STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DIKLAT DALAM RANGKA MENINGKATKAN KOMPETENSI APARATUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1



dokumen-dokumen yang mirip
DIKLAT DAN MENTAL BIROKRASI 1

KERJASAMA KEDIKLATAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH 1

PERAN WIDYAISWARA DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT PNS 1

PERANAN WIDYAISWARA PADA DIKLAT PNS

MANAJEMEN PEMBINAAN APARATUR PEMERINTAH

PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR PEMERINTAH. oleh H. Abdul Azis.SH.MH. Abstraksi

DIKLAT DAN KOMPETENSI BIROKRASI 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

DR. BAYU HIKMAT PURWANA, M.PD

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas suatu organisasi sangat bergantung pada mutu sumber daya

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PANDEGLANG,

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SENTRALISASI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SERANG

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN AKREDITASI PROGRAM DIKLATPIM DAN DIKLAT PRAJABATAN

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA

MASA DEPAN DIKLATPIM TINGKAT III DAN IV PASCA DISAHKANNYA UU APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN AKREDITASI PROGRAM DIKLAT TEKNIS DAN DIKLAT FUNGSIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

VI. EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 15 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURANPEMERINTAH RI NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PNS BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN Nurul Ramadhani Makarao, 2013

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 4.

PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI PROVINSI RIAU

2015, No Mengingat : c. bahwa penyesuaian substansi peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga Admi

VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur utama sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

SALINAN PERATURAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

DASAR HUKUM JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEPEGAWAIAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

MODUL DIKLAT ANALIS KEPEGAWAIAN TIM PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN ANALIS KEPEGAWAIAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Governance) diperlukan adanya pengawasan yang andal melalui sinergitas

SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGARAAN PELATIHAN KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAl NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM APARATUR KEMENTERIAN PAN DAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

OLEH: KEPALA PUSDIKLAT APARATUR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jl. KH. Dimyati No. 27 Telp./Fax (0357) Pacitan

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS)

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

MODUL PROSEDUR DAN PELATIHAN KERJA. Miftakhul Farida Susanti

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.09/MEN/2008 TENTANG

Profesionalisme Pengelolaan Diklat dengan Prinsip Tahu, Mau, dan Tanggung Jawab (TMT)

Lampiran Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Nomor: SK.74/II-Peg/2005 Tanggal: 12 Juli 2005

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS

PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2010 NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

a. bahwa penyelenggaraan kearsipan nasional khususnya pembentukan Tim Penilai Arsiparis perlu di lakukan oleh tenagatenaga

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi seperti saat ini, harus dipersiapkan sumber daya manusia

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

PETUNJUK PELAKSANAAN TATA TERTIB DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II ANGKATAN V TAHUN 2016

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD SAMPAI DENGAN TRIWULAN II TAHUN 2016

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI ASN untuk meningkatkan daya saing bangsa

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa Bangsa Indonesia, saat ini dihadapkan pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PENINGKATAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR ESDM MELALUI PENGEMBANGAN BPSDM-ESDM

Transkripsi:

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DIKLAT DALAM RANGKA MENINGKATKAN KOMPETENSI APARATUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 Oleh SRI WAHYUNI, M.Pd. 2 Abstract The effort to improve the training quality have recently become the priority for public training organization especially when the public demand for the training accountability is very strong. The significant of these efforts, however, cannot be realized since each aspects of the training organization runs its own improvement policies. In other words, public training organization need to work together to harmonize the policies, strategies, and techniques to improve the quality of training. This article attempts to explain the efforts of West Nusa Tenggara Province s public training organizations, in order to make the improvement effort more significant, powerful, and result-oriented, especially in enhancing the effectiveness of training. The discussion is started with the background of quality need, then followed by the explanation on the strategies to improve the quality of institution : programs, trainers, and evaluation in conducting trainings. Key Words : Diklat, Kompetensi Aparatur, Strategi Peningkatan Kualitas Diklat A. Latar Belakang Pada era reformasi birokrasi dewasa ini salah satu agenda terpenting pembangunan adalah menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan profesional yang mampu melaksanakan pembangunan secara efektif dan efesien serta memberikan pelayanan prima kepada publik. Demikian juga halnya dengan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dimana tujuan pelaksanaan pembangunannya tidak akan terlepas dari tujuan pembangunan nasional dengan lebih menguatkan potensi-potensi lokal yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakatnya. Agenda ini merupakan cerminan kesadaran pemerintah baik pusat maupun daerah akan pentingnya kualitas birokrasi, sebagai unsur dan aktor penting pelaksana pembangunan, disamping upaya peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha. Dalam konsep Kepemerintahan yang Baik menurut UNDP (1997) memberikan batasan Kepemerintahan 1 Telah diseminarkan pada Seminar Peningkatan Kompetensi & Profesionalisme WI BKD & Diklat Prov. NTB 2013 2 Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB 1

yang Baik sebagai hubungan yang saling membantu dan membangun diantara negara, swasta dan masyarakat. Untuk itu, pembangunan kualitas birokrasi harus mendapatkan dukungan dari semua pihak, dan dilakukan secara konsisten, sehingga cita-cita mewujudkan good governance akan dapat dicapai dengan baik. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 PP No. 101 Tahun 2000, tentang Diklat PNS, tujuan dan sasaran penyelenggaraan Diklat Aparatur adalah untuk: 1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; 2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; 3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat; 4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksnakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya keperinthan yang baik. Berdasarkan tujuan dan sasaran Diklat tersebut, jelaslah bahwa arah kebijkan dalam pengembangan aparatur negara tidak hanya diarahakan pada upaya peningkatan kapabilitas intelektualnya saja, namun juga peningkatan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini berimplikasi terhadap lembaga pendidikan dan pelatihan yaitu adanya kewajiban untuk turut serta membangun karakter (character building) aparatur Nusa Tenggara Barat yang jumlahnya telah mencapai 7022 orang (data informasi webside BKD & Diklat Prov. NTB, 2013). Selain itu, pendidikan dan pelatihan juga harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari system pembinaan dan pengembangan manajemen pegawai negeri sipil yang terarah, integral dan transparan. Sebagai komponen dalam birokrasi, BKD dan Diklat Provinsi NTB tentu berkewajiban untuk mendukung agenda pembangunan nasional tersebut, sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya. Salah satunya adalah dengan memfokuskan pada upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat sebagai strategi pengembangan kompetensi sumber daya manusia 2

aparatur. Dengan demikian BKD dan Diklat Provinsi NTB akan mampu menjadi daya ungkit (laverage) yang paling kuat dalam rangka mewujudkan sosok pegawai negeri sipil Provinsi Nusa Tengara Barat yang kompeten dan professional menuju birokrasi yang berkualitas. B. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pendidikan dan pelatihan merupakan terminologi yang memiliki perbedaan jika ditinjau dari waktu dan tujuan pelaksanaannya. Definisi pendidikan yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1, yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika ditinjau dari tujuannya, menurut Manpower Services Commissions dalam Suparman (2010), pendidikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, pemahaman dan penyerapan, nilai-nilai yang diperlukan dalam semua aspek kehidupan, bukan hanya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan atau pekerjaan tertentu. Dari dua konsep tersebut masing-masing menekankan kepada perubahan individu yang terkait dengan nilai-nilai, kemampuan kognitif dan psikomotor melalui pengembangan potensi diri secara terencana. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa pendidikan dilakukan untuk menyiapkan individu mengarungi kehidupan, yang tidak dibatasi oleh pekerjaan saat ini atau masa yang akan datang. Sedangkan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai (Nadler dalam Suparman, 2010). Secara operasional, pelatihan merupakan kegiatan yang didesain untuk membantu pegawai memperoleh pengetahuan keterampilan dan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (The Trainner Library, 1897). Pelatihan berorientasi pada pekerjaan saat ini atau masa datang. Pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi aparatur dapat jadikan sebagai treatment bagi optimalisasi kinerja organisasi. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Negeri Sipil yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan 3

Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dijelaskan, bahwa diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. C. KOMPETENSI APARATUR Berbicara kualitas birokrasi tidak akan terlepas dari kompetensi aparatur yang ada. Bahkan hampir dalam setiap kegiatan khususnya berkaitan dengan kediklatan kata-kata kompenten atau kompetensi ini akan selalu menjadi bagian yang ada di dalamnya. Untuk itu, maka dipandang perlu untuk menyamakan persepsi tentang hal tersebut. Menurut kamus Oxford kompetensi berasal dari kata competence (n) yang berarti being competent, ability, legal capacity. Sedangkan Competent (adj) diartikan sebagai : a person having ability, power, authority, skills, knowledge, etc, to do what is needed. Sehingga bisa diartikan bahwa Kompetensi Aparatur adalah kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang secara umum harus dimiliki oleh aparatur dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang dimilikinya. Agar PNS dapat mempunyai kompetensi yang diharapkan maka diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan (diklat) berbasis kompetensi sesuai yang berkelanjutan yakni dari pertama diangkat sebagai Calon PNS sampai menjelang pensiun. Tahapan perkembangan kompetensi dan masa kerja PNS antara lain tahap pengenalan tugas (0-2 tahun), pembentukan kompetensi teknis dan manajerial ( 3-16 tahun), pengembangan kompetensi ( 8-24 tahun) serta pengabdian ( 16 tahun keatas). Dan sebagai salah salah satu bentuk pembinaan PNS maka pendidikan dan pelatihan (Diklat) PNS memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kompetensi yang meliputi integritas, tanggung jawab, kepemimpinan, kerja sama dan fleksibilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas. Harapannya dalam rangka peningkatan efektifitas diklat sebagai instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Maka perlu diupayakan dilakukan pembenahan terhadap manajemen pembinaan aparatur penyelenggara pemerinatahan daerah berdasarkan kompetensi dan kinerja sehingga diklat aparatur pemerintah daerah difokuskan pada upaya peningkatan 4

kompetensi penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam memperbaiki sistim dan prosedur antara lain dengan pemetaan dan perumusan standar kompetensi, memfokuskan penyelenggaraan diklat untuk peningkatan kompetensi, merumuskan sistem dan prosedur penyelenggaraan diklat satu pintu serta pendayagunaan alumni diklat dengan penempatan sesuai kompetensinya. Dalam rangka pencapaian tujuan diklat diatas, penyelenggaraan diklat haruslah terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Berbagai komponen penyelenggaraan diklat seperti penyususnan program dan kurikulum, widyaiswara, kelembagaan instansi diklat dan SDM penyelenggara Diklat harus dikelola dan dimonitor secara itensif agar betul-betul mengarah pada peningkatan kompetensi peserta diklat. Tentunya peningkatan kualitas penyelengaraaan ini harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu perlu adanya upaya kerjasama yang sinergis antar seluruh komponen kediklatan dengan tujuan utama terciptanya kualitas diklat yang tinggi. Adapun aspek-aspek kediklatan yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah sebagai berikut: 1). Kelembagaan Diklat; 2).Program dan Kurikulum Diklat; 3). Widyaiswara; 4). Pengawasan dan evaluasi Diklat. D. STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DIKLAT 1) Penataan Kelembagaan Pada saat ini tercatat sekitar 450-an lembaga diklat baik yang dimiliki oleh Instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (SIDA LAN RI, 2013). Dari jumlah tersebut lembaga diklat yang sudah mendapatkan sertifikasi dan akreditasi dari LAN untuk menyelenggarakan Diklat Kepemimpinan dan Diklat Prajabatan ada 30 Lembaga Diklat Propinsi, 24 lembaga diklat milik Departemen, dan 9 lembaga milik non departemen. Salah satunya adalah BKD dan Diklat Provinsi NTB, berdasarkan Keputusan Kepala LAN tentang Akreditasi Kelembagaan tahun 2012 mendapatkan nilai B untuk penyelenggaraan diklat baik diklat Pim maupun diklat Prajabatan. Dengan begitu banyaknya lembaga diklat aparatur, salah satu agenda penting dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah penataan kelembagaan diklat daerah yang diarahkan pada pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) lembaga diklat. 5

Penataan kelembagaan merupakan rangkaian kegiatan untuk memperbaiki totalitas system organisasi diklat yang terdiri dari aspek-aspek kelembagaan diklat yang statis (struktur organisasi, uraian jabatan, syarat jabatan), dan aspek ketatalaksanaan dan proses yang dinamis seperti pedoman kerja, tata hubungan kerja, dan koordinasi di dalam dan dengan organisasi luar. Penataan kelembagaan diklat ini perlu dilakukan mengingat fungsi penyelenggaraan diklat itu sangat terkait erat dengan berbagai stakeholders seperti bagian kepegawaian, instansi pengirim/dinas dan badan terkait. Disamping itu penataan kelembagaan juga diperlukan untuk mendorong lembaga diklat agar lebih berfokus pada upaya inovasi program dan metode pelaksnaan diklat yang efektif dalam peningkatan kompetensi aparatur. Dalam praktek kediklatan, kita masih menjumpai beberapa masalah yang sering muncul terkait dengan kelembagaan diklat diantaranya: Mekanisme koordinasi yang belum jelas antara lembaga diklat di Kabupaten/Kota dengan lembaga Pembina diklat di Propinsi, terutama pada Kabupaten/Kota yang sudah memiliki badan/kantor diklat sendiri. Apakah harus berdiri sendiri (terpisah dari Badan Kepegawaian Daerah/BKD) atau harus menyatu dengan nomenklatur bidang setingkat eselon III. Pertanyaanpertanyaan ini merupakan masalah klasik yang terus berulang terutama setelah kebijakan otonomi daerah digulirkan. Dan dari data terakhir dapat dilihat hanya ada 6 lembaga kediklatan dari seluruh lembaga yang ada di Indonesia yang masih menggabungkan diri dengan BKD. Dan salah satunya adalah BKD dan Diklat Provinsi NTB. Belum ditaatinya kebijakan tentang akreditasi dan sertfifikasi lembaga diklat, Masih banyak SKPD di daerah yang bukan lembaga diklat, namun masih menyelenggarakan diklat atau yang diakali dengan bentuk bimbingan teknis, tanpa bekerjasama dengan lembaga diklat terakreditasi. Diperlukan penataan koordinasi yang lebih erat antara bidang diklat dengan bidang kepegawaian terutama menyangkut rekrutmen dan seleksi calon peserta diklat, dan penempatan serta pemberdayaan alumni atau lulusan diklat dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. 6

Dari beberapa fenomena tersebut, maka diperlukan rumusan strategi penataan kelembagaan diklat daerah agar benar-benar mampu menjadi pendukung peningkatan kompetensi aparatur di daerah. Beberapa strategi tersebut adalah: Bagian diklat yang bergabung dengan BKD sudah saatnya untuk berdiri sebagai Lembaga Diklat tersendiri (terpisah dari Badan Kepegawaian Daerah/BKD). Sehingga akan bisa membentuk diri menjadi pusat pembelajaran (Training Center) dengan model diklat satu pintu, yang memiliki keleluasaan dan lebih fokus dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya dalam pengembangan dan peningkaytan kualitas sumber daya aparatur di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Terlebih dengan akan diberlakukannya ASN, dimana setiap PNS yang ada memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi. Dengan pemisahan ini nantinya memiliki implikasi yang sangat besar terhadap pengembangan kurikulum dan inovasi kediklatan yang bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. Penegakkan aturan akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat. Akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat dilakukan secara terintegrasi dengan akreditasi dan sertifikasi program diklat serta akreditasi dan sertifikasi widyaiswara. Lembaga diklat terakreditasi (Registered Training Organization/RTO) nantinya hanya akan memiliki kewenangan untuk melaksanakan diklat-diklat tertentu saja, dimana persyaratannya meliputi pemenuhan akreditasi program dan akreditasi widyaiswara. Ini berarti bahwa suatu lembaga diklat hanya boleh melaksanakan suatu program diklat tertentu apabila telah memilki program diklat terakreditasi, dengan widyaiswara terakreditasi untuk diklat tersebut. Akreditasi lembaga diklat harus lebih diarahkan pada pembentukan spesialisasi. Kekhususan, dan keahlian suatu lembaga diklat dalam menyelenggarakan diklat-diklat tertentu (RTO for specialized training program). Konsentrasi lembaga diklat yang bertumpu pada diklat kepemimpinan harus sebisa mungkin dihindari. Oleh karena itu, lembaga 7

diklat harus mengembangkan inovasi program diklat yang akan dijadikan kekhasan dan trade mark lembaga diklat tersebut di mata kostumernya. Koordinasi antar lembaga diklat harus lebih ditingkatkan melalui proses benchmarking penyelenggaraan diklat dan widyaiswara. Dalam menata kelembagaan ini, BKD dan Diklat tentunya tidak dapat dilaksanakan secara internal saja dalam artian oleh orang-orang yang bekerja di dalamanya saja. Penataan kelembagaan ini perlu dan harus melibatkan pembuat kebijakan (policy maker) dan Pembina kepegawaian sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih kuat mendukung dan mengembangkan segera terbentuknya Lembaga Diklat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2) Peningkatan Kualitas Program dan Kurikulum Diklat Program diklat adalah rencana kegiatan pembelajaran yang berisi seperangkat mata diklat, dan atau unit kompetensi yang harus diikuti peserta diklat agar mencapai tujuan diklat yang ingin dicapai. Program diklat umumnya lebih dikenal dengan namanya (seperti Diklat Dasar Polisi Pamong Praja). Jadi inti dari sutau program diklat adalah rincian dari kurikulum yang berisi mata diklat yang akan dipelajari oleh peserta diklat. Kurikulum dirancang secara tepat agar tujuan diklat tersebut dapat tercapai dan meliputi jenis mata diklat. Metode, waktu, dan sarana pembelajaran yang diperlukan. Dalam penyelenggaraan diklat aparatur selama ini seringkali terkesan sebagai penghamburan dana daerah atau hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat saja. Bahkan ada juga yang beranggapan diklat sebagai saat-saat refreshing yang menyenangkan bagi beberapa PNS, dimana mereka bisa terlepas sejenak dari kepenatan tugas keseharain yang monoton. Namun demikian, ternyata program-program diklat yang dilakukan selama ini dinilai masih belum mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan, yaitu peningkatan kompetensi aparatur. Ada berbagai factor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah bahwa pengembangan kompetensi PNS melalui program kediklatan tidak didasarkan pada kebutuhan baik kebutuhan individual maupun organisasional (Zulpikar, 2008). Sehingga menyebabkan munculnya beberapa fenomena menarik yang berkaitan dengan dengan jenis-jenis program yang ditawarkan, antara lain: 8

Pengembangan program diklat selama ini dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan baik yang dibutuhkan oleh pegawai maupun organisasi itu sendiri. Bahkan sebagian besar kegiatan diklat yang dilaksanakan tidak berdasarkan analisis. Sehingga wajar saja ketika aparatur seringkali dianggap tidak kompeten, karena mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya. Misalnya staf yang menggeluti masalah pensiun pegawai diberikan tugas untuk mengikuti diklat AKD atau pejabat structural dilibatkan dalam TOT substatif dsb. Kurang berkembangnya inovasi jenis-jenis diklat teknis, karena lembaga/bagian diklat hanya fokus menyelenggarakan jenis-jenis diklat yang sama dari tahun ke tahun. Padahal, inovasi jenis diklat teknis sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok aparatur pemerintah di lapangan. Adanya fenomena bahwa lembaga diklat hanyalah event organizer saja. Dari beberapa fenomena tersebut di atas, kita melihat bahwa diperlukan system pengaturan tentang jenis dan jenjang program diklat yang dapat diselenggarakan dan ditawarkan oleh BKD dan Diklat Provinsi NTB. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan agar diklat-diklat yang dilaksanakan benar-benar terkait dengan peningkatan kompetensi aparatur pemerintah yang dibutuhkan di lapangan. Sistem pengaturan ini harus disusun secara bersama-sama antara instasi Pembina diklat (LAN), instansi pengendali diklat (BKN) dengan berbagai lembaga diklat. Sistem pengaturan ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan akreditasi dan sertifikasi program diklat (accrediting & certifying training program) terhadap seluruh program diklat kepemimpinan, teknis dan fungsional. Menurut AQF (2005), Akreditasi dan sertifikasi program adalah pengakuan tertulis dari instasi yang berwenang bahwa program tersebut layak diselengarakan dan terkait dengan syarat kompetensi jabatan tertentu. Dalam konteks PNS, program-program diklat yang diselenggarakan tentunya harus berkaitan dengan danberdampak pada syarat kompetensi jabatan sebagai PNS. Dengan kata lain, akreditasi dan sertifikasi program diklat ini bertujuan agar lembaga diklat menyelenggarakan jenis dan jenjang program diklat yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan baik dari kurikulum, materi, serta kompetensi yang ingin dicapai. 9

Dalam rangka menertibkan dan mengelola jenis dan jenjang program diklat bagai aparatur, LAN sebagai instansi Pembina diklat perlu melaksanakan akreditasi dan sertifikasi program diklat. Tentunya tugas ini dapat dilakukan oleh suatu task force, atau badan independen tertentu yang dikoordinasikan oleh LAN Sistem pengaturan akreditasi dan sertifikasi ini akan sangat bermanfaat karena: Kurikulum, materi, jenis dan jenjang diklat yang ditawarkan oleh lembaga diklat akan lebih jelas, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Adanya keterkaitan yang erat antara program diklat dengan kompetensi yang dipersayaratkan dalam suatu jabatan. Akreditasi program akan menjadi dasar yang kuat untuk akreditasi dan sertifikasi kelembagaan diklat serta widyaiswara yang mengajar pada diklat tersebut. 3) Peningkatan Kompetensi Widyaiswara Sebagaimana diketahui bahwa kapasitas yang harus dimiliki seorang widyaiswara menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/m.pan/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, pasal I ayat 9, dikembangkan menjadi 4 kemampuan dasar. Dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa Standar kompetensi adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh widyaiswara dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS, yang terdiri atas: 1). Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 2). Kompetensi kepribadian; 3). Kompetensi sosial; dan 4). Kompetensi substantif. Berdasarkan masukan masukan dari penyelenggara diklat maupun para alumni diklat, kita masih mendengar keluhan tentang kurangnya widyaiswara baik dalam salah satu atau bahkan semua kemampuan dasar widyaiswara tersebut. Sementara itu berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/m.pan/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, kapasitas dan kompetensi widyaiswara dinilai berdasarkan aspek-aspek pendidikan secara formal, aktivitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pelaksanaan diklat, aktivitas dalam pengembangan profesi serta aktivitas penunjang lainnya. Aspek pendidikan berkaitan dengan pendidikan formal dan pendidikan yang berkaitan langsung dengan jabatan fungsional widyaiswara. Dari aspek pendidikan formal, saat ini kondisi 10

widyasiwara yang ada di BKD dan Diklat Provinsi NTB sudah cukup memadai. Seiring dengan peningkatan kesadaran terhadap peningkatan kompetensi dan kapasitas serta tuntutan pekerjaan maka setiap Widyaiswara yang ada layaknya untuk menjadi pembelajar seumur hidup (long life learners). Dan keadaan ini telah benar-benar disadari oleh Widyaiswara yang ada di BKD dan Diklat Provinsi NTB, dimana dari 11 orang Widyaiwara yang ada 9 orang telah menyelesaikan S-2 dan 3 orang dalam proses pendidikan S-3. Begitu pula dalam pendidikan fungsional, hampir semua widyaiswara yang ada telah mengikuti pendidikan kewidyaiswaraan khususnya TOT Substantif, baik yang diselenggarakan oleh LAN maupun lembaga diklat lainnya. Kapasitas dan kompetensi widyaiswara dalam aspek aktifitas pengembangan dan pelaksanaan diklat sudah memadai tetapi masih bisa ditingkatkan baik berdasarkan pengamatan sementara maupun berdasarkan berdasarkan masukan-masukan dari para widyaiswara sendiri. Hal-hal yang masih bisa ditingkatkan tersebut terutama dalam kemampun mengajar dan melatih serta menyusun kurikulum dan penyusunan bahan diklat. Kemampuan mengajar dan dan melatih (transfer expert/ kompetensi pengelolaan pembelajaran) ini sesungguhnya berkaitan erat dengan penguasaan widyaiswara terhadap teknik dan metode pembelajaran bagi orang dewasa. Demikian juga halnya dengan kapasitas dan kompetensi widyaiswara dalam substansi (content expert) dirasakan masih kurang. Hal ini bisa kita lihat dari masih jarangnya widyaiswara menulis karya-karya ilmiahnya baik yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal ilmiah maupun dalam bentuk buku. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapasitas widyaiswara, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh lembaga diklat daerah bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi Pembina, anatara lain: 1) Identifikasi Peta Kompetensi Widyaiswara Untuk melakukan peningkatan kompetensi dan kapasitas widyaiswara, hal pertama yang penting dilakukan adalah mengidentifikasi kompetensi widyaiswara yang ada saat ini. Identifikasi ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang : a). Jumlah widyaiswara yang ada di lembaga diklat pusat dan daerah; b). jenis dan jenjang diklat yang telah diikuti oleh Widyaiswara; c). kelompok mata diklat yang telah diampu oleh widaysiwa. Analisis terhadap peta kompetensi ini nantinya akan menggambarkan arah kebijakan yang harus diambil dalam 11

rangka mengembangkan kemampuan para widyaiswara. Setidaknya, peta kompetensi ini akan meminimalisir hal-hal sebagai berikut: a. Adanya fenomena jumlah widyaiswara yang banyak tetapi tetap saja tidak cukup (many but never enough). Hal ini diakibatkan oleh penumpukan jumlah widyaiswara dengan keahlian mengajar mata diklat yang sama, dan cenderung mengajar pada program diklat yang sama. Harus diakui bahwa sebagain besar widyaiswara sekarang ini cenderung mengajar pada diklat prajabatan dan Diklatpim saja, bukan mengembangkan diklat teknis yang sangat dibutuhkan oleh kebanyakan instansi pemerintah di daerah. b. Kurang pemberdayaan terhadap widyaiswara terutama yang berada di lembaga diklat kabupaten dan kota karena keterbatasan anggaran untuk pendidikan dan latihan serta kurangnya peluang untuk mengembangkan diri sesuai dengan jabatannya. Misalnya sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/m.pan/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, pada Bab IV pasal 8 ayat 1 tentang Rincian Kegiatan widyaiswara sesuai dengan jenjang jabatannya, bahwa untuk Widyaiswara madya sudah harus mengajarkan diklatpim. c. Adanya dikotomi widyaiswara senior dan junior. Dimana masih adanya widyaiswara merasa paling superior dan menjadi master segala ilmu sehingga kurang me-regenerasi dengan seharusnya memberikan kesempatan dan bimbingan berlatih dan berkembang bagi widyaiswara yang dianggap junior. d. Adanya fenome para widyaiswara sibuk memperebutkan jumlah JP dan memilah milih mata diklat dengan JP terbanyak untuk diampu yang terkadang tidak sesuai dengan background atau latar belakang keilmuan yang dimilikinya. Sehingga kurang memperdulikan kualitas dalam proses dan hasil pendidikan pelatihan. e. Secara kelembagaan, fungsi konsultatif widyaiswara belum diberdayakan dengan optimal. Terutama keterlibatannya dalam proses menganalisis kebutuhan diklat, merancang program dan kurikulum diklat baik fungsional dan teknis samapi dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat. Dimana widyaiswara akan bisa memberikan masukan bagi terciptanya keputusan terbaik pimpinan demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat dan prestasi kerja lembaga diklat secara keseluruhan. 2) Pelaksanaan akreditasi dan serfikasi kompetensi widyaiswara 12

Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kapasitas widyaiswara, maka sejak tahun 2012, Lembaga Administrasi Negara selaku instansi Pembina widyaiswara, telah melaksanakan TOT Substansi yang dirangkai dengan kegiatan akreditasi dan sertifikasi kompetensi widyaiswara dalam beberapa angkatan. Akreditasi adalah pengakuan formal oleh instansi Pembina bahwa seorang widyaiswara itu telah memenuhi standar kompetensi sesuai dengan jabatan dan pangkat yang didudukinya. Sedangkan sertifikasi adalah pemberian bukti berupa piagam atau sertifikat bahwa yang bersangkutan kompeten atau tidak. Kedua instrument ini umumnya dilakukan sebagai proses pengujian apakah seorang layak atau tidak mendapatkan suatu status tertentu yang dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang dalam bidang itu. Dalam konteks widyaiswara, akreditasi dan sertifikasi akan dilakukan untuk menguji apakah seorang widyaiswara itu kompeten untuk mengajar suatu mata diklat tertentu dan dilakukan secara periodic (misalnya 2 tahun sekali). Proses akreditasi dan sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang telah diangkat sebagai widyaiswara akan terus menerus menjaga profesionalismenya sehingga kiprah dalam proses pembelajaran diklat tetap maksimal. Dalam hal ini BKD dan Diklat Provinsi NTB pada tahun 2012, telah mengirim sebagian besar dari Widyaiswara yang dimiliki untuk mengikuti TOT Substantif sekaligus sertifikasi untuk mata diklat yang akan diampu nantinya. Ke depan LAN telah merancang bahwa proses kenaikan pangkat dan jabatan seorang widyaiswara akan dipengaruhi oleh hasil akreditasi dan sertifikasi kompetensi disamping proses administrasi pengumpulan angka kreditnya yang bisa diajukan setiap 2 tahun sekali. 3) Pengembangan system dan penyelenggaraaan Diklat Kewidyaiswaraan Secara umum, saat ini LAN telah mengembangkan tiga jenis TOT untuk para widyaiswara yaitu: a. TOT berjenjang yang dilaksanakan agai para widyaiswara sesuai dengan jenjang yang saat ini didudukinya, misalnyawidyaiswara pertama wajib mengikuti TOT Berjenjang 13

Tingkat Pertama, dan widyaiswara utama wajib mengikuti TOT berjenjang tingkat Utama. b. TOT Substantif yang bertujuan untuk memberikan pemahaman materi yang lebih mendalam kepada para widyaiswara dalam suatu mata diklat atau topic tertentu, misalnya pendalaman untuk materi diklatpim III maka seorang widyaiswara harus mengikuti TOT substantif Diklatpim Tingkat IV. c. TOT metode pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam bagaimana menyampaikan materi materi pelajaran kepada para peserta diklat secara efektif, misalnya TOT Metode pembelajaran efektif, TOT metode studi kasus dll. Sebagai upaya mendukung pengembangan kapasitas para widyaiswara, Diklat Kewidyiswaraan diatas akan terus ditingkat kualitasnya. Kita berharap bahwa Diklat yang diselenggarakan tidak hanya diikuti karena alasan untuk menambah angka kreditnya, akan tetapi akan terus diarahkan agar para widyaiswara makin mampu dalam bidang spesialisasinya. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahu secara pasti peta kompetensi widyaiswara pada BKD dan Diklat Provinsi NTB. Ini perlu ditekankan, mengingat dalam kenyataannya, kualitas widyaiswara yang ada sangat beragam baik dari segi latar belakang pendidikan maupun pengalaman bekerja. Sehingga untuk menambah kemampuan dan keterampilannya, diharapkan para widyaiswara akan mengelompokkan diri sesuai bidang studi tertentu. Misalnya. Widyaiswara yang ada di BKD dan diklat Provinsi NTB ini dapat dikelompokkan menjadi tiga besaran sesuai dengan latar belakang pendidikannya, yaitu: Hukum, Manajemen dan Pendidikan. Widyaiswara dengan background ilmu hukum agar diarahkan untuk mengampu materi yang berkaitan dengan peraturan dan regulasi (SANRI, PPK, Hukum Administrasi Negara dll). Widyaiswara dengan latar belakang Manajemen agar diarahkan untuk mengampu materi yang berkaitan dengan manajemen baik perkantoran dan pengelolaan keuangan (Indikator pembangunan, manajemen konflik, pengelolaan keuangan daerah, dll). Dan Widyaiswara dengan latar belakang ilmu pendidikan akan lebih pas kalau diberikan untuk mengampu materi-materi yang berkaitan dengan kajian sikap dan perilaku (Kecerdasan Emosi, Pola Pikir, Pengenalan Potensi Diri, dll). 14

4) Optimalisasi pengembangan karir Widyaiswara. Tuntutan yang semakin tinggi terhadap kompetensi dan profesionalisme Widyaiswara juga harus diimbangi dengan suatu pola pembinaan karir yang memadai. Secara konseptual, pengembangan karir widyaiswara bukan hanya dilakukan dalam kerangka karir promosi yang bersifat vertikal saja (dari widyaiswara pertama sampai dengan utama). Dan pengembangan karir widyaiswara yang bersifat horizontal, dalam arti bahwa widyaiswara bisa terlibat dengan berbagai aktifitas kegiatan diklat di luar lembaga diklatnya sendiri atau bahkan di instasi swasta. Disamping itu juga pola pengembangan karir untuk widyaiswara bisa dengan pola zig zag, yaitu bagi widyaiswara yang masih memiliki masa kerja yang cukup panjang diberikan kesempatan untuk bisa memasuki dunia structural dalam masa tertentu dan kembali lagi menduduki jabatan fungsional pada periode berikutnya. Hal ini akan sangat membantu meningkatkan pemahaman dan pengalaman seorang widyaiswara tentang manajerial kepegawaian sehingga akan memberikan kematangan dalam mengampu diklat Pim khususnya. Dan akan memberikan pemahaman bagaimana birokrasi itu secara holistik. Pola semacam ini selalu diterapkan diterapkan oleh LAN sebagai instansi Pembina Widyaiswara. Sehingga ketika BKD dan Diklat Provinsi NTB telah menjadi Badan Diklat sendiri suatu hari nanti, diharapkan akan bisa menyelenggarakan Diklat Pim II, dimana para widyaiswaranya diharapkan akan mumpuni untuk diklat tersebut. E. PENINGKATAN EFEKTIFITAS DIKLAT MELALUI MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi atau yang lebih sering dikenal sebagai monev merupakan dua istilah yang secara harfiah berbeda namun secara asumsi sering diasumsikan sama dan saling terkait. Untuk mencegah tumpang tindih pengertian, kedua istilah ini perlu didefinisikan secara jelas. Monitoring adalah kegiatan yang dilakukan secara periodic oleh pihak luar maupun dalam untuk menjamin bahwa pelaksanaan suatu kegiatan itu sesui dengan apa yang telah ditetapkan, sesuai prosedur, aturan hukum, serta peran dan fungsi masing-masing. Dan fokus monitoring lebih ditekankan pada proses pelaksanaan tugas. 15

Sedangkan evaluasi berasal dari kata dasar value (nilai). Penilaian memilki kata dasar nilai yang merupakan ukuran baik dan buruknya sesuatu. Ada beberapa definisi tentang evaluasi. Diantaranya menurut Purwanto dan Atwi Suparman (1999) mengutip beberapa definisi menyebutkan bahwa evaluasi adalah suatu pemeriksaan (penyelididkan yang sistemis tentang manfaat atau kegunanaan sesuatu berdasarkan standar tertentu (A joint Commintee on Standard for Evaluation) Sehingga evaluasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar maupun dalam untuk mengetahui apakah tujuan dari suatu kegiatan atau program telah tercapai atau tidak. Fokus evaluasi adalah untuk menentukan apakah program itu harus dilanjutkan atau dihentikan, atau harus dilakukan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan datang. Dengan diperkuat lagi oleh pendapat Chelimsy dan Sadish (1997) berdasarkan hasil International Evaluation Conference DI Vancouver Canada menyimpulkan ada tiga perspektif dalam evaluasi, yaitu: 1). Evaluation for accountability; 2). Evaluation for Development, dan 3). Evaluation for knowledge. Unsur-unsur yang akan dimonitor dan evaluasi mencakup seluruh aspek-aspek pengeloaan kediklatan, yaitu: 1. Analisis Kebutuhan Diklat 2. Tujuan Diklat dan pencapaian standar kompetensi 3. Materi diklat 4. Metode dan teknik penyampaian 5. Peserta Diklat 6. Widyaiswara 7. Proses pembelajaran 8. Sarana dan prasarana Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diklat, pimpinan lembaga diklat harus memiliki komitmen yang kuat untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat. Komitmen ini dapat ditunjukkan dengan melakukan dua proses monitoring dan evaluasi yaitu internal dan eksternal pengawasan dan evaluasi diklat. Pengawasan dan evaluasi internal dapat dilakukan dengan menunjuk pengawas (assessor) yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan diklat. Pengawasan secara eksternal dilakukan dnegan mengijinkan pengawas 16

dari instansi Pembina (LAN) untuk melakukan kunjungan pengawasan ( monitoring visit) terhadap proses pembelajaran diklat. Kedua proses ini mengarah pada encapaian kualitas pembelajaran diklat yang tinggi. Dengan demikian, diperlukan komitmen bersama natar instansi penyelenggara diklat dalam halk ini BKD dan Diklat Provinsi NTB dan instansi Pembina dalam melakukan proses monitoring dan evaluasi sehingga penyelenggaran diklat benar-benar memfasilitasi proses pembelajaran bagi peserta diklat. Untuk itu strategi pengawasan dan evaluasi yang bisa dilakukan adalah: BKD dan Diklat Provinsi NTB hendaknya mengangkat widyaiswara atau staf penyelenggara menjadi assessor atau pengawas dan evaluator diklat (sebagai pengawas internal). Pengawas ini harus secara idependen melakukan pengawasan terhadap jalannya proses pembelajaran suatu diklat. Pengawas internal diklat nantinya akan bekerjasama dengan pengawas eksternal (dari instansi Pembina) dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap berbagai program diklat yang dilaksanakan. Pengawa internal lembaga diklat akan menyusun jadwal kunjungan pengawasan dan rapat evaluasi dengan pejabat structural terkait bersama sama dengan pengawas dan evaluator dari instansi Pembina. Hasil evaluasi harus dijadikan dasar kebijakan yang akan diambil untuk memperbaiki proses pembelajaran dan widyaiswara yang dipilih untuk mengajar pada diklat tersebut. Dengan melakukan pengawasan dan evaluasi yang tepat, kita berharap bahwa kualitas penyelenggaraan diklat menuju peningkatan kompetensi aparatur akan terus meningkat. Yang terpenting adalah harus ada komitmen antara pengawas, evaluator, dan pejabat structural baik dari penyelenggara maupun instansi Pembina. Sayangnya, hingga kini hal tersebut belum optimal dilaksanakan pada BKD dan Diklat Provinsi NTB. Baik evaluasi proses maupun evaluasi pasca pelaksanaan diklat. Sehingga kesannya diklat-diklat yang dilakukan selama ini cenderung hanya melakukan rutinitas dan menggugurkan kewajiban saja. Tanpa ada upaya untuk melakukan monitoring dan evaluasi 17

dengan adanya tindak lanjut sebagai langkah awal dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaran diklat itu sendiri. Padahal kalau keinginan baik itu ada (goodwill), maka tidak akan terlalu sulit buat lembaga ini melakukan monitoring baik internal maupun eksternal. Karena selama ini telah terjalin komunikasi yang sangat baik dan intens antara BKD dan Diklat Provinsi NTB dengan LAN sebagai instansi Pembina. F. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa strategi peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat dalam meningkatkan kompetensi aparatur khususnya di Provinsi NTB akan dapat diimplementasikan secara efektif apabila seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) memiliki keingin baik, komitmen yang kuat dan pemahaman yang sama tentang urgensi peningkatan kualitas dan kompetensi aparatur yang dimilikinya. Sebagimana yang telah disebutkan di atas, bahwa kualitas diklat akan sangat menentukan kompetensi aparatur yang ada yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja aparatur dalam organisasi public, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan keterpaduan dan koordinasi yang erat antar interen BKD dan Diklat Provinsi NTB sebagai penyelenggara diklat (panitia, widyaiswara dan peserta), dengan Pembina Kepegawaian, instansi Pembina (LAN), dan pengendali (BKN) dalam optimalisasi implementasi strategi peningkatan kualitas. Akhirnya, kita berharap bahwa diklat akan menjadi sebuah strategi peningkatan kompetensi aparatur dengan daya ungkit yang kuat dalam meningkatkan kinerja organisasi. Untuk itu upaya upaya selain diklat juga harus terus ditingkatkan terutama upaya-upaya pengembangan organisasi dan karir yang menjadi kewenangan Pembina kepegawaian di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian, seluruh strategi peningkatan kompetensi aparatur ini akan berjalan secara harmonis, sistematis dan berkesinambungan. 18

REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Kepada Pemerintah Daerah Provinsi NTB agar segera menata kelembagaan diklat yang ada dari BKD dan Diklat menjadi Badan Diklat yang berdiri sendiri. Sehingga nantinya Badan diklat yang dimiliki bisa membenahi diri menjadi Training Center bagi seluruh aparatur di Provinsi NTB dan bahkan Indonesia bagian Timur untuk diklat-diklat unggulan tertentu yang bisa diinovasikan. Serta dapat mengembangkan system diklat satu pintu dimana setiap SKPD yang ada dan membutuhkan kompetensi tertentu untuk SDMnya, akan selalu melalui Badan diklat. 2. Kepada Pemerintah Daerah Provinsi NTB diharapkan kembali menetapkan regulasi bagi Widyaiswara yang mengatur tentang tunjangan operasional Widyaiswara dari Pemerintah Daerah (seperti yang sudah diberlakukan pada badan diklat lainnya : Badan Diklat Jawa Barat, Badan Diklat Kutai Kertanegara, Gorontalo, Badan Diklat Papua dll) sehingga Widyaiswara bisa lebih konsentrasi dan professional dalam bekerja dan tidak lagi bekerja berdasarkan JP oriented serta akan mampu meminimalisir polemik yang terjadi dikalangan widyaiswara itu sendiri. 3. Kepada BKD dan diklat Provisnsi NTB sendiri, mari tingkatkan komunikasi dan sinergitas antar penyelenggara diklat, dimulai dengan melakukan analisis kebutuhan diklat, merancang program diklat sampai dengan monitoring dan evaluasi, menuju tujuan yang sama demi peningkatan kompetensi aparatur melalui penyelenggaraan diklat yang berkualitas. 19

DAFTAR PUSTAKA Dokumen Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Badan Kepegawaian Republik Indonesia Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. PP 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil PERATURAN MENPAN NO 14 TAHUN 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Buku AQF (2005) Handbook of Qualification Framework. Chelimsky, E and Shadish, W.R. (1997) Evaluation for 21th Century: A handbook, Thousand Oaks Sage. LAN RI, 2009. Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat: Evaluasi Diklat. Jakarta: Lembaga administrasi Negara. Purwanto dan Atwi Suparman. (1999) Evaluasi Program Diklat, Jakarta : STIA LAN PRESS, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Simson John & Edmund Weiner, (1989) Oxford English Dictionary. United Kingdom: Oxford University Press. Suparman, R. (2010). Model Program Pengembangan Karir Pegawai Berbasis Diklat Pada Pusat Kajian dan pendidikan dan Pelatihan Aparatur I Lembaga Administrasi Negara. Jurnal Diklat Aparatur. Volume 6: Nomor 2 : 2010. PKP2A I LAN. UNDP, 1997, Governance for Sustainable Development A Policy Document, New York: UNDP. 20