[Type the document subtitle]

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

Veraliza, Saam., Z, Thamrin 2014:8 (2) MANAJEMEN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN DESA PANGKALAN INDARUNG KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI BANGKA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

ARAH KEBIJAKAN KELAUTAN PASCA PEMILU 2009 DAN WOC

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

PEMERINTAH DESA KUCUR

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN Latar Belakang

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Nama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

PENGAKUAN KEBERADAAN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN INDARUNG, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU DALAM PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP [Type the document subtitle] Suhana 7/24/2008

PENGAKUAN KEBERADAAN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN INDARUNG, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU DALAM PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Suhana 1 PENDAHULUAN Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social well-being) secara berkelanjutan, terutama komunitas masyarakat lokal yang bermukim di wilayah perairan umum (sungai). Oleh karena itu, dalam pemanfaatan sumberdaya perairan umum, aspek ekologi dalam hal kelestarian sumberdaya dan fungsi-fungsi ekosistem harus dipertahankan sebagai landasan utama untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perairan umum diharapkan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground, maupun nursery ground ikan. Selain itu juga tidak merusak fungsi ekosistem hutan dan perairan umum yang memiliki keterkaitan ekologis dengan keberlanjutan sumberdaya di wilayah tersebut. Berlakunya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberikan nuansa baru pembangunan di daerah, maka upaya pemanfaatan dan pengembangan berbagai potensi daerah, termasuk potensi sumberdaya di wilayah perairan umum, mulai mendapat perhatian. Perubahan paradigma pembangunan nasional dari pola sentralistik ke desentralistik atau istilah lainnya kebijakan perikanan berbasis otonomi daerah, maka sebagai konsekuensi pemerintah kabupaten/kota kini telah memiliki kewenangan (authority) yang lebih besar dalam sistem pengelolaan perikanan. Dalam kebijakan pembangunan masyarakat di sekitar perairan umum, Pemerintah Daerah diharapkan akan berupaya untuk mengedepankan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat (local community), dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (community well-being), terutama rumah tangga perikanan. Selain itu juga, perhatian terhadap hak-hak kepemilikan (property rights) dalam sistem pengelolaan perikanan di perairan umum, dan kajian pola interaksi antar pemangku kepentingan (stakeholders) di wilayah tersebut, serta dampaknya terhadap komunitas rumah 1 Tenaga Ahli Anggota DPR-RI Periode 2004-2009 dan periode 2009-2014 Bidang Kelautan dan Perikanan, Kepala Riset pada Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) dan Asisten Dosen Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK) dan Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Alamat Elektronik : Blog : http://suhana-ocean.blogspot.com, Email : suhanaipb@gmail.com, HP : 081310858708 2 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

tangga perikanan sudah saatnya menjadi perhatian. Kemudian tatanan kelembagaan sosial tradisional yang hidup di lingkungan masyarakat perikanan bisa dikembangkan, dan diakui keberadaannya dalam sistem hukum dan aturan-aturan (rules) sistem pengelolaan wilayah perairan umum. KEARIFAN LOKAL 2 LUBUK LARANGAN INDARUNG Masyarakat di sekitar aliran sungai Pangkalan Indarung sejak tahun 1982 melalui keputusan adat ninik mamak 3 telah menetapkan sebagian wilayah aliran sungai tersebut sebagai wilayah yang terlarang untuk diambil hasil ikannya selama jangka waktu tertentu atau dikenal dengan istilah lubuk larangan. Akan tetapi masyarakat masih dapat mengambil ikan di wilayah yang tidak ditetapkan sebagai lubuk larangan. Kawasan lubuk larangan Indarung berada di sekitar aliran sungai Pangkalan Indarung dengan panjang 1.500 meter dan lebar 35 meter dengan kedalaman sungai sekitar 3 sampai 5 meter (Lihat Gambar 1). Gambar 1. Peta Kawasan Lubuk Larangan Indarung (Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kuantan Singingi, 2008) 2 Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari Pasal 1 (30) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3 Keputusan ninik mamak tersebut awalnya tidak tertulis namun sejak tahun 2007 keputusan ninik mamak tersebut sudah dituangkan secara tertulis. 3 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

Selain itu juga guna mendukung kelestarian sumberdaya ikan di wilayah lubuk larangan, masyarakat melarang menebang pohon di sekitar lubuk larangan tersebut karena ikan-ikan yang ada di wilayah lubuk larangan sumber makanannya adalah daun-daun pohon yang jatuh. Batas Wilayah Lubuk Larangan Batas wilayah lubuk larangan dengan bukan lubuk larangan ditandai oleh perbedaan kecepatan aliran sungai. Wilayah yang relatif tenang aliran sungainnya ditetapkan sebagai wilayah lubuk larangan, sementara yang lebih cepat aliran sungainya tidak ditetapkan sebagai wilayah lubuk larangan (Lihat Gambar 2). Pengetahuan lokal dalam penentuan batas wilayah tersebut menunjukan bahwa masyarakat setempat tahu bahwa ikan sebagian besar menyukai wilayah perairan yang relatif tenang. Secara ekologi, sumber makanan ikan tersebut lebih banyak di wilayah perairan sungai yang relatif lebih tenang. Lubuk Larangan Wilayah bebas menangkapikan Gambar 2 Batas Wilayah Lubuk Larangan Indarung (Sumber : Suhana, 2009) Peraturan Adat Lubuk Larangan Pengelolaan lubuk larangan sungai Indarung selama ini dilakukan oleh lembaga adat Ninik 4 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

Mamak Pangkalan Indarung. Lembaga adat tersebut dipimpin oleh dua orang datuk, yaitu Datuk Bandaro dan Datuk Sutan Penghulu. Selain itu juga kedua datuk tersebut dibantu oleh lima orang penghulu yang berasal dari keturunan kedua datuk tersebut. Pada tahun 2007 aturan adat lubuk larangan Indarung telah dikukuhkan dalam surat keputusan Ninik Mamak secara tertulis. Keputusan adat tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan demi menjaga kelestarian sumberdaya ikan di sungai Singingi dalam wilayah Desa Pangkalan Indarung. Aturan adat yang telah diputuskan oleh lembaga adat ninik mamak tersebut adalah : 1. Setiap pelaku menangkap ikan di kawasan lubuk larangan akan dikenakan sangsi Rp. 500.000 per ekor ikan; 2. Pembeli atau penadah dikenakan sangsi Rp. 500.000 per orang; 3. Apabila pelaku dan penadah tertangkap akan diproses oleh Dubalang Ninik Mamak untuk diselesaikan secara adat sesuai kemenakan mamak yang bersangkutan; 4. Apabila point 1 dan 2 dilakukan oleh ninik mamak, perangkat desa dan anggota Badan Perwakilan Desa dikenakan sangsi Rp. 1.000.000; Dampak Lubuk Larangan Secara ekologi dampak kearifan lokal lubuk larangan adalah mencegah kerusakan lingkunga sungai, menanggulangi kerusakan sungai dan memulihkan kerusakan lingkungan. Secara lengkap dampak ekologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Dampak Ekologis Lubuk Larangan Indarung MENCEGAH KERUSAKAN LINGKUNGAN Jalur hijau di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) dipertahankan Adanya larangan menangkap ikan pada kawasan tersebut, kecuali pada saat-saat tertentu (sekali dalam setahun) MENANGGULANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN Bagi setiap pengrusak sumberdaya perairan kawasan lubuk larangan oleh siapapun akan diberikan sanksi sesuai hukum adat MEMULIHKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Untuk pemulihan lingkungan ditetapkan kawasan lubuk larangan sepanjang 1.500 meter sebagai kawasan konservasi sumberdaya ikanikan lokal 5 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

Secara ekonomi dampak penerapan lubuk larangan Indarung adalah : 1) Menjadi bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa cinta dan kepedulian terhadap pelestarian sumberdaya hayati perikanan; 2) Terbinanya kerukunan dan rasa kesetiakawanan sosial di lingkungan masyarakat tempatan dan dijadikan tradisi adat dalam acara Mancuak/Panen sekali setahun, hasilnya dijadikan dana untuk kegiatan-kegiatan sosial; 3) Terwujudnya lembaga sosial masyarakat melalui kelembagaan adat dalam upaya pelestarian sumberdaya hayati perikanan Sementara itu secara sosial budaya dampak penerapan lubuk larangan tersebut adalah : 1) Dapat menyediakan sumber protein bagi masyarakat desa Indarung melalui ketersediaan ikan-ikan lokal yang bisa dipanen sekali dalam setahun; 2) Tersedianya sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari bagi masyarakat sekitar; 3) Tersedianya sumber hayati perikanan ikan-ikan lokal yang dapat dijadikan sebagai ekowisata Pengakuan Lembaga Adat Ninik Mamak Pangkalan Indarung Pada tahun 2007 keberadaan lembaga adat lubuk larangan Indarung tersebut diakui secara formal menjadi Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Lembaga Adat Pangkalan Indarung. Pengakuan formal tersebut tertuang dalam dua keputusan pemerintah daerah dan pemerintah desa, yaitu : 1) Surat keputusan Kepala Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 70/PKL/2007 tentang Pengukuhan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Lembaga Adat Pangkalan Indarung; 2) Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 523.4/SDH/505A tentang Pembentukan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS) Lembaga Adat Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi Bidang Penangkapan Ikan dan Perlindungan. Dengan adanya pengakuan secara formal tersebut keberadaan lembaga adat tersebut menjadi lebih kuat secara hukum. Berdasarkan kedua keputusan pemerintah daerah tersebut, selain menerapkan aturan adat yang telah disepakati oleh Ninik Mamak, lembaga Adat Pangkalan Indarung memiliki tugas dan wewenang : 1) Melakukan pengawasan terhadap kawasan yang dijadikan areal kawasan lubuk larangan; 6 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

2) Melakukan sosialisasi tentang perlunya menjaga kelangsungan hidup biota perairan khususnya jenis ikan-ikan lokal yang hampir punah; 3) Menjadikan kawasan lubuk larangan sebagai kawasan konservasi perairan umum; 4) Menjaga keragaman hayati seperti ikan-ikan lokal yang telah hampir punah PENUTUP Berdasarkan hal tersebut diatas, dalam kerangka otonomi daerah bentuk pengakuan keberadaan kearifan lokal dapat dilakukan melalui keputusan pemerintah daerah atau pemerintah desa. Bentuk pengakuan tersebut selain menjaga kelestarian kearifan lokal juga menghargai perjuangan masyarakat adat yang selama ini telah berperan banyak dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Daftar Bacaan Surat keputusan Kepala Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 70/PKL/2007 tentang Pengukuhan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Lembaga Adat Pangkalan Indarung Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 523.4/SDH/505A tentang Pembentukan Kelompok Pengawas Masyarakat (POKMASWAS) Lembaga Adat Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi Bidang UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Penangkapan Ikan dan Perlindungan 7 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal

SEKILAS TENTANG PUSAT KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERADABAN MARITIM (PK2PM) 8 Pengelolaan laut dalam perspektif kearifan Lokal