KATA PENGANTAR. Pedoman Pengeumpulan Data Peternakan

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR Buku Petunjuk Teknis Pengumpulan Data Peternakan

Petunjuk Teknis Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

SISTEM PERCEPATAN PENGELOLAAN DATA PETERNAKAN

PEDOMAN SURVEI KARKAS

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

FORUM KOMUNIKASI STATISTIK DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 10 TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA,

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17


I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

PEDOMAN PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN PENYAJIAN LAPORAN TRIWULANAN PEMOTONGAN TERNAK TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

DAFTAR BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK YANG DAPAT DIMASUKKAN KE WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 33 TAHUN 2018 T E N T A N G PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Survei Estimasi Populasi Ternak, 2010

Bahan Kuliah ke 6: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad. Usaha Peternakan

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

RILIS HASIL PSPK2011

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 51/Permentan/OT.140/9/2011 TANGGAL : 7 September 2011

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN KARTU TERNAK SAPI DI KABUPATEN BADUNG

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

BAB III METODOLOGI. struktur organisasi dan pembagian tugas berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No.

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2015

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Peternakan PERHATIAN

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PENJABARAN KKNI JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES DAN KURIKULUM PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

Indonesia - Survei Rumah Tangga Usaha Peternakan 2014

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Ketersediaan data yang akurat dan terkini sudah menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya program-program pemerintah. Dukungan terbesar diharapkan dari sektor teknis terkait sebagai penyedia data. Sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian juga dituntut untuk menyajikan data yang terpercaya. Penyempurnaan pedoman pengumpulan data peternakan menjadi keharusan, supaya data yang dilaporkan petugas memenuhi kriteria sebagai data terpercaya. Mengingat penting dan mendesaknya ketersediaan data sub sektor peternakan yang berkualitas, maka pada tanggal 21 Oktober 2010 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menerbitkan SK Ditjennak No. 21011/Kpts/OT.140/F/10/2010, tentang Pedoman Teknis Pengumpulan Data Peternakan, sebagai panduan pengumpulan data di tingkat lapang. Pembenahan tidak hanya pada metode pengumpulannya saja tetapi termasuk alur pelaporannya. Untuk itu telah disusun buku Pedoman Pengumpulan Data Peternakan berbasis formulir elektronik (e-form) sehingga memudahkan dalam entri data, pengolahan data dan pengiriman data dari daerah ke Pusat. Dengan demikian, alur pelaporan data subsektor peternakan akan lebih cepat dan mudah diakses oleh pengguna. Penyusunan Buku Pedoman Pengumpulan Data Peternakan diharapkan dapat menjadi acuan yang operasional dalam kegiatan pengumpulan, pengolahan, pengiriman dan penyajian data sub sektor peternakan di semua tingkatan. Akhirnya, kepada semua pihak yang terlibat dan berperan aktif dalam penyusunan buku pedoman ini, kami memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Jakarta, Oktober 2010 Direktur Jenderal Peternakan, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian TJEPPY D. SOEDJANA NIP. 19510312.197603.1.002 i

ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR FORMULIR... vi DAFTAR GAMBAR... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 BAB II PENGORGANISASIAN... 5 2.1 Organisasi Pengumpulan Data... 5 2.1.1 Tingkat Pusat... 5 2.1.2 Tingkat Provinsi... 6 2.1.3. Tingkat Kabupaten/Kota... 7 2.1.4. Tingkat Kecamatan... 7 BAB III METODOLOGI... 11 3.1. Konsep dan Definisi... 11 3.2. Data yang Dikumpulkan... 20 3.3. Metodologi Pengumpulan Data Reguler... 21 BAB IV TATA CARA PENGISIAN FORMULIR... 29 4.1 Formulir NAK01... 29 4.2 Formulir NAK02... 32 4.3 Formulir NAK03... 36 4.4 Formulir NAK04... 40 4.5 Formulir Input Parameter... 44 BAB V PENGOLAHAN DAN REKAPITULASI DATA... 47 5.1 Rekap Formulir Tingkat Kabupaten/Kota... 47 a. Rekap Formulir NAK01... 47 b. Rekap Formulir NAK02... 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

c. Rekap Formulir NAK03... 53 d. Rekap Formulir NAK04... 54 e. Rekap Dinamika Populasi... 55 f. Rekap Produksi Daging... 57 g. Rekap Produksi Telur... 59 h. Rekap Produksi Susu... 61 5.2 Rekap Formulir Tingkat Provinsi... 62 a. Rekap Formulir NAK01... 63 b. Rekap Formulir NAK02... 63 c. Rekap Formulir NAK03... 64 d. Rekap Formulir NAK04... 64 e. Rekap Dinamika Populasi... 65 f. Rekap Produksi Daging... 65 g. Rekap Produksi Telur... 65 h. Rekap Produksi Susu... 66 5.3 Rekap Formulir Tingkat Nasional... 66 a. Rekap Formulir NAK01... 66 b. Rekap Formulir NAK02... 67 c. Rekap Formulir NAK03... 67 d. Rekap Formulir NAK04... 68 e. Rekap Dinamika Populasi... 68 iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

f. Rekap Produksi Daging... 69 g. Rekap Produksi Telur... 69 h. Rekap Produksi Susu... 70 BAB VI PELAPORAN DAN PENYAJIAN... 71 6.1. Pelaporan Data... 71 6.2. Penyajian Data... 74 BAB VII PENUTUP... 75 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

DAFTAR FORMULIR Form NAK01... 31 Form NAK02... 35 Form NAK03... 39 Form NAK04... 43 Form Input Parameter... 46 vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Pengumpulan dan Pelaporan Data Peternakan... 9 Gambar 2. Mekanisme Pelaporan Data Menggunakan e-form Nak... 73 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya melaksanakan pembangunan, termasuk pembangunan sub sektor peternakan diperlukan adanya data dan informasi peternakan. Setiap perumusan kebijakan pembangunan peternakan tersebut harus didukung data dan informasi yang akurat, relevan, konsisten, up to date dan dapat dipertanggungjawabkan. Kesadaran tentang arti pentingnya data statistik peternakan sebenarnya sudah dimulai sejak Pelita I, yakni dengan berlangsungnya survei inventarisasi hewan tahun 1969. Kegiatan tersebut merupakan kerjasama survei pertama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui pendekatan rumah tangga, dengan mendapatkan data peternakan cukup komplit. Setelah itu beberapa kegiatan kerjasama dengan BPS terus berlangsung, misalnya pelaksanaan survei ternak nasional (1980) dan kegiatan regular sampling untuk mencari parameter teknis. Namun kegiatan-kegiatan tersebut berjalan secara parsial dan tidak pernah menjadi bagian integral dari perstatistikan nasional. Untuk memperbaiki kualitas data peternakan maka dalam pelaksanaan pengumpulan data diperlukan metodologi yang baku dan seragam, mengikuti kaidah-kaidah perstatistikan. Keinginan untuk memperbaiki data dan statistik peternakan terus berlanjut. Pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Peternakan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

(Ditjennak) melalui bantuan dana dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada proyek Sthrengthening of Livestock Statistic and Information System yang lebih diarahkan untuk peningkatan pengetahuan statistik dengan membangun sistem informasi nasional dan secara regular dapat menyediakan arus data statistik peternakan. Dengan demikian proses perencanaan dan perumusan kebijakan pembangunan peternakan menjadi lebih baik dalam memenuhi data statistik peternakan yang diperlukan oleh pemangku kepentingan (stake holder). Salah satu rekomendasi penting dari kegiatan FAO tersebut adalah perlunya dibangun kerjasama dengan BPS dalam pengumpulan dan analisis data melalui kegiatan survei. Dalam mewujudkan rekomendasi tersebut diimplementasikan kerjasama antara Ditjennak, Pusdatin Deptan dan BPS dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) untuk melaksanakan kegiatan Survei Rumah Tangga Peternakan (SPN06 - SPN08). Metode pengumpulan data peternakan yang selama ini digunakan masih mengacu pada SK Direktur Jenderal Peternakan No: 04/HM 030/KPTS/DJP/0199 tahun 1999. Seiring dengan hasil SPN maka perlu dilakukan revisi dalam hal metodologi statistik, pembakuan definisi, formulir dan tata cara pengisian formulir, serta otomatisasi pengolahan data melalui program komputer. Langkah ini sangat diperlukan terutama ditujukan untuk memudahkan petugas di daerah dalam melakukan pengumpulan dan pelaporan data peternakan. 2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud Petunjuk pelaksanaan pengumpulan data peternakan dimaksudkan untuk memberikan standar prosedur baku dalam hal pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data peternakan baik pusat maupun dinas peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi pembangunan peternakan di provinsi maupun kabupaten/kota. 1.2.2 Tujuan (1) Untuk memberikan panduan bagi para petugas data peternakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk melaksanakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data statistik peternakan. (2) Untuk mendapatkan data peternakan yang akurat, relevan, up to date dan dapat dipertanggungjawabkan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB II PENGORGANISASIAN 2.1 Organisasi Pengumpulan Data 2.1.1 Tingkat Pusat a. Penanggung Jawab dan Pelaksana Sebagai penanggung jawab rekapitulasi dan penyajian data di tingkat pusat adalah Ditjennak c.q. Sub Bagian Data dan Pelaporan. Selanjutnya hasil rekapitulasi data oleh Ditjennak dibahas pada forum kegiatan validasi dan verifikasi data yang melibatkan BPS, Pusdatin dan Dinas Peternakan atau Dinas yang menangani statistik peternakan seluruh provinsi. b. Uraian Tugas Ditjennak c.q. Sub Bagian Data dan Peleporan melakukan rekapitulasi data dari seluruh provinsi dan membuat bahan penyajian data untuk kepentingan verifikasi dan validasi data sebelum data dipublikasikan. Ditjennak bersama dengan Pusdatin dan BPS melakukan supervisi ke Dinas Peternakan Provinsi atau dinas yang menangani data peternakan dalam hal cara-cara pengumpulan data serta pengisian formulir. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

Ditjennak melakukan rekapitulasi data yang dikirim dari provinsi. 2.1.2 Tingkat Provinsi a. Penanggung Jawab dan Pelaksana Sebagai penanggung jawab pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis data dan pelaporan data adalah Dinas Peternakan provinsi atau dinas yang menangani data peternakan di tingkat provinsi. b. Uraian Tugas Melakukan rekapitulasi data peternakan dari kabupaten/kota dan melaporkannya ke tingkat pusat. Melakukan pengolahan, penyajian dan analisis data serta penyusunan statistik peternakan untuk tingkat provinsi. Supervisi ke Dinas Peternakan kabupaten/kota atau dinas yang menangani data peternakan dalam hal cara-cara pengumpulan data serta pengisian formulir. Melakukan rekapitulasi data dari Dinas Peternakan kabupaten/kota yang dikirim ke provinsi. 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

2.1.3. Tingkat Kabupaten/Kota a. Penanggung Jawab dan Pelaksana Sebagai penanggung jawab pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis data dan pelaporan data secara elektronik adalah Dinas Peternakan Kabupaten/Kota atau dinas yang menangani data peternakan di tingkat kabupaten/kota. b. Uraian Tugas Melakukan pengumpulan, rekapitulasi data kecamatan dan pelaporan data ke tingkat provinsi dan ke tingkat pusat. Melakukan pengolahan, analisis dan penyajian data peternakan untuk tingkat kabupaten/kota. Melakukan supervisi ke Mantri Hewan/petugas lapang dalam melaksanakan pengumpulan data serta pengisian formulir. Melakukan rekapitulasi data tingkat kabupaten/kota yang dikirimkan dari kecamatan. 2.1.4. Tingkat Kecamatan a. Penanggung Jawab dan Pelaksana Sebagai penanggung jawab pengumpulan data di tingkat kecamatan adalah Mantri Hewan/petugas lapang yang ditunjuk Dinas Peternakan kabupaten/kota atau dinas yang menangani data peternakan di tingkat kabupaten/kota. Mantri Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

Hewan/petugas yang ditunjuk mengumpulkan data dari masing-masing wilayah kerjanya. b. Uraian Tugas Melakukan pengumpulan data populasi dan pemotongan ternak di seluruh wilayah kecamatan sesuai Surat Keputusan Pejabat yang berwenang. Melakukan pelaporan data secara periodik ke tingkat Kabupaten/Kota. Melakukan supervisi ke petugas lapang dalam melaksanakan pengumpulan data serta dalam hal pengisian formulir. 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BPS Pusat Koordinasi BPS Provinsi Verifikasi dan validasi: 1. Juni (Asem) 2. Desember (Atap) Pusdatin Direktorat Jenderal Dinas Peternakan Provinsi Koordinas Koordinasi BPS Kabupaten Koordinasi Dinas Peternakan Melaporkan Mantri Hewan (Kecamatan) DESA DATA PETERNAKAN DESA DATA PETERNAKAN DESA DATA PETERNAKAN Gambar 1. Alur Pengumpulan dan Pelaporan Data Peternakan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB III METODOLOGI 3.1 Konsep dan Definisi 1. Prosedur pengumpulan data adalah cara dan mekanisme pengumpulan data peternakan tertentu dari sumber data yang telah ditentukan oleh instansi yang telah ditentukan pula. 2. Data peternakan adalah bahan dasar berupa data primer maupun sekunder yang dijadikan sebagai bahan untuk penyusunan informasi peternakan. 3. Data primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh secara langsung dari lapangan atau sumber data kemudian diolah dan disajikan oleh pengumpul atau produsen data. 4. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan. 5. Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan kriteria dan skala tertentu. 6. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran dan pengusahaannya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

7. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. 8. Bibit hewan yang selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. 9. Bakalan potong adalah ternak sapi yang akan digemukkan sebagai sapi potong. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: - Umur di atas 2,5 tahun. - Berjenis kelamin jantan. - Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm, tinggi pundak minimal 135 cm dan lingkar dada 133 cm. Atau tubuh kurus, tulang menonjol tetapi sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit). - Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus. - Kotoran normal. 10. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen setempat. 11. Ternak Ruminansia yang dimaksud adalah sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing dan domba. 12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

12. Ternak Non Ruminansia yang dimaksud adalah kuda, babi, kelinci, dan unggas yang meliputi ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, burung puyuh, merpati, itik, dan itik manila. 13. Populasi akhir tahun adalah populasi ternak hidup pada akhir tahun yang bersangkutan (31 Desember tahun yang bersangkutan). 14. Populasi ternak adalah kumpulan atau jumlah ternak yang hidup pada saat dan wilayah tertentu. 15. Populasi ayam ras pedaging (Broiler) adalah populasi ayam ras pedaging komersial yang pernah hidup di dalam usaha budidaya petani-peternak selama setahun. 16. Populasi ayam ras petelur (Layer) adalah populasi ayam ras petelur yang ada didalam usaha budidaya petani-peternak pada tanggal 31 Desember. 17. Produksi daging adalah karkas hasil pemotongan ternak/unggas di wilayah tersebut ditambah dengan edible offal (bagian yang dapat di makan) selama waktu tertentu. 18. Pemotongan tercatat adalah pemotongan yang dilakukan di tempat-tempat pemotongan hewan/unggas yang dilaporkan kepada Dinas Peternakan Kabupaten/Kota. 19. Pemotongan ternak tidak tercatat adalah pemotongan yang dilakukan di luar tempat-tempat pemotongan hewan/unggas yang tidak dilaporkan kepada Dinas Peternakan Kabupaten/Kota. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

20. Produksi telur adalah jumlah produksi telur unggas (ayam buras, ayam ras, burung puyuh, merpati, itik, dan itik manila) selama setahun, termasuk yang ditetaskan rusak, diperdagangkan, dikonsumsi dan diberikan ke orang lain. 21. Produksi susu adalah jumlah air susu yang keluar dari sapi betina selama satu tahun, termasuk yang diberikan kepada pedet/anak sapi, rusak, diperdagangkan, dikonsumsi, dan diberikan kepada orang lain. 22. Pengeluaran ternak dan hasil ternak adalah semua pengeluaran ternak dan hasil ternak dari suatu wilayah administrasi yang bersangkutan, baik dikeluarkan untuk perdagangan antar negara (ekspor) maupun antar provinsi dan kabupaten/kota. 23. Pemasukan ternak dan hasil ternak adalah semua pemasukan ternak dan hasil ternak yang berasal dari luar wilayah administrasi yang bersangkutan, baik dimasukkan untuk perdagangan antar negara (ekspor) maupun antar provinsi dan kabupaten/kota. 24. Kelahiran/penetasan adalah lahir/menetas hidup adalah ternak/unggas yang dilahirkan/ditetaskan hidup selama satu tahun yang lalu dan pada waktu dilahirkan/ditetaskan menunjukan tanda-tanda kehidupan, antara lain: jantung berdenyut, bernafas, dan bergerak. 25. Kematian ternak adalah kematian ternak/unggas karena sakit/kecelakaan seperti ditabrak kendaraan, terbenam, dimakan binatang buas. Mati karena disembelih atau 14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dipotong tidak termasuk dalam kategori mati tetapi termasuk kategori pemotongan. 26. Rumah Potong Hewan (RPH) adalah semua tempat pemotongan hewan atau ternak yang mempunyai bangunan permanen atau semi permanen yang khusus digunakan untuk tempat pemotongan hewan/ternak yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Rumah Potong Hewan (RPH). 27. Tempat Pemotongan Hewan (TPH) adalah semua tempat pemotongan hewan atau ternak yang dikelola oleh Dinas Peternakan/Pemda setempat atau swasta. 28. Ternak Kerbau Ada dua rumpun ternak kerbau di Indonesia, yaitu Kerbau Murah dan Kerbau Lumpur atau Lokal. Kerbau murah merupakan jenis kerbau yang dapat diternakkan sebagai penghasil susu dan banyak diternakkan di daerah Aceh, Sumatera Utara dan sekitarnya. Kerbau lumpur merupakan jenis kerbau yang umum terdapat di Indonesia. Cakupan pengumpulan data populasi ternak kerbau meliputi semua ternak kerbau yang ada tanpa membedakan rumpun. 29. Ternak Kuda Data populasi kuda merupakan data seluruh ternak kuda yang dipelihara oleh masyarakat. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

30. Ternak Sapi Potong Sapi potong di Indonesia terdiri dari delapan rumpun, yaitu: Sapi Bali, Sapi Peranakan Ongole, Sapi Madura, Sapi Limosine, Sapi Simmental, Sapi Hisar, Sapi Brahman dan Sapi Persilangan. Dalam pengumpulan data populasi ternak sapi potong tidak membedakan rumpun. 31. Ternak Sapi Perah Sapi perah dibedakan menjadi dua rumpun, yaitu: Fries Holland (FH) dan Sapi Perah Persilangan. Sapi FH adalah sapi perah yang berasal dari Belanda, dengan ciri-ciri: warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekor berwarna putih dan tanduk menjurus ke depan. Sapi Perah Persilangan merupakan hasil persilangan antara rumpun sapi asli Indonesia (Jawa atau Madura) dengan sapi FH. Tanda-tanda Sapi Persilangan menyerupai sapi FH, tetapi badannya lebih kecil dan produksi susu lebih rendah. Dalam pengumpulan data populasi ternak sapi perah tidak membedakan rumpun. 32. Ternak Babi Ada tiga rumpun babi, yaitu: ras, lokal dan persilangan. Dalam pengumpulan data populasi ternak babi tidak membedakan rumpun. 16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33. Ternak Domba Ada dua rumpun ternak domba, yaitu: Domba Ekor Gemuk dan Domba Aduan (Ekor Tipis). Dalam pengumpulan data populasi ternak domba tidak membedakan rumpun. 34. Ternak Kambing Ternak kambing dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu: Kambing Etawa, Kambing Peranakan Etawa, Kambing Kacang, Kambing dan Kambing Persilangan Boer. Dalam pengumpulan data populasi ternak kambing tidak membedakan rumpun. 35. Kelinci Kelinci adalah binatang mamalia pengerat yang mempunyai telinga panjang dan ekor pendek, rupanya seperti marmot besar. 36. Ayam Buras Ayam buras adalah ayam kampung yang biasa dipelihara oleh masyarakat, yang ditujukan untuk produksi telur atau daging. Tidak termasuk ayam hias atau ayam buras yang dipelihara untuk tujuan tertentu, selain untuk memproduksi telur dan daging (Kalkun, Ayam Bekisar, Ayam Cemani dan lainnya). 37. Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging adalah ayam ras yang mempunyai sifat pertumbuhan yang cepat, dipelihara untuk tujuan memproduksi daging. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

38. Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur adalah ayam ras yang karena sifatnya memproduksi telur dalam jumlah yang banyak, dipelihara untuk tujuan produksi telur. 39. Merpati Merpati adalah burung yang biasa ditangkar oleh kalangan masyarakat, baik itu masyarakat menengah ke bawah atau menengah ke atas. Biasa disebut juga dengan burung dara. 40. Burung Puyuh Burung puyuh adalah unggas daratan yang kecil namun gemuk, tidak berekor dan tidak dapat terbang tinggi. Pemakan biji-bijian namun juga pemakan serangga dan mangsa berukuran kecil lainnya. Bersarang di permukaan tanah, dan berkemampuan untuk lari dan terbang dengan kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek. 41. Itik Itik adalah jenis unggas air, yang meliputi semua jenis itik yang ada di Indonesia. 42. Itik Manila Itik manila adalah sejenis unggas yang termasuk keluarga itik. Nama lain dari itik manila adalah entok. 18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43. Kategori Umur Ternak Jenis Ternak Kategori umur Ternak Besar : Kerbau, Sapi potong, Sapi Perah dan Kuda Anak : < 1 tahun Muda : 1-2 tahun atau belum beranak Dewasa : > 3 tahun atau pernah beranak Ternak Kecil : Kambing, Domba dan Babi Anak : < 6 bulan Muda : 6-12 bulan atau belum beranak Dewasa : > 12 bulan atau pernah beranak Unggas Unggas Lain dan Kelinci : Ayam Buras, Ayam Ras Petelur, Ayam Ras Pedaging, Itik dan itik Manila Anak Muda : < 2 bulan : 2-6 bulan Dewasa : > 6 bulan : Burung Merpati, Burung Puyuh dan Kelinci Anak Muda : < 1 bulan : 1-5 bulan Dewasa : > 5 bulan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

3.2 Data yang Dikumpulkan 3.2.1 Data Populasi Ternak Data populasi ternak yang dikumpulkan meliputi jenis ternak sebagai berikut: (1) kerbau, (2) kuda (3) sapi potong, (4) sapi perah, (5) babi, (6) domba, (7) kambing, (8) kelinci, (9) ayam buras, (10) ayam ras pedaging, (11) ayam ras petelur, (12) merpati, (13) burung puyuh, (14) itik dan (15) itik manila. Data populasi ternak besar dikelompokkan menurut jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Khusus untuk ternak sapi potong dan sapi perah dirinci menurut kategori umur (anak, muda dan dewasa). Ternak kecil dan unggas tidak dibedakan menurut jenis kelamin maupun umur. 3.2.2 Data Pemotongan Ternak Data pemotongan ternak yang dikumpulkan pada buku pedoman ini untuk pemotongan tercatat. Pemotongan tercatat meliputi pemotongan di RPH Pemda, RPH/TPH Swasta, pemotongan di luar RPH/TPH dan TPA/TPU/RPA (Tempat Pemotongan Ayam/Tempat Pemotongan Unggas/Rumah Pemotongan Ayam). Data pemotongan ternak besar dibedakan menurut jenis kelamin, sedangkan pada unggas dan ternak kecil tidak dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pemotongan tidak tercatat akan dihitung menggunakan parameter pemotongan tidak tercatat. 20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

3.2.3 Data Pemasukan Ternak Data pemasukan ternak yang dikumpulkan meliputi pemasukan ternak antar kabupaten/kota, antar provinsi dan antar negara. Pada ternak besar dibedakan menurut jenis kelamin, khusus untuk ternak sapi potong dipisahkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori bibit dan kategori bakalan potong. Kategori bibit dipisahkan menurut jenis kelamin yaitu jantan dan betina. 3.2.4 Data Pengeluaran Ternak Data pengeluaran ternak yang dikumpulkan meliputi pengeluaran ternak antar kabupaten/kota, antar provinsi dan antar negara. Pada ternak besar dibedakan menurut jenis kelamin, khusus untuk ternak sapi potong dipisahkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori bibit dan kategori bakalan potong. Kategori bibit dipisahkan menurut jenis kelamin yaitu jantan dan betina. 3.3 Metodologi Pengumpulan Data Reguler Metodologi pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti metode sensus (BPS), survei (BPS atau sub sektor), metode pelaporan dari daerah dan registrasi ternak. Pedoman pengumpulan data peternakan ini menggunakan metode pelaporan yang dilaporkan oleh petugas kecamatan/kabupaten melalui pengisian formulir. Pengumpulan data peternakan mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia (33 provinsi). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

3.3.1 Pengumpulan Data Populasi Ternak a. Sumber data populasi ternak adalah statistik ternak tingkat kecamatan, yang bersumber dari laporan petugas desa/kelurahan ke kecamatan atau petugas penyuluhan pertanian di masing-masing kecamatan. Formulir yang digunakan untuk pengumpulan data populasi ternak adalah Formulir NAK01. b. Data populasi ternak yang dikumpulkan merupakan data akhir tahun sebelumnya atau data awal tahun berjalan. Misalnya pengumpulan data dilakukan pada tahun 2011, maka data populasi awal tahun 2011 (1 Januari 2011) sama dengan data populasi akhir tahun 2010 (31 Desember 2010). Pengumpulan data dilakukan setahun sekali. c. Data dikirim ke tingkat kebupaten/kota oleh petugas kecamatan atau petugas pengumpul data peternakan tingkat kabupaten/ kota, selanjutnya di-entri ke komputer menggunakan fasilitas e-form peternakan. Pengumpulan data peternakan pada tingkat Kecamatan menggunakan Form NAK01, sedangkan untuk melakukan pendataan pada tingkat desa memerlukan bantuan Formulir NAK01-Desa. Untuk daerah-daerah yang telah menerapkan sistem pengkartuan ternak, maka pengisian Form NAK01-Desa dapat menggunakan kartu ternak seperti yang selama ini sudah berjalan 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dengan baik di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil kompilasi kartu ternak menginformasikan banyak hal mengenai data peternakan diantaranya jumlah populasi ternak, pemotongan ternak, mutasi ternak (pemasukan, pengeluaran, pembelian serta penjualan ternak) dan rumah tangga peternakan. Sampai saat ini metode pengkartuan ternak hanya diterapkan terhadap ternak besar yaitu sapi, kerbau dan kuda. 1. Teknis Pelaksanaan a) Pengkartuan ternak dilaksanakan secara periodik setahun sekali. Ada perbedaan warna kartu antara ternak pemerintah dengan ternak milik swasta/rumah tangga, Pergantian tahun diikuti dengan pergantian warna kartu, misal: 2010 kartu ternak pemerintah berwarna hijau tua dan kartu ternak swasta/rumah tangga berwarna hijau muda, di tahun 2011 kartu ternak pemerintah berwarna kuning tua dan kartu ternak swasta/rumah tangga berwarna kuning muda. b) Pelaksanaan pengkartuan ternak dilakukan dengan cara petugas (terdiri dari berbagai unsur/instansi terkait) mendatangi lokasi/desa peternak, pada waktu yang sudah dijadwalkan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

c) Ternak yang akan dicatat/diberi kartu meliputi ternak masyarakat (rumah tangga) maupun ternak pemerintah yang ada di masyarakat. d) Ternak yang akan dicatat ditunjukkan/dihadirkan kepada petugas pelaksana pendataan ternak untuk diidentifikasi tanda-tandanya, mulai dari jenis ternak, jenis kelamin, umur, warna bulu, tanduk, telinga, pusar-pusar dan tanda-tanda lainnya (termasuk cap bakar pada tubuh ternak). e) Ternak yang tidak dapat dihadirkan oleh pemiliknya pada saat pelaksanaan pengkartuan, tetap dilakukan pendataan dengan cara pencatatan di dalam buku induk registrasi pada semua ternak besar (kerbau, sapi dan kuda) berdasarkan informasi dari pemiliknya. f) Ternak yang sudah diidentifikasi tanda-tandanya oleh petugas, diberikan cap bakar sesuai dengan nomor wilayah pada punggung kiri ternak yang bersangkutan, kemudian akan diterbitkan kartu ternaknya. 2. Data yang Dikumpulkan Kartu ternak terdiri dari 2 (dua) halaman yaitu halaman depan dan halaman belakang, di masingmasing halaman terdiri dari dua sisi dengan penjelasan sebagai berikut: 24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

a) Halaman depan sisi kanan berisi informasi mengenai nomor seri dan alamat rumah tangga pemilik ternak. Halaman depan sisi kiri berisi informasi mengenai jenis vaksinasi/pengobatan yang sudah diperoleh oleh ternak yang bersangkutan dan mutasi ternak. b) Halaman belakang sisi kanan berisi informasi mengenai ciri-ciri/tanda-tanda khusus yang terdapat di bagian badan ternak. Halaman belakang sisi kiri berisi informasi mengenai identitas pemilik/pemelihara ternak dan identitas ternak yang dipelihara. 3.3.2 Pengumpulan Data Pemotongan Ternak a. Sumber data pemotongan ternak adalah data tingkat kecamatan yang merupakan laporan pemotongan oleh kelompok ternak dan RPH baik pemerintah maupun swasta, TPA/TPU ke kecamatan, atau data sekunder yang berasal dari pelaporan BPS Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan untuk pengumpulan data pemotongan ternak adalah Formulir NAK02. b. Data dikirim ke tingkat kabupaten/kota oleh petugas kecamatan atau petugas pengumpulan data peternakan tingkat kabupaten/kota. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

c. Data dilaporkan ke tingkat kabupaten/kota setiap satu bulan sekali, selanjutnya di-entri ke komputer menggunakan fasilitas e-form peternakan. 3.3.3 Pengumpulan Data Pemasukan Ternak a. Data pemasukan ternak pada tingkat kabupaten/kota berasal dari laporan pencatatan pada pos ternak di perbatasan wilayah kabupaten/kota bersangkutan dan atau pasar hewan. b. Kategori ternak masuk yang dicatat di pos perbatasan kabupaten/kota atau dari pasar hewan meliputi pemasukan dari kabupaten/kota dalam satu provinsi, pemasukan dari provinsi lain atau pemasukan dari negara lain (impor). c. Pencatatan data pemasukan ternak dilakukan setiap satu bulan sekali oleh petugas kabupaten/kota, selanjutnya di entri ke komputer menggunakan fasilitas e-form peternakan. 3.3.4 Pengumpulan Data Pengeluaran Ternak a. Data pengeluaran ternak pada tingkat kabupaten/kota bersumber pada laporan pencatatan pada pos ternak di perbatasan wilayah kabupaten/kota bersangkutan dan atau pasar hewan. 26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

b. Kategori ternak keluar yang dicatat di pos perbatasan kabupaten/kota atau dari pasar hewan meliputi pengeluaran ke kabupaten/kota dalam satu provinsi, pengeluaran ke provinsi lain atau pengeluaran ke negara lain (impor). c. Pencatatan data pengeluaran ternak dilakukan setiap satu bulan sekali oleh petugas kabupaten/kota, selanjutnya di entri ke komputer menggunakan fasilitas e-form peternakan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB IV TATA CARA PENGISIAN FORMULIR Formulir NAK01, NAK02, NAK03 dan NAK04 yang digunakan petugas lapangan dalam rangka pengumpulan data dari sumber data. Masingmasing formulir dibuat rangkap 2 (dua). Formulir asli dikirim ke kabupaten/kota, sedangkan salinannya disimpan oleh petugas lapang. Adapun tata cara pengisian formulir NAK01, NAK02, NAK03 dan NAK04 dirinci sebagai berikut: 4.1 Formulir NAK01 1. Tuliskan nama provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta isikan kode wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan pada kolom tersedia. 2. Tuliskan tahun dan isikan angka pada kolom yang tersedia dengan urutan yang sesuai dengan tahun yang sedang berjalan. 3. Kolom (1), (2), dan (3) telah jelas. 4. Kolom (4) sampai dengan (9). Untuk ternak kerbau dan kuda, isikan jumlah populasi jantan dan betina tanpa membedakan umur ternak. Untuk populasi sapi potong dan sapi perah, isikan jumlah populasi jantan dan betina dengan memperhatikan umur ternak. Kolom (4) Isikan jumlah ternak anak jantan Kolom (5) Isikan jumlah ternak muda jantan Kolom (6) Isikan jumlah ternak dewasa jantan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

Kolom (7) Isikan jumlah ternak anak betina Kolom (8) Isikan jumlah ternak muda betina Kolom (9) Isikan jumlah ternak dewasa betina Khusus untuk ternak kecil (babi, domba, kambing dan kelinci) dan unggas (ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, merpati, burung puyuh, itik dan itik manila) tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. 30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Contoh Form NAK01 KEMENTERIAN PERTANIAN LAPORAN POPULASI TERNAK (EKOR) FORM NAK01 Provinsi : JAWA BARAT Kabupaten/Kota : SUMEDANG Kecamatan : BUAHDUA Tahun : 2009 Populasi No. Kode Jenis Ternak Jantan Betina Anak Muda Dewasa Anak Muda Dewasa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 701 Kerbau 2 702 Kuda 3 703 Sapi Potong 174 124 283 521 22 962 4 704 Sapi perah 5 705 Babi 6 706 Domba 7 707 Kambing 8 708 Kelinci 9 712 Ayam Buras 10 713 Ayam Ras Pedaging 11 714 Ayam Ras Petelur 12 715 Merpati 13 716 Burung Puyuh 14 717 Itik 15 718 Itik Manila 135 213 3.742 1.971 38.607 39.350 812 51 23 5.590 12......, Kepala Petugas (.... ) (.......) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

4.2 Formulir NAK02 1. Tuliskan nama provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta isikan kode wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan pada kolom yang tersedia. 2. Tuliskan nama bulan dan tahun serta isikan angka bulan dan tahun pada kolom yang tersedia dengan urutan yang sesuai dengan bulan dan tahun yang sedang berjalan. 3. Kolom (1), (2) dan (3) telah jelas. 4. Kolom (4) pemotongan tercatat ternak jantan di RPH Pemda. Tidak termasuk unggas. Isikan jumlah ternak besar jantan yang dipotong di RPH Pemda berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (4) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). 5. Kolom (5) pemotongan tercatat ternak betina di RPH Pemda. Tidak termasuk unggas. Isikan jumlah ternak besar betina yang dipotong di RPH Pemda berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (5) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). 32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Isian kolom (4) dan (5) untuk ternak kecil (babi, domba, kambing dan kelinci) tidak ada pemisahan jenis kelamin. 6. Kolom (6) pemotongan tercatat ternak jantan di RPH Swasta. Tidak termasuk unggas. Isikan jumlah ternak besar jantan yang dipotong di RPH Swasta berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (6) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). 7. Kolom (7) pemotongan tercatat ternak betina di RPH Swasta. Tidak termasuk unggas. Isikan jumlah ternak besar betina yang dipotong di RPH Swasta berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (7) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). Isian kolom (6) dan (7) untuk ternak kecil (babi, domba, kambing dan kelinci) tidak ada pemisahan jenis kelamin. 8. Kolom (8) pemotongan tercatat ternak jantan di luar RPH. Isikan jumlah ternak besar jantan yang dipotong di luar RPH berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

Setiap sel pada kolom (8) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). 9. Kolom (9) pemotongan tercatat ternak betina di luar RPH. Isikan jumlah ternak besar betina yang dipotong di luar RPH berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (9) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). Isian kolom (8) dan (9) untuk ternak kecil (babi, domba, kambing dan kelinci) dan unggas tidak ada pemisahan jenis kelamin. Khusus untuk unggas, isian di kolom (8) dan (9) adalah untuk pemotongan di luar TPA/TPU/RPU. 10. Kolom (10) Pemotongan Tercatat di TPA/TPU/RPU dan diisi hanya untuk unggas. Isikan jumlah ternak unggas yang dipotong di TPA/TPU berdasarkan pada laporan yang terkumpul setiap akhir bulan. Setiap sel pada kolom (10) diisi sesuai dengan data yang terkumpul. Jika tidak ada data maka tulis dengan angka nol (0). 34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Contoh Form NAK02 KEMENTERIAN PERTANIAN FORM NAK02 LAPORAN PEMOTONGAN TERNAK (EKOR) Provinsi : JAWA BARAT Kabupaten/Kota : SUMEDANG Bulan : 1 Kecamatan : BUAHDUA Tahun : 2009 PemotonganTercatat No. Kode Jenis Ternak RPH. Pemda RPH swasta Diluar RPH TPA/TPU Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 701 Kerbau 2 702 Kuda 3 703 Sapi Potong 4 704 Sapi perah 2 58 45 5 705 Babi 6 706 Domba 7 707 Kambing 8 708 Kelinci 58 25 9 712 Ayam Buras 10 713 Ayam Ras Pedaging 11 714 Ayam Ras Petelur 21.985 12 715 Merpati 13 716 Burung Puyuh 14 717 Itik 15 718 Itik Manila...., Kepala Petugas (... ) (.......) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

4.3 Formulir NAK03 1. Tuliskan nama provinsi dan kabupaten/kota serta isikan kode wilayah provinsi dan kabupaten/kota pada kolom yang tersedia. 2. Tuliskan nama bulan dan tahun serta isikan angka bulan dan tahun pada kolom yang tersedia dengan urutan yang sesuai dengan bulan dan tahun yang sedang berjalan. 3. Kolom (1), (2) dan (3) telah jelas. 4. Kolom (4) pemasukan ternak jantan atau bibit jantan antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang masuk dari wilayah kabupaten/kota lain pada provinsi yang sama berdasarkan data yang terkumpul. Setiap sel pada kolom (4) diisi hanya untuk ternak besar. 5. Kolom (5) pemasukan ternak betina atau bibit betina antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang masuk dari wilayah kabupaten/kota lain pada provinsi yang sama berdasarkan data yang terkumpul. Setiap sel pada kolom (5) diisi hanya untuk ternak besar. 6. Kolom (6) pemasukan bakalan potong antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang masuk dari wilayah kabupaten/kota lain pada provinsi yang sama berdasarkan data yang terkumpul. 36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Setiap sel pada kolom (6) diisi hanya untuk ternak sapi potong. 7. Kolom (7) pemasukan ternak jantan atau bibit jantan antar provinsi. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang masuk dari wilayah kabupaten/kota provinsi lain berdasarkan data yang terkumpul. Setiap sel pada kolom (7) diisi hanya untuk ternak besar. 8. Kolom (8) pemasukan ternak betina atau bibit betina antar provinsi. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang masuk dari wilayah kabupaten/kota provinsi lain berdasarkan data yang terkumpul. Setiap sel pada kolom (8) diisi hanya untuk ternak besar. 9. Kolom (9) pemasukan ternak bakalan potong antar provinsi. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang masuk dari wilayah kabupaten/kota provinsi lain berdasarkan data yang terkumpul. Setiap sel pada kolom (9) diisi hanya untuk ternak sapi potong. 10. Kolom (10) pemasukan ternak jantan atau bibit jantan antar negara. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang masuk ke wilayah kabupaten/kota yang diperoleh melalui cara langsung impor dari luar negeri (di luar wilayah Republik Indonesia). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

Setiap sel pada kolom (10) diisi hanya untuk ternak besar. 11. Kolom (11) pemasukan ternak betina atau bibit betina antar negara. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang masuk ke wilayah kabupaten/kota yang diperoleh melalui cara langsung impor dari luar negeri (di luar wilayah Republik Indonesia). Setiap sel pada kolom (11) diisi hanya untuk ternak besar. 12. Kolom (12) pemasukan ternak bakalan potong antar negara. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang masuk dari luar negeri ke wilayah kabupaten/kota yang diperoleh melalui cara langsung impor dari luar negeri (di luar wilayah Republik Indonesia). Setiap sel pada kolom (12) diisi hanya untuk ternak sapi potong 38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Contoh Form NAK03 KEMENTERIAN PERTANIAN LAPORAN PEMASUKAN TERNAK (EKOR) FORM NAK03 Provinsi Kabupaten/Kota : JAWA BARAT : SUMEDANG Bulan : 1 Tahun : 2009 PEMASUKAN TERNAK No. Kode Jenis Ternak Antar Kabupaten/Kota Antar Provinsi Antar Negara Bibit Bibit Bibit Bakalan Bakalan Bakalan Potong Potong Potong Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 701 Kerbau 2 702 Kuda 70 3 703 Sapi Potong 62 47 125 61 18 20 4 704 Sapi perah 5 705 Babi 6 706 Domba 7 707 Kambing 8 708 Kelinci 9 712 Ayam Buras 10 713 Ayam Ras Pedaging 11 714 Ayam Ras Petelur 12 715 Merpati 13 716 Burung Puyuh 14 717 Itik 15 718 Itik Manila 620 46 1.550 2.153.300 128 19.000 Kepala......, Petugas (.... ) (..........) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

4.4 Formulir NAK04 1. Tuliskan nama provinsi dan kabupaten/kota serta isikan kode wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan pada kolom yang tersedia. 2. Tuliskan nama bulan dan tahun serta isikan angka bulan dan tahun pada kolom yang tersedia dengan urutan yang sesuai dengan bulan dan tahun yang sedang berjalan. 3. Kolom (1), (2) dan (3) telah jelas. 4. Kolom (4) pengeluaran ternak jantan atau bibit jantan antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang keluar ke wilayah kabupaten/kota lain pada provinsi yang sama. Setiap sel pada kolom (4) diisi hanya untuk ternak besar. 5. Kolom (5) pengeluaran ternak betina atau bibit betina antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang keluar ke wilayah kabupaten/kota lain pada provinsi yang sama. Setiap sel pada kolom (5) diisi hanya untuk ternak besar. 6. Kolom (6) pengeluaran bakalan potong antar kabupaten/kota. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang keluar ke wilayah kabupaten/kota pada provinsi yang sama. 40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Setiap sel pada kolom (6) diisi hanya untuk ternak sapi potong. 7. Kolom (7) pengeluaran ternak jantan atau bibit jantan antar provinsi. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang keluar ke wilayah kabupaten/kota provinsi lain. Setiap sel pada kolom (7) diisi hanya untuk ternak besar. 8. Kolom (8) pengeluaran ternak betina atau bibit betina antar provinsi. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang keluar ke wilayah kabupaten/kota provinsi lain. Setiap sel pada kolom (8) diisi hanya untuk ternak besar. 9. Kolom (9) pengeluaran ternak bakalan potong antar provinsi. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang keluar ke wilayah kabupaten/kota provinsi lain. Setiap sel pada kolom (9) diisi hanya untuk ternak sapi potong. 10. Kolom (10) pengeluaran ternak jantan atau bibit jantan antar negara. Isikan jumlah ternak jantan atau bibit jantan yang keluar dari wilayah kabupaten/kota ke luar negeri (ekspor). Setiap sel pada kolom (10) diisi hanya untuk ternak besar. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

11. Kolom (11) pengeluaran ternak betina atau bibit betina antar negara. Isikan jumlah ternak betina atau bibit betina yang keluar dari wilayah kabupaten/kota ke luar negeri. Setiap sel pada kolom (11) diisi hanya untuk ternak besar. 12. Kolom (12) pengeluaran ternak bakalan potong antar negara. Isikan jumlah ternak bakalan potong yang keluar dari wilayah kabupaten/kota ke luar negeri. Setiap sel pada kolom (12) diisi hanya untuk ternak sapi potong. 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Contoh Form NAK04 KEMENTERIAN PERTANIAN LAPORAN PENGELUARAN TERNAK (EKOR) FORM NAK04 Provinsi : Bulan : Kabupaten/Kota : Tahun : PENGELUARAN TERNAK No. Kode Jenis Ternak Antar Kabupaten/Kota Antar Provinsi Antar Negara Bibit Bibit Bibit Bakalan Bakalan Potong Potong Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Bakalan Potong (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1 701 Kerbau 2 702 Kuda 3 703 Sapi Potong 492 73 61 7 4 704 Sapi perah 5 705 Babi 6 706 Domba 7 707 Kambing 8 708 Kelinci 9 712 Ayam Buras 10 713 Ayam Ras Pedaging 11 714 Ayam Ras Petelur 356 76 15 834 217.200 365.650 12 715 Merpati 13 716 Burung Puyuh 14 717 Itik 15 718 Itik Manila....., Kepala Petugas (... ) (..........) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

4.5. Formulir Input Parameter Parameter di subsektor peternakan mempunyai peran sangat penting, karena dipergunakan untuk menghitung dan melakukan perkiraan (estimasi). Angka yang diestimasi adalah populasi (dinamika populasi), produksi daging, produksi telur dan produksi susu. Formulir Input Parameter hanya diisi satu kali setelah diperoleh data hasil Survei Peternakan Nasional Tahun 2008 (SPN08) atau hasil survei lainnya. Berbeda dengan Form NAK01, Form NAK02, Form NAK03 dan Form NAK04, tata cara pengisian Formulir Input Parameter adalah sebagai berikut: 1. Tuliskan nama provinsi, kabupaten/kota serta isikan kode wilayah provinsi dan kabupaten/kota pada kolom yang tersedia. 2. Tuliskan tahun serta isikan angka tahun pada kolom yang tersedia dengan urutan yang sesuai dengan tahun yang sedang berjalan. 3. Kolom (1), (2) dan (3) telah jelas. 4. Kolom (4) Parameter Kelahiran (%). Isikan nilai parameter kelahiran dalam persen, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil SPN08. 5. Kolom (5) Parameter Kematian (%). Isikan nilai parameter kematian dalam persen, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil SPN08. 6. Kolom (6) Parameter Berat Karkas (Kg/Ekor). 44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Isikan nilai parameter berat karkas dalam kg/ekor, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil survei karkas. 7. Kolom (7) Parameter Produksi Telur (Kg/Ekor/Tahun). Isikan nilai parameter produksi telur dalam kg/ekor/tahun, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil SPN08. 8. Kolom (8) Parameter Produksi Susu (Liter/Ekor/Tahun). Isikan nilai parameter produksi susu dalam liter/ekor/tahun, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil SPN08. 9. Kolom (9) Parameter Betina Produktif (%). Isikan nilai parameter betina produktif dalam persen, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil SPN08. 10. Kolom (10) Parameter Pemotongan Tidak Tercatat/Unregistered (%). Isikan nilai parameter pemotongan tidak tercatat dalam persen, untuk masing-masing kabupaten/kota yang diperoleh dari data hasil survei lain. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

Contoh Form Input Parameter KEMENTERIAN PERTANIAN FORM INPUT PARAMETER Provinsi Kabupaten/Kota : JAWA BARAT : SUMEDANG Tahun : 2009 No Nomor Kode Jenis Ternak Kelahiran Kematian Produksi Produksi Betina Pemotongan Karkas Rata-rata Rata-rata Telur Susu Produktif Tidak Tercatat (%) (%) (Kg/ekor) (Kg/ekor/th) (Liter/ekor/th) (%) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 701 Kerbau 2 702 Kuda 3 703 Sapi Potong 4 704 Sapi Perah 5 705 Babi 6 706 Domba 7 707 Kambing 8 708 Kelinci 9 712 Ayam Buras 10 713 Ayam Ras Pedaging 11 714 Ayam Ras Petelur 12 715 Merpati 13 716 Burung Puyuh 14 717 Itik 15 718 Itik Manila 13,65 3 166,31 0 72,91 5,14 3,72 104,4 0 40 26,35 3,03 184,84 0 27,57 30,68 3,04 0 4,071 52 0 0 0 0 0 0 40,42 3,86 11,52 0 500 32,05 5,16 13,29 0 400 93,96 6 0,64 1,96 31,229 0 642,39 2 0,73 0 0 292,46 4 0,73 13,275 69,24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 169,35 5 0,73 10,14 64,48 0 0 0 0 0 0 0....., Kepala Petugas (... ) (..........) 46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB V PENGOLAHAN DAN REKAPITULASI DATA Pengisian Formulir NAK01, NAK02, NAK03 dan NAK04 dilakukan oleh petugas lapangan atau petugas kecamatan yang mengumpulkan data-data peternakan dari masing-masing desa dengan formulir pembantu. Cakupan formulir pembantu adalah desa sedangkan cakupan formulir NAK01, NAK02, NAK03 dan NAK04 adalah kecamatan. Pengolahan data dilakukan di tingkat kabupaten/kota setelah laporan Formulir NAK01, NAK02, NAK03 dan NAK04 dilaporkan oleh petugas lapang (petugas kecamatan/kabupaten/kota). Pengolahan dilakukan dengan melakukan entri data dari formulir yang diserahkan petugas kecamatan ke dalam formulir e-form Nak. Khusus untuk Formulir Input Parameter, hanya dilakukan entri berdasarkan data parameter hasil Survei, seperti Survei Peternakan Nasional (SPN) atau survei lainnya. Pengolahan data tidak dilakukan secara manual, tetapi menggunakan bantuan komputer melalui fasilitas e-form Nak. Output yang dihasilkan dari sistem e-form Nak berupa rekap laporan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Rekap formulir secara rinci diuraikan sebagai berikut: 5.1. Rekap Formulir Tingkat Kabupaten/Kota a. Rekap Formulir NAK01 Rekap Formulir NAK01 berisi data populasi ternak yang disajikan dalam 2 (dua) bentuk keluaran yakni: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

(i) Rekap per wilayah, output yang dihasilkan adalah rekapitulasi rincian populasi ternak tingkat kabupaten/kota yang berisi data per kecamatan. Formulir rekap per wilayah untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK01. (ii) Rekap per jenis ternak, output yang dihasilkan adalah rekapitulasi rincian populasi masing-masing jenis ternak di tingkat kabupaten/kota. Formulir rekap per jenis ternak untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK01A. 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

b. Rekap Formulir NAK02 Rekap Formulir NAK02 berisi data pemotongan ternak yang disajikan dalam 2 (dua) bentuk keluaran yakni: (i) Rekap per wilayah, output yang dihasilkan adalah rekapitulasi rincian pemotongan ternak tingkat kabupaten/kota yang berisi data per kecamatan. Formulir rekap per wilayah untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK02. (ii) Rekap per jenis ternak, output yang dihasilkan adalah rekapitulasi rincian pemotongan masing-masing jenis 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

ternak di tingkat kabupaten/kota. Formulir rekap per jenis ternak untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK02A. Perhitungan pemotongan ternak, selain menampilkan pemotongan ternak tercatat maupun tidak tercatat juga menampilkan total pemotongan. Tahap perhitungan dilakukan sebagai berikut: Pemotongan tidak tercatat jantan (11) dan betina (12) Pemotongan tidak tercatat jantan (11) = {kolom (4) + kolom (6) + kolom (8)} parameter pemotongan tidak tercatat. Pemotongan tidak tercatat betina (12) = {kolom (5) + kolom (7) + kolom (9)} parameter pemotongan tidak tercatat. Total pemotongan (tercatat dan tidak tercatat) Total pemotongan jantan (13) = {kolom (4) + kolom (6) + kolom (8) + kolom (11)}. Total pemotongan betina (14) = {kolom (5) + kolom (7) + kolom (9) + kolom (12)}. Khusus untuk ternak unggas, total pemotongan merupakan penjumlahan pemotongan tercatat di luar RPH + pemotongan tercatat di TPA/TPU + pemotongan tidak tercatat. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

c. Rekap Formulir NAK03 Rekap Formulir NAK03 berisi data pemasukan ternak dari kabupaten/kota, provinsi dan atau negara, disajikan berdasarkan rekap per jenis ternak berupa rincian pemasukan masing-masing jenis ternak di tingkat kabupaten/kota. Formulir rekap pemasukan per jenis ternak untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK03A. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

d. Rekap Formulir NAK04 Rekap Formulir NAK04 berisi data pengeluaran ternak dari kabupaten/kota, provinsi dan atau negara, disajikan berdasarkan rekap per jenis ternak berupa rincian pengeluaran masing-masing jenis ternak di tingkat kabupaten/kota. Formulir rekap pengeluaran per jenis ternak untuk tingkat kabupaten/kota disebut RKNAK04A. 54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian