PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 32/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi...

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember 2013 Direktur Alat dan Mesin Pertanian. Ir. Bambang Santosa, MSc.

PENGANTAR. Ir. Suprapti

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 31/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MEMUTUSKAN : : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN BANTUAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO.

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONES!A. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGANTAR. Ir. Bambang Santosa, M.Sc

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

2018, No.8-2- Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Repu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN BENIH NASIONAL

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK HEWAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 44/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGUJIAN MUTU ALAT DAN MESIN PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/SR.130/5/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kewenangan. Izin Usaha. Pencabutan.

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 123/Permentan/SR.130/11/2013 /OT.1 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.52, 2010 Kementerian Pertanian. Pelatihan. Pertanian Swadaya. Pedoman.

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 55/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PENYULUH PERTANIAN BERPRESTASI

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/PP.410/1/2010 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PELATIHAN PERTANIAN SWADAYA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat mesin pertanian (alsintan) mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian melalui penanganan budidaya, panen, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian; b. bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian telah tumbuh Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian; c. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan untuk memperkuat serta memantapkan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian sebagai salah satu lembaga ekonomi perdesaan, dipandang perlu menetapkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian; : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 421

422 4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4157); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 6. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia; 9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 400/Kpts/ OT.160/8/2003 tentang Tim Teknis dan Sertifikasi Alat dan Mesin Pertanian; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/ OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/ OT.210/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/ OT.140/2/2007; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 391/Kpts/ OT.160/6/2006 tentang Komisi Pengembangan Mekanisasi Pertanian; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/ OT.140/12/2006 tentang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Alat dan/atau Mesin Pertanian; 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/ OT.140/1/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikasi Alat dan Mesin Budidaya Tanaman;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/ OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 75/Permentan/ OT.140/12/2007 tentang Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan; Memperhatikan : Rumusan Workshop Pengelolaan Kelembagaan UPJA di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tanggal 4-6 September 2006. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU : Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA) sebagaimana tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud diktum KESATU sebagai acuan bagi daerah dalam menumbuhkembangkan UPJA. KETIGA : Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Petunjuk atau Pedoman yang mengatur UPJA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. KEEMPAT : Peraturan ini mulai berlalku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 22 Mei 2008 MENTERI PERTANIAN, ttd ANTON APRIYANTONO. 423

SALINAN Peraturan ini disampaikan Kepada Yth.: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Perindustrian; 5. Menteri Perdagangan; 6. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 7. Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia; 8. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 9. Pejabat Eselon I dilingkungan Departemen Pertanian; 10. Kepala Dinas yang membidangi fungsi Tanaman Pangan/Hortikultura/ Perkebunan/Peternakan Provinsi di Seluruh Indonesia; 11. Kepala Dinas yang membidangi fungsi Tanaman Pangan/Hortikultura/ Perkebunan/Peternakan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. 424

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 25/Permentan/PL.130/5/2008 TANGGAL : 22 Mei 2008 PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA DAN MESIN PERTANIAN (UPJA) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka mendukung pemenuhan produksi pertanian yang terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, menurunnya daya dukung lahan, rendahnya intensitas pertanaman, dan kepemilikan alsintan secara individu yang kurang menguntungkan. Hal ini mutlak diperlukan, dikarenakan Alsintan dapat mempercepat dan meningkatkan mutu pengolahan tanah, penyediaan air, meningkatkan intensitas Pertanaman (IP), meningkatkan produktivitas ternak, mengurangi kehilangan hasil, menjaga kesegaran dan keutuhan, meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan produk komoditas pertanian dan melestarikan fungsi lingkungan. Untuk itu, strategi pengembangan alsintan dalam rangka pemanfaatan inovasi dan teknologi mekanisasi pertanian dengan menumbuh dan mengembangkan sistem kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA), dengan pertimbangan : (1) Kemampuan petani dalam mengolah lahan usahatani terbatas (0,5 ha/mt); (2) Pengelolaan Alsintan secara perorangan kurang efisien; (3) Tingkat pedidikan dan ketrampilan petani yang rendah; (4) Kemampuan permodalan usahatani yang lemah; dan (5) Pengelolaan usahatani yang tidak efisien. Sedangkan fungsi utama kelembagaan UPJA yaitu melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk pelayanan jasa alsintan dalam penanganan budidaya seperti jasa penyiapan lahan dan pengolahan tanah, pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan; perlindungan tanaman termasuk pengendalian kebakaran; maupun kegiatan panen, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian seperti jasa pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan padi; termasuk mendorong pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai 425

tambah, perluasan pasar, daya saing dan perbaikan kesejahteraan petani. Pendayagunaan alsintan melalui Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) sudah dimulai sejak tahun 1996/1997 dengan membentuk kelompok UPJA percontohan di 13 Provinsi (Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat), dan kemudian tanggal 2 Desember 1998, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor I.HK.05098.71 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendayagunaan dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian, dengan output (keluaran) yaitu pengembangan penggunaan alsintan di kalangan masyarakat tani/kelompoktani; tumbuhnya kelompok-kelompoktani; UPJA dan bengkel pembuatan, perawatan dan perbaikan alsintan serta berkembangnya sistem agribisnis dan agroindustri di perdesaan. Namun demikian melalui instrument tersebut kelembagaan UPJA belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Seiring dengan perkembangan jumlah lembaga UPJA dan dalam rangka optimalisasi pendayagunaan alsintan yang telah dialokasikan baik melalui bantuan pemerintah, swasta dan swadaya murni masyarakat tani, telah banyak diterbitkan petunjuk dan pedoman. Berdasarkan laporan daerah jumlah lembaga UPJA telah mencapai 42.843 unit. Data tersebut belum dapat diklasifikasikan sesuai perkembangan dan kemampuan UPJA mengelola alsintan, sehingga diperlukan batasan kemampuan kelas UPJA dengan kriteria-kriteria tertentu. Untuk itu agar UPJA dapat tumbuh dan berkembang sebagai lembaga perekonomian di perdesaan dalam rangka mendukung pengembangan usahatani, maka diperlukan acuan sebagai pedoman untuk penumbuhan dan pengembangan UPJA di daerah. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan UPJA dimaksudkan sebagai bahan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi tumbuh kembangnya kelembagaan UPJA menujuke arah kelembagaan yang profesional di sentra produksi pertanian yang berorientasi agribisnis dan agroindustri. 2. Tujuan 426

Tujuan penumbuhan dan pengembangan UPJA untuk mendorong dan memotivasi perkembangan dan kemajuan kinerja lembaga UPJA, meningkatkan dan mengoptimalkan pemanfaatan alsintan dari aspek teknis, ekonomis, organisasi dan aspek penunjang untuk menuju kearah UPJA profesional. C. Ruang Lingkup Ruang Lingkup yang diatur dalam Pedoman UPJA meliputi penumbuhan dan pengembangan UPJA. D. Definisi Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan. 2. Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut Alsintan adalah peralatan yang dioperasikan tanpa atau dengan motor penggerak untuk kegiatan budidaya, pemeliharaan, panen, pasca penen, pengolahan hasil tanaman, peternakan dan kesehatan hewan. 3. Sentra produksi atau sentra komoditas adalah suatu kawasan yang mencapai skala ekonomi tertentu sehingga layak dikembangkan sebagai satuan pengembangan agribisnis. 4. Kelompoktani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. 5. Manajer UPJA adalah petani/pemuda tani yang memiliki kemampuan mengelola alsintan dalam jumlah tertentu dengan prinsip usaha (bisnis) yang menguntungkan. 6. UPJA Pemula adalah kelompok usaha pelayanan jasa alsintan dalam rangka optimalisasi pengelolaan alat dan mesin pertanian yang belum berkembang dikarenakan masih memiliki jumlah alsintan 1-4 unit dan 1-2 jenis alsintan. 7. UPJA Berkembang adalah kelompok usaha pelayanan jasa alsintan dalam rangka optimalisasi pengelolaan alat dan mesin pertanian yang telah berkembang dengan jumlah alsintan yang 427

dimiliki 5-9 unit dan jenis alsintan 3-4 jenis dan telah memiliki sistem organisasi lengkap. 8. UPJA Profesional adalah kelompok usaha pelayanan jasa alsintan dalam pengelolaan alat dan mesin pertanian yang telah optimal dan telah memiliki alsintan > 10 unit serta memiliki > 5 jenis alsintan. II. PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN UPJA Konsep dasar penumbuhan dan pengembangan UPJA ditetapkan sebagai berikut: A. Penumbuhan UPJA Penumbuhan UPJA dilaksanakan pada wilayah kawasan, agribisnis atau wilayah pengembangan kawasan agribisnis yang belum terbentuk UPJA, mempunyai masalah keterbatasan tenaga kerja dari penanganan hasil panen serta membutuhkan alsintan sebagai solusinya. Penumbuhan UPJA diinisiasi melalui musyawarah kelompoktani dengan tokoh masyarakat. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penumbuhan UPJA sebagai berikut: 1. Identifikasi Wilayah Kegiatan identifikasi wilayah merupakan kegiatan pengumpulan data luas wilayah, kondisi spesifik lokasi, jenis dan jumlah alsintan yang tersedia, dan ada tidaknya UPJA yang beroprasi di daerah tersebut, serta potensi kebutuhan alsintan. 2. Pengorganisasian UPJA Organisasi UPJA harus mempunyai struktur organisasi lengkap (manajer, petugas administrasi, operator dan teknis) yang disahkan oleh Bupati/Walikota dalam hal ini Kepala Dinas Lingkup Pertanian. 3. Pelatihan Pelatihan Sumberdaya Manusia UPJA, dan ujicoba pendayagunaan alsintan dilakukan setelah alsintan didistribusikan, dan untuk ini peran Dinas yang membidangi fungsi Tanaman Pangan/Hortikultura/Perkebunan dan/atau Peternakan, Provinsi/Kabupaten/Kota sangat menentukan keberhasilannya. Melalui pelatihan ini diharapkan dapat dihasilkan Sumberdaya Manusia UPJA yang profesional. 428

B. Pengembangan UPJA 1. Hakekat pengembangan UPJA untuk membangun sistem kelembagaan UPJA di sentra produksi pertanian yang belum berkembang (jumlah dan jenis alsintan) ke arah dan berorientasi bisnis yang ditandai dengan memperoleh keuntungan usaha (profit making), dikelola berdasarkan skala ekonomi (economic of scale), berorientasi pasar (market oriented) serta didukung sumberdaya manusia profesional. 2. Sistem pengembangan UPJA meliputi berbagai subsistem dari kelembagaan ekonomi yang bekerja secara sinergik. Subsistem dimaksud meliputi : a. Pelayanan jasa alsintan dalam bentuk kelembagaan kelompok UPJA. b. Penyediaan alsintan, suku cadang, pelayanan perbaikan, dalam bentuk kelembagaan produsen alsintan, usaha perbengkelan/pengrajin alsintan dan sebagainya. c. Pengguna jasa alsintan dalam bentuk kelembagaan usahatani, petani/kelompoktani dan Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A). d. Permodalan dan pendanaan dalam bentuk kelembagaan perbankan atau lembaga keuangan non Bank. e. Pembinaan dan pengendalian, berupa kelembagaan aparatur pemerintah dan kelembagaan penyuluh. Sistem usaha pelayanan jasa alsintan secara sinergik dalam subsistem kelembagaan UPJA, sebagaimana tercantum pada Lampiran I Pedoman ini. 3. Secara teknis pengembangan UPJA di perdesaan diarahkan untuk : a. Mengoptimalisasikan penggunaan alsintan dan mempercepat alih teknologi alsintan kepada masyarakat pertanian di perdesaan; b. Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dalam satu satuan waktu pada luasan tertentu. c. Mendukung pemanfaatan air irigasi bagi tanaman. d. Mendukung Pelayanan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). e. Meningkatkan produktivitas ternak. f. Mempercepat dan meningkatkan mutu pengolahan tanah, mengurangi kehilangan hasil panen, meningkatkan mutu dan pengolahan hasil serta meningkatkan efisiensi produksi. g. Melestarikan fungsi lingkungan. 429

h. Mengatasi kekurangan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru di perdesaan guna menarik minat tenaga kerja muda. i. Menumbuh-kembangkan kelembagaan bisnis yang terkait dengan pengembangan sistem agribisnis di perdesaan. 4. Dalam menentukan tingkat kemampuan UPJA, perlu ditentukan kelas UPJA dengan memperhatikan Aspek Teknis, Organisasi, Ekonomi dan Aspek Penunjang: a. Aspek Teknis meliputi jenis, jumlah, kondisi alsintan, gudang dan bengkel alsintan; b. Aspek Organisasi meliputi legalitas dan struktur organisasi termasuk kelengkapan pembukuan UPJA. c. Aspek Ekonomi meliputi penambahan jumlah alsintan, sumber pendanaan serta penambahan jumlah pelanggan dan jumlah pelanggan dan jangkuan wilayah pelayanan. d. Aspek Penunjang meliputi cara memperoleh pelayanan jasa UPJA, jadual pelayanan operasional UPJA dan jumlah petani anggota kelompoktani yang membutuhkan jasa pelayanan UPJA. 5. UPJA harus dapat memberikan keuntungan secara ekonomis, maka pengelolaan UPJA perlu berorientasi bisnis yang dikelola secara profesional. UPJA Profesional mempunyai persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai organisasi yang lengkap meliputi manajer, tenaga teknis operator, tenaga administrasi (administrasi umum dan keuangan). b. nya kemitraan usaha antara kelompok tani atau gapoktan, perusahaan alsintan, bengkel/pengrajin untuk perawatan, perbaikan dan penyediaan suku cadang, serta distributor/penyalur alsintan dan suku cadang. c. Jumlah dan jenis alsintan (hulu, on farm dan hilir) pemanfaatannya secara optimal dan memenuhi skala ekonomi. d. Mampu mengakses ke sumber pendanaan alsintan. e. nya pelatihan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan teknis dan manajemen. f. Mempunyai kemampuan mengelola alsintan secara profesional dengan sumberdaya manusia yang terlatih dan berorientasi pada keuntungan. g. Kelembagaan telah berbadan hukum dan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 430

h. nya mutu pelayanan yang baik dengan dukungan sarana penyimpanan alsintan dan kantor. 6. Pembinaan dari instansi terkait dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap positif terhadap pengembangan UPJA. Sasaran pembinaan UPJA dilakukan secara terpadu terhadap sumberdaya manusia aparatur (penyuluh dan petugas), kelompok tani pengguna jasa, kelompok penyedia jasa UPJA, pengusaha penyedia alsintan dan suku cadang serta pengusaha yang menjadi sumber permodalan. Metode pembinaan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi dengan materi pembinaan (khusus di tingkat lapangan) yang meliputi aspek teknis, bisnis, dan manajemen. 7. Untuk mendorong dan memotivasi pertumbuhan dan perkembangan kelas kelembagaan UPJA dilakukan evaluasi kondisi UPJA sebagaimana diagram dibawah ini, dan untuk menentukan tingkat kemampuaanya dalam mengelola alsintan dengan memberikan sertifikat sesuai kelasnya dari Bupati/Walikota atas usulan Kepala Dinas lingkup Pertanian Kabupaten/Kota. Tanda khusus kelas UPJA tersebut antara lain sebagai berikut: a. Papan Nama UPJA sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Pedoman ini. b. Surat Keterangan Sertifikat Kelas UPJA dari Bupati/Walikota sebagaimana tercantum pada Lampiran 3 Pedoman ini. 431

Diagram evaluasi untuk peningkatan kelas UPJA sebagai berikut: UPJA IDENTIFIKASI PELATIHAN EVALUASI Manajemen Teknis, Ekonomi PENINGKATAN KELAS KELAS TIDAK MENINGIKAT Sedangkan matrik klasifikasi Kelembagaan UPJA Pemula, Berkembang dan Profesional sebagimana tercantum pada Lampiran 4 Pedoman ini. Pembinaan UPJA dilaksanakan oleh unit kerja pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat pusat dibentuk Tim Pendayagunaan dan Pengembangan Alsintan yang bertugas menyusun perencanaan dan mengkoordinasikan pendayagunaan alsintan, merumuskan petunjuk dan upaya optimalisasi pendayagunaan alsintan (melalui UPJA). Di daerah, melakukan pembinaan, monitoring, supervisi dan evaluasi pendayagunaan alsintan. 432

III. PENUTUP Pengelolaan dan Pendayagunaan alat dan mesin pertanian melalui kelembagaan UPJA akan memberikan hasil yang optimal apabila dikelola secara bisnis dengan mempertahatikan aspek teknis, organisasi, ekonomi, lingkungan dan aspek pendukung. Kelembagaan alsintan yang telah ada agar terus dikembangkan menjadi UPJA yang profesional serta mampu memberikan andil dalam mengembangkan lembaga ekonomi di perdesaan sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani. MENTERI PERTANIAN, ttd ANTON APRIYANTONO 433

LAMPIRAN 4 MATRIK KLASIFIKASI KELEMBAGAAN UPJA URAIAN PEMULA BERKEMBANG PROFESIONAL ORGANISASI Legalitas: - AD/ART Belum Struktur Organisasi - Manajer - Petugas Adm - Teknisi - Operator Belum Belum Asosiasi UPJA Belum Anggota Jadi Anggota, Pasif Anggota Aktif Pertemuan Rutin UPJA Belum Sewaktu-Waktu Rutin TEKNIS Jenis Alsintan yg dikelola Jumlah Alsintan yg dikelola Gudang penyimpanan Alsintan 1 2 Jenis 1 4 Unit Belum 3 4 Jenis 5 9 Unit 5 Jenis 10 Unit Kondisi Alsintan Bengkel Alsintan Milik UPJA Pelatihan-Pelatihan : - Manager - Petugas Administrasi - Operator Terawat Belum Belum Belum Belum Terawat Belum Sudah Belum Sudah Terawat, Kemitraan Sudah Sudah Sudah EKONOMI Penambahan Alsintan Sumber biaya penambahan Alsintan Penambahan pelanggan Belum Swadaya Belum Sudah Swadaya, Bank Sudah Swadaya, Bank 434