BAB 1 PENDAHULUAN. Realitas menunjukkan bahwa peristiwa sejarah banyak dipengaruhi oleh

dokumen-dokumen yang mirip
Tafsir Edisi 3 : Sekali Lagi: Pemimpin Perempuan!

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. telah terdapat beberapa kesimpulan sebagaimana berikut: perempuan tercermin dalam kalimat wa bimaa anfaqu min amwaalihim yang

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si.

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MUQODDIMAH DAN ISI ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH. Pertemuan ke-6

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

1.1 Latar Belakang Masalah

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Assalamu alaikum wr. wb.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PUTUSAN.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Pendidikan Agama Islam

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemimpin merupakan suatu hal yang penting dalam suatu kelompok

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

BUPATI KENDAL PERATURAN BUPATI KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Zico Oktorachman, 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Realitas menunjukkan bahwa peristiwa sejarah banyak dipengaruhi oleh persoalan kepemimpinan. Keberhasilan manajemen pemerintahan akan ditentukan oleh efektivitas kepemimpinannya, sehingga kepemimpinan atau leadership dapat dikatakan inti dari manajemen pemerintahan. Kepemimpinan merupakan sebuah proses yang saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama (Inu Kencana, 2003). Jadi kepemimpinan merupakan kehendak mengendalikan apa yang terjadi, pemahaman merencanakan tindakan, dan kekuasaan untuk meminta penyelesaian tugas, dengan menggunakan kepandaian dan kemampuan orang lain secara kooperatif (Donald, 1998). Dinamika manusia yang kemudian menampakkan diri dalam dinamika organisasi dan dinamika masyarakat sebagai keseluruhan merupakan salah satu faktor pendorong bagi berbagai jenis kemajuan yang hendaknya dicapai oleh umat manusia. Dorongan untuk maju timbul karena hasrat dan keinginan manusia meningkatkan kemampuannya untuk memuaskan berbagai jenis kebutuhannya yang semakin lama semakin kompleks (Sondang,1999). 9

Semakin disadari bahwa terlepas dari meningkatnya pengetahuan dan keterampilan berkat pendidikan yang semakin tinggi, cara terbaik untuk memuaskan berbagai kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan berbagai jalur organisasi (pemerintahan). Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa semakin kompleks kebutuhan seseorang, semakin banyak organisasi yang diikutinya, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan sosial. Berbarengan dengan menikngkatnya kebutuhan untuk bergabung dalam berbagai organisasi, semakin berkembang pula persepsi yang berkisar pada pandangan bahwa dalam kehidupan organisasional perlu dijamin keseimbangan antara hak dan kewajiban seseorang. Dalam hubungan organisasi dengan para anggotanya, sering dirumuskan bahwa hak organisasi diperolehnya melalui penunaian kewajiban oleh para anggotanya dan sebaliknya hak para anggota organisasi merupakan kewajiban organisasi untuk memenuhinya. Pandangan demikian mengejawantah pada tuntuatan adanya kepemimpinan yang adil dan demokratis dalam organisasi yang bersangkutan (Sondang, 1999). Dalam kepemimpinan pemerintahan ada tiga hal yang boleh diputuskan, yaitu boleh mendirikan rumah tahanan bagi masyarakatnya (penjara), boleh menghukum masyarakatnya (sanksi), dan boleh memungut harta masyarakatnya (pajak). Akan tetapi pemerintah juga perlu melayani masyarakatnya dengan baik dari hasil pajak dan retribusi masyarakat (Inu Kencana, 2003). Tidak dapat disangkal, bahwa keberhasilan suatu pemerintahan baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam pemerintahan tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam pemerintahan 10

yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat diterima sebagai suatu trueisme, apabila dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu pemerintahan memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilannya menyelenggarakan berbagai kegiatannya. Seorang pemimpin harus memahami ciri khas kontrak sosial dan moral antara pemimipin dan pendukungnya. Dalam hal kekuasaan, pemimpin bergantung pada pengikutnya, dan sampai batas tertentu, kemampuannya akan membuktikan hasil. Oleh karena itu, ia harus bisa bekerja sama dengan mereka untuk mencapai sasaran yang telah disepakati (Donald, 1998). Pemerintahan mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam maupun ke luar. Oleh karenanya pertama harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, kedua harus mempunyai kekuatan legislatif yang berfungsi membuat undang-undang, yang ketiga harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan rakyatnya dalam rangka membiayai kebutuhan negara dalam rangka penyelenggaraan peraturan. Hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara. Persoalan gender akhir-akhir ini sedang menjadi wacana publik yang hangat dibicarakan oleh banyak kalangan. Persoalan ini menyangkut tentang kemitraan dan keadilan peran sosial antara laki-laki dan perempuan, yang dalam sepanjang manusia telah dikonstruksi oleh agama, adat, dan budaya. Dalam hal peran ini sering terjadi kekaburan dalam kehidupan sehari-hari antara ketimpangan peran kehidupan. Ada yang lebih berpegang pada adat, budaya dari 11

pada agamanya dan ada yang sebaliknya mereka lebih mengedepankan agama dari pada adat, dan budayanya. Perdebatan mengenai status hukum kaum perempuan yang terdapat dalam sunnatullah maupun ketentuan fitrah yang lain mulai dari instink, kasih sayang model berfikir serta ketentuan yang tidak bisa dirubah lagi kecuali adanya kemampuan di dalam kerangka berfikir itu sendiri (tholchah, dalam Paradigma Gender 2003). Di penghujung tahun 1998 yang lalu, di Indonesia wacana pemimipin perempuan telah mencuat ke permukaan. Dalam catatan kami diskursus wacana pemimipin perempuan telah memancing polemik dan debat antara yang pro maupun kontra terhadap pemimpin perempuan dalam sebuah negara. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum bersifat patrilinial, yakni memuliakan kaum laki-laki dalam semua aspek kehidupan. Sekali pun sejarah menunjukkan bahwa banyak sekali pemimpin perempuan yang sukses dalam memimpin sebuah bangsa. Ini merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat disangkal lagi, bahwa perempuan sekarang ini telah tampil menduduki berbagai jabatan penting dalam masyarakat (Awuy, 1999). Dalam Tap MPR No. II/1973 dinyatakan, bahwa calon presiden dan wakil presiden ialah orang Indonesia asli dan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia. b. Telah berusia 40 tahun. c. Bukan orang yang sedang dicabut haknya untuk dipilih dalam pemilihan umum. 12

d. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. e. Setia kepada cita-cita proklamasi 17 Agustus 45, Pancasila, dan UUD 45. f. Bersedia menjalankan haluan negara menurut garis besar yang telah ditetapkan. g. Berwibawa. h. Jujur. i. Cakap. j. Adil. k. Dukungan dari rakyat yang tercermin dalam Majelis (AM. Fatwa,1997). Dari dasar ketetapan MPR di atas, jelas tidak peduli apakah dia laki-laki atau perempuan asal memenuhi syarat-syarat di atas, jadilah ia seorang presiden atau wakil presiden (pemimpin publik). Indonesia sebagai negara yang demokratis dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) secara universal tidak mengenal paham diskriminasi jender. Terlebih lagi, jika di tinjau dari segi hukum positif (UUD 45), yang berlaku di negara Indonesia tidak ada satu pun undang-undang yang melarang seorang perempuan menjadi pemimpin publik. Oleh karena itu rekomendasi yang menolak kehadiran pemimipin perempuan sangat bertolak belakang dengan iklim di tingkat internasional yang begitu gencar memperjuangkan harkat martabat kaum perempuan untuk meraih kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. Ada pendapat sebagian Ulama atau Fuqaha` yang memahami secara tekstual ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits Nabi saw. yang melarang adanya seorang 13

perempuan menjadi pemimpin publik. Kendati pun demikian, Al-Qur`an tidak pernah menganut suatu faham yang memberikan keutamaan pada jenis kelamin (gender) tertentu, atau pun mengistimewakan suku tertentu. Laki-laki dan perempuan, dan suku bangsa mana pun mempunyai potensi yang sama untuk menjadi seorang pemimpin publik (khalifah) dan hamba Allah (`abid). Hanya saja yang dapat membedakan di sisi Allah adalah ketaqwaan manusia itu sendiri (Said Aqil, 1999). Maka perlu dikaji kembali ayat 34 Surat al-nisa` ar-rijaalu qawwamuuna `ala al-nisa`, yakni Kaum laki-laki menjadi tanggung jawab kaum perempuan (QS. al-nisa`) yang menjadikan pijakan utama pengharaman pemimpin perempuan. Secara historis, menurut Imam Abul Hasan ibnu Ahmad Al-Wahidi (w. 468 H) sebab-sebab turunnya ayat tersebut bermula dari cerita Sa`ad ibn Rabi`, seorang pembesar Anshar. Diceritakan bahwa istrinya (Habibah) telah berbuat durhaka, dan menentang keinginan Sa`ad untuk bersetubuh, lalu ia ditampar oleh Sa`ad. Peristiwa tersebut sampai pada pengaduan Nabi sw. Nabi saw kemudian memutuskan untuk menghukum Sa`ad, akan tetapi begitu Habibah beserta ayahnya mengayunkan beberapa langkah untuk melakukan hukuman, Nabi saw. memanggil keduanya lagi, seraya meberikan informasi ayat yang baru turun melalui Jibril (ayat al-nisa` 34), sehingga hukuman tersebut dibatalkan. Dari sini dapat difahami bahwa pemakaian ayat tersebut untuk mengharamkan kepemimpinan perempuan di luar urusan ranjang jelas memiliki validitas argumentasi yang sangat lemah. Ayat tersebut juga bukan kalimat intruksi (Said Aqil, 1999). 14

Sedangkan hadits shahih yang diceritakan Imam Bukhari (seorang perawi hadits) Lan yafliha qaumun wallau amrahum imra`atan, yakni Tidak akan bahagia suatu kaum apabila urusannya diserahkan kapada seorang perempuan. Jika ditelusuri sebab-sebab munculnya, menurut Ahmad ibn Hajar al-asqalani (w. 852 H), hadits tersebut bermula dari kisah Abdullah ibn Hudzafah, kurir Rasulullah saw. yang menyampaikan surat ajakan masuk Islam terhadap Kisra Anusyirwan, penguasa Persia yang beragama Majusi. Ternyata ajakan tersebut ditanggapi sinis dengan merobek-robek surat yang telah dikirimkan Nabi saw. Dari laporan tersebut Nabi saw memiliki firasat bahwa Imperium Persia kelak akan terpecah belah sebagaimana Anusyirwan merobek-robek surat tersebut. Tidak berapa lama, firasat itu terjadi, hingga akhirnya kerajaan tersebut dipimpin putri Kisra yang bernama Buran. Mendengar realita negeri Persia yang dipimpin wanita, Nabi saw berkomentar: lan yufliha qaumun wallau amrahum imra`atan. Komentar Nabi saw. ini sangat argumentatif, karena kapasitas Buran yang lemah di bidang kepemimpinan. Obyek pembicaraan Nabi saw. hanya tertuju kepada ratu Buran, putri Anusyirwan yang kredibilitas kepemimpinannya sangat diragukan. Terlebih di tengah percaturan politik timur tengah saat itu yang rawan peperangan antar suku. Dari aspek substansi teks, bukan berupa kalimat larangan, tapi hanya kalimat informasi. Karena itu, hukum haram (larangan) pun tidak memiliki signifikan yang akurat. Dalam realitas di masyarakat, ternyata banyak pemimpin publik perempuan yang tidak kalah keberhasilannnya dibandingkan dengan pemimpin publik laki-laki (Said Aqil, 1999). Dapat dipamahami, bahwa kelemahan 15

perempuan sebenarnya hanya merupakan pandangan kultural pada masa lampau, yakni memposisikan perempuan semata-mata sebagai sub ordinatif. Penilaian itu bukanlah suatu yang mutlak, melainkan terus berubah sejalan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kondisi tatanan masyarakat pada suatu masa sangat mempengaruhi pola berpikir setiap manusianya. Pada hakekatnya, esensi dari kepemimpinan nasional terletak pada moral, kualitas dan kapabilitasnya. Apalagi situasi dan kondisi politik Indonesia saat ini sangat rawan dengan terjadinya disintegrasi, dimana tingkat kemajemukan sangat tinggi. Karenanya, sangat diperlukan seorang negarawan yang menegakkan kepemimpinan lintas rasial, etnis agama, berwawasan kemanusiaan yang modern dan tidak mengeksploitasi perbedaan itu. Perempuan mempunyai hak untuk menikmati hak-hak politik, memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menggapai hak untuk dipilih sebagai pemimpin publik dan hak untuk menduduki jabatan politik. Pemahaman yang melarang tampilnya kaum perempuan sebagai pemimpin publik, hanya didasarkan pada pemahaman nash secara tekstual interpretatif. Jika nash yang dianggap sebagai landasan larangan itu dipahami dengan memberikan interpretasi secara kontekstual, akan diperoleh hukum yang memperbolehkan seorang perempuan tampil sebagai pemimipin publik. Dengan berdasarkan realitas di atas, maka tulisan ini berupaya mengungkapkan tentang kepemimpinan perempuan di birokrasi pemerintah dalam kasus khusus, yaitu kepemimpinan ibu Heny di pemerintah kabupaten Tuban 16

Jawa Timur yang dimungkinkan adanya aplikasi yang tidak pada tempatnya seperti penyusupan perempuan dalam politik itu selalu dikalim dengan negatif, pada hal semua itu tidak terlepas dari peran kaum lak-laki. Di sini Saya sebagai penulis hanya berusaha mencari kebenaran dan kebaikan bagi Bangsa dan Negara. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan atas fenomena yang mengedepankan pada latar belakang pemikiran di atas, maka dalam tulisan ini dapat dirumuskan permasalahnnya sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan, faktor sosial politik, budaya, dan agama terhadap prestasi kerja Bupati kabupaten Tuban dalam pemerintahannya? 2. Apa yang paling berpengaruh terhadap prestasi kerja Bupati kabupaten Tuban dalam pemerintahannya? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Umum 1. Menganalisis kepemimpian perempuan di pemerintah kabupaten Tuban. 1.3.2. Khusus 1. Menganalisis gaya kepemimpinan, fakor sosal politik, budaya dan agama Bupati kabupaten Tuban dalam pemerintahannya. 17

1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan penjelasan tentang kepemimpinan perempuan dalam birokrasi pemerintah Indonesia, khususnya dalam kasus penolakannya partai-partai pilitik yang berasaskan Islam pada kepemimipinan perempuan. 3. Sebagai sarana untuk memberikan diskripsi kepada dunia akademik, kalangan pemerintah, dan publik pada umumnya dalam kaitannya dengan komunitas perempuan yang memiliki potensi politik yang cukup baik yang berhubungan dengan kepemimpinannya di dalam kehidupan politik kenegaraan. 18