkan peningkatan tekanan darah, melalui aktivitas konstriksi dan peningkatan reabsorbsi natrium ditubulus ginjal. Selain itu leptin akan menstimulasi sitokin profibriogenik di ginjal yang diaugmentasi oleh angiotensin II. Hal tersebut berperan dalam peningkatan tekanan darah. 41 - Resistensi insulin Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan adipositas viseral yang tinggi dan biasanya berakumulasi menjadi obesitas sentral. Berbeda dengan jaringan adiposa subkutan, sel-sel adiposa viseral yang meningkat mampu melepaskan asam lemak bebas dan menghasilkan sejumlah besar sitokin pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), interleukin-1 dan interleukin-6 serta produk lain dari metabolisme jaringan adiposa. Pada banyak model eksperimental, sitokin proinflamasi ini sangat mengganggu aksi normal insulin dalam lemak dan sel-sel otot. 42 Studi lain menunjukkan bahwa produksi interleukin-6 dalam

25 jumlah besar dapat memicu sekresi protein fase akut seperti C- reactive protein (CRP) oleh hati. Peningkatan CRP menandakan adanya inflamasi. Kadar C-reactive protein yang meningkat dapat ditemukan pada coronary heart disease (CHD). 39 - Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi. Adipositas viseral terkait dengan akumulasi lemak dalam hati dan dikenal sebagai penyakit hati berlemak non-alkohol. Hasil dari penyakit hati berlemak non-alkohol yang berlebihan adalah pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah (karena meningkatnya lipolisis) dan peningkatan produksi glukosa hepatik, yang keduanya mempunyai efek memperburuk resistensi perifer insulin dan meningkatkan kecenderungan diabetes melitus tipe 2. 42 - Dislipidemia Penelitian mengenai jaringan lemak viseral pada pasien diabetes melitus tipe 2 menunjukkan bahwa jaringan adiposa viseral yang lebih tinggi berhubungan dengan kelainan metabolisme lipid dimana jumlah partikel VLDL dan LDL yang lebih tinggi serta HDL yang lebih rendah. Komponen lipoprotein tersebut dihubungkan dengan meningkatnya risiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. 43 - Adenoma kolorektal

26 Adenoma kolorektal diketahui terkait dengan obesitas, namun hubungan antara resistensi insulin dan adenoma kolorektal, yang mendasari mekanisme yang menghubungkan obesitas dan adenoma kolorektal, belum dipelajari secara ekstensif. Studi kasus kontrol dengan metode cross-sectional pada tahun 2010 di Korea menemukan bahwa akumulasi lemak viseral yang tinggi pada orang obesitas dan resistensi insulin menjadi faktor risiko dari adenoma kolorektal. 44 2.2.4 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Lemak Viseral - Usia Usia adalah salah satu faktor yang tidak dapat diubah terhadap kejadian obesitas sentral akibat akumulasi lemak viseral. Usia yang terus bertambah akan meningkatkan kandungan lemak tubuh, terutama distribusi lemak perut. 8 Penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang memicu penumpukan lemak viseral pada bagian perut terjadi pada lansia. Jaringan adiposa meningkat dengan bertambahnya umur. Perempuan cenderung lebih berisiko obesitas sentral, terutama setelah menopause. Perempuan post menopause memiliki persentase lemak perut, kolesterol total dan trigliserida yang tinggi. 45 - Jenis kelamin

27 Tingginya prevalensi obesitas sentral terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan. 10 Lemak viseral pada perut lebih tinggi pada perempuan yang lebih tua daripada laki-laki muda. Perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein. Pola penggunaan energi untuk keseimbangan energi dan deposit lemak pada perempuan disebabkan oleh dua alasan. Pertama, penyimpanan lemak jauh lebih efisien daripada protein. Kedua, penyimpanan energi sebagai lemak akan berperan pada rendahnya rasio jaringan bebas lemak dengan jaringan lemak dengan hasil tidak meningkatnya resting metabolite rate (RMR) pada kecepatan yang sama sebagai massa tubuh. 5,45,46 - Merokok Konsentrasi kortisol mempengaruhi tingkat lemak viseral. Perokok aktif memiliki konsentrasi kortisol plasma lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Tingginya konsentrasi kortisol adalah akibat aktivitas sympathetic nervous system yang diinduksi oleh rokok. Lemak viseral meningkat disertai penurunan testosteron pada laki-laki yang dipengaruhi oleh kebiasaan merokok. Peningkatan kortisol didalam tubuh menyebabkan meningkatnya insulin, leptin dan neuropeptida Y (NPY) yang

28 berpengaruh ke sistem reward di otak. 9 Hal ini dapat dijelaskan karena senyawa-senyawa dalam rokok merupakan racun bagi tubuh yang mengakibatkan hati harus bekerja lebih keras untuk mengeluarkannya melalui proses detoksifikasi. Hal ini akan meningkatkan stres pada tubuh yang mengakibatkan peningkatkan produksi hormon kortisol. Hormon kortisol ini berpengaruh terhadap bentuk tubuh karena pengaruhnya dalam menghilangkan massa otot dan menimbun lemak. 47 - Aktivitas fisik Pencegahan peningkatan berat badan secara signifikan berkontribusi untuk menurunkan berat badan dalam jangka waktu yang panjang dan mengurangi risiko kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronis. Pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan peningkatan aktifitas fisik seperti olahraga. Hubungan kuat terjadi antara aktivitas fisik dan lingkar perut. Aktivitas fisik secara nyata dapat mengubah efek dari faktor genetik seseorang. Peningkatan aktivitas fisik lebih berhubungan secara nyata dengan lingkar perut daripada IMT. 48 Lingkar perut menurun secara signifikan dengan lari pada semua umur, namun penurunan lebih nyata pada perempuan yang lebih tua daripada yang lebih muda. Olahraga tingkat berat dapat menghindarkan penumpukan lemak yang bertambah seiring dengan umur. 49

29 - Alkohol Hubungan tingginya asupan minuman beralkohol dengan IMT tidak konsisten. Tingginya asupan minuman beralkohol menyebabkan penurunan konsentrasi testosteron pada laki-laki dan rendahnya sekresi lipid hormon steroid yang menyebabkan peningkatan akumulasi lemak viseral. 11 - Konsumsi makanan berlemak Penelitian yang dilakukan terhadap 33.542 orang Spanyol berumur 29-69 tahun menunjukkan bahwa makanan seperti gorengan (fried food) yang mengandung lemak berhubungan positif dengan obesitas umum dan obesitas sentral akibat asupan energi tinggi yang disimpan sebagai lemak dalam tubuh dan terdistribusi ke berbagai organ tubuh termasuk bagian perut. 12 - Stres Penelitian yang dilakukan pada anak-anak mengenai stres dan adipositas sentral menunjukkan bahwa peningkatan reaktivitas heart rate pada waktu stres dapat mengakibatkan peningkatan lemak tubuh, IMT, dan lemak perut. 13 Studi lain menunjukkan bahwa stress pada tingkat kronis dikaitkan dengan hypercortisolemia ringan dan aktivasi sympathetic nervous system yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan penumpukan lemak viseral. 50 Respon neuroendokrin terhadap tekanan psikososial telah diketahui. Reaksi ini ditandai dengan peningkatan aktivitas

30 corticotropin releasing factor adreno corticotropin hormone (cortisol axis), sehingga terjadi penghambatan sekresi gonadotropin. Gangguan endokrin tersebut diikuti oleh penyimpangan proses metabolisme dalam tubuh dan juga oleh penumpukan lemak viseral. Ketika faktor genetik identik, akumulasi lemak viseral dikaitkan dengan peningkatan stress psikososial dan perubahan hormonal secara bersamaan. Secara tidak langsung stres psikososial yang terjadi menyebabkan perubahan hormonal yang menyebabkan penumpukan lemak viseral. 51 - Genetik Hasil penelitian yang diperoleh hingga saat ini menunjukkan bahwa sejumlah besar gen, lokus, dan kromosom yang didistribusikan menuju kromosom lain berperan dalam menentukan distribusi lemak tubuh pada manusia. Semua kromosom kecuali kromosom Y berpotensi terlibat dalam etiologi obesitas. Sejumlah gen yang terlibat dalam akumulasi dan distribusi jaringan adiposa di daerah perut telah diidentifikasi. Mutasi gen reseptor adrenergik-b3 (b3 AR) terkait dengan obesitas viseral dan resistensi insulin yang terjadi di Finlandia dan di Jepang. Begitu juga dengan apo-b-100 gene EcoR-1 polymorphism ditemukan pada keadaan resistensi insulin dan obesitas viseral. 14

31 - Hormon Distribusi lemak tubuh berbeda antara pria dan wanita. Jika dibandingkan dengan pria, maka wanita premenopause memiliki lebih banyak lemak subkutan, dan lemak tubuhnya cenderung diakumulasi di payudara, pinggul dan paha atas sedangkan pada pria lemak secara dominan berakumulasi di depot subkutan abdomen dan viseral. 15 Distribusi lemak tubuh merupakan karakteristik seks sekunder. Hormon seks merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan deposisi lemak regional. Buktibukti menunjukkan hormon seks wanita berhubungan dengan akumulasi lemak subkutan di regio bawah tubuh. Penyimpanan lemak khas wanita ini penting dalam fungsi reproduksi. Obesitas abdominal pada pria ditemukan berhubungan dengan rendahnya kadar testosteron pada pria dan terapi hormon testosteron menghasilkan pengurangan lemak abdominal. Distribusi lemak regional pada manusia secara jelas diatur oleh hormon, selain hormon steroid seks, kortikosteroid dari kelenjar adrenal dan hormon peptida seperti insulin dan growth hormon (GH) ikut berpengaruh pada distribusi jaringan adiposa. 14 2.3 Hubungan antara indeks massa tubuh dengan lemak viseral Indeks massa tubuh (IMT) adalah suatu metode yang berfungsi untuk menilai status gizi seorang individu, namun tak mampu secara

32 langsung menilai lemak yang terkandung dalam tubuh. Diketahui bahwa computerized tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) merupakan gold standard untuk menilai lemak viseral. 1,2,34 Penelitian di Shanghai mengenai antropometri sebagai alat prediksi abdominal visceral obesity dilakukan kepada 690 orang dewasa. Sebanyak 40% subjek penelitian ditemukan mengalami obesitas sentral dengan lingkar pinggang >100cm 2 dan 14,2% subjek ditemukan dengan IMT < 25kg/m 2 mengalami peningkatan lemak viseral yang tinggi. Hasil pengukuran mengenai IMT yang telah dilakukan kemudian dibandingkan terhadap pengukuran hasil MRI dengan hasil IMT memiliki akurasi sebesar 77.4% untuk laki-laki dan 74.8% untuk perempuan sebagai alat prediksi lemak viseral. Ketika hasil pengukuran MRI dibandingkan secara bersama dengan parameter antropometrik yang lain (waist circumference dan waist hip ratio) ditemukan juga hasil yang signifikan dan berkorelasi positif. 52