BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Manajemen Industri Perikanan

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsep industri menjelaskan mengenai ruang lingkup industri semua

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN II TAHUN 2012

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015

b. Fungsi Pasar c. Jenis-jenis Pasar 1)

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015


BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri. Industri dapat

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2012

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Indonesia merupakan negara yang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Geografi

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2014

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2014

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III Tahun 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014

SOSIOLOGI KEBUTUHAN TENAGA KERJA INDUSTRI BERDASARKAN KLASIFIKASI KETENAGA KERJAAN Oleh : Ahmad Darmawi

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2015

No. 05/02/81/Th.VI, 2 Pebruari 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2016

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2015

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR TRIWULAN III TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II TAHUN 2016

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2016

DAFTAR ISI. Nota Kesepahaman... iii Kata Pengantar... ix Daftar Isi... xiii Penjelasan Umum... xix

No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN I TAHUN 2011

Kata Kunci : Modal, Jam Kerja, Pendidikan, Produksi, Pendapatan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PERTUMBUHAN (q to q) PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2015 DI JAWA TENGAH

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III TAHUN 2015

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang penting.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

Transkripsi:

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri dan Pengelompokan Jenis Industri 2.1.1 Pengertian Industri Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejateraan penduduk. Selain itu industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal. UU Perindustrian No 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri. Dari sudut pandang geografi, Industri sebagai suatu sistem, merupakan perpaduan sub sistem fisis dan sub sistem manusia (Sumaatmaja, 1981). 2.1.2 Pengelompokan Jenis Industri Departemen Perindustrian mengelompokan industri nasional Indonesia dalam 3 kelompok besar yaitu: 1. Industri Dasar Industri dasar meliputi kelompok industri mesin dan logam dasar (IMLD) dan kelompok industri kimia dasar (IKD). Yang termasuk dalam IMLD atara lain industri mesin pertanian, elektronika, kereta api, pesawat terbang, kendaraan bermotor, besi baja, alumunium, tembaga dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk IKD adalah industri pengolahan kayu dan karet alam, industri pestisida, industri pupuk, industri silikat dan sebagainya. Industri dasar mempunyai misi untuk meningkatkan

16 pertumbuhan ekonomi, membantu struktur industri dan bersifat padat modal. Teknologi yang digunakan adalah teknologi maju, teruji dan tidak padat karya namun dapat mendorong terciptanya lapangan kerja secara besar. 2. Aneka industri (AL) Yang termasuk dalam aneka industri adalah industri yang menolah sumber daya hutan, industri yang menolah sumber daya pertanian secara luas dan lain-lain. Aneka industri mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja, tidak padat modal dan teknologi yang digunakan adalah teknologi menengah atau teknologi maju. 3.Industri Kecil Industri kecil meliputi industri pangan (makanan, minuman dan tembakau), industri sandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi serta barang dari kulit), industri kimia dan bahan bangunan (industri kertas, percetakan, penebitan, barang-barang karet dan plastik), industri kerajinan umum (industri kayu, rotan, bambu dan barang galian bukan logam) dan industri logam (mesin, listrik, alat-alat ilmu pengetahuan, barang dan logam dan sebagainya). Industri di Indonesia dapat digolongkan kedalam beberapa macam kelompok. Industri didasarkan pada banyaknya tenaga kerja dibedakan menjadi 4 golongan,yaitu: 1) Industri besar, memiliki jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih, 2) Industri sedang, memiliki jumlah tenaga kerja antara 20 99 orang, 3) Industri kecil, memiliki jumlah tenaga kerja antara 5 19 orang, 4) Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja antara 1 4 orang (BPS, 2002). Dalam mendukung suatu industri dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi antara lain (Partadirja, 1985) : a. Faktor Produksi Modal, yang terdiri atas:

17 Modal buatan manusia yang terdiri dari bangunan-bangunan, mesin-mesin, jalan raya, kereta api, bahan mentah, persediaan barang jadi dan setengah jadi. Lahan terdiri dari tanah, air, udara, mineral di dalamnya, termasuk sinar matahari. b. Faktor produksi tenaga kerja terdiri dari: Tenaga kerja atau buruh berupa jumlah pekerja termasuk tingkat pendidikan dan tingkat keahliannya Kewirausahaan sebagai kecakapan seseorang untuk mengoganisasi faktorfaktor produksi lain beserta resiko yang dipikulnya berupa keuntungan dan kerugian. Dalam meningkatkan efisiensi penggunaan faktor produksi perlu didukung dengan kemajuan teknologi. Hicks mengklasifikasian kemajuan teknologi berdasarkan pengaruhnya terhadap kombinasi penggunaan faktor produksi (Rahardja, 1999): a. Teknologi padat modal, bila kemajuan teknologi mengakibatkan porsi pengunaan barang-barang modal menjadi lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja. b. Teknologi netral apabila tidak terjadi perubahan rasio faktor produksi modal dan tenaga kerja. c. Teknologi padat karya, apabila penggunaan faktor produksi tenaga kerja lebih dari penggunaan modal. Untuk meningkatkan hasil produksi dalam sebuah perusahaan tidak cukup hanya dengan menggunakan teknologi yang canggih saja, tetapi juga memerlukan tenaga kerja yang memiliki skill yang tinggi untuk mengoperasikannya. Dengan demikian diperlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian, kemampuan dan keterampilan kerja (Siswanto, 1989). Menurut undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Dalam

18 kamus besar bahasa Indonesia (1991: 927) tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu, orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. 2.2 Pengertian Tenaga Kerja dam Penggolongan Tenaga Kerja 2.2.1 Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia, di dalamnya meliputi buruh. Buruh yang dimaksud adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian (Siswanto, 1989: 9). Selain itu juga, pengertian tenaga kerja menurut BPS adalah salah satu moda bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja selalu mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya dinamika penduduk. Ketidakseimbangan antara jumlah angkatan dan lowongan kerja yang tersedia menyebabkan timbulnya masalah-masalah sosial. Pengertian tenaga kerja dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja pada suatu perusahaan yang di dalam maupun di luar hubungan kerja untuk menghasilkan barang. Tenaga kerja merupakan suatu faktor produksi sehingga dalam kegiatan industri diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai keterampilan dan kemampuan tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2.2.2 Penggolongan Tenaga Kerja Dari segi keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu. 1. Tenaga kerja kasar yaitu tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. 2. Tenaga kerja terampil yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan pendidikan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu, dan tukang memperbaiki televisi dan radio.

19 3. Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti dokter, akuntan ahli ekonomi, dan insinyur. Tenaga kerja di Indonesia menghadapi permasalahan dalam hal produktifitasnya yang rendah. Di samping itu masalah yang timbul dari ketenagakerjaan adalah ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan pada suatu tingkat upah tertentu. Keadaan umum yang terjadi adalah adanya kelebihan jumlah penawaran tenaga kerja tertentu. Hal ini terjadi akibat jumlah orang yang mencari pekerjaan atau yang menganggur semakin besar. Keadaan tersebut membawa konsekuensi terhadap usaha penyediaan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru (Kusumo Sudiro,1981). Dengan adanya permasalahan mengenai ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, maka perlu upaya peningkatan mutu tenaga kerja, dan meningkatkan sumberdaya manusia yang baik akan menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan mempunyai produktifitas yang tinggi. Akibatnya tenaga kerja akan mudah dalam mencari kerja, atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri (Ananta, 1986). 2.3 Pengertian Rantai Produksi Rantai produksi adalah langkah-langkah yang perlu diambil dalam rangka untuk mengubah bahan baku menjadi barang yang kemudian dapat digunakan oleh konsumen seperti kau dan aku. Pada setiap langkah dalam rantai produksi, nilai yang ditambahkan ke produk sehingga bisa dijual dengan jumlah yang lebih besar ketika menjadi produk akhir. Nilai ini akan ditambahkan melalui penambahan tenaga kerja, bangunan, bahan baku dan atau manufaktur dan pengolahan. Sebuah rantai produksi yang khas akan terlihat seperti ini: ( id.wikipedia.org/wiki/manajemen_rantai_suplai) 1. Produsen primer selalu tahap pertama dalam rantai apapun, dan bagian yang mereka mainkan untuk menghasilkan bahan baku dari produk akhir yang kemudian akan dibuat.

20 2. Tahap produksi sekunder adalah ketika produk itu sendiri mengambil bentuk di tangan perusahaan manufaktur. Perusahaan-perusahaan ini membawa bersama produk dan bahan baku lain untuk menciptakan produk akhir. 3. Tahap terakhir dan akhir di setiap rantai produksi adalah menjual produk yang sebenarnya sampai ke konsumen. Seorang pengecer seperti supermarket akan membeli sejumlah besar produk akhir dari pemasok, untuk kemudian menjual konsumen. 2.4 Teori Ekonomi Lokal Pembangunan ekonomi lokal dimaksudkan untuk menggambarkan proses dimana pemerintah daerah maupun masyarakat mengorganisir aktifitas bisnis maupun lapangan kerja untuk tujuan bersama. Tujuan dari pembangunan ekonomi lokal adalah untuk memberikan kesempatan kerja serta mampu memperbaiki masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang ada. Pembangunan ekonomi antara lain disebutkan bahwa: a) Pembangunan memfokuskan pada pengurangan kemiskinan, pembangunan perdesaan, polarisasi sosial serta perubahan pola piker. b) Terminologi lokal atau daerah ekonomi menggambarkan area geografis suatu kekuasaan pemerintahan. c) Daya saing adalah kemampuan suatu usaha untuk menciptakan keseimbangan baru. Ekonomi lokal adalah pengembangan wilayah yang sangat ditentukan oleh tumbuh kembangnya wiraswasta lokal yang ditopang ole kelembagaan-kelembagaan di wilayah tersebut meliputi, pemerintah daerah, perguruan tinggi, pengusaha lokal dan masyarakat, selain itu konsep pembangunan ekonomi yang bersifat sektoral tersebut mengabaikan konteks kewilayahan dan partisipasi masyarakat lokal (Blakely, 1987). sedangkan menurut (Firman, 1999) definisi ekonomi lokal adalah sebagai berikut:

21 Penambahan suatu lokasi secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumber daya alam, geografis, kelembagaan, kewiraswastaan, pendidikan tinggi,, asosiasi profesi maupun lainnya. Ditumbuhkembangkan terutama oleh masyarakat lokal (lokal community) itu sendiri. Dilakukan pada skala yang kecil Mengorganisasi serta mentrasformasi potensi-potensi ini menjadi penggerak bagi pembangunan lokal Diperlukan kehadiran para penggagas. Dari definisi tersebut diatas maka timbul kriteria-kriteria dari ekonomi lokal antara lain sebagai berikut: Bahan baku dan sumber daya lokal Dapat digerakan oleh penduduk lokal/sesuai dengan kemampuan (SDM) penduduk lokal Pengusaha dan tenaga kerja dominan adalah tenaga kerja lokal Melibatkan sebagian besar penduduk lokal Skala pelayanan kecil ditunjukan oleh jumlah investasi dan jumlah tenaga kerja Terdapat organisasi/kelompok kegiatan ekonomi Terdapat keterkaitan dengan kegiatan ekonomi lain Memunculkan wiraswasta baru. Konsep pengembangan ekonomi lokal yang dikemukakan oleh Blakely memiliki 4 komponen, yaitu: a) Penyerapan tenaga kerja b) Dasar pengembangan c) Lokasi d) Sumber daya ilmu Sasaran utama pembangunan ekonomi dalam konsep pengembangan ekonomi lokal ini adalah meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja yang tersedia, yang diperoleh dari pengembangan potensi ekonomi yang ada pada suatu masyarakat.

22 Karena dengan peningkatan jumlah dan jenis peluang kerja yang tersedia tersebut, dalam proses jangka panjang, akan memicu terjadinya peningkatan produktivitas dan kesejateraan suatu masyarakat.untuk mencapai penigkatan jumlah dan jenis peluang kerja tersebut, masyarakat suatu daerah harus mampu untuk mengambil suatu inisiatif dalam memikirkan dan mengidentifikasikan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki, untuk membangun dan mengembangkan perekonomian daerahnya. Karena itu konsep pengembangan ekonomi lokal, lebih banyak ditekankan pada penumbuhan dan pengembangan peran, partisipasi dan inisiatif masyarakat lokal dalam meningkatkan perekonomian dan kesejateraan hidupnya. Dalam pengembangan ekonomi lokal bila dikaitkan dengan kegiatan sektor ekonomi yang terdapat di suatu wilayah tidak akan terlepas dari bagaimana sektor ekonomi tersebut dapat berperan sebagai pemacu berkembanganya sektor-sektor lain di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan memiliki keterkaitan yang kuat dengan karakter dan potensi lokal, kegiatan bersangkutan akan memberikan keuntungan bagi masyarakat dan perekonomian setempat, selain itu cenderung akan menggunakan bahan baku dan bahan penolong dari wilayahnya sendiri sehingga multiplier pengembangan industri akan jatuh didaerahnya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Yeates dan Gardner (dalam Herawati, 2003), industri merupakan salah satu faktor penting dalam mekanisme perkembangan serta pertumbuhan wilayah dan kota melalui efek multiplier dan inovasi yang ditimbulkannya. Kemampuan suatu kegiatan ekonomi utama untuk menciptakan efek multiplier yang antara lain berupa munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan akan memberikan dampak besar bagi pengembangan wilayah (Tarigan, 2004). 2.5 Teori Multiplier Effect Teori multiplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain (Glasson, 1990). Teori Multiplier Effect berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah. Makin banyak kegiatan yang timbul

23 makin tinggi pula dinamisasi suatu wilayah yang pada akhirnya akan meningkatkan pengembangan wilayah. Gambar 2.1 Pengaruh Kegiatan Produksi Baru Pada Wilayah Dalam Kaitannya Dengan Efek Multiplier Kegiatan produksi baru Permintaan dari luar wilayah Permintaan tenaga kerja Permintaan input lain Pengangguran Pekerja di industri lain Migrasi masuk Ulang alik Permintaan barang dan jasa Barang dan jasa produksi lokal Impor dari wilayah lain (sumber: amstrong 1993 (dalam wibowo, 2002) Perkembangan multiplier effect selain dilihat pada industri kaos yang berada di kawasan Suci Kota Bandung, hal demikian juga dapat ditemui di industri sepatu yang berada di kawasan Cibaduyut Kota Bandung. Perkembangan industri Cibuduyut bermula dari gagasan penduduk sekitar yang berinisiatif membuka toko sepatu produksi sendiri, yang kemudian mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan bermunculan industri/toko-toko sepatu di sepanjang koridor jalan Cibaduyut. Sampai sekarang kawasan tersebut menjadi terkenal bukan saja dalam Kota Bandung namun sampai keluar Kota Bandung. Kondisi demikian ikut berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat sekitar karena ikut mengembangkan perekonomian lokal.

24 2.6 Teori Aglomerasi Industri Aglomerasi menurut teori lokasi modern merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktifitas ekonomi, aglomerasi juga menjadi salah satu faktor disamping keunggulan komparatif dan skala ekonomi menjelaskan mengapa timbul daerah-daerah dan kota-kota (Soepono, 2002). Aglomerasi Industri yaitu pemusatan industri di suatu kawasan tertentu dengan tujuan agar pengelolanya dapat optimal. Gejala aglomerasi industri itu disebabkan karena hal-hal berikut : 1. Adanya persaingan industri yang semakin hebat dan semakin banyak. 2. Melaksanakan segala bentuk efisiensi di dalam penyelenggaraan industri. 3. Untuk meningkatkan produktivitas hasil industri dan mutu produksi. 4. Untuk memberikan kemudahan bagi kegiatan industri. 5. Untuk mempermudah kontrol dalam hubungan tenaga kerja, bahan baku, dan pemasaran. 6. Untuk menyongsong dan mempersiapkan perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik yang dimulai tahun 2020. 7. Melakukan pemerataan lokasi industri sesuai dengan jumlah secara tepat dan berdaya guna serta menyediakan fasilitas kegiatan industri yang berwawasan lingkungan. Proses aglomerasi (pemusatan) industri keberhasilannya banyak ditentukan oleh faktor teknologi lingkungan, produktivitas, modal, SDM, manajemen dan lainlain. Pada Negara-negara yang sedang mengalami aglomerasi industri, terdapat dualisme bidang teknologi. Dualisme teknologi adalah suatu keadaan dalam suatu bidan ekonomi tertentu yang menggunakan tehnik dan organisasi produksi yang sangat berbeda karakteristiknya. Kondisi ini mengakibatkan perbedaan besar pada tingkat produktivitas di sektor modern dan sektor tradisional, seperti keadaan berikut ini : a) Jumlah penggunaan modal dan peralatan yang digunakan. b) Penggunaan pengetahuan teknik, organisasi, dan manajemen.

25 c) Tingkat pendidikan dan keterampilan para pekerja. Faktor-faktor ini menyebabkan tingkat produktivitas berbagai kegiatan sektor modern sering kali tidak banyak berbeda dengan kegiatan yang sama yang terdapat di Negara maju. Sebaliknya sektor tradisional menunjukkan perbedaan banyak karena keadaan sebagai berikut : a) Terbatasnya pembentukan modal dan peralatan industri. b) Kekurangan pendidikan dan pengetahuan. c) Penggunaan teknik produksi yang sederhana. d) Organisasi produksi yang masih tradisional. Terdapat dua macam aglomerasi, yaitu aglomerasi produksi dan aglomerasi pemasaran (Soepono, 2002). Dikatakan aglomerasi produksi bilamana tiap perusahaan yang mengelompok/kluster atau beraglomerasi mengalami eksternalitas positif di bidang produksi, artinya biaya produksi perusahaan berkurang pada waktu produksi perusahaan lain bertambah. Aglomerasi pemasaran adalah perusahaan-perusahaan dagang atau banyak toko mengelompok dalam satu lokasi. Ada eksternalitas belanja (shopping externality) yang dapat dinikmati yaitu penjualan suatu toko dipengaruhi oleh toko lain disekitarnya. Ada dua produk yang menimbulkan eksternalitas belanja, yaitu barang subtitusi tidak sempurna dan barang komplementer. Barang subtitusi tidak sempurna merupakan barang yang mirip namun tidak sama, pembeli membutuhkan perbandingan (comparison shopping) menyangkut corak, harga, kualitas dan merek sebelum memutuskan untuk membeli. Misalnya dalam membeli sepeda motor, ada Honda, Yamaha, Susuki, Kawasaki dan yang lain-lain. Barang komplementer adalah barang-barang saling melengkapi, misalnya kopi dan gula, CD dan CD Player, toko baju olah raga dengan sepatu olah raga, dan lain-lain. 2.7 Analisis Statistik Deskriptif Dan Kualitatif 2.7.1 Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif adalah analisis yang bertujuan untuk menyajikan, menggambarkan data baik dalam bentuk tabel, ataupun diagram. Statistik deskriptif

26 pada transformasi data mentah kedalam suatu bentuk yang lebih mudah dipahami dan ditafsirkan maksud dari data atau angka yang menggambarkan jawaban-jawaban observasi. 2.7.2 Analisis Kualitatif Analisis kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantic antarvariabel yang sedang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variable-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis datadata yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah yaitu: a. Mengorganisir data b. Membuat kategori, menentukan tema, dan pola c. Menguji hipotesa dengan menggunakan data yang ada d. Mencari eksplansi alternative data e. Menulis laporan