BAB IV STRATEGI DAN KONSEP OPERASI PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KELEMBAGAAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SPM BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI DI KABUPATEN/KOTA

2012, No

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

B. ISU BENCANA DAN KEBAKARAN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 2/IV-SET/2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

Pengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

Pedoman Penyusunan Program Kedaruratan PLB3

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN HARIAN PUSAT DATA DAN INFORMASI SEKRETARIAT BPBD PROVINSI JAMBI Pertanggal, 5 September 2015, Pukul : 18:00 WIB

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Policy Brief. Anggaran Karhutla FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. FITRA Provinsi Riau

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

Bab II Perencanaan Kinerja

SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM KEBAKARAN

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB IV TATA LAKSANA PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal 11 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan.

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN HARIAN UPTB PUSDALOPS PB BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 15 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 61 TAHUN 2008 T E N T A N G

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

RENCANA AKSI TAHUN 2017 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BLITAR

EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL RUMUSAN KOMISI A BIDANG REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

KARHUTLA Monitoring System

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAN BPBD MELALUI PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL KEBENCANAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

GUBERNUR SUMATERA UTARA

Transkripsi:

BAB IV STRATEGI DAN KONSEP OPERASI PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN 1. Permasalahan, Tantangan dan Peluang a. Permasalahan 1) Upaya pencegahan Karhutla belum terintegrasi dan masih tersebar di berbagai instansi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah (masing-masing instansi memiliki peraturan dan perundangan penanggulangan karhutla sendiri-sendiri). 2) Kesadaran pelaku usaha dan masyarakat terhadap bahaya Karhutla masih belum memadai. Hal ini ditandai dengan masih terjadinya pembakaran hutan dan lahan yang berulangkali setiap tahun 3) Membuka lahan dengan cara membakar disebutkan sebagai kearifan lokal dalam UU No. 32 / 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun ada peraturan dan perundangan yang menjelaskan tidak boleh membuka lahan dengan membakar atau Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). 4) Tata ruang yang belum jelas. Ada beberapa kawasan yang secara de jure merupakan kawasan hutan, namun secara de facto sudah bukan merupakan kawasan hutan (pemukiman, pertanian atau perkebunan), dan masih ada status kepemilikan lahan yang tumpang tindih atau batas kawasan yang tidak jelas sehingga sulit mengetahui pihak mana yang seharusnya bertanggung jawab dan tidak jelas hukum mana yang harus diterapkan. 5) Penanganan Karhutla, khususnya di lahan gambut, belum mengikuti zonasi ekologi tetapi masih berdasarkan wilayah administratif. Padahal penanganan kebakaran di lahan gambut seharusnya berdasarkan peat dome (kubah gambut).

b. Tantangan 1) Kemampuan pencegahan Karhutla belum memadai apabila dihadapkan pada potensi ancaman Karhutla. Hal ini disebabkan : a) Belum ada kebijakan penganggaran dan mekanisme pendanaan untuk pencegahan karhutla, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah (dukungan anggaran operasional dan logistik). b) Kualitas dan kuantitas SDM atau aparat petugas pencegahan Karhutla belum memadai. c) Terbatasnya sarana dan prasarana serta peralatan pencegahan Karhutla. d) Infrastruktur belum terbangun dengan baik. e) Belum jelasnya institusi yang bertanggung jawab apabila terjadi Karhutla sehingga fungsi komando dan pengendalian pecegahan Karhutla masih kabur. 2) Kondisi geografis atau medan yang sulit untuk dijangkau dalam rangka melakukan Groundcheck dan Verifikasi Hotspot serta pemadaman awal, terlebih tidak terdapatnya akses jalan. Disamping itu, sumber air untuk pemadaman sangat terbatas dan luasnya lahan juga mempengaruhi tugas pengawasan. 3) Ego sektoral masih menonjol. 4) Penegakan hukum masih belum dapat diterapkan sepenuhnya. 5) Pendistribusian data dan informasi early warning atau deteksi berupa iklim dan cuaca, Fire Danger Rating System/FDRS (Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran/SPBK) dan hotspot belum terjamin sampai ke tingkat pengguna akhir (end-user). Disamping itu, belum jelasnya bagaimana menindaklanjuti data dan informasi peringatan atau deteksi dini tersebut. c. Peluang 1) Sudah ada peraturan dan perundangan yang mengatur pencegahan Karhutla walaupun belum diharmonisasikan. 36

2) Sebagian besar Pelaku usaha sudah memiliki kemampuan pencegahan dan pemadaman kebakaran walaupun terbatas. 3) Sudah terbentuknya Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api, Kelompok Petani Peduli Api, dan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan. 4) CSR dapat digunakan untuk mendukung upaya pencegahan Karhutla. 5) CSO atau LSM terkait dapat diberdayakan guna mendukung upaya pencegahan Karhutla. 2. Strategi Pencegahan Karhutla Strategi yang diterapkan dalam upaya pencegahan Karhutla ini adalah dengan mengharmonisasikan peraturan dan perundangan yang terkait dengan Karhutla, membangun kapasitas institusi dan SDM, memperkuat dukungan anggaran dan logistik, membangun sarana dan prasarana serta infrastruktur, memberdayakan semua pemangku kepentingan (stake holders) dan memberdayakan aset nasional di daerah dalam memperkuat upaya pengurangan risiko Karhutla mulai dari tindakan antisipatif sampai pada tahap pemadaman dini. 3. Konsep Operasi Pencegahan Upaya pencegahan Karhutla dilakukan secara dini oleh semua pihak yang bertanggung jawab sesuai dengan tataran dan kewenangannya yang tergabung dalam Pusdalopnas Pencegahan Karhutla mulai dari tindakan antisipatif, tindakan pencegahan dan tindakan penguatan pencegahan sampai pada pemadaman awal terhadap Hotspot yang berkembang menjadi titik api. a. Direktif Presiden tentang penanggulangan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan, yaitu : 1) Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penanggung jawab utama atau first responder. 2) Pemerintah provinsi hadir untuk mengerahkan sumber daya yang ada di wilayah provinsinya. 3) Pemerintah pusat hadir memenuhi kebutuhan ekstrim, antara lain kebutuhan dana, bantuan nasional, dan internasional. 37

4) Melibatkan TNI dan Polri secara penuh. 5) Melaksanakan penanggulangan bencana asap akibat Karhutla secara dini. b. Kemampuan yang harus dimiliki dalam upaya pencegahan Karhutla, sebagai berikut : 1) Mampu mendeteksi awal terhadap adanya potensi ancaman bahaya Karhutla dan mendistribusikan kepada semua petugas atau instansi yang berwenang (Kemampuan Prediksi dan Peringatan Deteksi Dini). 2) Mampu mengidentifikasi Hotspot yang kemungkinan besar menjadi Firespot. Petugas lapangan harus terlatih dengan baik dan memiliki alat peralatan serta perlengkapan yang memadai, antara lain : alat komunikasi (radio/ht, HP, dan Telepon Satelit), sarana transportasi (mobil dan motor yang sudah dimodifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dilapangan, boat untuk di sungai, dan Hellikopter). Perlengkapan perorangan termasuk mobile fire distinguisher / pompa air portable yang di install di sepeda motor atau mobil. Petugas mampu mendeskripsikan situasi dan kondisi yang dihadapi dilapangan termasuk posisi Hotspot/firespot dalam lintang dan bujur serta melaporkan secara cepat kepada Pusdalop Kab/Kota. 3) Kemampuan pemadaman dini/awal. Petugas lapangan diberikan pelatihan yang memadai dan dibekali alat peralatan dan perlengkapan pemadaman kebakaran portable untuk melakukan pemadaman awal. 4) Memiliki sistem informasi dan komunikasi yang sanggup menjamin terdistribusinya semua informasi penting kepada semua petugas/pemangku kepentingan secara cepat dan tepat (semua petugas well informed). Terjalinya komunikasi yang lancar secara terus menerus. Komunikasi harus terbuka sepanjang hari (7 hari X 24 jam). Terwujudnya koordinasi yang solid antar semua petugas pencegahan Karhutla di lapangan dan petugas yang berada di Pusdalopnas dan Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). 38

5) Terjaminnya satuan komando (unity of command) dari Pusdalop Kab/Kota kepada petugas lapangan dan mampu melakukan pengendalian operasi pencegahan Karhutla dengan ketat. 6) Memiliki mobilitas yang memadai dalam melakukan identifikasi adanya bahaya Karhutla, patroli dan pengawasan di lapangan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan pencegahan Karhutla (Response time sesingkat mungkin). 7) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan daya tangkal, agar pelaku pembakaran tidak melaksanakan niatnya untuk melakukan pembakaran. c. Langkah Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 1) Tindakan Antisipatif a) Peringatan dan deteksi dini (1) Prakiraan awal musim kemarau, prakiraan curah hujan dan sifat hujan bulanan atau dasarian. (2) Informasi fenomena El Nino dan pengaruhnya. (3) Informasi harian curah hujan, suhu udara maksimum, jarak pandang, kelembaban dan arah serta kecepatan angin El Nino. (4) Informasi dan prediksi dikeluarkan oleh BMKG, kemudian disampaikan kepada BNPB selaku Pusdalops Nasional, BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Kementerian/ Lembaga terkait serta Pelaku Usaha. (5) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: komputer dan program pengolah data, jaringan internet, dan alat komunikasi. b) Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK)/Fire Danger Rating System (FDRS) (1) Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran berisi Informasi tentang Potensi Kemudahan Terjadinya Kebakaran dan Potensi Tingkat Kesulitan Pengendalian Kebakaran. 39

(2) Informasi dan prediksi SPBK/FDRS dikeluarkan oleh BMKG, kemudian disampaikan kepada BNPB selaku Pusdalops Nasional, dan diteruskan kepada BPBD Provinsi/Kabupaten/ Kota, dan Kementerian/Lembaga serta Pelaku Usaha. (3) Jika dalam musim kemarau pemeringkatan bahaya kebakaran berturut-turut selama 5 hari atau lebih berwarna merah, maka Gubernur/Bupati/Walikota dapat mengeluarkan maklumat larangan membakar pada saat menjelang musim kemarau tanpa harus menunggu adanya pemeringkatan bahaya kebakaran diwajibkan mengeluarkan maklumat larangan membakar. (4) Data SPBK/FDRS dikompilasi secara harian, bulanan, dan tahunan sebagai database yang dapat dipergunakan sewaktuwaktu. (5) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: komputer dan program pengolah data, jaringan internet, papan SPBK/bendera, dan alat komunikasi. c) Diseminasi Peta Rawan Kebakaran (1) BNPB selaku Pusdalops Nasional mendesiminasi Peta Rawan Kebakaran yang sudah disusun disampaikan kepada BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota dan K/L terkait untuk dipedomani dalam upaya pencegahan selanjutnya. (2) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah : komputer dan program pengolah data, jaringan internet, dan alat komunikasi. d) Patroli Pencegahan/Ronda Api (1) Patroli Pencegahan/Ronda Api dilakukan di lokasi-lokasi rawan kebakaran khususnya berdasarkan informasi cuaca, SPBK dan Peta Rawan Kebakaran. Tahap ini dilakukan sebelum adanya indikasi hotspot. 40

(2) Patroli dilakukan oleh instansi terkait sesuai dengan tupoksinya, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat peduli api. (3) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: kendaraan bermotor, GPS, peralatan pemadaman kebakaran manual dan mekanik, buku catatan, dan alat komunikasi. e) Penguatan Tindakan Antisipatif (1) Membuat tanda-tanda larangan membakar lahan dan kebun serta ajakan kepada masyarakat untuk melakukan pencegahan Karhutla bersama-sama. (2) Pembuatan embung dan penyiapan sumber air lainnya. (3) Khusus di lahan gambut harus ada sistem pengelolaan air (water management) (4) Pembangunan pos/menara pengawas di titik strategis. (5) Pembuatan sekat bakar, pembersihan saluran air dan parit pembatas lahan. (6) Penyiapan alat-alat antisipasi kebakaran. (7) Membentuk kelompok pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan memperkuat yang sudah terbentuk. (8) Membuat jadwal dan melaksanakan patroli pencegahan kebakaran. (9) Membuat sistem pelaporan periodik. (10) Pelatihan kelompok pemadaman kebakaran hutan dan lahan secara regular dan terencana. (11) Pemasangan leaflet/poster/gambar gambar parameter cuaca ekstrim pada wilayah hutan dan lahan yang mudah terbakar. 41

f) Penetapan Status Peringatan Kebakaran Hutan dan Lahan (1) Status Peringatan Kebakaran Hutan dan Lahan dibagi menjadi 4 (empat), yaitu : (a) Normal : ISPU 0 50, tidak ada hotspot, tidak terdapat kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, suhu ratarata masih normal, masih adanya hujan, kelembaban tinggi. (b) Waspada : ISPU 51 100, mulai terpantau adanya hotspot, suhu rata-rata sudah meningkat, berkurangnya curah hujan, dan kelembaban yang makin kering. (c) Siaga : ISPU 101 200, terdapat peningkatan hotspot selama 3 hari berturut-turut, kondisi SPBK pada status tinggi selama beberapa waktu, mulai terjadi kabut asap. (d) Awas : ISPU 201, terdapat peningkatan hotspot selama 3 hari berturut-turut, kondisi SPBK pada status ekstrem selama lebih dari 1 minggu, sudah terjadi kabut asap. 42

(2) Selain mekanisme yang berlaku, penentuan status peringatan juga dapat berasal dari kelompok masyarakat. (3) Penentuan status siaga darurat ditetapkan berdasarkan status Siaga Kebakaran Hutan dan lahan. Status siaga darurat ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari BPBD Kabupaten/Kota. g) Pemantauan Data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) (1) Pemantauan data ISPU dikeluarkan oleh Pusat Pengelolaan Ekoregional Kementerian Lingkungan Hidup, BLH Provinsi/ Kabupaten/Kota, atau sumber lainnya. Kemudian informasi ini langsung disampaikan kepada BPBD Provinsi/Kabupaten /Kota untuk disebarluaskan kepada instansi terkait dan masyarakat. (2) Upaya-upaya pencegahan dilakukan pada saat nilai ISPU 100. (3) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: alat pengukur ISPU, komputer dan jaringan internet, buku catatan, dan alat komunikasi. h) Penetapan Status Siaga Penentuan status siaga ditetapkan berdasarkan informasi peringkat bahaya kebakaran yang ekstrem, berturut-turut dipantau adanya peningkatan jumlah hotspot, dan nilai ISPU yang meningkat. Status siaga dilakukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari BPBD. 2) Tindakan pencegahan Peraturan perundangan mengamanatkan para Pelaku Usaha untuk melakukan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). PLTB mengacu pada Pedoman Teknis Pembukaan/Penyiapan Lahan Tanpa Bakar dan Pemanfaatan Limbah Pembukaan Lahan pada areal perkebunan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Tahun 2012. Hal itu dapat diperkuat dengan 43

pelaku usaha dan instansi terkait menandatangani pernyataan untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan membakar diketahui oleh Gubernur/Bupati/Walikota sebagai bentuk komitmen dan pertanggung jawaban dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. a) Pemantauan Hotspot (1) Hotspot dideteksi oleh Satelit NOAA18, yang diterima oleh Kementerian Kehutanan kemudian diinformasikan kepada BNPB selaku Pusdalops Nasional kepada BPBD Provinsi/Kabupate/Kota dan K/L terkait serta Pelaku Usaha. (2) Informasi hotspot berupa data spasial yang berisi koordinat, yang belum berarti kejadian kebakaran, sehingga harus ditindaklanjuti oleh penerima data (BPBD Provinsi/Kabupaten/ Kota dan K/L terkait) dengan melakukan groundcheck dan verifikasi hotspot. (3) Data hotspot dikompilasi secara harian, bulanan, dan tahunan sebagai database yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu. (4) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: komputer dan program pengolah data, jaringan internet, aplikasi Google Earth/Ina Geoportal dan alat komunikasi (radio/ht, HP, dan Telepon Satelit). b) Groundcheck dan Verifikasi Hotspot (1) Groundcheck dilakukan segera mungkin setelah mendapatkan informasi hotspot yang berupa data koordinat oleh pemangku wilayah dimana hotspot tersebut berada. (2) Bilamana hotspot berada di lahan yang belum dibebani hak, maka pelaksanaan groundcheck dilakukan di bawah koordinasi BPBD Kabupaten/Kota selaku Pusdalops Kab/Kota. (3) Pengawasan pelaksanaan seluruh kegiatan groundcheck dilakukan oleh BPBD Kabupaten/Kota selaku Pusdalops Kab/Kota. 44

(4) Bilamana terjadi kebakaran segera dilakukan pemadaman dini. (5) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: alat transportasi, GPS, peralatan tangan dan mekanik pemadaman dini, peralatan perorangan, buku catatan, dan alat komunikasi. c) Pemadaman Dini (1) Pemadaman Dini atau Pemadaman Awal dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar saat ditemukan hotspot oleh regu patroli melalui pemadaman seketika tanpa menunggu perintah dari koordinator. (2) Bilamana kondisi kebakaran tersebut tidak dapat dipadamkan, maka segera melaporkan kepada penanggung jawab pemangku wilayah dan BPBD Kabupaten/Kota untuk dilakukan pemadaman lanjutan baik melalui pemadaman gabungan maupun pemadaman melalui udara. (3) Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah: alat transportasi, GPS, peralatan tangan dan mekanik, peralatan perorangan, dan alat komunikasi. d) Pengawasan Fungsi pengawasan dilakukan oleh semua pihak yang bertanggung jawab dalam upaya pencegahan Karhutla sesuai dengan tataran dan kewenangnnya. Mekanisme proses pengawasan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dilakukan oleh : (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan antisipasi, tindakan pencegahan, dan penguatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada kawasan hutan konservasi dilakukan oleh Kementerian Kehutanan. (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan antisipasi, tindakan pencegahan, dan penguatan pencegahan kebakaran 45

hutan dan lahan pada kawasan hutan produksi yang dibebani hak konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman (IUPHH-HA/HT) dilakukan oleh Dinas yang membidangi kehutanan di Provinsi/ Kabupaten/Kota dengan Kementerian Kehutanan. (3) Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan antisipasi, tindakan pencegahan, dan penguatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada areal perkebunan dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi/Kabupaten/Kota dengan Kementerian Pertanian. (4) Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan antisipasi, tindakan pencegahan, dan penguatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada kawasan lahan lainnya dilakukan oleh BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota. (5) Pelaporan hasil Pengawasan dilaporkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota, Kepala BNPB selaku Kapusdalops Nasional dan Menteri terkait. (6) Kemendagri melakukan pengawasan terhadap Pemda dalam mencegah Karhutla e) Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan POSNAS Pencegahan Karhutla (1) Menko Kesra membentuk tim monitoring dan evaluasi pelaksanaan POS yang anggotanya terdiri dari perwakilan setiap Kementerian / Lembaga terkait. (2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara rutin setiap triwulan dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. (3) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan terhadap Program dan Kegiatan Pusdalops Provinsi dan Pusdalops Kabupaten/Kota. (4) Hasil monitoring dan evaluasi dilaporkan pada Dewan Pengarah untuk penetapan kebijakan lebih lanjut. 46

f) Audit Penaatan dan Pelaporan (1) Kemenhut, Kementan, KLH dan Pemda Prov/Kab melakukan audit dan penilaian terhadap ketaatan pemegang ijin usaha terhadap kepemilikan dan kelayakan peralatan, sarana dan prasarana pengendalian Karhutla. (2) Pemda memberikan imbalan dan sanksi terhadap pemegang ijin usaha berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian oleh Pemerintah. (3) Kemendagri melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pemda dalam hal pelaksanaan kebijakan imbalan dan sanksi terhadap pelaku usaha. (4) Kementerian/Lembaga menyampaikan hasil pemeriksaan adanya indikasi tindak pidana kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. g) Sosialisasi Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada semua pemangku kepentingan dan masyarakat tentang peraturan dan perundangan yang terkait dengan Karhutla, bahaya dan dampak Karhutla serta upaya pencegahannya. Tujuannya adalah untuk membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam turut mencegah Karhutla. Sedangkan sasarannya adalah masyarakt dengan sadar tidak lagi melakukan Pembakaran hutan atau lahan dan menjadi pelapor yang efektif apabila terjadi Pembakaran Hutan dan Lahan. Dalam menyelenggarakan sosialisasi ini tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemda serta TNI-Polri melainkan juga dengan memperdayakan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, insan pemerhati, CSO/NGO/LSM, guru dan akademisi dengan memaksimalkan pemanfaatan kekuatan media baik melalui jejaring social media/internet, media elektronik (TV dan Radio), media cetak, leaflet/pamphlet, iklan/reklame. 47

Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, BNPB dan BP REDD+ serta Gubernur, Bupati/Walikota bertanggung jawab sesuai dengan tataran dan kewenangannya atas : (1) Penyuluhan, sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan Pemerintah tentang pencegahan dan dampak kebakaran Hutan dan Lahan; (2) Sosialisasi peta rawan kebakaran hutan dan lahan; h) Penegakan Hukum (1) Aparat penegak hukum terdiri dari Kepolisian RI, Kejaksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Kehutanan, PPNS Kementerian Pertanian, PPNS Kementerian Lingkungan Hidup, PPNS Pemerintah Provinsi dan PPNS Kabupaten/Kota. (2) Aparat penegak hukum bertanggung jawab dalam memberikan Penyuluhan Kesadaran Hukum kepada aparatur pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat tentang peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan pencegahan Karhutla. (3) Aparat penegak hukum melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan apabila terjadi pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan berkaitan dengan Karhutla. (4) Aparat penegak hukum melakukan audit penaatan dan pelaporan terhadap indikasi pelanggaran peraturan dan perundang-undangan berkaitan dengan Karhutla. 3) Tindakan Penguatan Pencegahan a) Pendidikan dan Pelatihan (1) Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup 48

BNPB dan BP REDD+, serta Gubernur/Bupati/Walikota bertanggung jawab atas terselenggaranya Diklat sesuai dengan tataran dan kewenangannya dalam rangka : (a) Peningkatan kapasitas dan keterampilan petugas relawan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. (b) Pelaksanaan simulasi kebakaran hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha. (c) Penyusunan modul pendidikan dan pelatihan pencegahan Karhutla. (d) Peningkatan kapasitas PPNS dalam penanganan penegakan hukum Karhutla (e) Penyusunan modul pendidikan dan pelatihan penanggulangan Karhutla sekurang-kurangnya antara lain : tata cara pembukaan lahan, bahaya pembakaran, pemahaman informasi cuaca dan musim serta FDRS (2) Pelaku usaha berkewajiban melakukan pendidikan dan pelatihan pencegahan Karhutla. b) Imbalan dan Sanksi (1) Pemerintah akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin usaha dan penerbitan sertifikasi hasil produksi terhadap pemegang ijin usaha yang tidak menjaga areal konsesinya dari kebakaran, tidak memiliki sarana prasarana dan SDM pengendalian kebakaran sesuai ketentuan/pedoman yang ada. (2) Kemendagri melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pemda dalam hal pelaksanaan Penghargaan dan atau Insentif terhadap pelaku usaha. (3) Kementerian Kehutanan memberikan sanksi kepada pemegang ijin usaha dibidang kehutanan yang tidak memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana pengendalian 49

kebakaran hutan serta tidak melaksanakan kegiatan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya. (4) Gubernur/Bupati/Walikota memberikan Penghargaan dan atau Insentif terhadap pemegang ijin usaha yang telah berhasil menjaga areal konsesinya, memiliki sarana prasarana dan SDM pengendalian kebakaran yang memenuhi ketentuan/pedoman yang ada. (5) Gubernur/Bupati/walikota memberikan Pengahargaan dan atau Insentif kepada masyarakat pemilik lahan yang melakukan kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB). c) Penguatan Organisasi (1) Bupati/Walikota bertanggung jawab membentuk, membina dan mensinergikan lembaga masyarakat yang ada antara lain : MPA, Linmas, Tagana, Satlakar, Balakar, Manggala Aqni, dan pelaku usaha untuk dikoordinasikan oleh BPBD Kab/Kota selaku Pusdalops Kab/Kota, dalam pencegahan Karhutla; (belum semua Kabupaten/ Kota memiliki BPBD); (2) Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam pembentukan PPNS terkait Karhutla (masih ada SKPD yang belum memiliki PPNS); (3) Mendagri bersama Menpan RB dan Kepala BKN menyusun kompetensi dan jabatan fungsional petugas pemadam kebakaran; (4) Bupati/Walikota menyusun perencanaan anggaran pencegahan karhutla dikoordinasikan kepada Gubernur untuk di perda kan dan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri; (5) Bupati/Walikota meningkatkan capaian target SPM bidang penanggulangan kebakaran dilaporkan kepada Gubernur, dan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai salah satu evaluasi kinerja Pemda. 50

d. Struktur Oganisasi Pusat Pengendalian dan Operasi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan. Fungsi, peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab : 1) Presiden a) Memberikan direktif terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan b) Menerima laporan dari Pusdalopnas dan Tim Pengarah 2) Dewan Pengarah Dewan Pengarah terdiri dari : Menko Kesra, Menko Polhukam, Menko Perekonomian. Unsur Pusdalops Nasional terdiri dari Mendagri, Menlu, Menkeu, Men PPN/Bappenas, Menhut, Mentan, Men LH, Menristek, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Ka BIN, Ka BPPT, Ka BMKG, Ka BIG, Ka LAPAN, dan BP REDD+, yang mempunyai tugas : a) Membantu Presiden dalam merumuskan arahan pencegahan kebakaran hutan dan lahan 51

b) Melakukan supervisi kepada Pusat Pengendalian Operasi Nasional 3) Kepala BNPB selaku Kepala Pusdalops Nasional Pencegahan Karhutla bertanggung jawab kepada Presiden atas penyelenggaraan pencegahan Karhutla tingkat pusat. 4) Gubernur selaku penanggung jawab atas penyelenggaraan pencegahan Karhutla tingkat provinsi bertanggung jawab kepada Kepala Pusdalops Nasional. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, Gubernur melimpahkan kewenangan pelaksanaan pencegahan Karhutla kepada Kepala BPBD Provinsi selaku Kepala Pusdalops Provinsi. 5) Kepala BPBD Provinsi sebagai pelaksana Pusdalops Provinsi Pencegahan Karhutla bertanggung jawab kepada Gubernur atas penyelenggaraan pencegahan Karhutla tingkat Provinsi. 6) Bupati/Walikota selaku penanggung jawab atas penyelenggaraan pencegahan Karhutla tingkat Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Kepala Pusdalops Provinsi. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan Pencegahan Karhutla kepada Kepala BPBD Kabupaten/Kota selaku Kepala Pusdalops Kabupaten/Kota. 7) Kepala BPBD Kab/Kota sebagai pelaksana Pusdalops Kab/Kota Pencegahan Karhutla bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota atas penyelenggaraan pencegahan Karhutla tingkat Kab/Kota. 52

8) Pusat Pengendalian Operasi Nasional (Pusdalopnas) Fungsi, peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Pusdalops Nasional : a) Memberikan komando, informasi dan arahan umum untuk pelaksanaan pencegahan Karhutla dan mendirikan Pusdalops di BNPB. b) Menggerakan sumber daya nasional yang ada untuk melakukan tindakan pencegahan Karhutla. c) Mengkoordinasikan kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada tingkat Nasional d) Melakukan supervisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan kepada Pusat Pengendalian Operasi Provinsi e) Menerima Informasi Peringatan Dini (yang merupakan hasil analisa Prediksi, Peringatan Dini dan Deteksi Dini dari BMKG, LAPAN dan Kementerian Kehutanan) dan meneruskannya kepada Pusdalops Kabupaten/Kota dan Pusdalops Provinsi serta K/L terkait dan Pelaku Usaha. 53

f) Merespon laporan terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan dari Pusat Pengendalian Operasi Provinsi, Kabupaten dan Kota. g) Melapor kepada Presiden tentang pelaksanaan pencegahan Karhutla dengan tembusan kepada Dewan Pengarah 9) Pusat Pengendalian Operasi Provinsi Fungsi, peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Pusdalops Provinsi: a) Memberikan komando, informasi dan arahan umum untuk pelaksanaan pencegahan Karhutla dan mendirikan Pusdalops di BPBD Provinsi. b) Menggerakan sumber daya nasional dan daerah yang ada untuk melakukan tindakan pencegahan Karhutla. c) Menindaklanjuti Informasi Peringatan Dini dari Pusat Pengendalian Operasi Nasional. d) Melakukan supervisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan kepada Pusat Pengendalian Operasi Kabupaten/Kota. e) Merespon laporan terkait kebakaran hutan dan lahan dari Pusat Pengendalian Operasi Kabupaten/Kota. 54

f) Melaporkan kegiatan pencegahan Kahutla (mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil) kepada Pusdalopnas. 10) Pusat Pengendalian Operasi Kabupaten/Kota Fungsi, peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Pusdalops Kab/Kota : a) Memberikan komando, informasi dan arahan umum untuk pelaksanaan pencegahan Karhutla dan mendirikan Pusdalops di BPBD Kab/Kota. b) Menggerakan sumber daya nasional dan daerah yang ada untuk melakukan tindakan pencegahan Karhutla. c) Menindaklanjuti Informasi Peringatan Dini dari Pusat Pengendalian Operasi Provinsi, dari BMKG Daerah, dari Kemhut dan dari LAPAN; d) Melakukan supervisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan kepada Poswil Damkar yang berada di Kecamatan-Kecamatan. e) Merespon laporan terkait kebakaran hutan dan lahan dari Poswil Damkar, Kelompok Masyarakat Peduli Api, Kelompok Tani Peduli Api dan Pelaku Usaha 55

f) Melaporkan kegiatan pencegahan Kahutla (mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil) kepada Pusdalop Provinsi. g) Melakukan sosialisasi dan simulasi pencegahan Karhutla secara terus-menerus. h) Membangun sistem peringatan adanya kebakaran (kentongan, dll). i) Membangun papan/tanda peringatan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan. 11) Pos Wilayah Pemadam Kebakaran Kecamatan (Dalops Kecamatan) Fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab Kepala Pusdalops Kecamatan : a) Menindaklanjuti Informasi Peringatan Dini dari Pusat Pengendalian Operasi Kabupaten/Kota. b) Melakukan supervisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan kepada Pelaksana Desa/Kelurahan, Pokmas, dan Pelaku Usaha. c) Merespon laporan terkait kebakaran hutan dan lahan dari Pelaksana Desa/Kelurahan, Kelompok Masyarakat Peduli Api, Kelompok Tani Peduli Api dan Pelaku Usaha d) Melaporkan kegiatan pencegahan Kahutla (mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil) kepada Pusdalopkab, melalui Kecamatan 56

e) Melakukan sosialisasi secara terus-menerus kepada Pokmas dan Pelaku Usaha untuk memasyarakatkan pencegahan karhutla f) Berkoordinasi dengan Muspika dalam melakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan termasuk patroli dan sosialisasi. g) Mengoperasikan sistem peringatan adanya kebakaran (kentongan, dll) h) Mengoperasikan papan/tanda/alat peringatan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan 12) Kelompok Masyarakat Fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab kelompok masyarakat : a) Menindaklanjuti arahan/informasi Poswil Damkar (Dalops) Kecamatan b) Menyiagakan anggota Pokmas dan warga setempat c) Menyampaikan informasi Peringatan Dini kebakaran hutan dan lahan kepada anggota Pokmas dan warga setempat d) Merespon laporan terkait kebakaran hutan dan lahan dari anggota Pokmas dan warga setempat selanjutnya melaporkan kepada Poswil Damkar (Dalops) Kecamatan 57

e) Melakukan patroli di wilayahnya. f) Melakukan pemadaman dini bila ada kebakaran di wilayahnya. g) Sosialisasi pencegahan Karhutla kepada anggota masyarakat lain. h) Membantu Pokmas dan masyarakat lain dalam melakukan pemadaman dini. e. Mekanisme transisi dari Tahap Pencegahan ke Tahap Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan : 1) Pemadaman awal tidak berhasil mengurangi intensitas kebakaran. 2) ISPU lebih besar dari 100 3) Bupati/Walikota menetapkan status Siaga Darurat bila dipandang perlu. 4. Komando dan Pengendalian (KODAL) a. Pemegang komando dan pengendalian pencegahan karhutla untuk tingkat nasional dipegang oleh Kepala BNPB yang berkedudukan di kantor BNPB. Kepala BNPB selaku Kapusdalops Nasional memberikan direktif umum dan informasi-informasi tentang pencegahan Karhutla pada tingkat nasional. b. Pemegang komando dan pengendalian pencegahan karhutla untuk tingkat provinsi dipegang oleh Kepala BPBD Provinsi yang berkedudukan di kantor BPBD Provinsi. Kepala BPBD Provinsi selaku Kapusdalops Provinsi memberikan direktif umum dan informasi-informasi tentang pencegahan Karhutla pada tingkat Provinsi. c. Pemegang komando dan pengendalian pencegahan karhutla untuk tingkat Kab/Kota dipegang oleh Kepala BPBD Kab/Kota yang berkedudukan di kantor BPBD Kab/Kota. Kepala BPBD selaku Kapusdalops Kab/Kota memberikan direktif umum dan informasi-informasi tentang pencegahan Karhutla pada tingkat Kab/Kota. 5. Instruksi Koordinasi (Coordinating Instruction) 58

a. Pusat data, informasi dan komunikasi publik berada di Pusdalops Nasional/Provinsi/Kab/Kota sesuai dengan skalanya adalah yang berwenang memberikan tentang situasi dan kondisi kerawanan Karhutla serta tindakan pencegahan yang telah dan akan diambil. b. Pusdalops Nasional/Provinsi/Kab/Kota berfungsi sebagai pusat penerimaan pengaduan/laporan tentang Karhutla. Pusdalops wajib menyiapkan dan mempublikasikan nomor telepon yang dapat dihubungi (call centre, sms, twitter, email, dll). c. Apabila dalam melaksanakan tugas pencegahan Karhutla, petugas menghadapi ancaman kerawanan sosial (resistensi massa) maka harus segera menghentikan kegiatan dan segera menghindari kontak fisik serta melapor kepada Pusdalops Kab/Kota untuk tindakan selanjutnya. d. Apabila terjadi kecelakaan dalam melaksanakan tugas pencegahan Karhutla, segera melapor kepada Unit Kecamatan Pencegahan Karhutla dan Unit Kecamatan Pencegahan Karhutla segera memberikan pertolongan medik. 6. Tindakan Keselamatan a. Dalam melaksanakan tugas pencegahan harus mengutamakan keselamatan personel. b. Dalam menggunakan peralatan pencegahan Karhutla, termasuk penggunaan kendaraan darat dan pesawat terbang (Fixwing/Heli) harus mengikuti secara ketat prosedur atau petunjuk keselamatan pengoperasiannya. c. Dalam melaksanakan tugas pencegahan Karhutla terutama dalam melaksanakan pemadaman awal, petugas harus menggunakan perlengkapan perorangan termasuk alat pelindung diri sesuai dengan petunjuk penggunaan. d. Apabila kondisi alam (cuaca) membahayakan bagi tindakan pelaksanaan pencegahan karhutla, maka kegiatan tersebut harus dihentikan atau ditunda sampai dengan cuaca memungkinkan. 59