Beberapa Contoh Studi Kasus Penggunaan RaTA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

G U B E R N U R L A M P U N G

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

8 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

URGENSI PENGUKURAN ULANG BATAS KEPEMILIKAN TANAH DI BPN KAB MAGELANG. Ayu Sari Risnawati 1 Nurwati 2. Abstrak

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WG-Tenure Structure. Ministry of Forestry, Agrarian, Home Affair

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang


PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN LAHAN (BERTAHAP SESUAI PENJUALAN KAVLING)

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT. Oleh: Waldemar Hasiholan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

BUPATI LAMPUNG BARAT

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

PERJANJIAN KERJASAMA PEMBELIAN LAHAN (BERTAHAP)

I. PENDAHULUAN. menyejahterakan masyarakatnya, salah satu dari kekayaan yang dimiliki

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

Mungkinkah Dilakukan? Sulistya Ekawati, Lukas Rumboko, Yanto Rochmayanto, Kushartati, Fenti Salaka, Zahrul Muttaqin

BAB II. RaTA merupakan akronim dari Rapid Land Tenure Assessment. RaTA: Sebuah Alat Bantu. RaTA: Sebuah Alat Bantu Pengertian Dasar RaTA

i

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK BAYU GAGAT PRASASTI

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

PERUBAHAN KEBIJAKAN DALAM PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pelatihan Penyusunan Peraturan Desa di Bidang Tata Ruang

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

BAB I. PENDAHULUAN. yang berada di wilayah pesisir seperti Desa Dabong. Harahab (2010: )

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

Konflik Tanpa Henti: Permukiman dalam Kawasan Taman Nasional Halimun Salak

VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya

JURNAL. Diajukan oleh: PRISKA LARAS DAMASWARI ZEBUA. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

LEMBAGA EKOLABEL INDONESIA Indonesian Ecolabelling Institute

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

5. PIHAK-PIHAK TERKAIT

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

RENCANA STRATEGIS

I. UMUM. Sejalan...

EKOWISATA DI KAWASAN HUTAN MANGROVE TRITIH CILACAP (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR)

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. masuk dalam pengelolaan TNGGP. Klaim dilakukan dengan cara alih status Batu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

oleh: Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Fauzan Murdapa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMAN REKREASI DAN COTTAGE DI PULAU KARIMUNJAWA

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

Transkripsi:

B. Penggunaan RaTA dalam Studi dan Pendampingan Penyelesaian Konflik Sistem penguasaan tanah Bengkunat Penggunaan RaTA dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama adalah dengan melaksanakan FGD tingkat pekon (desa) dalam rangka merekonstruksi konflik sistem penguasaan tanah lahan yang terjadi dari perspektif masyarakat, tahap ini dilakukan selama seminggu di lima pekon. Dan kedua adalah dengan melaksanakan lokakarya yang melibatkan para pihak berkepentingan sehingga menghasilkan kesepakatan tata cara operasional sertifikasi lahan eks kawasan HPK dimana tahap kedua dilaksanakan selama 3 hari. Data-data yang dipergunakan: 1. Studi-studi sosial ekonomi dan pertanahan yang pernah dilakukan sebelumnya; 2. Peta-peta wilayah yang sudah tersedia; 3. Bukti-bukti penguasaan tanah yang dimiliki oleh masyarakat dan pihak lainnya; 4. Sejarah mobilisasi penduduk, entitas masyarakat; 5. Kebijakan-kebijakan baik pusat maupun daerah yang berkaitan dengan wilayah konflik; 6. Narasumber (individu atau lembaga) yang memahami kasus tersebut termasuk pakar dari perguruan tinggi. C. Hasil FGD Rekonstruksi Konflik Sertifikasi Lahan Eks Kawasan HPK Hasil turun lapang di 5 pekon yang wilayahnya masuk ke dalam wilayah pelepasan eks kawasan HPK (Bulan Maret 2006) ternyata ditemukan bahwa Perda Propinsi Lampung No. 6 Tahun 2001 tersebut tidak secara menyeluruh diketahui oleh masyarakat. Sebagian masyarakat yang mengetahui kebijakan tersebut berkeinginan untuk mensertifikatkan lahannya yang masuk dalam wilayah eks Kawasan HPK akan tetapi biaya yang ditetapkan Tim Ajudikasi (BPN Kabupaten Lampung Barat) terlalu tinggi yaitu berkisar antara 500.000 sampai 600.000 rupiah. Adapula sebagian masyarakat yang tidak ingin mendaftarkan lahannya untuk disertifikat karena beranggapan tanah yang digarapnya adalah warisan dari nenek moyangnya sehingga tidak perlu disertifikat. 46

Terdapat juga persoalan-persoalan lain yang menyangkut persoalan dengan lembaga adat seperti keramat, situs bersejarah yang berada di areal eks kawasan HPK dan konflik tata batas yang harus didiskusikan bersama Lembaga Adat. Berdasarkan kondisi tersebut, RaTA tahap kedua dilaksanakan dalam bentuk Lokakarya Aksi (Action Workshop). D. Hasil Lokakarya Pengelolaan Lahan Berbasis Masyarakat dan Kesepakatan Yang Dihasilkan Lokakarya Tindak (Action Workshop) diikuti oleh 62 orang peserta yang berasal dari Peratin 5 Pekon, LHP, Tokoh Adat, LSM Lokal, LSM Internasional, Pakar Hukum Universitas Lampung, Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat, BPN Lampung Barat, dan Dinas Kehutanan Propinsi Lampung (Anggota Tim Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Sertifikasi). Lokakarya berhasil menyepakati beberapa masalah yang berkembang di masyarakat dan perlu segera diselesaikan, yaitu: 1. Perlu kejelasan status areal yang akan disertifikasi BPN; 2. Biaya sertifikasi terlalu mahal bagi masyarakat; 3. Target ajudikasi lahan eks kawasan HPK belum tercapai, masih terlalu kecil; 4. Pada saat ajudikasi lahan eks kawasan HPK, masyarakat tidak mau mendaftarkan lahannya. Setelah diadakan pleno kelompok dan kemudian adanya pembahasan oleh peserta lokakarya dilanjutkan dengan proses negosiasi diperoleh hasil berupa kesepakatan-kesepakatan, yaitu: 1. Kesepakatan mengenai biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat yang akan mensertifikasikan lahannya dalam proses ajudikasi lahan eks kawasan HPK yaitu sebesar 320.000 rupiah, untuk satu sertifikat: a. Biaya dapat diangsur 50% dahulu sebagai syarat pendaftaran dan kemudian pelunasannya dilakukan setelah sertifikat selesai dibuat; b. Alternatif untuk mencari dana talangan untuk proses sertifikasi melalui Pemda tidak menjadi prioritas mengingat waktu pendaftaran yang semakin sempit (4 bulan lagi); 47

c. Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat tersebut di luar daripada biaya akomodasi Tim Ukur dari BPN. 2. Adanya kesepakatan mengenai akan segera dilakukan sosialisasi hasil lokakarya ini kepada warga masyarakat yang lain, baik melalui orangperorang, majelis taklim, dan lewat pertemuan-pertemuan. Bahan untuk sosialisasi yaitu Peta kawasan HPK, Peraturan-Peraturan, Pusat Informasi, Lembaran Informasi dan Dokumentasi (Foto, Absen, dan lain-lain). Sebagai pelaku sosialisasi adalah masing-masing peserta lokakarya, Anggota Tim Ajudikasi (Camat dan Peratin), Tim Koordinasi Percepatan Sertifikasi. Sedangkan LSM sebagai mediator dan pendamping di dalam proses sosialisasi. 3. Adanya kesepakatan mengenai jadwal kegiatan proses sertifikasi sampai dengan bulan Desember 2006, yaitu: a. Pengambilan Blanko di BPN oleh Peratin atau Anggota Tim Ajudikasi (awal Juli 2006); b. Pengisian blanko oleh masyarakat (awal Juli 2006); c. Penyerahan blanko, fotokopi KTP, Surat Keterangan Pengelolaan dari Peratin atau PBB oleh masyarakat (Juli 2006); d. Pendataan lahan dan Pemasangan patok batas lahan warga oleh masyarakat dan Aparat Pekon atau Peratin (Juli 2006); e. Pembayaran biaya sertifikasi (50%) di awal untuk biaya setor ke kas negara dan operasional (Juli Agustus 2006); f. Pengukuran oleh BPN (Agustus September 2006); g. Pelunasan biaya sertifikasi (50%) dan Pemberian Sertifikat (Akhir Desember 2006). E. Kendala-kendala dan Rencana Tindak Lanjut Kendala-kendala yang dihadapi selama proses penyepakatan: 1. Peta tidak dapat dihadirkan oleh BPN sehingga kejelasan letak dan batas areal kawasan HPK di lapang pada tiap-tiap pekon belum dapat dipastikan. Namun hal itu dapat diantisipasi pada saat Tim melakukan turun ke lapang pada saat proses pengukuran; 2. Tidak semua Peratin (sebagai) anggota Tim ajudikasi hadir (1 Peratin Pagar Bukit) sehingga dikhawatirkan proses sosialisasi hasil lokakarya tidak dapat berjalan cepat; 48

3. Ketidakhadiran Pemda dan DPRD Lampung Barat sedikit menghambat proses negoisasi besaran biaya sertifikasi dimana biaya resmi adalah 255.000,- rupiah. Sedangkan yang jadi masalah adalah besaran biaya operasional (sehingga dahulu pada tahun 2005 muncul harga Rp 600.000,-) yakni siapa yang dapat memberikan dana talangan. Akan tetapi melalui proses negosiasi yang panjang antara Masyarakat dengan BPN dengan Peratin akhirnya disepakati bahwa warga akan menanggung biaya operasional tambahan sebesar Rp. 65.000,- sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk sertifikasi menjadi Rp. 320.000,- Rencana tindak lanjut adalah bagaimana mengawal pelaksanaan kesepakatan yang telah dihasilkan. Mengingat masa waktu pendaftaran sertifikasi yang semakin sempit maka perlu untuk segera menyusun langkah-langkah (kegiatan-kegiatan) prioritas dalam rangka percepatan pelaksanaan sertifikasi di 5 Pekon. Juga sangat diperlukan untuk mengawal hasil kesepakatan dalam lokakarya ini agar dapat direalisasikan oleh masyarakat yang lahannya berada di areal eks HPK. Untuk itu akan dilakukan kegiatan berupa: 1. Pembagian Peta kawasan HPK dan lembar tulisan hasil lokakarya ke setiap Pekon; 2. Menyampaikan hasil lokakarya berupa tulisan kepada pihak-pihak yang berkompeten, sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam proses penyelesaian permasalahan lahan eks kawasan HPK di Propinsi Lampung; Melakukan Monitoring dan Evaluasi terhadap kegiatan sertifikasi di 5 Pekon untuk melihat realisasi hasil lokakarya di lapang yaitu dengan jalan melakukan turun lapang secara berkala dimulai pada akhir Juli untuk melihat realisasi dari kegiatan administrasi dan pemasangan patok batas lahan warga. Selanjutnya akhir Agustus untuk melihat realisasi dari kegiatan pembayaran biaya sertifikasi. Kemudian akhir September untuk melihat realisasi kegiatan pengukuran yang dilakukan BPN. Terakhir pada akhir Desember 2006 untuk melihat realisasi pelunasan biaya dan pemberian sertifikat kepada masyarakat oleh BPN. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi ini juga untuk mengetahui kendala-kendala di lapang yang menghambat proses sertifikasi di tiap-tiap pekon paska lokakarya. 49

1 The bundle of rights adalah teori yang menjelaskan bagaimana sebidang tanah dalam waktu yang bersamaan dapat dikuasai (dari berbagai segi) oleh berbagai pihak. Di Amerika Serikat teori bundle of rights diilustrasikan antara lain sebagai berikut: Sepasang suami dan isteri memegang sertifikat hak milik sebidang tanah, namun tetangganya mungkin saja memiliki hak untuk melewati sebagian dari property tersebut, dan perusahaan listrik memiliki hak untuk memancang tiang listrik di property yang sama. Berdasarkan undang-undang pemerintahlah yang memegang hak untuk membuat keputusan, dan juga memiliki berbagai hak untuk mengatur berbagai hal seperti: peraturan lingkungan, zoning dan berbagai persyaratan pengelolaan (http://en.wikipedia.org/wiki/bundle_of_rights). 2 Menurut UU No. 5 Tahun 1990, taman nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya, pariwisata dan rekreasi. 3 Dalam buku ini kata security lebih ditafsirkan sebagai kepastian dan bukan keamanan. 4 Emila dan Suwito. 2006. Memahami Terminologi Tenure. Warta Tenure No. 1 Januari 2006: 6-9. 5 FAO. 1989. Community Forestry Rapid Appraisal of Tree and Land Tenure. Community Forestry Note 5. Rome: FAO. 6 FAO. 2005. Land Tenure Alternative Conflict Management: Distance Training Course (Pilot). Rome: FAO. 7 Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA). Tanpa Tahun. Tentang Gerakan Petani: Bagian Keempat. http://www.geocities.com/capitolhill/lobby/4297/petani-4.html 8 Kompas. 2003. Gerakan Petani Melawan Ketidakadilan. Kompas: 28 September 2003. 9 Diadopsi dari FAO. 2005. Land Tenure Alternative Conflict Management: Distance Training Course (Pilot). Rome: FAO. 10 Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut dan terperinci, lihat G. Galudra. 2003. Conservation Policies versus Reality: Case Study of Flora, Fauna and Land Utilization by Local Communities in Gunung Halimun-Salak National Park. ICRAF Southeast Asia Working Paper No. 2003_2. 11 Data-data sekunder ini merupakan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh pihak lain dalam bentuk buku, skripsi, thesis dan artikel. 12 Undang-undang dan peraturan-peraturan yang membahas kebijakan konservasi antara lain: UU No. 5/ 1990, UU No. 23/1997, UU No. 41/1999, PP No. 68/1998, PP No. 7/1999, PP No. 8/1999, PP No. 13/1994, PP No. 44/1995 dan Keppres No. 32/1990. Selain itu pula surat keputusan menteri yang tercakup dalam pembahasan ini antara lain: SK Menhut No. 543/II/1997, SK Menhutbun No. 461/II/1999, dan. SK Menhutbun No. 104/II/2000. 13 Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut dan terperinci, lihat G. Galudra, M. Sirait, N. Ramdhaniaty, F. Soenarto dan B. Nurzaman. 2005. Sejarah Kebijakan Tata Ruang dan Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI (1): 1-13; dan G. Galudra, N. Ramdhaniaty, F. Soenarto, B. Nurzaman dan M. Sirait. 2005. Kondisi Ketahanan Pangan Masyarakat dalam Cengkeraman Kebijakan Tata Ruang dan Penetapan Kawasan Halimun dalam Tanah Masih di Langit : Penyelesaian Masalah Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang tak Kunjung Tuntas di Era Reformasi hal. 653-674. Jakarta : Yayasan Kemala dan The Ford Foundation. 14 Lokakarya juga merupakan bagian dari penelitian disertasi Gamal Pasya, mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 15 ICRAF-UNILA, 2001. 50