PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG POLA PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Neger

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGHARGAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 01/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA 17 /PER/M.

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN. 1 Pendahuluan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30 / HUK / 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Peraturan...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 01 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 78 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 22/PER/M.KOMINFO/12/2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 54 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 15-X TAHUN 2011 TENTANG

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

QANUN ACEH NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 83 TAHUN 2013 TENTANG

2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG POLA PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan agar dapat tercipta kesepahaman, kesadaran dan tanggungjawab sosial masyarakat, perlu dilakukan penyuluhan sosial. b. bahwa agar pelaksanaan penyuluhan sosial dapat berjalan secara tertib, terarah, dan terpadu, perlu adanya aturan yang mengatur mengenai Penyuluhan Sosial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia tentang Penyuluhan Sosial; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial 2. Undang-undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5235) 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi Perangkat Daerah (Lembara Negara Indonesia Nomor 89 Tahun 2007) 4. Peraturan pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Pembantuan (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 20; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816) 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional PNS 6. Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;Intruksi Presiden Nomor I tahun 2010 tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 7. Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 8. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 9. Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2012 Tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS.

10. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. 11. Peraturan Bersama Menteri Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 41/HUK-PPS/2008 Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya. 12. Keputusan Menteri Sosial Nomor 76/HUK/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYULUHAN SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, serta jaminan dan perlindungan sosial 2. Penyuluhan Sosial adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3. Penyuluh Sosial adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang kesejahteraan sosial yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. (Kepber No. 41/HUK-PPS/2008)

4. Penyuluh Sosial Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, wewenang, untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. (Permensos No. 08/2012) 5. Penyuluh sosial masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh wanita dan tokoh pemuda) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang berwenang bidang kesejahteraan sosial (pusat dan daerah) untuk melakukan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. (Permensos No. 08/2012 ttg Pendataan PMKS dan PSKS) 6. Sasaran penyuluhan sosial adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat baik Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial maupun Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial; 7. Metode penyuluhan sosial adalah merupakan sekumpulan cara yang sistematis digunakan oleh penyuluh sosial dalam menyebarkan informasi. 8. Tahapan penyuluhan sosial adalah tingkatan atau jenjang kegiatan yang disusun oleh penyuluh sosial dalam melaksanakan program penyuluhan sosial; 9. Strategi penyuluhan sosial adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan melaksanakan tugas penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menggunakan metode penyuluhan yang tepat sesuai dengan keadaan dan kondisi sasaran; 10. Teknik penyuluhan sosial adalah keterampilan yang dibuat penyuluh sosial dalam memilih dan menata simbol beserta isi pesan, penentuan cara dan frekuensi pesan serta menentukan bentuk penyajian. 11. Materi penyuluhan sosial adalah bahan atau pesan yang akan disampaikan oleh penyuluh sosial kepada sasaran penyuluhan dalam berbagai bentuk tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial; BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penyuluhan Sosial dimaksudkan agar setiap program penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus didahului dengan penyuluhan sosial sebagai gerak dasar dan awal untuk dapat lebih memberikan kesiapan dan manfaat program bagi sasaran yang ditandai adanya peningkatan pengetahuan, adanya kepercayaan dan keyakinan akan perubahan

serta kesadaran dari sasaran untuk mempunyai rasa tanggung jawab penuh dalam diri sendiri sehingga penyelenggaraan program kesejahteraan sosial dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Pasal 3 Pola Penyuluhan Sosial ini bertujuan untuk; a. Terwujudnya pemahaman yang sama tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial, b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penyuluhan sosial pada pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, c. Sinergitas tenaga penyuluh sosial dalam penyelenggaraan kegiatan program kesejahteraan sosial d. Meningkatkan komitmen pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta masyarakat untuk peduli tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 4 Pola Penyuluhan Sosial ini mencakup ruang lingkup meliputi Penyelenggaraan penyuluhan sosial, Tahap-tahap penyuluhan sosial, Teknik penyuluhan sosial, Sumber daya penyelenggaraan penyuluhan sosial, Monitoring, evaluasi dan pelaporan, Penghargaan, dan Organisasi penyuluh sosial. BAB III PENYELENGGARAAN PENYULUH SOSIAL Pasal 5 (1) Penyelenggaraan penyuluhan sosial ditujukan kepada: a. Perseorangan b. Keluarga c. Kelompok; dan/atau d. Masyarakat (2) Sasaran penyuluhan sosial memiliki kriteria sebagai berikut: a. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) b. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) c. Pemangku kepentingan lainnya (3) Penyelenggaraan penyuluhan sosial adalah program kesejahteraan sosial yang meliputi: a. Rehabilitasi sosial b. Jaminan Sosial c. Pemberdayaan sosial; dan d. Perlindungan sosial

Bagian Kedua Penyelenggaraan Penyuluhan Sosial Melalui Perseorangan Pasal 6 (1) Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Penyuluhan Sosial Perseorangan sebagaimana pada pasal 6 ayat (1) point a adalah penyuluhan yang dilakukan melalui hubungan langsung atau tidak langsung antara penyuluh dengan individu atau perorangan yang menjadi sasaran penyuluhan. (2) Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Penyuluhan Sosial Keluarga sebagaimana pada pasal 6 ayat (1) point b adalah penyuluhan yang dilakukan melalui hubungan langsung atau tidak langsung dengan keluarga, dimana keluarga dijadikan salah satu alat bantu dalam proses penyuluhan sosial (3) Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Penyuluhan Sosial Kelompok sebagaimana pada pasal 6 ayat (1) point c adalah penyuluhan yang dilakukan langsung atau tidak langsung dengan kelompok, dimana kelompok dijadikan salah satu alat bantu dalam proses penyuluhan sosial (4) Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Penyuluhan Sosial Masyarakat sebagamana pada pasal 6 ayat (1) point d adalah penyuluhan yang dilakukan secara massal kepada kelompok masyarakat. BAB IV TAHAP-TAHAP PENYULUHAN SOSIAL Pasal 7 (1) Tahapan Penyuluhan Sosial meliputi : a. persiapan; b. pelaksanaan; dan c. pengendalian. (2) Tahapan Penyuluhan Sosial yang dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Pemetaan Sosial; b. Asesmen; dan c. Penyusun Rencana Kerja. (3) Tahapan Penyuluhan Sosial yang dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. Pengorganisasian; b. Pengkoordinasian; dan c. Operasional. (4) Tahapan Penyuluhan Sosial yang dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. Supervisi, b. Pemantauan c. Evaluasi; d. Pelaporan.

BAB V METODA PENYULUHAN SOSIAL Bagian Kesatu Metode Peyuluhan Sosial Pasal 8 Metode yang digunakan dalam penyuluhan sosial dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Media yang digunakan b. Sifat hubungan antara penyuluh dan penerima manfaat c. Pendekatan psikososial d. Bentuk komunikasi Bagian Kedua Media Yang Digunakan Pasal 9 (1) Meode penyuluhan berdasarkan klasifikasi Media yang digunakan terdiri dari; a. Lisan b. Tulisan; dan c. Peragaan (2) Metode lisan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a yaitu penyuluhan sosial yang disampaikan secara langsung melalui percakapan (tatap muka, pidato, kampanye atau lewat telepon), maupun secara tidak langsung (melalui radio, televisi, cyber media) (3) Metode tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b yaitu penyuluhan sosial yang disampaikan melalui tulisan atau media cetak baik berupa ulasan, artikel dalam koran, majalah, leflet, website, yang dibagi-bagikan, disebarkan atau dipasang di tempat-tempat strategis yang dapat dijangkau oleh penerima manfaat, (4) Metode peragaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c yaitu penyuluhan sosial yang disampaikan melalui alat peraga seperti gambar, dan atau tulisan seperti slide, film, video instruksional, iklan layanan masyarakat, cyber media (media sosial dan lainnya), kesenian tradisional dan kontemporer, pameran, dan lain sebagainya. Bagian Ketiga Sifat hubungan antara penyuluh dan penerima manfaat Pasal 10 (1) Metode penyuluhan berdasarkan klasifikasi sifat hubungan antara penyuluh dan penerima manfaat terdiri dari; a. Perseorangan b. Kelompok c. Massal

(2) Metode penyuluhan sosial individu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyuluhan yang dilakukan melalui hubungan langsung atau tatap muka antara penyuluh dengan individu atau perorangan yang menjadi sasaran penyuluhan. (3) Metode penyuluhan sosial kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penyuluhan yang dilakukan secara berkelompok, dimana kelompok dijadikan alat bantu dalam proses penyuluhan sosial. (4) Metode penyuluhan sosial massal/umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan penyuluhan yang diselenggarakan secara massal kepada kelompok masyarakat. Bagian Keempat Pendekatan psikososial Pasal 11 (1) Metode penyuluhan sosial berdasarkan klasifikasi pendekatan psikososial terdiri dari: a. Kognitif b. Afektif c. Konatif/psikomotorik (2) Metode Kognitif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pada point a adalah penyuluhan yang dilaksanakan menitikberatkan pada aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui, dipikirkan, dipahami, dan diingat oleh sasaran mengenai penyelenggaraan program kesejahteraan sosial. (3) Metode Afeksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pada point b adalah penyuluhan sosial dilaksanakan dengan menitikberatkan pada aspek emosional, dan berkaitan dengan facktor sosiopsikologis seperti senang, setuju, kecewa, dsbnya terhadap penyelenggaraan program kesejahteraan sosial. (4) Metode Konasi/psikomotorik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pada point c adalah penyuluhan sosial dilaksanakan dengan menitikberatkan pada aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak dalam penyeleggaraan program kesejahteraan sosial Bagian Kelima Bentuk komunikasi Pasal 12 (1) Metode penyuluhan sosial berdasarkan klasifikasi bentuk komunikasi terdiri dari; a. Penyuluhan Sosial langsung; b. Penyuluhan Sosial tidak langsung; (2) Metode Penyuluhan Sosial langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara bertahap muka secara langsung antara penyuluh dan yang disuluh. (3) Metode Penyuluhan Sosial tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Penyuluhan Sosial yang dilakukan melalui media elektronik, media cetak dan media tradisional

Bagian Keenam Bentuk Media Penyuluhan Sosial Pasal 13 (1) Bentuk Media Penyuluhan Sosial meliputi : a. Media Cetak; b. Media Elektronik; c. Media Peragaan; dan d. Media Luar Ruang (2) Bentuk Media penyuluhan sosial yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a yaitu koran, majalah sosial, buku bergambar, leaflet, poster. (3) Bentuk Media Penyuluhan Sosial yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b yaitu radio, televisi, megatron, cyber media (internet, social media), running text. (4) Bentuk Media penyuluhan sosial yang dimaksud dalam ayat (1) huruf c yaitu pameran, alat peraga tertentu, pertunjukkan seni baik tradisional maupun modern/ kontemporer, dongeng. (5) Bentuk Media penyuluhan sosial yang dimaksud dalam ayat (1) huruf d yaitu baliho, banner. Bagian Ketujuh Unsur-unsur Penyuluhan Sosial Pasal 14 (1) Unsur-unsur dalam penyelenggaraan penyuluhan sosial sekurang-kurangnya terdiri : a. SDM Penyuluhan b. Sasaran c. Metode d. Materi/Pesan e. Sarana dan prasarana; dan f. Biaya/Pendanaan (2) SDM penyuluhan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point a adalah seseorang yang memberikan penyuluhan kepada sasaran. (3) Sasaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point b adalah individu, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang menjadi penerima informasi penyuluhan. (4) Metode sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point c adalah cara yang sistematis yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan sosial. (5) Materi/Pesan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point d adalah pikiran, perasaan, dan atau gagasan berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang akan disampaikan pada penyuluhan sosial.

(6) Saran dan prasarana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point e adalah barang atau fasilitas yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan penyuluhan sosial. (7) Biaya/pendanaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point f adalah anggaran yang digunakan untuk menunjang penyelenggaraan penyuluhan sosial. Bagian Kempat Sifat Penyuluhan Sosial Pasal 15 (1) Sifat Penyuluhan Sosial meliputi : a. Sebagai gerak dasar penyelenggaraan kesejahteraan sosial b. Sebagai gerak awal penyelenggaraan kesejahteraan sosial (2) Sebagai gerak dasar penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point a adalah penyuluhan sosial mendahului sebelum kegiatan yang lain masuk ke lokasi. (3) Sebagai gerak awal penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point b adalah setiap porgram harus punya pondasi kegiatan melalui penyuluhan sosial. Bagian Kelima Pendekatan Penyuluhan Sosial Pasal 16 (1) Pendekatan Penyuluhan Sosial meliputi : a. Konstektual b. Konstruktivisme c. Induktif Deduktif d. Konsep dan Proses (2) Pendekatan konstektual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point a adalah pendekatan yang berlatarbelakang bahwa proses belajar dari sasaran akan lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. (3) Pendekatan konstruktifvisme sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point b adalah penyuluhan sosial yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran dan pengembangan konsep pengetahuan yang telah dimiliki oleh sasaran sebelumnya. Dalam proses ini, peserta penyuluhan dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu hal yang bisa langsung terkait dengan kegiatannya.

(4) Pendekatan induktif deduktif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) point c adalah penyuluhan sosial dengan memaparkan beberapa kasus atau masalah tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial kemudian sasaran diminta untuk memecahkan kasus atau masalah tersebut degan baik dibantu oleh para penyuluh sosial. (5) Pendekatan konsep dan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) point d adalah pendekatan ini sasaean diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Bagian Keenam Teknik Penyuluhan Sosial Pasal 17 (1) Teknik Penyuluhan Sosial terdiri dari: a. Komunikasi; b. Informasi; c. Motivasi; dan d. Edukasi. (2) Teknik Penyuluhan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) komunikasi yaitu sebagai proses penyampaian informasi dari sumber (komunikator) kepada penerima menggunakan saluran atau media yang dipahami kedua belah pihak dan saling memiliki kesamaan makna dari pesan yang disampaikan. a. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara; b. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh seseorang; dan c. Proses yang dilakukan satu system lain melalui pengaturan signal signal yang disampaikan. (3) Teknik Penyuluhan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) Informasi yaitu berisikan pesan - pesan (massage) komunikasi sedang berlangsung dari orang satu orang ke orang lain. Selama proses penyuluhan dapat mengukur isi pesan dengan 4 cara : a. Perolehan informasi, menggunakan pertanyaan, member alternatif cara, dan menyusun kembali komentar khalayak yang memperlihatkan pemahaman mereka; b. Pemberian umpan balik, mengungkapkan bagaimana petugas penyuluh mengevaluasi mengevaluasi apa yang dikatakan khalayak penerimaan, penolakan, selektif dan netral; c. Pemberian informasi, mencakup material yang menjelaskan mengapa petugas penyuluh bertindak seperti itu, sehingga sampai mendengar cerita lengkap tanpa memperlihatkan penolakan; a. Perubahan informasi yang datang untuk khalayak dari sumber lain akan mempengaruhi pertentangan informasi.

(4) Teknik Penyuluhan Sosial sebagaimana pada ayat (1) huruf (c) Motivasi yaitu Mengarahkan daya dan potensi khalayak sasaran agar mau berpartisipasi aktif dalam mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. (5) Teknik Penyuluhan Sosial sebagaimana pada ayat (1) huruf (d) Edukasi yaitu Meyakinkan khalayak melalui pengajaran, penanaman niali-nilai, opini serta aturan-aturan yang dianggap benar kepada khalayak sasaran baik melalui komunikasi intensif maupun proses pembelajaran yang kondusif. BAB VI SUMBER DAYA PENYELENGGRAAN PENYULUHAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 18 Sumber daya Penyelenggaraan penyuluh sosial meliputi: a. Sumber daya manusia; b. Sarana dan prasarana; dan c. Sumber pendanaan Bagian Kedua Sumber Daya Manusia Pasal 19 (1)Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf (a) terdiri dari: a. Penyuluh Sosial Fungsional; b. Penyuluh Sosial Masyarakat; (2) Syarat-syarat dan kompetensi dari Sumber Daya Manusia Peyuluhan sosial serta ketentuan lainnya, diatur dalam Peraturan Menteri Sosial tersendiri. Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana Pasal 20 (1) Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dimanfaatkan oleh penyuluh sosial sebagai alat dalam menunjang kegiatan operasional penyuluhan sosial. (2) Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dimanfaatkan oleh penyuluh sosial sebagai alat dalam menunjang kegiatan operasional penyuluhan sosial.

(3) Pemenuhan sarana dan prasarana yang memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan standar minimal sarana dan prasarana penyuluhan sosial yang ditetapkan. (4) Standar minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (4), merupakan ketentuan minimal yang dipakai sebagai pedoman dalam pemenuhan sarana dan prasarana penyuluhan sosial. Pasal 21 (1) Sarana dan prasarana untuk penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dimanfaatkan untuk : a. memperlancar kegiatan penyuluhan sosial. b. memfasilitasi proses pembelajaran dan penerapan metodologi baru dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyuluhan sosial. c. meningkatkan kompetensi dan kinerja penyuluh sosial. d. mengakses informasi teknologi dan informasi lainnya. e. memperlancar kegiatan pelaporan kegiatan penyuluhan sosial (2) Standar minimal sarana penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) pada kelembagaan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota meliputi: a. Audio Visual b. Sarana mobilitas c. Media penyuluhan Pasal 22 (1) Yang dimaksud dengan audio visual sebagai mana pada pasal 11 ayat (2) huruf a adalah merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat sasaran mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap seperti alat pengeras suara, televisi, video tape, film dan media audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya. (2) Yang dimaksud dengan sarana mobilitas sebagaimana pada pasal 11 aya (2) huruf b adalah merupakan alat transportasi yang digunakan dalam penyelenggaraan penyuluhan sosial seperti Mobil Penyuluhan Sosial Keliling dan Motor Penyuluhan Sosial Keliling. (3) Yang dimaksud dengan media penyuluhan sebagai mana pada pasal 11 (2) huruf c adalah merupakan media massa yang dapat digunakan untuk penyuluhan seperti media cetak, elektronik dan media luar ruang. Bagian Keempat Sarana pendanaan Pasal 23 (1) Sumber pendanaan penyuluhan sosial dapat berasal dari APBN, APBD, dan sumber lain yang tidak mengikat.

(2) Mekaniskme pengalokasian sumber pendaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII KEWENANGAN Pasal 24 Menteri memiliki kewenangan; a. menyusun kebijakan nasional, program penyuluhan nasional, standarisasi, dan akreditasi tenaga penyuluh sosial; b. menyelenggarakan pengembangan materi penyuluhan, pusat data penyuluhan sosial, pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan; c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan, dan evaluasi; d. melaksanakan kerjasama penyuluhan tingkat nasional, regional, dan international; dan e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh sosial. Pasal 25 Gubernur memiliki kewenangan; a. melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, dan advokasi masyarakat dalam penyelenggaraan penyuluhan sosial; b. menyusun kebijakan dan program penyuluhan provinsi; c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pilar-pilar sosial; dan d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh sosial. Pasal 26 Bupati/Walikota memiliki kewenangan; a. menyusun kebijakan dan program penyuluhan kabupaten/kota; b. melaksanakan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja, dan metode peyuluhan sosial; c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi sasaran; d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pegelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana, prasarana, dan pembiayaan penyuluhan; e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pilar-pilar sosial; dan f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh sosial.

BAB VIII MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 27 (1) Monitoring Penyuluhan Sosial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan program penyuluhan sosial yang telah ditetapkan. (2) Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI melakukan monitoring terhadap kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksanakan di tingkat pusat dan provinsi. (3) Kantor Dinas Sosial Provinsi melakukan monitoring terhadap kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksanakan di kabupaten/kota. Pasal 28 (1) Evaluasi penyuluhan sosial dilakukan untuk mengetahui perkembangan, keberhasilan dan permasalahan pelaksanaan Penyuluhan Sosial. (2) Kepala Dinas Sosial Provinsi setiap akhir tahun membuat laporan hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan sosial untuk disampaikan kepada Pusat Penyuluhan Sosial. (3) Kepala Pusat Penyuluhan Sosial setiap akhir tahun membuat laporan hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan sosial untuk disampaikan kepada Menteri Sosial. Pasal 29 (1) Kepala Dinas Sosial Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Penyuluhan Sosial di Provinsi dan Kabupaten/kota kepada Kepala Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Wali kota. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap triwulan, tengah tahun, dan akhir tahun anggaran. (3) Kepala Pusat Penyuluhan Sosial setiap akhir tahun anggaran menyampaikan laporan pelaksanaan penyuluhan sosial Pusat dan Daerah kepada Menteri sosial. BAB VIII PENGHARGAAN Pasal 30 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial Masyarakat yang berprestasi secara berjenjang. (2) Kriteria dan syarat penerima penghargaan ditetapkan oleh Kepala Pusat Penyuluhan Sosial.

Pasal 31 (1) Menteri Sosial Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat Berprestasi tingkat nasional (2) Penghargaan Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat berprestasi diberikan dalam bentuk piagam, atau medali atau bentuk lainnya. (3) Penghargaan diberikan kepada yang bersangkutan atas usulan secara tertulis Gubernur Provinsi setempat. Pasal 32 (1) Gubernur memberikan penghargaan kepada Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat Berprestasi tingkat Provinsi (2) Penghargaan Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat berprestasi diberikan dalam bentuk piagam, atau medali atau bentuk lainnya. (3) Penghargaan diberikan kepada yang bersangkutan atas usulan secara tertulis Walikota/Bupati setempat. Pasal 33 (1) Bupati/Walikota memberikan penghargaan kepada Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat Berprestasi tingkat Kabupaten/Kota (2) Penghargaan Penyuluh Sosial dan atau Penyuluh Sosial masyarakat berprestasi diberikan dalam bentuk piagam, atau medali atau bentuk lainnya. BAB IX ORGANISASI PENYULUH SOSIAL Pasal 34 (1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja penyuluh sosial, Menteri Sosial memfasilitasi terbentuknya organisasi dan kode etik penyuluh sosial. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dukungan sarana dan prasarana dalam peningkatan profesionalisme anggotanya. (3) Organisasi penyuluh sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya terdiri atas para penyuluh sosial. (4) Setiap anggota organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tunduk pada kode etik. Pasal 35 (1) Organisasi penyuluh sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya. (2) Organisasi penyuluh sosial memberikan pertimbangan kepada Menteri Sosial terhadap anggotanya apabila melakukan pelanggaran kode etik. (3) Berdasarkan pertimbangan organisasi penyuluh sosial, Menteri Sosial dapat

memberikan sanksi administrative sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal :...,... 2014 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd. SALIM SEGAF AL JUFRI