BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1)

dokumen-dokumen yang mirip
BUKU KEBIJAKAN MUTU SPMI UMN AW BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

PANDUAN PELAKSANAAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

KATA PENGANTAR. menengah.

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... KEPUTUSAN KETUA STMIK PRABUMULIH... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STMIK MUSIRAWAS Jl. Jendral Besar H.M Soeharto RT.08 Kelurahan Lubuk Kupang Kecamatan Lubuklinggau Selatan I Kota Lubuklinggau DOKUMEN STANDAR

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, 2) fokus penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) kegunaan penelitian, 5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

STANDAR MUTU. Program Studi S1 Teknik Elektro. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

TERM OF REFERENCE NAMA KEGIATAN : STUDI KEBIJAKAN DAN PENGUATAN KOLABORASI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN BAB II KETENTUAN UMUM BAB III DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN BAB IV PRINSIP PENYELENGGARAAN PEND KEB BAB V PESERTA DIDIK BAB VI JALUR DAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

UNIVERSITAS SRIWIJAYA Jl. Palembang-Prabumulih, km 32 Ogan Ilir Indralaya

KEBIJAKAN SPMI POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN

ABDURAHMAN ADISAPUTERA BAN-PT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN

IBI-AIPKIND Jogyakarta, 25 Juli 2010

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUKU KEBIJAKAN MUTU SPMI UMN AW BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang

KA/LPM-UNSRAT/01 KEBIJAKAN AKADEMIK UNIVERSITAS SAM RATULANGI. Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) UNIVERSITAS ISLAM MALANG PUSAT PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS ISLAM MALANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting dalam peradaban manusia. Pendidikan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pembangunan yang semakin meningkat menuntut adanya SDM

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. individu yang dipersiapkan untuk mampu mengikuti laju perkembangan ilmu

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

DOKUMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TIM UJM UNDIKSHA

Disajikan pada pelatihan sistem penjaminan mutu akademik Agustus 2008 KOPERTIS WILAYAH III 1

PROGRAM KERJA TAHUNAN PENGAWAS SEKOLAH 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BUKU PROSEDUR MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

KEBIJAKAN MUTU AKADEMIK

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

Transkripsi:

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia (Satryo Soemantri, 2000). Setiap negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi citacita nasional bangsa yang bersangkutan. Pendidikan nasional merupakan pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan sosio kultural, psikologis, ekonomis, dan politis. Pendidikan tersebut ditujukan untuk membentuk ciri khusus atau watak bangsa yang bersangkutan, yang sering juga disebut dengan kepribadian nasional. Melalui proses pendidikan, suatu bangsa berusaha untuk mencapai kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang kehidupannya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, dan dalam bidang kehidupan budaya lainnya.

16 Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 5 disebutkan ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; dan ayat (5) setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Dengan ketentuan dan sampai batas umur tertentu, dalam setiap sistem pendidikan nasional biasanya ada kewajiban belajar. Hal ini berarti bahwa secara formal, setiap warga negara harus menjadi peserta didik, paling tidak biasanya pada jenjang pendidikan tingkat dasar. Lamanya kewajiban menjadi peserta didik secara normal ini bervariasi antara sistem pendidikan nasional bangsa yang satu dengan yang lainnya (sumber: UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. (Suryadi. Ace, 1999) Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut: 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

17 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; 5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Suryadi. Ace, 1999). Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Suryadi. Ace, 1999) Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi : 1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 4. Evaluasi, akreditasi, dan Sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; 5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik;

18 7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. Pelaksanaan wajib belajar; 10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. Pemberdayaan peran masyarakat; 12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; 13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Dengan strategi tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional sebagaimana digariskan dalam Rencana Strategis Depdiknas (2004-2009) diarahkan pada upaya mewujudkan daya saing, pencitraan publik, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Tolok ukur efektivitas implementasi kebijakan tersebut dilihat dari ketercapaian indikator-indikator mutu penyelenggaraan pendidikan yang telah ditetapkan BNSP dalam delapan (8) standar nasional pendidikan (SNP). Tidak dipungkiri bahwa upaya strategis jangka panjang untuk mewujudkannya menuntut satu sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan yang dapat membangun kerjasama dan kolaborasi diantara berbagai institusi yang terkait dalam satu keterpaduan jaringan kerja nasional. Dengan kata lain diperlukan pengembangan sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan.

19 Tata kerja yang dibangun mengisyaratkan adanya serangkaian proses dan prosedur untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan berkelanjutan Paradigma penjaminan mutu telah bergeser dari praktek quality control ke quality assurance and development. Hasil-hasil kajian menunjukkan bahwa peningkatan mutu tidak selalu berkaitan dengan peningkatan anggaran pendidikan dan ketersediaan guru dalam jumlah dan kualifikasi. Peningkatan mutu terjadi dalam perwujudan budaya mutu yang menunjukkan perubahan cara berfikir dan budaya kerja yang mengutamakan mutu. (Satryo Soemantri, 2000) Perhatian pemerintah (Indonesia) terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional direfleksikan dalam berbagai kebijakan pembangunan pendidikan yang secara sistematik telah lama dilakukan sejak rencana pembangunan lima tahun pertama. Berbagai program inovasi pendidikan baik yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan proyek maupun rutin pada kenyataannya belum menunjukkan hasil pencapaian mutu pendidikan yang mampu membangun daya saing bangsa. Indikator-indikator kajian internasional maupun regional dalam banyak aspek selalu menunjukkan bahwa daya saing Indonesia menduduki peringkat yang belum memberikan kebanggaan sebagai bangsa. Dengan mempertimbangkan peranan strategis pendidikan dalam investasi sumber daya manusia, diyakini bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bermutu akan mampu secara bertahap membangun martabat dan daya saing bangsa Indonesia. Satu sistem penjaminan

20 dan peningkatan mutu diperlukan untuk menghindari pelaksanaan programprogram pendidikan yang parsial, tidak berkelanjutan, serta belum kuatnya tata kerja akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. (Satryo Soemantri, 2000) Istilah penjaminan mutu (quality assurance) pada awalnya digunakan di lingkungan dunia bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk menumbuhkan budaya peduli mutu. Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada kastemer pemakai produk. Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan mutu ini ternyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidang pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas pendidikan. (Satryo Soemantri, 2000) Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai kesesuaian untuk tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut produsen. Kualitas menurut produsen ini dicapai bilamana produk atau jasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu prosedur yang konsisten. Kualitas didemonstrasikan oleh produsen dalam sebuah sistem yang dikenal sebagai sistem jaminan kualitas, yang memungkinkan produksi yang konsisten dari produk dan jasa untuk memenuhi standar atau spesifikasi tertentu.

21 Bilamana produk atau jasa yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi atau standar/kriteria yang telah ditetapkan tadi, maka produk atau jasa itu berkualitas Makna kualitas dipertimbangkan pula dari sisi memenuhi persyaratan yang dituntut kastemer. Pandangan ini didasarkan oleh alasan sederhana bahwa penilai akhir dari mutu adalah kastemer, dan tanpa mereka lembaga tidak ada. Dalam kajian manajemen mutu terpadu (total quality management), produk yang hanya memenuhi standar yang ditetapkan produsen tidak menjamin dalam penjualan. Oleh karena itu, lembaga harus menggunakan berbagai cara untuk menyelidiki dan atau mempelajari persyaratan-persyaratan kastemer, kemudian menerjemahkannya ke dalam produk dan layanan baru yang inovatif Seiring dengan semakin tingginya tingkat persaingan, maka manajemen sebuah perusahaan mulai mengidentifikasi kekuatan sumber daya dan tata kerja inovatif. Artinya penanganan mutu secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait mulai dari hulu sampai hilir, mencakup semua proses yang dilakukan sesuai standar mutu (quality control), penjaminan mutu (quality assurance), ke arah peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement). Apabila pemikiran tersebut dikaitkan dengan konteks manajemen mutu pendidikan di Indonesia, maka keterkaitan antara standar dengan proses pentahapannya Kebijakan pembangunan pendidikan pada dewasa ini menunjukkan adanya modal kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyediakan acuan untuk mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan. Delapan (8) SNP yang dimaksudkan meliputi : (1) standar isi, (2)

22 standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (3) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Strategi pendekatan secara keseluruhan berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif (Wikipedia Indonesia). Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Nasional menjadi salah satu strategi utama pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Akselerasi Industrialisasi (Pusdiklat Industri 2012). Peran SDM yang berpendidikan akan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sejalan dengan tuntutan MP3EI dan Akselerasi Industrialisasi, reposisi lembaga pendidikan dan pelatihan industri menjadi semakin penting untuk dilakukan guna mengantisipasi perubahan cepat akibat globalisasi dan perdagangan bebas. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menjawab perubahan cepat tersebut, salah satunya ialah dengan melakukan reposisi lembaga Pendidikan dan Pelatihan industri (Pusdiklat Industri, 1998). Maksud dan tujuan upaya reposisi ini terarah pada sasaran strategis dalam bidang pendidikan dan pelatihan industri, percepatan tersedianya SDM industri yang profesional dan kompeten, tersedianya tenaga kerja terampil, ahli madya

23 serta ahli sesuai sektor industri, pembangunan manajemen pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi bertaraf internasional dapat dicapai. Adapun tujuan reposisi lembaga pendidikan dan pelatihan industri yaitu : 1. Terwujudnya Pusdiklat Industri sebagai holding dalam menyiapkan SDM aparatur dan SDM Industri yang kompeten. 2. Terwujudnya Balai Diklat Industri (BDI) yang berbasis pada spesialisasi dan kompetensi dalam menciptakan SDM Industri yang siap pakai dan Wirausaha Industri Kecil Menengah. 3. Terwujudnya Sekolah Menengah Kejuruan yang bertaraf internasional, berbasis spesialisasi dan kompetensi dalam menciptakan tenaga kerja terampil yang siap pakai dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 4. Terwujudnya Perguruan Tinggi Vokasi yang berbasis spesialisasi dan kompetensi dalam menciptakan ahli madya terampil yang siap pakai. Pusdiklat Industri, 1998). Melalui reposisi pengembangan pendidikan vokasi industri dan balai diklat industri diharapkan perkembangan kompetensi SDM akan sesuai kebutuhan dunia usaha serta dapat mendukung peningkatan daya saing industri nasional. Keberhasilan dari upaya ini akan terkait dengan kerangka pikir reposisi yang memandang bahwa keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan industri yang telah tersebar di berbagai kota strategis di Indonesia adalah kekuatan awal dan baik melaksanakan reposisi. Pengembangan sumber daya manusia dalam pembangunan ekonomi, mensyaratkan dua pendekatan utama, yaitu pendekatan koridor ekonomi, dan pendekatan pengembangan tenaga kerja industri. Pendekatan enam koridor ekonomi sesuai dengan MPE3I, terlihat dengan jelas

24 wilayah industri yang pertumbuhannya perlu mendapatkan dorongan dari pemerintah. Pendekatan Koridor Ekonomi merupakan pendekatan yang berorientasi ke wilayah dengan kebutuhan by design yang telah dituangkan dalam MP3EI. Keberadaan pusat akademis, di wilayah tertentu diharapkan pertumbuhan industri di wilayah tersebut akan pesat sesuai dengan disain dan harapan pemerintah. Melalui Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI Medan) misalnya, sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berperan mempersiapkan SDM Ahli Madya (D3) di bidang Teknologi Kimia Industri (TKI) dan Teknologi Mekanik Industri (TMI), diharapkan akan mengambil spesialisasi bidang pengembangan pengolahan kelapa sawit dan turunannya. Lulusan dan hasil penelitian lembaga pendidikan akademis ini diharapkan mampu mendorong bertumbuhnya industri pengolahan kelapa sawit di wilayah koridor Sumatra. Berbeda dengan pendekatan koridor ekonomi yang by-design, pengembangan pendekatan tenaga kerja industri lebih berorientasi pasar, dan atau by demand. Reposisi dilakukan karena permintaan akan kebutuhan tenaga kerja ahli maupun ahli madya begitu tinggi pada sektor industri tertentu di wilayah tertentu. Sebagaimana juga keberadaan peminat dan lulusan pendidikan akademis di PTKI-Medan yang rata-rata meningkat Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI-Medan) sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Ahli Madya (D3) di bidang Teknik Kimia Industri adalah salah satu dari sembilan lembaga pendidikan di bawah binaan/naungan Pusat Pendidikan dan Latihan Industri Kementerian Perindustrian. Karena itu, telah menjadi kewajiban lembaga ini melaksanakan

25 penjaminan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu: 1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 51 ayat (2) yang pada dasarnya mengatur bahwa pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan; 2. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 91 ayat (1), ayat (2), ayat (3) PP No. 19 tahun 2005 yang mengatur bahwa setiap perguruan tinggi wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada stakeholders, dengan tujuan untuk memenuhi dan atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, yang dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. 3. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pasal 96 ayat (7) PP No. 17 tahun 2010 yang mengatur bahwa perguruan tinggi melakukan program penjaminan mutu secara internal, sedangkan penjaminan mutu eksternal dilakukan secara berkala oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dan atau lembaga mandiri lain (mis: ISO) yang diberi kewenangan oleh Menteri. 4. Terwujudnya Kerjasama yang disepakati dalam MOU antara Menteri Pendidikan dan Menteri Perindustrian pada tanggal 2 Juni 2012. Hal-hal yang diatur dalam kesepakatan itu antara lain, proses percepatan Sertifikasi Dosen dan pemberian nomor Dosen yang bekerja pada lembaga pendidikan Kementerian Perindustrian.

26 5. Ditetapkannya Satuan Penjamin Mutu dalam Organisasi PTKI-Medan Alasan ini menjadi dasar untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi PTKI-Medan mempersiapkan sumber daya manusia terampil di bidang teknik kimia industri. Sebagaimana kenyataan hasil audit Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang telah di alami PTKI pada tahun 2011 yang lalu dari dua Jurusan yang dimiliki PTKI- Medan, Teknik Kimia Industri tetap memperoleh nilai Akreditasi B, sedangkan Teknik Mekanik Industri mengalami penurunan dari B menjadi C, hal tersebut yang menjadi daya tarik bagi peneliti untuk mengetahui dan menggali lebih dalam serta meneliti mengapa terjadi perbedaan hasil akreditasi jurusan antara jurusan Tehnik Kimia Industri dan jurusan Teknik Mekanik Industri di Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan. 1.2. Perumusan Masalah Kegiatan penjaminan mutu perguruan tinggi dilaksanakan dalam sebuah sistem yang disebut Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT), yang terdiri atas: 1. Penjaminan mutu yang dilaksanakan secara sistemik oleh perguruan tinggi sendiri (internally driven) yang disebut sebagai Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI); 2. Penjaminan mutu yang dilaksanakan oleh badan/ lembaga di luar perguruan tinggi yang disebut sebagai Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Badan/lembaga di luar perguruan tinggi yang melaksanakan SPME dapat beraras nasional dan atau pun internasional dengan syarat diakui oleh Pemerintah. SPME dikenal sebagai akreditasi, yang untuk saat ini pada aras nasional dijalankan

27 oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Kegiatan penjaminan mutu perguruan tinggi harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi tentang perguruan tinggi secara akurat, lengkap, dan mutakhir. Data dan informasi tersebut dikelola oleh suatu pangkalan data pada masing-masing perguruan tinggi. Kemudian, data dan informasi yang berasal dari pangkalan data pada masing-masing perguruan tinggi dihimpun, dikelola, dan dikendalikan oleh suatu Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) pada aras Nasional yang dikelola oleh Ditjen Dikti. Hasil pelaksanaan SPMI oleh masing-masing perguruan tinggi merupakan bahan dalam pelaksanaan SPME dan atau akreditasi oleh BAN-PT dan/atau lembaga mandiri lainnya (nasional, regional dan internasional) yang diakui Pemerintah. Atas dasar pendekatan sistem ini maka dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : Bagaimana Penerapan Sistem Penjaminan Mutu secara berkelanjutan di PTKI-Medan? Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka akan dianalisis kebijaksanaan PTKI-Medan merealisasikan kebijaksanaan Standar Nasional Perguruan Tinggi (SNPT) dengan program kegiatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Melalui pengamatan ini diharapkan dapat diperoleh jawaban atas berbagai pertanyaan yang diajukan seperti : 1. Bagaimana perencanaan pengelolaan pendidikan dan tanggung jawab pendidik atas dasar penerapan kebijaksanaan Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk menjamin terselenggaranya strategi peningkatan mutu PTKI-Medan secara berkelanjutan

28 2. Apakah turunnya nilai akreditasi Jurusan Teknik Mekanik Industri dari B menjadi C terkait dengan turunnya motivasi dan pemahaman pendidik (dosen) akan tuntutan pelanggan (stakeholder) bahwa PTKI-Medan harus mampu menghasilkan kompetensi (mutu) sumber daya manusia (SDM) yang memadai dengan kebutuhan dunia industri 3. Bagaimana strategi PTKI-Medan merencanakan peningkatan mutu pendidikan berkelanjutan yang selaras dengan peraturan perundangundangan di bidang pendidikan, hingga PTKI-Medan memiliki perangkat Tata Pamong yang memadai dalam mencapai tujuan pengembangan tingkat mutu pendidikan. 4. Apakah sistem rekruitmen pegawai dan pendidik menjadi dasar permasalahan yang turut jadi penghambat perkembangan dari pelaksanaan konsep Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan kuatnya komitmen pimpinan, dosen, pegawai dan mahasiswa dalam pelaksanaan tugas fungsinya. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan penerapan SPM-PT di PTKI Medan 2. Menemukan faktor-faktor penguat, peluang,penghambat dan ancaman dalam pelaksanaan SPMI-PT di PTKI-Medan

29 3. Mendeskripsikan kebijaksanaan mutu untuk menuntun jalannya program secara berkelanjutan. Sehingga dapat diperkirakan perkembangan Standar Mutu Pendidikan Vokasi pada lingkup nasional dan internasional 4. Mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan konsep SPM-PT yang efektif di PTKI-Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: a. Bagi Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan sebagai penyelenggara pendidikan tinggi 1) Tercapainya kelangsungan peningkatan mutu sesuai standar yang disepakati. 2) Terpenuhinya standar mutu SDM yang dibutuhkan dunia industri. 3) Terbukanya peluang untuk peningkatan standar mutu dalam persaingan bebas. Tercapainya program disiplin dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan (etika akademik) b. Bagi lembaga pendidikan tinggi yang terkait dengan kewajiban pelaksanaan kebijakan Standar Nasional Pendidikan Tinggi diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam hal analisa kebijakan sistem penjaminan mutu (SPM) pendidikan tinggi, khususnya sistem penjaminan mutu internal (SPMI) pendidikan tinggi. c. Bagi bidang ilmu penelitian memberikan sumbangsih berupa referensi atau menjadi bahan acuan dalam penelitian terkait analisa kebijakan SPMI.

30 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Agar penelitian ini tidak menjadi bias maka peneliti membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu: 1. Lokasi penelitian dilakukan di Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI-Medan), Jalan Menteng, Kecamatan Medan Tenggara Kota Medan yang merupakan lokasi dari Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan 2. Fokus penelitian pada Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi di Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI-Medan) yang dilaksanakan secara sistemik oleh perguruan tinggi sendiri (internally driven) yang disebut sebagai Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI); dengan acuan pelaksanaan SPMI oleh Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI-Medan) 3. Analisa kebijakan terkait dengan permasalahan yang dihadapi PTKI- Medan mempersiapkan sumber daya manusia terampil di bidang teknik kimia industri. Sebagaimana kenyataan hasil audit Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang telah di alami PTKI pada tahun 2011 yang lalu dari dua Jurusan yang dimiliki PTKI-Medan, Teknik Kimia Industri tetap memperoleh nilai Akreditasi B, sedangkan Teknik Mekanik Industri mengalami penurunan dari B menjadi C.