BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 2.1. Anatomi Retina (Sherwood, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prevalensi Buta Warna Pada Calon Mahasiswa yang Masuk di Universitas Tadulako

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Pengolahan Citra

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA BERBASIS HIS PADA CITRA ISHIHARA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Membedakan Warna Protanopia, Deuteranopia, Tritanopia. Sudjoko KUSWADJI Yayasan Sudjoko Kuswadji

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai panca indra. Indra pertama yang penting yaitu indra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREVALENSI BUTA WARNA PADA SISWA/SISWI SMU di KECAMATAN MEDAN HELVETIA

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO ( ) NILA NURFADHILAH ( ) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bergunamelakukanpengolahan data maupunkegiatankegiatansepertipembuatandokumenataupengolahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

Interaksi Manusia dan Komputer. Aspek Manusia dalam IMK

Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Simulasi Tes Buta Warna Berbasis Android Menggunakan Metode Ishihara

Sensasi dan Persepsi

Pertemuan 02. Faktor Manusia. Sistem Komputer. Hardware

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

10/6/2011 INDERA MATA. Paryono

INSIDENSI BUTA WARNA SISWA KELAS X SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TAHUN Oleh : MINARNI ARITONANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANGKAT LUNAK TRANSFORMASI WARNA UNTUK PENDERITA BUTA WARNA TESIS

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

Pengolahan citra. Materi 3

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Anatomi Organ Mata. Anatomy Mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Orang buta tidak buta lagi Aku ingin melihat dunia!

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA DENGAN METODE SEGMENTASI RUANG WARNA FUZZY DAN RULE-BASED FORWARD CHAINING PADA CITRA ISHIHARA

WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI SISTEM BERBASIS WEB untuk VISUALISASI TES BUTA WARNA (Colorblind Test) Eka Permana *1, Sella Tamara. #2

BUKU TEKNIK ELEKTRONIKA TERBITAN PPPPTK/VEDC MALANG

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

TES BUTA WARNA METODE ISHIHARA BERBASIS KOMPUTER (KELAS XI JURUSAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 3 SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. dimudahkan dalam memperoleh suatu informasi. Kebutuhan manusia akan informasi

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara

SIFAT FISIK WARNA.. 10/6/2013

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Penentuan Warna Gigi Tiruan

Metode Penentuan Warna Biji dalam Seleksi Klon Unggul Kakao Mulia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

1. STRABISMUS (MATA JULING)

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer

ENTROPION PADA KUCING

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer

UNIVERSITAS INDONESIA

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

DUNIA YANG BERANEKA WARNA

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. itu, ada beberapa informasi yang disimpan di dalam ingatan selama beberapa saat

BAB I PENDAHULUAN. mengenali gelombang cahaya yang berada pada range 400 nanometer hingga 700

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti

WAKTU REAKSI TERHADAP BERBAGAI SINAR WARNA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

BAB II TEORI PENUNJANG

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)

BAB V PENGATURAN TAMPILAN DAN WARNA

PENGENALAN WARNA UNTUK PENYANDANG BUTA WARNA DENGAN OUTPUT SUARA DAN TEXT

BAB - I MANUSIA By. By Ala n Ala Dix, D ix, Jan Ja et t Fin F lay, a y, Grego g ry o D ry. D Ab A owd o, wd, Russ us e s ll Be l ale a

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

BAB - I MANUSIA. By. Alan Dix, Janet Finlay, Gregory D. Abowd, Russell Beale. Ada 3 subsistem model antara lain: dunia luar

MAKALAH Spektrofotometer

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PERANCANGAN VIDEO SPEKTROSKOPI-NEURAL NETWORK UNTUK IDENTIFIKASI JENIS CAIRAN SYAIFUDIN DOSEN PEMBIMBING DR. MOCHAMMAD RIVAI,ST.

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

PRINSIP KEGUNAAN. Interaksi Manusia & Komputer

Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011. Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Akar Biologi dalam Ilmu Psikologi. Dra. Rahayu Ginintasasi,M.Si

Sunglasses kesehatan mata

listrik Gaya fundamental Berkas Elektron Sinar - X Hukum Coloumb Induksi Tabung Katoda Tabung Televisi Isolator dan konduktor Sistem Syaraf

Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna

BAB IV KAJIAN ILUSTRASI MANUAL BERWARNA KARYA RUKMUNAL HAKIM

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Defek penglihatan warna atau yang lebih dikenal dengan buta warna adalah gangguan penglihatan warna, ketidakmampuan untuk membedakan warna yang orang normal mampu untuk membedakannya. Seseorang dapat melihat normal apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya yang dipantulkan ke mata dan sistem penghantaran impuls melalui saraf normal (Guyton & Hall,1997). Retina sebagai salah satu bagian dari mata berperan di dalam proses ini merupakan bagian yang peka terdapat cahaya, pada retina orang normal mengandung dua jenis sel yang sensitif terhadap cahaya, yaitu sel batang yang aktif pada cahaya gelap dan sel kerucut yang aktif pada cahaya terang. Ketika sel batang dan sel kerucut dirangsang oleh cahaya, sinyal tersebut akan ditransmisikan melalui neuron yang terkait melalui serat saraf optik menuju korteks serebral. Normalnya ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing mengandung pigmen yang berbeda-beda. Sel kerucut aktif ketika menyerap cahaya, spektrum penyerapan cahayanya berbeda-beda. Sel kerucut yang pertama cukup sensitif pada gelombang pendek (short wavelengths), yang kedua pada gelombang medium (medium wavelengths), yang ketiga pada gelombang yang panjang (long wavelengths), (sensitivitas puncak pada warna biru, kuning kehijauan dan merah). Sensitivitas penglihatan warna normal tergantung dari

spektrum cahaya yang lebih banyak diserap dari ketiga sistem (merah hijau biru), perbedaan warna yang terlihat tergantung dari tipe sel kerucut yang distimulasi dan luasnya. Orang dengan defek penglihatan warna, mengalami kehilangan satu sel kerucut atau sel kerucut memiliki puncak absorbsi yang berbeda dari normal (Vaughan,1999). 2. Klasifikasi Defek Penglihatan Warna Banyak klasifikasi untuk defek penglihatan warna yang ada, para ahli ada yang mengklasifikasikan defek penglihatan warna menjadi buta warna total, buta warna parsial, buta warna merah-hijau (penderita tidak dapat membedakan warna merah dan hijau) dan buta warna biru kuning (penderita tidak dapat membedakan warna biru dan kuning), dalam penulisan penelitian ini digunakan klasifikasi berdasarkan penyebabnya dengan penjelasan beberapa istilah yang dibuat di bawah ini (Vaughan,1999). Berdasarkan etiologi atau penyebabnya defek penglihatan warna diklasifikasikan menjadi : 2.1. Defek Warna yang didapat Defek warna yang didapat lebih sering dari varian biru-hijau, dan mengenai pria dan wanita sama seringnya, defek ini mengenai salah satu mata lebih dari yang lain biasanya bervariasi tipe dan keparahannya, yang bergantung dari letak dan sumber patologi ocular melalui oftalmoskopis.

2.2. Defek Warna yang diturunkan Defek warna kongenital herediter hampir selalu merah-hijau (red-green deficiency), defek ini mengenai 2 mata dengan tingkat keparahan yang sama. Sebagian besar defek warna congenital bersifat resesif terkait X, serta tipe keparahannya konstan seumur hidup. Ada 3 tipe buta warna yang diturunkan, yakni : monokromat, dikromat, dan anomali trikromat. 2.2.1. Monokromat Biasa disebut buta warna total yang disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan sel kerucut (tipe S, L, M), dua dari tiga pigmen warna hilang. Terdapat dua bentuk monokromatisme, walaupun penderitanya tidak memiliki diskriminasi warna sama sekali dengan kata lain hanya mampu membedakan tingkat kecerahan, akantetapi adalah dua entitas yang berbeda. Rod monochromacy (Monokromatisme Batang), yakni biasa disebut achromatopsia retina tidak mengandung sel kerucut sama sekali. Tidak adanya sel kerucut menyebabkan gejala-gejala seperti penurunan ketajaman penglihatan, tidak adanya penglihatan warna, dan nistagmus. Kelainan ini diperlihatkan secara jelas oleh elektroretinogram fotopik. Cone Monochromacy, pada keadaan ini penderita memiliki fotoreseptor kerucut, tetapi semua sel kerucut mengandung pigmen penglihatan yang sama. Penderita tidak memiliki diskriminasi corak warna tetapi ketajaman penglihatan yang normal dan tidak terdapat fotophobia atau nistagmus.

2.2.2. Dikromat Dikromat adalah orang-orang yang fotoreseptor kerucutnya hanya mengandung dua dari tiga fotopigmen kerucut. Dikromat juga merupakan kelainan buta warna tingkat moderate. Kelainan ini meliputi Protanopia, penderita kehilangan sensitivitas sel kerucut terhadap gelombang panjang (long wavelength/l-cones), mereka tidak bisa membedakan warna merah, oranye, dan kuning. Nuetral point berada pada panjang gelombang 492 nm (titik dimana penderita tidak bisa membedakan warna ini dengan warna putih). Penderita hanya melihat satu warna yang mendekati warna kuning. Oranye yang merupakan gabungan warna primer merah dan kuning hanya terlihat kuning oleh penderita. Warna merah dibingungkan dengan warna hitam atau abu-abu tua. Bunga warna merah muda yang merupakan kombinasi warna merah dan biru, terlihat hanya berwarna biru oleh penderita, demikian halnya dengan warna sekunder lain seperti ungu yang merupakan gabungan warna primer merah dan biru, hanya terlihat biru oleh penderita dan lampu lalu lintas yang berwarna merah dilihat padam oleh penderita, [10] dan warna biru-hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Seorang protanopia belajar membedakan warna merah dari hijau dan kuning dari tigkat keterangan dan kecerahannya, bukan dari persepsi perbedaan warnanya. Hal ini dialami 1 dari 100 laki-laki. Deuteranopia (1% dari laki-laki), kekurangan sensitivitas sel kerucut terhadap gelombang medium (medium wavelength/m-cones), juga dikenal sebagi Daltonism. Kelainannya menyerupai pada protanope. Neutal point berada pada 498 nm, sehingga warna yang memiliki panjang gelombang besar, lebih sulit dibedakan dengan warna

putih. Warna hijau, kuning dan merah sulit dinilai karena dilihat sama menyerupai warna merah, warna hijau gelap dilihat hitam, sedangkan warna violet, ungu dan biru terlihat sama oleh penderita. Warna hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Pada defek penglihatan warna ini, intensitas cahayanya tidak mengalami perubahan. Tritanopia (kurang dari 1% laki-laki). Berkurangnya sel kerucut yang sensitive terhadap panjang gelombang pendek (Short wavelength/scones), sehingga penderita tidak bisa membedakan antara warna biru dan kuning. 2.2.3. Anomali Trikromat Merupakan defisit penglihatan warna yang sering dijumpai. Terdiri dari Protanomaly (1 % laki-laki dan 0.01% wanita), penderita kurang sensitive terhadap warna merah. Deuteranomaly (lebih umum pada 6 % laki-laki, 0.4 % wanita) penderita lemah terhadap warna hijau, warna hijau tua diasumsikan sebagai warna hitam. Tritanomaly (kejadiannya jarang pada laki-laki dan wanita). Dua pigmen warna normal akantetapi anomaly pigmen berada dekat dengan pigmen normal, penderita dapat melihat tiga warna (trichromacy) tapi tidak mampu untuk membedakan warna. Pada penderita protanomaly tidak ada spectrum warna yang terlihat abu-abu, warna yang terlihat abu-abu oleh protanope terlihat keabu-abuan oleh penderita protanomaly, sedangkan warna yang terlihat abu-abu oleh deuteranope sulit dibedakan oleh penderita protanomaly. Individu-individu ini memerlukan tiga warna primer untuk mencocokkan suatu warna yang tidak diketahui tidak seperti orang trikromat normal. Masingmasih trikromat anomaly memiliki defek yang analog dengan kelainan dikromat.

Pada penelitian ini protanomaly diartikan sebagai lemah warna merah, sedangkan deuteranomaly diartikan sebagai lemah warna hijau, bila keadaan protanomaly, deuteranomaly, protanopia dan deuteranopia terjadi bersama-sama disebut sebagai buta warna merah-hijau (red-green deficiency) (Vaughan, 1999). Tabel 1. Persamaan nama klasifikasi defek penglihatan warna Tipe sel kerucut Nama generic kelainan Nama Anomali trikromasi Nama Dikromasi L-cone Protan Protanomaly Protanopia M-cone Deutan Deuteranomaly Deuteranopia S-cone Tritan - Tritanopia 3. Etiopatogenesis Defek Penglihatan Warna Banyak tipe dari buta warna, tipe yang paling sering adalah buta warna merah-hijau yang bersifat herediter/genetik karena kerusakan pada photoreseptor oleh karena kehilangan gen pembentuk pigmen warna atau gen tersebut gagal bekerja. Seseorang tidak mampu membedakan warna ketika kehilangan gen ini yang bisa saja terjadi pada salah satu kelompok pigmen sel kerucut (warna hijau, kuning, oranye dan merah), warna warna ini memiliki panjang gelombang antara 525 675 nanometer bisa dibedakan apabila memiliki pigmen warna merah dan hijau, ketika salah satunya hilang, orang ini tidak akan dapat membedakan keempat warna tersebut.

Pada laki-laki, gen yang membentuk protein opsin yang bergabung dengan retinol dalam penentuan pigmen warna biru berada pada kromosom 3, sedangkan gen penentu untuk pigmen merah hijau terletak pada lengan panjang kromosom X. Pada penglihatan warna normal pada kromosom X banyak ditemukan gen yang terkait dengan pigmen warna, oleh karena itu jarang ditemukan penderita perempuan, karena paling tidak satu dari dua kromosom X nya merupakan gen normal untuk masing-masing sel kerucut. Buta warna yang didapat bisa karena pengaruh dari kerusakan retina, saraf optik, dan daerah otak bagian atas (cranial) karena daerah otak bagian atas memiliki peran dalam identifikasi warna yang meliputi parvocellular pathway dari nuklei lateral geniculate dari talamus, visual area V4 dari korteks penglihatan. Buta warna yang didapat tidak sama dengan buta warna karena pengaruh genetik. Misalnya sangat mungkin mengalami buta warna pada satu porsi dari daerah penglihatan warna namun daerah lainnya berfungsi normal. Penurunan penglihatan warna merupakan indikator sensitif untuk beberapa bentuk dari kelainan makula yang didapat atau penyakit saraf, seperti pada optik neuritis atau tekanan saraf optik oleh karena adanya massa, kelainan penglihatan warna lebih awal muncul dibanding penurunan tajam penglihatan. Usia juga berpengaruh terhadap kejadian buta warna, kejadian buta warna meningkat pada penderita alzheimer.tidak ada pengaruh neuroendokrin pada kelainan buta warna ini. Jenis yang berbeda dari buta warna yang diturunkan terjadi oleh karena kehilangan fungsi sistem sel kerucut secara parsial atau komplit. Ketika satu

sistem sel kerucut yang terkena, akan terjadi buta warna dichromacy. Bentuk yang paling sering dari buta warna terjadi oleh karena masalah pada sistem sel kerucut yang sensitif terhadap gelombang cahaya sedang dan panjang sehingga nantinya sulit untuk membedakan warna merah, kuning, hijau. Kelainan ini disebut buta warna merah-hijau. Bentuk buta warna yang lainnya jarang ditemukan, dan bentuk yang paling jarang terjadi adalah buta warna komplit atau buta warna monochromacy, dimana seseorang tidak bisa membedakan warna dari warna abu-abu, serperti yang terlihat dalam siaran televisi hitam putih. Penyakit genetik buta warna merah-hijau lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, karena gen yamg mengkodekan pigmen merah dan hijau berada pada lengan panjang kromosom X, dimana laki-laki hanya punya satu dan wanita memiliki dua (XX). Wanita yang memiliki genotipe 46 XX akan menjadi buta warna, apabila kedua kromosom X mengalami kelainan, sedangkan pada laki-laki 46 XY, akan terjadi buta warna bila satu kromosom X nya mengalami kelainan. Gen yang mengkode pigmen merah-hijau diturunkan dari laki-laki yang buta warna kepada semua anak perempuan mereka yang heterozigot carrier, dan wanita carrier berkesempatan menurunkan sifat buta warna 50% kepada anak laki-laki mereka. Jika seorang laki-laki buta warna menikah dengan wanita carrier buta warna, anak perempuan mereka kemungkinan akan lahir dengan buta warna (Vaughan,1999).

4. Mekanisme melihat tiga warna (Tricolor mechanism) 4.1. Proses pengenalan cahaya Setelah cahaya melewati lensa mata kemudian melewati vitreous humor kemudian masuk ke dalam retina dari dalam ke arah luar. Yang pertama melewati sel ganglion, lalu melewati lapisan plexiform (plexiform layer), lapisan inti (nuclear layer) dan limiting membran, sebelum akhirnya menuju sel batang dan sel kerucut. Pigmen warna pada sel kerucut memiliki komposisi kimia yang sama dengan rhodopsin didalam sel batang, perbedaannya hanya terletak pada protein yang diberi nama photopsin yang berbeda dengan scotopsin pada sel batang. Tiga pigmen warna yang berbeda berada pada sel kerucut yang berbeda, yang membuat sel kerucut sensitif pada warna tertentu, pigmen warna ini dinamakan (blue-sensitif pigment, green sensitif pigment, dan red-sensitif pigment) yang menunjukkan puncak absorbsi pada panjang gelombang 445, 535, 570 nanometer.(guyton & hall,1997). 4.2. Sensitivitas spektrum warna pada sel kerucut Mata manusia bisa mendeteksi seluruh gradasi warna yang terbentuk dari kombinasi yang berbeda antara cahaya monokromatik merah, hijau, biru. Sensitivitas pada ketiga tipe sel kerucut pada manusia sama dengan kurva penyerapan cahaya dari ketiga tipe pigmen warna pada sel kerucut.(guyton & hall,1997) 4.3. Interpretasi warna oleh sistem saraf Orang bisa melihat cahaya oranye monokromatik dengan panjang gelombang 580 nanometer karena menstimulasi sel kerucut 99 % dari puncak

stimulasi panjang gelombang optimal, dan sinar ini juga menstimulasi sel kerucut pigmen hijau sekitar 42 % tetapi tidak seluruhnya. Jadi perbandingan stimulasi dari ketiga sel kerucut pada keadaan ini merah : hijau : biru = 99 : 42 : 0, sistem saraf menginterpretasikan perbandingan ini sebagai sensasi warna oranye. Pada keadaan lain cahaya biru monokromatik dengan panjang gelombang 450 nanometer tidak menstimulasi pigmen merah sel kerucut dan 97 % menstimulasi pigmen biru sel kerucut, hal ini memberikan perbandingan 0 : 0 : 97 yang diinterpretasikan sebagai warna biru oleh sistem saraf.(guyton & hall,1997). 4.4. Persepsi cahaya putih Stimulasi yang sama besarnya antara pigmen merah, hijau, biru pada sel kerucut memberikan sensasi melihat warna putih.(guyton & hall,1997). 6. Diagnosis Defek Penglihatan Warna Diagnosis defek penglihatan warna dibuat berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan penunjang, anamnesis yang sesuai seperti terdapat riwayat buta warna di dalam keluarga atau terdapat riwayat trauma kranial yang menyebabkan kelainan saraf atau makula. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan menggunakan Buku Ishihara. Pada Penelitian ini digunakan Buku Ishihara edisi 38 plate. Plate 1-25 bergambar angka (numeral) yang sebaiknya dijawab dalam waktu tidak lebih dari 3 detik, jika anak tersebut tidak mampu membaca angka, digunakan plate 26 38 yang diminta untuk menghubungkan menjadi garis diantara 2 x yang harus diselesaikan dalam waktu 10 detik. Pada penelitian dilakukan tes menggunakan 38 plate atau 6 plate, yang mana plate 2,3,4,5 bisa

diwakilkan satu plate, plate 6,7,8,9 bisa diwakilkan satu plate, plate 10,11,12,13 bisa diwakilkan satu plate, demikian pula dengan plate 14,15,16,17 dan plate 18,19,20,21. Penggunaan seluruh plate (38 plate) dilakukan bila dtemukan ketidaksesuaian dengan menggunakan 6 plate tersebut. Pembacaan plate 1-21 menentukan normal atau anak tersebut mengalami defek penglihatan warna. Jika anak tersebut mampu membaca 17 plate atau lebih dengan benar, anak tersebut memiliki penglihatan warna yang normal. Bila hanya mampu membaca 13 plate atau kurang dari 13 plate dengan benar, anak ini tergolong mengalami penurunan penglihatan warna (color vision deficiency) yang di dalam penelitian ini disebut sebagai defek penglihatan warna, keadaan ini bisa juga dilihat jika anak tersebut lebih mudah membaca plate 18,19,20,dan 21 sebagai 5,2,45,dan 73 dibandingkan dengan plate 14,10,13,17. Buku ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi red-green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong protanomaly, protanomaly, deuteranopia atau strong deuteranomaly, dan deuteranomaly. Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna congenital, untuk mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan macula, trauma kranial) perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Vaughan, 1999).