QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

dokumen-dokumen yang mirip
QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

QANUN ACEH NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 135 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

-1- QANUN ACEH NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEURUKON KATIBUL WALI

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2003

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM OTONOMI KHUSUS (The Existence of Customary Law in Special Autonomy) ABSTRACT

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT GAMPONG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN KOTA SABANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

QANUN KABUPATEN ACEH SELATAN

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 134 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT GAMPONG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.A TAHUN 2015 TENTANG DESA BERBUDAYA

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA WALI NANGGROE

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 131 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 136 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KOTA BANDA ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 101 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG TUHA PEUT GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG TUHA PEUT GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BUPATI ACEH UTARA PERATURAN BUPATI ACEH UTARA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN ACEH UTARA

BUPATI PIDIE. 4. Undang-Undang...

KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

Majalah. Juli-Desember

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Transkripsi:

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa Adat dan Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilai-nilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syari at Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilestarikan; b. bahwa pembinaan, pengembangan dan pelestarian Adat dan Adat Istiadat perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat memahami nilainilai adat dan budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh; c. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 99 dan Pasal 162 ayat (2) huruf (e) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh jo Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, perlu diatur Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam suatu qanun; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Qanun Aceh tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); 2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893); 3. Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 1

62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 4. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03). Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH Dan GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN: Menetapkan : QANUN PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan : 1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. 2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. 3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing. 4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing; 2

5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintah Aceh yang terdiri dari atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh. 6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota. 8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui proses demokrasi yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 9. Wali Nanggroe adalah pemimpin lembaga adat nanggroe yang independen sebagai pemersatu masyarakat, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat dan adat istiadat, pemberian gelar/derajat dan pembina upacara-upacara adat di Aceh serta sebagai penasehat Pemerintah Aceh. 10. Adat adalah aturan perbuatan dan kebiasaan yang telah berlaku dalam masyarakat yang dijadikan pedoman dalam pergaulan hidup di Aceh. 11. Hukum Adat adalah seperangkat ketentuan tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Aceh, yang memiliki sanksi apabila dilanggar. 12. Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi pendahulu yang dihormati dan dimuliakan sebagai warisan yang bersendikan Syari at Islam. 13. Kebiasaan adalah sikap dan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali untuk hal yang sama, yang hidup dan berkembang serta dilaksanakan oleh masyarakat. 14. Pemangku Adat adalah orang yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga adat. 15. Reusam atau nama lain adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat. 16. Upacara adat adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan norma adat, nilai dan kebiasaan masyarakat adat setempat. 3

BAB II RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 2 (1) Ruang lingkup pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat meliputi segenap kegiatan kehidupan bermasyarakat. (2) Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan perlindungan terhadap adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada nilai-nilai Islami. BAB III ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 3 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat berasaskan: a. keislaman; b. keadilan; c. kebenaran; d. kemanusiaan; e. keharmonisan; f. ketertiban dan keamanan; g. ketentraman; h. kekeluargaan; i. kemanfaatan; j. kegotongroyongan; k. kedamaian; l. permusyawaratan; dan m. kemaslahatan umum. Pasal 4 (1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat dimaksudkan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan seimbang yang diridhai oleh Allah SWT, antara hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya, dan rakyat dengan pemimpinnya. (2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi dan peran adat dan adat istiadat dalam menata kehidupan bermasyarakat. 4

Pasal 5 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat bertujuan untuk: a) menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis; b) tersedianya pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat; c) membina tatanan masyarakat adat yang kuat dan bermartabat; d) memelihara, melestarikan dan melindungi khasanah-khasanah adat, budaya, bahasa-bahasa daerah dan pusaka adat; e) merevitalisasi adat, seni budaya dan bahasa yang hidup dan berkembang di Aceh; dan f) menciptakan kreativitas yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat. BAB IV TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 6 (1) Wali Nanggroe bertanggungjawab dalam memelihara, mengembangkan, melindungi, dan melestarikan kehidupan adat, adat istiadat, dan budaya masyarakat. (2) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat. (3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat. Pasal 7 Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan menumbuhkembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pasal 8 Majelis Adat dan lembaga-lembaga adat lainnya melakukan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat yang sesuai dengan Syari at Islam. 5

BAB V PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT Pasal 9 (1) Kehidupan adat dan adat istiadat dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota dan segenap lapisan masyarakat. (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. lingkungan keluarga; b. jalur pendidikan; c. lingkungan masyarakat; d. lingkungan kerja; dan e. organisasi sosial kemasyarakatan Pasal 10 (1) Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan dengan: a. maklumat Pemerintah Aceh/pemerintah kab/kota; b. keteladanan; c. penyuluhan, sosialisasi, diskusi dan simulasi; d. perlombaan dan atraksi/ pertunjukan; e. perlindungan karya-karya adat berdasarkan hukum; f. perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut, sungai, danau, dan hak-hak masyarakat lainnya; dan g. kaderisasi tokoh adat baik generasi muda maupun wanita. (2) Setiap aparat yang bertugas di Aceh harus memahami dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat Aceh. (3) Setiap pejabat/aparat, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus memahami, membina, dan menghargai tatanan adat dan adat istiadat masyarakat setempat. Pasal 11 Lembaga adat wajib menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk menggali kembali kaidah-kaidah adat dan adat istiadat. 6

Pasal 12 (1) Pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat meliputi: a. tatanan adat dan adat istiadat; b. arsitektur Aceh; c. ukiran-ukiran bermotif Aceh; d. cagar budaya; e. alat persenjataan tradisional; f. karya tulis ulama, cendikiawan dan seniman; g. bahasa-bahasa yang ada di Aceh; h. kesenian tradisional Aceh; i. adat perkawinan; j. adat pergaulan; k. adat bertamu dan menerima tamu; l. adat peutamat darueh (Khatam Al Qur an); m. adat mita raseuki (berusaha); n. pakaian adat; o. makanan/ pangan tradisional Aceh; p. perhiasan-perhiasan bermotif Aceh; q. kerajinan-kerajinan bermotif Aceh; r. piasan tradisional Aceh; dan s. upacara-upacara adat lainnya. (2) Perilaku luhur, kesalehan spiritual yang telah membentuk watak dan kepribadian orang Aceh yang islami. BAB VI PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN Pasal 13 (1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat meliputi: a. perselisihan dalam rumah tangga; b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh; c. perselisihan antar warga; d. khalwat meusum; e. perselisihan tentang hak milik; f. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan); g. perselisihan harta sehareukat; h. pencurian ringan; i. pencurian ternak peliharaan; j. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan; k. persengketaan di laut; 7

l. persengketaan di pasar; m. penganiayaan ringan; n. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat); o. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; p. pencemaran lingkungan (skala ringan); q. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan r. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat. (2) Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap. (3) Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di gampong atau nama lain. Pasal 14 (1) Penyelesaian secara adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) meliputi penyelesaian secara adat di Gampong atau nama lain, penyelesaian secara adat di Mukim dan penyelesaian secara adat di Laot. (2) Penyelesaian secara adat di gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. Keuchik atau nama lain; b. imeum meunasah atau nama lain; c. tuha peut atau nama lain; d. sekretaris gampong atau nama lain; dan e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di gampong atau nama lain yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan. (3) Penyelesaian secara adat di mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. imeum mukim atau nama lain; b. imeum chik atau nama lain c. tuha peut atau nama lain; d. sekretaris mukim; dan e. ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan. (4) Sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjid pada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau nama lain dan Imeum Mukim atau nama lain. (5) Penyelesaian secara adat di Laot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. panglima laot atau nama lain; 8

b. wakil panglima laot atau nama lain; c. 3 orang staf panglima laot atau nama lain; dan d. sekretaris panglima laot atau nama lain. (5) Dalam hal penyelesaian secara adat di Laot Lhok atau nama lain tidak bisa menyelesaikan sengketa adat yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot lhok atau nama lain, maka sengketa/perselisihan tersebut dilaksanakan melalui penyelesaian secara adat laot kab/kota. (6) Penyelesaian secara adat laot kabupaten/kota dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat yang terdiri atas: a. panglima laot kab/kota atau nama lain; b. wakil panglima laot atau nama lain; c. 2 orang staf panglima laot kab/kota atau nama lain; dan d. 1 orang dari dinas Dinas Kelautan dan Perikanan dan/atau tokoh nelayan. (7) Sidang musyawarah penyelesaian perselisihan/sengketa dilaksanakan di Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain, di Mesjid pada tingkat Mukim, di laot pada balee nelayan dan di tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau nama lain, Imeum Mukim atau nama lain, dan Panglima Laot atau nama lain. Pasal 15 Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/persengketaan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan adat setempat. BAB VII BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT Pasal 16 (1) Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan dalam penyelesaian sengketa adat sebagai berikut: a. nasehat; b. teguran; c. pernyataan maaf; d. sayam; e. diyat; f. denda; g. ganti kerugian; h. dikucilkan oleh masyarakat gampong atau nama lain; i. dikeluarkan dari masyarakat gampong atau nama lain; j. pencabutan gelar adat; dan k. bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat setempat. 9

(2) Keluarga pelanggar adat ikut bertanggung jawab atas terlaksananya sanksi adat yang dijatuhkan kepada anggota keluarganya. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 17 Dana pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat diperoleh melalui: a. bantuan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan daerah; dan b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Segala ketentuan yang ada tentang pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini. Pasal 19 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. 10

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Qanun ini maka Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 2 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat Beserta Lembaga Adat Di Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat dinyatakan dicabut. Pasal 21 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh. Disahkan di pada tanggal Banda Aceh 2008 M 1429 H GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Diundangkan di Banda Aceh Pada tanggal 2008 M 1429 H IRWANDI YUSUF SEKRETARIS DAERAH ACEH NANGGROE ACEH DARUSSALAM, HUSNI BAHRI TOB LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 11

PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KEHIDUPAN ADAT DAN ADAT ISTIADAT DI ACEH I. UMUM Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah memberikan landasan yang lebih kuat dalam pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 99 Undang-Undang tersebut memerintahkan untuk melaksanakan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat dengan membentuk suatu Qanun Aceh. Bahwa Adat dan Adat Istiadat yang sejalan dengan Syari at Islam merupakan kekayaan budaya menunjukkan identitas bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilindungi keberadaannya. Adat dan adat istiadat di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam memiliki keragaman sesuai dengan sub-sub etnis yang hidup di Aceh. Keragaman tersebut merupakan kekayaan dan khasanah budaya yang pluralistis. Oleh karena itu pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat harus diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan adat dan adat istiadat setempat. Adat dan adat istiadat telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dibina dan dikembangkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 12

Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Yang dimaksud dengan sesuai dengan ajaran Islam adalah untuk menjamin agar pelaksanaan adat dan adat istiadat tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari at Islam. Yang dimaksud secara bertahap adalah sengketa/perselisihan yang terjadi diselesaikan terlebih dahulu dalam keluarga, apabila tidak dapat diselesaikan maka akan dibawa pada penyelesaian secara adat di gampong. Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah acara adat. Huruf e Huruf f 13

Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Ayat (2) TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14