BAB III METODOLOGI III - 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

BAB III METODOLOGI. 3.1 Tinjauan Umum

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

Bab 3 Metodologi III TINJAUAN UMUM

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Tinjauan Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI. 2. Kerusakan DAS yang disebabkan karena erosi yang berlebihan serta berkurangnya lahan daerah tangkapan air.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pengumpulan Data. Data dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder Data Primer

4.3 METODE PENGUMPULAN DATA

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI III.1 Persiapan III.2. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI

3 BAB III METODOLOGI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI START PERSIAPAN - - TELAAH PERMASALAHAN - - INVENTARISASI KEB. DATA PENGUMPULAN DATA AWAL PENGOLAHAN DATA ANALISA DATA & EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN I-1

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Identifikasi kebutuhan Data

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB III METODOLOGI 3.1 Survey Lapangan 3.2 Metode Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. 2. Mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. Pada lokasi DAS Sungai Cisimeut Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak,

BAB III METODOLOGI MULAI IDENTIFIKASI MASALAH PENGUMPULAN DATA PENENTUAN LOKASI EMBUNG

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

METODE PELAKSANAAN DRILLING & GROUTING WATERSTOP (TUBE A MANCHETTE METHOD)

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Umum

ACARA BIMBINGAN TUGAS

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

3.2. METODOLOGI PERENCANAAN

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SEBUAH BENDUNGAN/WADUK

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

3.2. SURVEY PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

ABSTRAK Faris Afif.O,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan April sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.


BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

Transkripsi:

III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting untuk mengefektifkan waktu dan kegiatan yang dilakukan. Adapun tahapan persiapan meliputi : a. Studi pustaka mengenai masalah yang berhubungan dengan perencanaan embung Karanggayam. b. Menentukan kebutuhan data c. Pengadaan persyaratan administrasi d. Mendata instansi yang akan dijadikan narasumber e. Survey ke lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi di lapangan 3.2. Metode Perolehan Data Dalam proses perencanaan, diperlukan analisis yang teliti. Semakin rumit permasalahan yang dihadapi maka kompleks pula analisis yang akan dilakukan. Untuk dapat melakukan analisis yang baik, diperlukan data/informasi, teori konsep dasar dan alat bantu yang memadai, sehingga kebutuhan akan data sangat mutlak diperlukan. Adapun metode perolehan data dalam tugas akhir ini dilakukan dengan cara : a. Metode Literatur Yaitu metode dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, serta mengolah data tertulis dan metode kerja yang dapat digunakan. Data ini sebagai input dalam proses desain.

III - 2 b. Metode Observasi Yaitu metode dengan cara melakukan survei langsung ke lapangan. Hal ini mutlak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya. c. Metode Wawancara Yaitu metode dengan mewancarai langsung kepada instansi pengelola atau sumber sumber yang dianggap berkepentingan untuk dijadikan input atau referensi. 3.3. Jenis Data Data yang dibutuhkan dalam tugas akhir ini adalah : a. Data Primer Merupakan data yang didapat dengan cara survei ke lapangan. Survei ini dilakukan dengan beberapa pengamatan (manual). Data primer digunakan apabila data sekunder yang didapat kurang lengkap untuk itu perlu pengamatan langsung ke lokasi/lapangan untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan lokasi studi yang sebenarnya. Data primer yang diperlukan antara lain : - Data kapasitas embung yang didapat dari hasil pengukuran di lapangan - Data kecepatan permeabilitas yang didapat dari tes geologi di lapangan - Data gradasi butiran hasil tes laboratorium geologi guna perhitungan koefisien K perhitungan erosi lahan. - Informasi kejadian banjir yang ada di masyarakat - Kondisi lahan, jenis tanaman pertanian di lahan guna penetuan koefisien C dan P perhitungan sedimentasi b. Data sekunder Merupakan data-data kearsipan yang diperoleh dari instansi terkait, serta datadata yang berpengaruh pada perencanaan. Data-data tersebut sangat dibutuhkan untuk mendesain embung, sehingga data harus lengkap. Data sekunder yang diperlukan antara lain:

III - 3 - Data Topografi Data topografi digunakan untuk menentukan elevasi dan tata letak lokasi dimana akan dibangun embung. Data ini terdiri dari : Peta lokasi daerah aliran sungai skala 1: 25.000 Peta kontur lokasi embung skala 1: 25.000 - Data Geologi Data geologi digunakan untuk mengetahui karakteristik batuan yang berguna untuk merencanakan struktur embung. Data geologi terdiri dari : Jenis tanah dan batuan yang ada di lokasi daerah genangan. Lokasi sumber material untuk konstruksi - Data Hidrologi Data hidrologi terdiri dari : Data curah hujan maksimum dan hujan rerata Data klimatologi - Data Mekanika Tanah Data tanah ini diperlukan untuk merencanakan pondasi yang akan dipakai. Data tanah ini terdiri dari : Sudut geser dalam ( Φ ) Nilai kohesi ( C ) Sudut geser dalam ( Φ ) dan nilai kohesi ( C ) didapatkan dari pengujian geser langsung. Kadar air ( w ) Yang dimaksud dengan kadar air adalah prosentase kekurangan berat air suatu tanah setelah dikeringkan pada temperature 105 0-110 0 C atau perbandingan antara berat air dengan berat tanah dikalikan 100 %. W = (Ww/Ws) x 100 % Dimana : Ww = berat air dalam tanah Ws = berat butiran tanah

III - 4 Void ratio ( e ) Void Ratio adalah perbandingan antara isi pori dengan isi butir tanah. e = n/(1-n) Dimana : n = porositas Berat isi tanah kering ( γd ) Berat isi tanah kering adalah berat kering per satuan volume tanah γd = Ws/V Dimana : Ws = berat isi butiran tanah V = volume tanah Spesific gravity ( Gs ) Berat jenis butiran tanah (Spesific gravity) adalah perbandingan antara berat isi butiran tanah dan berat isi air murni (aquades) dalam volume yang sama, pada temperatur tertentu. Biasanya pada pengujian untuk mendapatkan berat jenis butiran tanah sebagai patokan diambil pada temperatur 15 0 C dan karena temperatur contoh bahan yang sebenarnya tidak jauh di sekitar 15 0 C, sehingga pengujian dapat dilakukan pada keadaan sesuai dengan temperatur udara setempat. Gs = Ws/Ww Dimana : Gs = specific gravity Ws = berat isi butiran tanah Ww = berat isi air murni Porosity ( n ) Porositas adalah perbandingan antara isi pori dengan isi tanah seluruhnya. n = (1-d/Gs) x 100 % Dimana : d = satuan berat jenis tanah kering Gs = satuan berat butir tanah

III - 5 Permeabilitas Pengujian permeabilitas merupakan pengujian yang paling penting pada contoh bahan untuk bendungan. Tingkat permeabilitas suatu bahan biasanya ditandai dengan angka koefisien permeabilitas atau koefisien filtrasi dengan satuan cm/dt. Untuk memperoleh koefisien filtrasi biasanya bahan diuji di dalam laboratorium atau diuji dalam kondisi aslinya di lapangan. Berdasarkan besarnya angka koefisien filtrasi, maka tingkat permeabilitas bahan tanah dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut: a. lulus air (permeable) = k > 1 x 10-4 cm/dt b. semi lulus air (semi permeable) = k 1 x 10-4 cm/dt c. kedap air (impermeable) = k < 1 x 10-4 cm/dt Jadi seperti tertera di atas, maka tingkat permeabilitas dari tanah ditunjukkan oleh angka koefisien filtrasi (k) 3.4. Penyajian Data a. Data Topografi Sungai Sikopek merupakan sungai didaerah perbukitan, sehingga memiliki kemiringan dasar yang cukup terjal dengan kemiringan yang bervariasi, yaitu 0.015 pada lokasi embung dan 0.035 pada bagian hilirnya. Bentuk sungai cekung dan dalam dengan lereng kanan dan kiri dibatasi oleh bukit batu yang terjal, sehingga sungai Sikopek memiliki kecenderungan terjadi erosi dasar dan samping yang cukup besar. Daerah genangan merupakan daerah cekungan yang merupakan pertemuan dari tiga sungai di bagian hulu dan menyatu menjadi sungai Sikopek. Pada outlet daerah genangan terjadi penyempitan sungai, sehingga sesaat setelah terjadi hujan maka akan terjadi air balik pada daerah genangan akibat penyempitan tersebut.

III - 6 b. Data Geologi Daerah rencana embung Karanggayam tersusun dari batuan sedimen berumur tersier, antara eosin sampai miosen awal. Kelompok batuan penyusun daerah tersebut adalah formasi Waturanda dan formasi Karangsambung. Formasi Waturanda terdiri dari batu pasir kasar pada bagian bawah, makin keatas berubah menjadi breksi dengan komponen andesit-basalt dengan masa dasar batu pasir dan tuf. Formasi ini berumur lebih muda dibanding dengan formasi Karangsambung. Formasi Karangsambung terdiri dari batu lempung berstruktur sisik dengan bongkah batu gamping, konglomerat, batu pasir, batu gamping, dan basalt. Struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut adalah: struktur perlapisan, kekar dan indikasi sesar. Indikasi sesar ditunjukkan oleh adanya perlapisan batuan yaitu batu lempung sisipan batu pasir yang mempunyai kemiringan terjal atau lebih dari 50 0. Indikasi tersebut menunjukan terdapatnya patahan atau sesar naik. Dari hasil pemetaan geologi teknik di lapangan, tanah/batuan didaerah penelitian terdiri dari : - Konglomerat - Pasir Krikilan - Lempung Sisipan Batu Pasir - Lempung Kepasiran - Pasir Kelempungan Cara pengambilan data geologi - Pemetaan penampakan geologi Pemetaan penampakan geologi atau disebut pula pemetaan geologi permukaan (out-crop mapping), biasanya dilakukan dengan menggunakan peta topografi yang dilangkapi dengan garis garis tinggi yang teliti sebagai peta dasar, diatas mana penampakan penampakan geologi akan digambarkan. Ketelitian peta geologi yang akan dihasilkan tergantung dari skala peta topografi yang digunakan sebagai dasar dan biasanya dalam skala 1:500. (Sosrodarsono,hal 51,1989) - Pengeboran Inti

III - 7 Pengeboran inti dimaksudkan agar secara langsung dapat mengetahui karakteristika geologi yang terdapat dibawah permukaan tanah dengan cara cara pengambilan contah contah batuan atau bahan- bahan lainnya yang terdapat pada kedalaman tertentu dibawah permukaan tanah. Metode pengeboran yang digunakan adalah pengeboran dengan menggunakan mesin bor putar (rotary type drilling machine). Untuk lapisan tanah yang lunak dan dangkal dipergunakan mesin bor putar manual, sedangkan untuk pengeboran lapisan keras dan dalam, dimana tekanan pada mata bor harus besar dan pipa bor yang semakin panjang akan semakin berat, maka hanya dapat digunakan mesin bor putar hidrolis. Ukuran mata bor disesuaikan dengan dengan kekerasan batuan yang akan dibor, dimana semakin tinggi kekerasan batuan biasanya digunakan mata bor yang berdiameter semakin kecil. Hasil pengeboran yang berupa inti berbentuk batang (core recovery) dimasukkan kedalam kotak khusus, sedang hasil analisanya digambarkan sebagai propil geologi dibawah permukaan tanah.(sosrodarsono, hal 56,1989) - Pengujian Penetrasi Standart (SPT) Pada saat pengeboran inti telah mencapai suatu lapisan yang akan diuji, maka mata bor diganti dengan alat yang disebut standart split-barrel sampler dan kemudian pipa bor diturunkan kembali sehingga alat tersebut bertumpuan diatas lapisan yang akan diuji. Pada bagian atas dari pipa bor terdapat sebuah palu (dengan berat 63.5 kg) yang berbentuk cincin silinder yangn dapat turun naik dengan bebas setinggi 75 cm. Dengan menjatuhkan palu tersebut secara bebas beberapa kali dari ketinggian 75 cm dan menimpa tumpuan yang melekat pada pipa bor sedemikian sehingga split-barrel sampler masuk kedalam lapisan yang diuji sedalam 30 cm. Dan dengan menghitung jumlah pukulan (angka N) yang diperlukan untuk dapat memasukkan split-barrel sampler sedalam 30 cm tersebut dalam

III - 8 setiap pengujian, maka tingkat konsolidasi serta daya dukung dari setiap lapisan dengan mudah dapat dihitung.(sosrodarsono, hal 60,1989) - Metode Pengujian Geser Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh harga-harga C dan tangen Φ yang akan digunakan untuk menghitung kekuatan geser dari suatu contoh bahan atau contoh tanah pondasi. Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain pengujian desak bebas, pengujian geser langsung dan pengujian kompresi tri sumbu. Pengujian contoh-contoh tanah untuk bahan tubuh bendungan dilakukan dengan metode pengujian geser langsung. - Metode pengujian Lugeon Metode ini menggunakan lubang bor, dimana keadaan pondasi calon bendungan terdiri dari lapisan batuan. Peralatan pengujiannya relatif mudah dan angka permeabilitas yang dihasilkan akan dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan sementasi (grouting) untuk perbaikan pondasi. Pada kondisi batuan yang normal, maka pengujian-pengujian dilaksanakan sampai pada kedalaman ½ kali kedalaman calon waduk. Sedangkan untuk kondisi batuan yang mempunyai banyak problema, maka pengujian dilaksanakan sampai pada kedalaman yang sama dengan kedalaman maksimum calon waduk tersebut. Berdasarkan pada jenis perlengkapan injeksi (injection spidle), maka dapat dibedakan 2 type alat pengujian Lugeon, yaitu : - Alat pengujian permeabilitas bersumbat tunggal (single packer type lugeon test devices) - Alat pengujian permeabilitas bersumbat kembar (double packer type lugeon test devices) Pada perencanaan embung Karanggayam digunakan alat pengujian permeabilitas bersumbat tunggal, karena kebocoran-kebocoran yang

III - 9 mungkin terjadi saat pengujian berlangsung hanya keluar dari sebuah sumbat saja, sehingga dengan pengujian ini hasilnya lebih baik. c. Data Hidrologi Data-data yang diperlukan untuk perhitungan hidrologi berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa : - Data hujan selama 16 tahun ( 1988-2003) dari stasiun hujan di Kantor Kecamatan Karanggayam. Cara pengambilan data hujan Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat ukur curah hujan. Ada dua jenis alat ukur curah hujan yang digunakan untuk pengamatan, yakni jenis biasa dan otomatis. Alat ukur biasa ditempatkan ditempat terbuka yang tidak dipengaruhi oleh pohon pohon dan gedung gedung. Bagian atas alat itu dipasang 20 cm lebih tinggi dari permukaan tanah yang sekelilingnya ditanami rumput. Kesalahan pembacaan adalah sampai 1 / 10 mm. Pembacaan harus diadakan 1 kali sehari, biasanya jam 09.00 dan hasil pembacaan ini dicatat sebagai curah hujan hari terdahulu (kemarin). Curah hujan kurang dari 0.1 mm harus dicatat 0.00 mm, yang harus dibedakan dengan keadaan yang tidak ada curah hujan yang dicatat dengan membubuhkan garis (-). (Sosrodarsono, hal 8,2003) - Data Klimatologi yang diperoleh dari stasiun otomatis Sempor, Kebumen selama 5 tahun terakhir (1998-2003) 3.5. Analisa Data Hidrologi dan Hidrolika Dari data primer dan sekunder yang telah didapat, diolah dan dianalisa sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing data berbeda pengolahan dan analisanya. a. Pengukuran Topografi - Luas Tampungan Embung

III - 10 - Volume Tampungan Embung - Tampang Melintang Sungai b. Unit Hidrograf dan Debit banjir Rencana, didapat dari : - Curah Hujan Maksimum Tahunan - Curah Hujan Efektif - Curah Hujan Netto Efektif - Luas DAS - Jaringan Sungai c. Analisa Sedimen, didapat dari : Data Hujan Luas DAS Jaringan Sungai Tata Guna Lahan d. Debit Andalan, didapat dari : Data Klimatologi (suhu, kelembaban relatif, penyinaran matahari, kecepatan angin) Luas DAS Evaporasi Tata Guna Lahan e. Neraca Air, didapat dari : Kebutuhan Air Baku Garis Massa Debit f. Dimensi Spillway, didapat dari : Hidrograf Banjir Q 20 Volume Tampungan Embung g. Dimensi Coffer Dam dan Pengelak, didapat dari : Hidrograf Banjir Q 1 Volume Tampungan Embung 3.6. Analisa Stabilitas Embung

III - 11 Dalam perencanaan konstruksi embung perlu adanya pengecekan apakah konstruksi tersebut sudah aman dari pengaruh gaya-gaya luar maupun beban yang diakibatkan dari konstruksi itu sendiri. Untuk itu perlu adanya pengecekan stabilitas konstruksi pada tubuh embung. Selanjutnya berdasarkan gaya-gaya yang bekerja tersebut, tubuh embung dikontrol terhadap penyebab runtuhnya bangunan. 3.7. Analisa Struktur Hasil dari analisa data digunakan untuk menentukan perencanaan konstruksi embung yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung konstruksi embung tersebut. 3.8. Gambar Perencanaan Untuk membantu proses pelaksanaan pekerjaan embung tersebut perlu dibantu dengan gambar desain konstruksi yang benar dan jelas. Proses ini tergantung dari perhitungan/perencanaan konstruksi yang telah dicek keamanannya terhadap beberapa gaya maupun dari konstruksi itu sendiri. 3.9. RKS Sebelum pelaksanaan pekerjaan pada suatu bangunan konstruksi sangat diperlukan suatu rencana kerja dan syarat- syarat. Hal ini untuk membantu kelancaran proyek tersebut terutama pada syarat-syarat spesifikasi. Syarat-syarat ini terdiri dari syarat-syarat umum, syarat-syarat teknis dan syarat-syarat administrasi. 3.10. RAB Rencana Anggaran Biaya bertujuan untuk mendapatkan nilai suatu pekerjaan. Secara umum RAB ( Rencana Anggaran Biaya ) merupakan rincian biaya dari setiap komponen pekerjaan yang akan berlaku di lokasi pekerjaan. 3.11. Time Schedule dan Network Planning

III - 12 Time Schedule adalah suatu pembagian waktu secara terperinci yang disediakan untuk masing-masing pekerjaan, mulai pekerjaan awal sampai pekerjaan akhir, serta sebagai sarana koordinasi suatu jenis pekerjaan. Network Planning adalah gambar yang memperlihatkan urutan pekerjaan dan logika ketergantungan antara suatu kegiatan yang satu dengan yang lain beserta waktu pelaksanaannya.

III - 14 3.12 Bagan alir Perencanaan Embung Mulai Permasalahan kekurangan air sehingga perlu dibangun embung Kajian pustaka Pengumpulan Data Data Hidrologi -Curah hujan -Klimatologi Data geologi -Peta Topografi -Data tanah Data Demografi Data Statistik kependudukan Tidak Kelengkapan Data Analisis data Ya Optimasi Embung Desain konstruksi tubuh embung dan bendung Stabilitas konstruksi embung dan bendung Tidak Aman Ya Gambar desain A

III - 14 A Rencana Kerja dan Syarat RAB Time Schedule dan Network Planning Selesai

III - 15 3.13 Skema Hubungan Kebutuhan Air dan Sumber Air Embung Karanggayam Mulai Permasalahan kekurangan air Kebutuhan air Penduduk Ternak Kebun Sumber air embung Air sungai Sikopek Air hujan Volume tampungan Pemenuhan Kebutuhan Air Selesai