Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province

dokumen-dokumen yang mirip
LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti)

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

Mujiyanto* ), Jastal **)

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE

INFEKSI Schistosoma japonicum PADA HOSPES RESERVOIR TIKUS DI DATARAN TINGGI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH

Balai Litbang P2B2 Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Variasi Genus Keong di Daerah Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

Received date: 18/2/2014, Revised date: 22/4/2014, Accepted date: 24/4/2014

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

KUMPULAN PENELITIAN MALONDA MAKSUD

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

BEBERAPA FAKTOR RISIKO HOST

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENDAHULUAN. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002 ABSTRACT. TOLIBIN ISKANDAR ' dan HENNY H. LUMEN0 2

Hafsah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 8 Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi Tengah

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

The prevalence of helminthiasis prevalence in Palu, Sulawesi Tengah. Prevalensi kecacingan usus di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

TREMATODA PENDAHULUAN

Selamat Datang di PENYAKIT BERSUMBER DONGGALA BINATANG (P2B2) DONGGALA BALAI LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT PROFIL TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

INFEKSI CACING USUS PADA ANAK SEKOLAH SDN I MANURUNG KECAMATAN KUSAN HILIR KABUPATEN TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

ELIMINASI SCHISTOSOMIASIS DI SULAWESI TENGAH; REVIEW SISTEMATIK DAN FOKUS GROUP DISCUSSION

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

KUMPULAN PENELITIAN YUSRAN UDIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. menelan stadium infektif yaitu daging yang mengandung larva sistiserkus.

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

KUMPULAN PENELITIAN TRIWIBOWO A. GARJITO

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

LAPORAN KINERJA BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK PREVALENSI ASKARIASIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI SEPTEMBER 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Donggala

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

KATA PENGANTAR. Proseding Semirata BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu MIPA ke 22 (Fisika & Biologi) Banda Aceh, 4 5 Mei Banda Aceh, Juli 2009

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

LAPORAN TAHUNAN TAHUN Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Donggala

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

PEMBERANTASAN SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA SCHISTOSOMIASIS CONTROL IN INDONESIA

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

Transkripsi:

Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 5, No. 3, Juni 2015 Hal : 115-120 Penulis : 1. Anis Nurwidayati 2. Yusran Udin 3. Risti 4. Hasrida Mustafa 5. Nurul Hidayah 6. Meiske Elizabeth Koraag Korespondensi : Balai Litbang P2b2 Donggala, Jln. Masitudju No 58. Labuan Panimba, Kecamatan Labuan, K a b u p a t e n D o n g g a l a, Sulawesi Tengah Email : anisnurw21@gmail.com Keywords : Schistosomiasis Infection rate Snails Rats Bada Kata Kunci : Schistosomiasis Tingkat infeksi Keong Tikus Bada Diterima : 24 Februari 2015 Diterima : 10 Maret 2015 Disetujui : 01 April 2015 Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province Abstract Schistosomiasis was endemic neglected diseases in Central Sulawesi Province. This disease was found in Lindu, Napu, and Bada Plateau. Bada Plateau was a new endemic area of schistosomiasis that was found in 2008. This spot survey aimed to know about schistosomiasis infection rate in its intermediate snail Oncomelania hupensis lindoensis and in rat, and also to identify the rat as definitive host beside human. Survey was conducted in January 2015. Schistosoma cercariae in snails were identified using crushing method. Schistosomiasis infection in rat was identified using dissection method to found adult worms. Among 20 snails examined, 3 were positive for cercariae of Schistosoma japonicum (infection rate 15%). Among 3 rats trapped, all were positive for adult S. japonicum (infection rate 100%). Rats trapped were Rattus norvegicus, R. argentiventer and Paruromys dominator. We concluded that infection rate in animals were high, that caused the sylvatic cycle of schistosomiasis still occurred. Survei cepat terhadap tikus dan keong perantara Schistosomiasis di daerah endemis, Dataran Tinggi Bada Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Abstrak Schistosomiasis merupakan penyakit terabaikan (neglected disease) yang ditemukan endemis di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada. Dataran tinggi Bada merupakan daerah endemis schistosomiasis yang baru ditemukan pada tahun 2008. Survei cepat ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai infection rate schistosomiasis pada keong Oncomelania hupensis lindoensis dan tikus, serta identifikasi tikus sebagai mamalia hospes definitif selain manusia di Bada. Survei dilakukan pada bulan Januari 2015. Pemeriksaan serkaria keong dilakukan dengan metode crushing. Tikus yang diperoleh diidentifikasi kemudian dibedah untuk memperoleh cacing Schistosoma japonicum dan penentuan infection rate pada tikus. Ditemukan tiga keong positif serkaria S.japonicum (infection rate 15%) dari 20 keong yang diperiksa. Diperoleh tiga ekor tikus positif cacing S.japonicum dari 20 perangkap yang dipasang (infection rate 100%). Jenis tikus yang diperoleh adalah Rattus norvegicus, R.argentiventer dan Paruromys dominator. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat infeksi schistosomiasis pada binatang cukup tinggi, sehingga menyebabkan siklus silvatik terus berlangsung. 115

Jurnal Buski Vol. 5, No. 3, Juni 2015, halaman 115-120 Pendahuluan Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting dalam kesehatan masyarakat. Laporan WHO tahun 2010 schistosomiasis telah menginfeksi 230 juta orang yang terdapat di 77 negara dan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Penyebaran penyakit ini cukup luas yaitu di negara-negara berkembang baik tropik maupun subtropik. Schistosomiasis di Asia ditemukan di wilayah Asia Timur (China dan Jepang) dan di Asia Tenggara (Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, 1 Thailand, Kamboja). Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Penularan terjadi melalui kulit yaitu serkaria cacing S.japonicum menginfeksi hospes mamalia melalui kulit. Penyakit ini hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Proporsi schistosomiasis di Lindu dan Napu berfluktuasi pada lima tahun terakhir. Proporsi kasus schistosomiasis di Lindu tahun 2008 2012 yaitu 1,4%, 2,32%, 3,21%, 2,67%, 0,76%. Proporsi kasus schistosomiasis di Napu tahun 2008 2012 yaitu 2,44%, 3,8%, 4,78%, 2,15%, 1,44%. Fluktuasi kasus terjadi karena banyaknya faktor dalam penularan schistosomiasis, di antaranya adalah adanya hospes perantara schistosomiasis yaitu keong Oncomelania hupensis lindoensis. Survei keong di Sulawesi Tengah tahun 2010 menunjukkan infection rate masih tinggi yaitu 4%. Faktor lain adalah adanya hewan mamalia ternak dan liar yang juga merupakan hospes definitif schistosomiasis, sehingga siklus silvatik terus terjadi. Survei tikus tahun 2010 menunjukkan 2 infection rate sebesar 7,92% di Sulawesi Tengah. Survei cepat ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tikus inang definitif schistosomiasis, menentukan infection rate schistosomiasis pada tikus dan menentukan infection rate serkaria pada keong perantara schistosomiasis, Oncomelania hupensis lindoensis. Metode Survei dilakukan pada bulan Januari 2015. Lokasi survei adalah di Fokus Subur, Desa Lengkeka. Pemeriksaan serkaria dan cacing dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Lengkeka, Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Survei tikus dilakukan menggunakan 20 perangkap hidup dengan umpan ubi kayu. Perangkap dipasang di daerah fokus keong pada sore hari, di tempat yang diperkirakan merupakan sarang tikus atau dilewati tikus. Perangkap dicek kembali pada pagi hari berikutnya untuk melihat tikus yang tertangkap. Tikus yang diperoleh diukur morfologinya untuk penentuan spesies. Tikus kemudian dibedah untuk pemeriksaan schistosomiasis dan penentuan infection rate. Survei keong dilakukan dengan metode koleksi bebas di daerah fokus keong perantara schistosomiasis. Keong yang diambil diperiksa di bawah mikroskop dengan metode crushing untuk penentuan infection rate pada keong. Hasil Lokasi survei berada di daerah fokus Subur, Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso. Posisi koordinat fokus adalah: E 120 12' 26,20 ; S 01 52' 19,0 ; ketinggian 775,2 m. Fokus ini merupakan mata air dengan rembesan di antara pohon sagu, pohon cokelat, dan rerumputan. Fokus ini terletak kurang lebih 100 m di belakang rumah penduduk. Penduduk bahkan menjadikan mata air di daerah fokus tersebut sebagai sumber air bersih. Hal tersebut terlihat dari adanya pipa saluran air dari mata air ke rumah penduduk. Survei Tikus di daerah fokus Tikus yang tertangkap sebanyak tiga ekor dibawa ke Laboratorium Schistosomiasis Lengkeka untuk pemeriksaan cacing S.japonicum. Trap Succes pada penangkapan tikus adalah 8,6%, sehingga sudah memenuhi angka minimal yaitu 7%. Hasil pembedahan menunjukkan ketiga tikus positif schistosomiasis, sehingga infection rate pada tikus adalah 100%. Morfologi tikus diukur untuk penentuan spesies. Hasil identifikasi tikus yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 1. 116

A. Nurwidayati dkk. Survei cepat tikus dan keong perantara Schistosomiasis di... Tabel 1. Hasil identifikasi dan pemeriksaan tikus yang tertangkap di fokus Subur, Lengkeka, Januari 2015 Parameter Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Berat 180 gr 100 gr 210 gr Panjang total 350 mm 311 mm 455 mm Panjang ekor 172 mm 174 mm 240 mm Panjang badan 185 mm 177 mm 190 mm Panjang telinga 21 mm 21 mm 25 mm Panjang telapak kaki belakang 34 mm 36 mm 39 mm Jenis kelamin Jantan Jantan Betina Panjang testis 40 mm 27 mm - Lebar testis 23 mm 24 mm - Rumus mamae - - 2+3 Warna rambut dorsal Coklat abu-abu, lebat halus Coklat pirang kehitaman; Coklat pirang abu-abu rambut pengawal panjang, banyak Warna rambut ventral Coklat kekuningan Coklat terang/krem Krem cenderung putih Warna ekor Warna sama: coklat kehitaman Warna sama: coklat kehitaman Warna atas hitam, bawah putih; perbandingan putih: panjang ekor= 62, 5% Spesies Rattus norvegicus Rattus argentiventer Paruromys dominator Ektoparasit ++++ +++ ++ Cacing parasit 7 S. japonicum (4j;3B) S. japonicum (276 ekor); Hymenolepis diminuta (1ekor lengkap); Nematoda darah (Capillaria sp. 1 ekor) S. japonicum (3 ekor) Spot survei keong O.h.lindoensis Pengumpulan keong Oncomelania hupensis lindoensis dilakukan di daerah fokus Subur, Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso. Posisi koordinat: E 120 12' 26,20 ; S 01 52' 19,0 ; ketinggian 775,2 m. Vegetasi yang ditemukan di daerah fokus ini adalah pohon sagu, cokelat, dan berbagai jenis rumput. Pada daerah fokus juga ditemukan mata air yang mengalir lambat. Keong yang ditemukan diperiksa dengan metode crushing di bawah mikroskop untuk menentukan infection rate. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 2, yaitu dari 20 keong yang diperiksa, tiga keong positif serkaria S.japonicum (infection rate 15%). Pembahasan Schistomiasis di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Muller dan Tesch pada tahun 1935 yang disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan keong perantara Oncomelania dan diidentifikasi sebagai Oncomelania hupensis lindoensis oleh dokter dari Belanda yaitu Carney pada tahun 1973. Keong O.h lindoensis termasuk dalam kelas Gastropoda dan famili Pomatiopsidae dan bersifat amfibious, dimana keong tersebut menyukai tempat yang becek, lembab dan berair, akan tetapi keong ini akan mati apabila terendam air. Demikian juga sebaliknya, keong ini akan mati apabila tidak mendapatkan air. Kelemahan keong tersebut dimanfaatkan untuk pengendalian dan memutuskan rantai penularan schistosomiasis di Tabel 2. Hasil pemeriksaan keong dari fokus Subur, Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Tahun 2015 Jumlah keong diperiksa Jumlah keong positif serkaria S. japonicum Infection rate (%) 20 3 15 117

Jurnal Buski Vol. 5, No. 3, Juni 2015, halaman 115-120 3 daerah endemik. Hospes perantara schistosomiasis adalah keong O.h.lindoensis yang bersifat amfibious. Keong perantara ini hidup tersebar luas di daerah endemis tetapi tidak merata, terbatas pada tempat tempat 1 tertentu yang kita sebut fokus. Hospes definitif schistosomiasis adalah manusia dan hewan mamalia. Ada 13 mamalia yang diketahui terinfeksi oleh schistosomiasis antara lain : sapi (Bos sundaicus), kerbau (Bubalus bubalis), kuda (Equus cabalus), anjing (Canis familiaris), babi (Sus sp), musang (Vivera tangalunga), rusa (Cervus timorensis), berbagai jenis tikus (Rattus exulans, R. 3 marmosurus, R. norvegicus, R. palellae). Pada survei ini ditemukan tiga spesies tikus positif schistosomiasis yaitu Rattus norvegicus, R.argentiventer dan Paruromys dominator. Jumlah cacing S.japonicum yang ditemukan pada tikus bervariasi, dari dua ekor sampai sekitar 200 ekor. Banyaknya infeksi S.japonicum ini dapat terlihat pada organ hepar tikus yang dibedah. Pada tikus dengan infeksi schistosomiasis yang berat, terlihat organ hepar berwarna hitam dan jaringannya lebih keras dan tampak bergranula. Berbeda dengan tikus yang terinfeksi sedikit cacing S.japonicum, organ hepar terlihat masih berwarna merah meskipun agak kehitaman. Hal tersebut terjadi akibat reaksi imunologis tubuh tikus dalam merespon telur cacing yang terperangkap dalam jaringan hepar tikus. Telur cacing harusnya dikeluarkan bersama dengan tinja melalui usus, akan tetapi ada sebagian yang terbawa aliran darah ke hepar dan terperangkap dalam jaringan hepar. Reaksi tersebut berupa terbentuknya jaringan fibrosis pada hepar, sehingga menimbulkan kerusakan jaringan hepar diikuti dengan kematian sel dan pembengkakan 3 organ, yang dikenal dengan hepatomegali. Tingkat infeksi schistosomiasis pada tikus sebesar 100%, sehingga potensi untuk terjadinya siklus penularan schistosomiasis secara silvatik atau melalui hewan liar. Hasil penelitian di Cina, schistosomiasis merupakan masalah kesehatan utama. Jumlah populasi terinfeksi adalah lebih dari 1 juta penduduk, dan lebih dari 50 juta penduduk hidup di daerah berisiko terinfeksi. Secara ekologi, lingkungan, genetika populasi dan faktor molekuler, penularan schistosomiasis di RRC dapat dikategorikan menjadi empat model penularan. Penelitian longitudinal dilakukan dari tahun 2002-2006 pada desa sentinel untuk menentukan pengaruh pembangunan Three George Dam (TGD) terhadap penularan schistosomiasis. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi schistosomiasis pada awal penelitian adalah sebesar 42%. Prevalensi pada tahun 2003 sebesar 46% dan turun menjadi 11,3% pada tahun 2006. Angka insiden schistosomiasis pada kerbau juga ditemukan turun dari 11,8% pada tahun pertama survei menjadi 0% pada tahun terakhir survei. Penurunan prevalensi pada manusia dan kerbau disebabkan karena pengobatan dengan praziquantel secara intensif setiap tahun pada penduduk dan kerbau yang 4 positif. Pada penelitian di Philipina ditemukan bahwa kerbau juga berperan penting dalam penularan schistosomiasis di Philipina. Dengan demikian, pengendalian schistosomiasis dapat dilakukan secara terintegrasi, termasuk intervensi terhadap kerbau yang terinfeksi untuk dapat mengurangi kejadian schistosomiasis pada manusia di 5 Philipina. Hasil penelitian lain di Afrika, estimasi beban penyakit/burden disease akibat penyakit banyak digunakan untuk menyusun prioritas dalam kesehatan masyarakat. Analisis DALY (disabilityadjusted life years) menjadi alat yang penting dalam estimasi tersebut. Pada penelitian ini dilakukan analisis QoL (quality of Life) berdasarkan disabilitas akibat schistosomiasis dan cacing STH (soil transmitted helminthiasis). Hasil penelitian menunjukkan infeksi S. mansoni dan T.trichiura menurunkan QoL dari partisipan penelitian sebanyak 16 poin dan 13 poin, dengan skala QoL 1-6 100 poin (terendah sampai tertinggi). Penelitian tentang model prediksi dinamika populasi keong perantara schistosomiasis di China menunjukkan bahwa faktor yang penting dalam kelangsungan hidup keong adalah kelembaban 7 tanah, suhu tanah, dan suhu udara. Hasil penelitian oleh Jastal, dkk tahun 2008 pada 21 daerah fokus keong belum ditemukan keong positif 8 serkaria S.japonicum di Bada. Penelitian faktor 118

A. Nurwidayati dkk. Survei cepat tikus dan keong perantara Schistosomiasis di... risiko schistosomiasis oleh Rosmini dkk tahun 2010 menemukan daerah fokus keong baru perantara schistosomiasis. Hasil penelitian tersebut juga tiga dari 299 keong Oncomelania hupensis lindoensis 9 yang positif serkaria S.japonicum. Pada survei ini menunjukkan infection rate pada keong sebesar 15%. Angka tersebut termasuk tinggi mengingat komitmen Tim Terpadu Pengendalian Schistosomiasis Sulawesi Tengah, infection rate pada hewan adalah kurang dari 1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi penularan schistosomiasis di Desa Lengkeka sangat tinggi. Pada tikus jenis Rattus argentiventer juga ditemukan cacing parasit dari genus Hymenolepis dan Capillaria. Kedua jenis cacing ini dapat menginfeksi manusia atau bersifat zoonosis. Capillaria termasuk dalam famili Trichuridae adalah cacing nematoda yang ditemukan terutama di hepar/liver hewan pengerat. Pada survei ini Capillaria ditemukan di organ hepar tikus. Hospes terakhir dari cacing ini terutama hewan pengerat, tetapi beberapa mamalia lain juga dapat terinfeksi, seperti kucing, anjing, tupai, kelinci, termasuk manusia. Mamalia karnivor terinfeksi ketika memakan hepar tikus yang terinfeksi Capillaria, kemudian telur cacing akan ikut keluar bersama tinja pemangsa. Manusia dapat terinfeksi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur 10 Capillaria. Hymenolepis diminuta dikenal dengan nama cacing pita tikus (rat tape worm). Hospes terakhir dari cacing ini adalah tikus dan manusia. Hospes perantaranya adalah pinjal dan kecoa. Manusia terinfeksi ketika tidak sengaja memakan telur 10 cacing tersebut. Program pengendalian schistosomiasis, khususnya pengelolaan lingkungan untuk pengendalian keong perantara schistosomiasis perlu dilakukan secara intensif, mengingat potensi penularan yang sangat tinggi dan lokasi fokus berada sekitar 100 meter dari rumah penduduk. Pengendalian keong dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan moluskisida Bayluscide 70% WP dengan dosis 0,2 gr/m² setiap 6 bulan sekali pada fokus aktif. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan berbagai cara misalnya perbaikan dan pembuatan saluran air, pembersihan saluran air, pengeringan daerah fokus, pemanfaatan lahan fokus menjadi lahan produktif yang diolah secara rutin dan terus 11 menerus. Peran lintas sektor dalam pengendalian schistosomiasis sudah ditetapkan dengan SK G u b e r n u r S u l a w e s i Te n g a h N o m o r : 443.2/201/DISKESDA-G.ST/2012 tentang Tim Terpadu Pengendalian Schistosomiasis Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012-2016. Lintas sektor yang terlibat yaitu Dinas Kesehatan, Balai Litbang P2B2 Donggala, Balitbang Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas PU, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Dinas Perikanan dan Kelautan, Bappeda, BPMPD, Badan Lingkungan Hidup, dan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu. Peran lintas sektor dalam pengendalian saat ini sudah berjalan akan tetapi kurang maksimal, sehingga perlu lebih diintensifkan kembali. Kesimpulan Infection rate di daerah fokus Subur, Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat pada keong sebesar 15%. Infection rate di daerah fokus Subur, Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat pada tikus sebesar 100%. Saran Perlu dilakukan survei secara rutin dan komprehensif meliputi manusia, hewan mamalia dan keong perantara schistosomiasis di daerah endemis untuk mendukung program pengendalian schistosomiasis. Ucapan Terimakasih Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas izin dan dukungannya dalam pelaksanaan survei ini, kepada Koordinator dan teknisi Laboratorium Schistosomiasis Lengkeka, serta teman teman yang membantu dalam pelaksanaan survei ini. Daftar pustaka 1. WHO.Schistosomiasis Fact Sheet. 2010. http://www.who.int 119

Jurnal Buski Vol. 5, No. 3, Juni 2015, halaman 115-120 2. Anonim. Prevalensi Schistosomiasis di Sulawesi Tengah,. Progam Pemberantasan Schistosomiasis. 2012. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. 3. Sudomo M. Penyakit Parasitik yang Kurang diperhatikan di Indonesia. In: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Jakarta: Badan Litbangkes; 2008:1 61. 4. Zhu R, Gray D, Thrift A, Williams G, Zhang Y. A 5-year longitudinal study of schistosomiasis transmission in Shian village, the Anning river valley, Shichuan Province, The People's Republic of China. Parasites & Vectors Open Access Journal. 2011;4(43):1 8. 5. Gordon CA, Acosta LP, Gray DJ, et al. High Prevalence of Schistosoma japonicum Infection in Carabao from Samar Province, the Philippines : Implications for Transmission and Control. PLOS Neglected Tropical Diseases Open access Journal. 2012;6(9):1 7. 6. Furst T, Silue KD, Ouattara M, et al. Schistosomiasis, S o i l - T r a s m i t t e d H e l m i n t h i a s i s, a n d Sociodemographic Factors Influence Quality of Life of Adults in Coto d'ivoire. PLOS Neglected Tropical Diseases Open access Journal. 2012;6(10):1 13. 7. Zhijie Zhang, SengHuat Ong, Wenxiang Peng, Yibiao Zhou, et al., A model for the prediction of Oncomelania hupensis in the lake and marshland regions, China. Parasitology International 57. 2008. P p : 2 1 1 3 1. w w w. s c i e n c e d i r e c t. c o m doi:10.1016/j.parint.2007.09.008. 8. Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah S, Rosmini, Hayani AS, dkk. Analisis Spasial E p i d e m i o l o g i S c h i s t o s o m i a s i s d e n g a n Menggunakan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Sulawesi Tengah. Donggala; Laporan Penelitian. 2008. 9. Satrija, F., et al., Current status of schistosomiasis in I n d o n e s i a. A c t a T r o p. 2 0 1 3. http://dx.doi.org/10.1016/j.actatropica.2013.06.014 10. Miyazaki Ichiro. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo: International Medical Foundation of Japan; 1991; pp: 270, 447-449. 11. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Schistosomiasis. Jakarta: Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis, Direktorat P2B2, Ditjen PPM & PLP; 1989. 120