ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM SEIFGARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POTENSI PRODUKSI MOLYBDENUM-99 ( PADA REAKTOR SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MO-99 PRODUCTION (SAMOP)

GANENDRA, Vol. V, No. 1 ISSN STUDI PRODUKSI RADIOISOTOP Mo-99 DENGAN BAHAN TARGET LARUTAN URANIL NITRAT PADA REAKTOR KARTINI ABSTRAK

PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGENDALIAN BAHAN NUKLIR PADA PEMINDAHAN SPENT FUEL DARI MBA RI-F KE MBA RI-G

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KESELAMATAN KRITIKALITAS LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN MCNP5

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

Analisis Termohidrolik Fasilitas Eksperimen SAMOP (Reaktor Subkritik Produksi Isotop 99 Mo)

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PENGUKURAN FLUKS NEUTRON SALURAN BEAMPORT TIDAK TEMBUS RADIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MOLYBDENUM (SAMOP) REAKTOR KARTINI

REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

REAKTOR NUKLIR. Sulistyani, M.Si.

Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

ANALISIS JUMLAH PRODUK MOLYBDENUM-99 ( 99 Mo) SEBAGAI FUNGSI WAKTU BURN-UP PADA NILAI KRITIKALITAS OPTIMUM PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

KAJIAN LAJU PAPARAN RADIASI PADA TITIK PENGUKURAN DI REAKTOR KARTINI SEBAGAI DASAR PENENTUAN KONDISI BATAS OPERASI (KBO)

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

STUDI PENGEMBANGAN DESAIN TERAS REAKTOR NUKLIR RISET 2 MWTH DENGAN ELEMEN BAKAR PLAT DI INDONESIA

RANCANGAN KONSEPTUAL REAKTOR SUBKRITIK UNTUK KAJIAN TRANSMUTASI LIMBAH PLTN BERBASIS REAKTOR KARTINI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

ANALISIS PRODUKSI RADIOISOTOP 99 MO PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR 6 HARI BURN-UP DENGAN METODE KOMPUTASI

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

Analisis Perhitungan Benchmark Keselamatan Kritikalitas Larutan Uranil Nitrat di Teras Slab 280T STACY

PELAKSANAAN SAFEGUARDS DI MBA RI C*

ANALISA FLUKS NEUTRON PADA BEAMPORT

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMASANGAN SISTEM MONITOR PADA SISTEM BANTU REAKTOR KARTINI

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan

Pengaruh Ketinggian Larutan Bahan Bakar pada Kekritisan Aqueous Homogeneous Reactor

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

OPTIMASI SHIELDING NEUTRON PADA THERMALIZING COLUMN REAKTOR KARTINI

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

YUNITA ANGGRAINI M SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian. persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR

KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI NUKLIR DAN BAHAN NUKLIR DI INDONESIA

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PENGEMBANGAN SOFTWARE CPEM SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN EKSPERIMEN FISIKA REAKTOR PADA REAKTOR KARTINI

Gambar 17. Paparan kolektif selama dekomisioning reaktor riset: (a) reaktor daya; dan (b) reaktor energi terintegrasi

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

VALIDASI PROGRAM KOMPUTER TRIGA-MCNP DENGAN PERCOBAAN KEKRITISAN REAKTOR KARTINI

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DAN B3 DI IRM. Sunardi

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

KAJIAN INFORMASI DESAIN REAKTOR DAYA DALAM KAITANNYA DENGAN SAFEGUARD ABILITY BAHAN NUKLIR

PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI URANIUM DALAM BAHAN BAKAR URANIL NITRAT DAN URANIL SULFAT TERHADAP NILAI K EFF AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

PENGARUH POSISI DAN LINEARITAS DETEKTOR START-UP DALAM PENGUKURAN FRAKSI BAKAR RSG-GAS PADA KONDISI SUBKRITIS. Purwadi

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TRANSFER MATERIAL RADIOAKTIF DI HOTCELL 101 IRM VIA KH-IPSB3

PERSYARATAN PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF

PROBLEMATIKA UNREPORTED PU PRODUCTION DI DALAM PENGOPERASIAN REAKTOR RISET DITINJAU DARI SISI SEIFGARD

Kajian Awal Aspek Neutronik Dari Rancangan Konseptual Fasilitas ADS Berbasis Reaktor Kartini

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

Sihana

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si

PENGGUNAAN SINAR-X KARAKTERISTIK U-Ka2 DAN Th-Ka1 PADA ANALISIS KOMPOSISI ISOTOPIK URANIUM SECARA TIDAK MERUSAK

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR...

ANALISIS AKTIVITAS ISOTOP MO-99 DI REAKTOR RSG-GAS. Sri Kuntjoro Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

MODEL REAKTOR PEMBIAK CEPAT

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

Transkripsi:

ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP S y a r i p, Tegas Sutondo, Y. Sarjono Staf peneliti pada Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN Yogyakarta Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 ykbb Yogyakarta 55281 Fax: 274 487824. ABSTRAK ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP. Subcritical Assembly for Molybdenum 99 Production atau SAMOP, adalah suatu sistem perangkat subkritik untuk produksi radioisotop Mo 99 yang sedang dikembangkan di fasilitas nuklir BATAN Yogyakarta. SAMOP menggunakan bahan bakar larutan uranil nitrat dengan konsentrasi 200 gr U/liter dengan perkayaan rendah yaitu di bawah 20% U 235. Sistem teras SAMOP berbentuk silinder dengan volume 20 liter di dalamnya terkandung uranium total sebagai bahan nuklir sebanyak 4,2 kg. Sesuai ketentuan bahwa pada sistem yang menggunakan bahan nuklir harus diterapkan safeguard atau pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir, termasuk di dalamnya pelaksanaan proteksi fisik. Pada makalah ini dikaji dan dibahas bagaimana rencana implementasi safeguard pada sistem SAMOP. Berdasar kajian ini menunjukkan bahwa implementasi safeguard dan proteksi fisik untuk operasional prototipe sistem SAMOP bisa dilakukan dengan sedikit modifikasi pada sistem safeguard yang sudah ada di fasilitas nuklir BATAN Yogyakarta, yaitu dengan menambahkan KMP dengan cara merevisi DIQ MBA RI B. ABSTRACT PHYSICAL PROTECTION AND SAFEGUARD ASPECTS OF SAMOP SUBCRITICAL ASSEMBLY. SAMOP or a Subcritical Assembly for Molybdenum 99 Production, is a system of subcritical assembly for Mo 99 radioisotop production, being developed at the nuclear facility of BATAN Yogyakarta. SAMOP use uranyl nitrat solution as fuel with the concentration of 200 gr U/litre, and low enrichment below 20% U 235. The core of SAMOP is in the form of cylindrical with 20 litre of volume, contain 4,2 kg of total uranium as a nuclear material. According to the rule, for the system where nuclear material is used, the safeguard and physical protection system shall be implemented. The plan to implement safeguard system at the SAMOP is studied and discused in this paper. Based on this study, it is shown that safeguard and physical protection system in the operation of SAMOP can be implemented by a little modification on the existing safeguard system of BATAN nuclear facility at Yogyakarta, i.e.by making an additional KMP through a revision on DIQ of MBA RI B. Key words : Safeguard, SAMOP, perangkat subkritik, proteksi fisik, fasilitas nuklir 456

PENDAHULUAN Selama ini Mo 99 hanya bisa diproduksi dengan menggunakan reaktor nuklir (critical assembly), menurut hasil kajian yamg telah dilakukan di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) menunjukkan bahwa Mo 99 dapat diproduksi dengan suatu perangkat reaktor subkritik dengan sumber neutron eksternal (generator neutron/ akselerator atau sumber neutron isotopik) [1,2]. Dengan metode sistem subkritik atau Subcritical Assembly for Mo 99 Production (SAMOP) yang dipicu dengan sumber neutron dari akselerator ini diharapkan proses produksi Mo 99 lebih pendek, dan lebih sederhana karena tidak memerlukan sistem dengan persyaratan seketat reaktor nuklir kritis. Direncanakan rancangan detail SAMOP dapat diselesaikan pada akhir tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 dapat diperoleh bahan dan mulai dikonstruksi beberapa modul / sistem penyusun SAMOP dengan memodifikasi beberapa modul terkait yang tersedia di PTAPB BATAN Yogyakarta, dan pada akhir tahun 2009 ditargetkan dapat dikonstruksi suatu prototip SAMOP. Sumber utama isotop Mo 99 adalah berasal pembelahan inti U 235, dimana U 235 diiradiasi dengan neutron di dalam suatu reaktor nuklir. Lazimnya produksi Mo 99 dilakukan dengan teknik penembakan (iradiasi) target oleh sumber neutron intensitas tinggi yang biasanya berasal dari suatu reaktor nuklir. Target tersebut berupa uranium dengan perkayaan tinggi (lebih dari 90% U 235 ). Sehingga dalam hal ini diperlukan bahan target yaitu uranium perkayaan tinggi dan suatu reaktor nuklir dengan fluks neutron yang tinggi pula. Disain sistem SAMOP dibuat sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan mempunyai proses yang lebih pendek dibanding dengan sistem produksi Mo 99 yang saat ini lazim digunakan. Pemendekan proses tersebut selain karena Mo99 sudah dalam bentuk larutan, juga karena sistem SAMOP menggunakan sistem sirkulasi uranil nitrat langsung dari teras (tangki) dilewatkan ke suatu sorbent sebagai ekstraktor Mo 99. Oleh karena di dalam operasional SAMOP menggunakan bahan nuklir dengan jumlah tertentu maka sesuai ketentuan institusi yang mengelolanya harus melaksanakan pertanggung jawaban dan pengendalian bahan nuklir tersebut [3,4]. Sementara itu SAMOP direncanakan dibangun dan dioperasikan di suatu komplek fasilitas nuklir (PTAPB) yang pada saat ini telah memiliki sistem pertanggung jawaban dan pengendalian bahan nuklir atau sistem safeguard dan proteksi fisik. Dengan demikian untuk mengkaji rencana implementasi sistem safeguard dan proteksi fisik fasilitas SAMOP dilakukan dengan metode modifikasi terhadap sistem safeguard yang telah ada. 457

METODE Metode yang digunakan untuk mengkaji rencana implementasi sistem safeguard dan proteksi fisik fasilitas SAMOP ini ditempuh dengan cara menguraikan deskripsi fasilitas SAMOP, menginventarisasi lokasi bahan nuklir pada sistem SAMOP, mereview dan memodifikasi sistem safeguard dan proteksi fisik yang ada atau telah diimplementasikan di PTAPB. Deskripsi Fasilitas SAMOP Konsep sistem SAMOP didasarkan pada proses reaksi pembelahan inti U 235 yang berlangsung selama masih ada sumber neutron yang berasal dari luar perangkat atau sistem. Jika sumber neutron luar tersebut dimatikan atau diambil maka secara otomatis proses reaksi pembelahan inti (reaksi fissi) akan terhenti. Bahan bakar SAMOP adalah berupa larutan uranil nitrat. Berdasar konsep tersebut di atas maka SAMOP tidak termasuk pada kategori reaktor nuklir kritis, sehingga persyaratan keselamatannya tidak seketat seperti yang dipersyaratkan pada suatu reaktor nuklir Bahan bakar SAMOP mempunyai komposisi tertentu sehingga dapat mengeliminasi/ mengurangi penggunaan uranium pengayaan tinggi serta proses produksi dan pemisahan (ekstraksi) Mo 99 lebih pendek dibandingkan dengan proses yang lazim digunakan saat ini. SAMOP mempuyai bentuk silinder berisi uranil nitrat, dilengkapi dengan sumber neutron yang berasal dari generator neutron, dan atau dari sumber neutron isotopik. Tangki atau teras reaktor berbentuk silinder yang berisi larutan uranil nitrat dengan konsentrasi 200 gram uranium per liter, dikelilingi oleh suatu lapisan reflektor neutron yang dibuat dari bahan grafit, demikian pula pada bagian atas dan bawahnya. Pada bagian tengah tangki dilengkapi dengan suatu saluran sistem penyedia sumber neutron. Pada bagian atas tangki dilengkapi dengan penutup dan pemegang untuk memindahkan atau memasang tangki dari atau pada posisinya. Dengan sistem ini dapat dihasilkan kurang lebih 150mCi s/d 480 mci Mo 99 dalam satu siklus produksi (batch). Radioisotop Mo 99 sangat diperlukan sebagai generator Tc 99m, dimana radioisotop Tc 99m merupakan radioisotop yang paling banyak digunakan untuk diagnostik di bidang kedokteran nuklir Sebagai alternatif untuk memperpendek proses yang di dalam sistem SAMOP ini adalah dengan cara ekstraksi Mo 99 langsung dari larutan uranil nitrat menggunakan bahan penyaring (sorbent Mo 99 ) menggunakan pompa sirkulasi melalui sistem pipa dan katup sehingga tidak diperlukan pemindahan dan pemasangan kembali teras/ tangki. Dalam hal ini larutan uranil nitrat atau uranil sulfat yang telah mengandung isotop Mo 99 458

disirkulasi dan dilewatkan ke sorbent dan selanjutnya dialirkan kembali ke tangki / teras reaktor SAMOP. Penyedia sumber neutron bisa berupa instalasi generator neutron dan atau sumber neutron isotopik. Sumber neutron isotopik diletakkan di dalam tangki perangkat subkritik sedangkan instalasi generator neutron diletakkan di samping (berdampingan dengan) tangki perangkat subkritik di mana keluaran dari generator neutron tepat berada pada saluran penyedia sumber neutron. Apabila sumber neutron dimatikan atau diambil maka secara otomatis akan menghentikan proses reaksi fisi atau operasi SAMOP. Penggunaan sumber neutron tersebut selain pertimbangan teknis, secara umum harga satu buah neutron yang dihasilkan oleh generator neutron atau oleh sumber neutron isotopik, lebih murah dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh suatu reaktor nuklir. Bahan perisai radiasi nuklir dibuat dari dari beton berat atau beton barit atau bahan sejenisnya yang memiliki sifat perisai radiasi nuklir yang cukup kuat dan efektif. Scara perspektif keseluruhan modul perangkat SAMOP yang memperlihatkan bagian tangki tempat uranil nitrat, sumber neutron, fasilitas generator neutron, sistem reflektor, dan sistem absorbent (ekstraktor Mo 99 ), dilukiskan pada Gambar 1. Sedangkan spesifikasi teknis SAMOP secara umum disajikan pada Tabel 1. Operasi sistem SAMOP mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dengan menerapkan program jaminan mutu operasi yang ketat. Densitas uranium di dalam larutan uranil nitrat atau uranil sulfat harus dijamin melalui perhitungan dan pengukuran yang terverifikasi. Operasional pengisian uranil nitrat ke dalam teras / tangki SAMOP mengikuti prosedur eksperimen kekritisan seperti halnya pada pemuatan bahan bakar pada teras reaktor kritis. Hal ini dengan mudah dapat dilakukan karena adanya sistem tangki make up uranil nitrat / uranil sulfat, katup kendali, dan sistem deteksi neutron. Jangka waktu operasi untuk satu kali produksi atau per batch adalah 5 hari secara kontinu. 459

Gambar 1. Konstruksi sistem SAMOP Tabel 1. Spesifikasi teknis/ dimensi SAMOP Bahan bakar berupa larutan uranil nitrat perkayaan 20% UO 2 (NO 3 ) 2 /HNO 3 /H 2 O : 200 gram U/ liter Volume uranil nitrat : 20 liter Jumlah uranium total : 4,2 kg Tinggi tangki / teras subkritik : 29,4 Cm Jari jari teras subkritik : 14,7 Cm Tebal reflektor (grafit) : 30 Cm Tebal perisai radiasi (beton berat) : 40 Cm Faktor perlipatan efektif : 0,98 0,99 Fluks neutron rerata : 10 8 n Cm 2 s 1 Produksi Mo 99 (per batch) : 300 mci 480 mci Implementasi Sistem Safeguard dan Proteksi Fisik di PTAPB Sesuai ketentuan yang berlaku bahwa setiap pengusaha instalasi nuklir yang mengelola bahan nuklir wajib melaksanakan pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir [3]. Sistem pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir (safeguard) telah dilaksanakan di PTAPB dengan mekanisme seperti yang dilukiskan pada Gambar 2. Berdasar Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir dilakukan oleh Pengurus Bahan Nuklir pada setiap tempat 460

pengukuran pokok atau KMP (Key Measurement Point), saat ini di PTAPB ada 7 KMP dan oleh karena hanya ada satu daerah neraca bahan nuklir atau MBA (Material Balance Area), yaitu MBA RI B maka hanya ada satu Pengawas Bahan Nuklir. Tugas pengurus bahan nuklir pada KMP tersebut adalah : A : mengelola bahan nuklir berupa 3 buah elemen bahan bakar baru berupa uranium diperkaya serta 59 buah bahan bakar subkritik berupa uranium alam. B : mengelola bahan nuklir berupa 68 buah elemen bahan bakar teriradiasi berupa uranium diperkaya C : yaitu mengelola bahan nuklir berupa elemen bahan bakar bekas berupa uranium diperkaya serta detektor fission chamber berupa uranium diperkaya, saat ini dalam keadaan kosong. D0 : mengelola bahan nuklir berupa 5 buah elemen bahan bakar teriradiasi berupa uranium diperkaya, 2 buah detektor fission chamber berupa uranium diperkaya, serta 1940 buah bahan bakar subkritik berupa uranium alam. D1 : mengelola bahan nuklir berupa 2 wadah serbuk uranium diperkaya, 171 wadah serbuk uranium alam, 55 wadah serbuk uranium deplesi, dan 8 wadah material standar thorium. D2 : mengelola bahan nuklir berupa 1 wadah serbuk uranium diperkaya, 77 botol larutan uranium alam, dan 47 botol larutan uranium deplesi. D3: mengelola bahan nuklir berupa 3 wadah serbuk plutonium diperkaya, 17 wadah serbuk uranium diperkaya, 12 wadah serbuk uranium alam, 1 wadah serbuk uranium deplesi, dan 3 wadah material standar uranium diperkaya. Sedangkan sistem proteksi fisik PTAPB sesuai dengan design basis threat (DBT) atau identifikasi ancaman local, diimplementasikan dengan cara [5] : pemagaran sekeliling fasilitas nuklir P3TM dengan pagar besi setinggi 1,5 meter sebagai penghalang, dan sistem deteksi personil dengan video kamera dan metal detektor. dibentuk suatu Tim Proteksi Fisik yang membantu Kepala PTAPB dalam melaksanakan dan mengevaluasi sistem proteksi fisik. diterapkan prosedur administratif ke luar masuk bahan/ peralatan/ personil dari dan ke daerah terproteksi. Daerah yang diproteksi dibagi menjadi dua yaitu protected area atau daerah terproteksi yaitu khusus untuk lokasi reactor Kartini, dan control area yaitu daerah di komplek PTAPB 461

selain reaktor Kartini. Struktur organisasi Tim Proteksi Fisik Bahan dan Fasilitas Nuklir PTAPB dilukiskan pada Gambar 3. BAPETEN (State Level) MBA RI B (Facility Level) Tim Pengurus Bahan Nuklir Pengawas Bahan Nuklir A B C D0 D1 D2 D3 PROPOSAL USER Gambar 2. Diagram kotak mekanisme pembukuan bahan nuklir di MBA RI B. 462

TIM PROTEKSI FISIK KEPALA PTAPB BAPETEN POLRES Ka. UPN TJM BKHH BATAN KA. BKTPB KA. BTAFN KABID K2 KABID REAKTOR KABAG TU Gambar 3. Struktur organisasi tim proteksi fisik bahan dan fasilitas nuklir PTAPB HASIL DAN PEMBAHASAN Fasilitas SAMOP dapat dikategorikan sebagai suatu fasilitas yang menggunakan bahan nuklir dengan jumlah yang lebih besar dari 1 kg efektif, sehingga lembaga yang mengembangkan dan mengoperasikan SAMOP tersebut wajib melaksanakan pertanggungjawaban dan pengendalian bahan nuklir, dan sebelumnya harus menyampaikan kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) hal hal sbb.[3]: informasi desain pendahuluan fasilitas SAMOP segera setelah adanya keputusan untuk membangun fasilitas tersebut; informasi desain lanjutan untuk fasilitas SAMOP segera setelah desain dikembangkan; informasi desain (DIQ = Design Information Questionnaire) lengkap fasilitas SAMOP berdasar rencana pembangunan selambat lambatnya 9 bulan sebelum pembangunan fasilitas dimulai; revisi informasi desain lengkap untuk fasilitas SAMOP berdasar desain terbangun selambat lambatnya 9 bulan sebelum penerimaan bahan nuklir yang pertama di fasilitas. Berdasarkan ketentuan tersebut, PTAPB telah melakukan komunikasi ke BAPETEN dalam rangka pengajuan perijinan SAMOP. Dari hasil komunikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa PTAPB perlu mengajukan permohonan ijin pemanfatan bahan 463

nuklir untuk SAMOP dan mengajukan revisi terhadap DIQ maupun dokumen additional protocol. Sedangkan fasilitas generator neutron sebagai sumber neutron eksternal fasilitas SAMOP diperlakukan sebagai fasilitas terpisah dengan perijinan tersendiri. Dengan adanya fasilitas SAMOP maka perlu ada modifikasi pada sistem safeguard di PTAPB yaitu dengan cara penambahan KMP. Berdasarkan uraian fasilitas SAMOP di atas, dapat ditentukan lokasi bahan nuklir yang tepat dijadikan KMP yaitu ada 3 lokasi : lokasi preparasi uranil nitrat dan make up tank, lokasi teras, dan lokasi fasilitas ekstraksi Mo 99. Dengan demikian modifikasi yang diperlukan adalah adanya penambahan 3 KMP yaitu : D4 untuk lokasi preparasi uranil nitrat, D5 untuk teras SAMOP, dan D6 untuk lokasi fasilitas ekstraksi Mo 99. Setelah modifikasi tersebut maka di PTAPB atau MBA RI B akan ada 10 lokasi KMP yang dikelola oleh satu Tim Pengurus Bahan Nuklir dan diawasi oleh seorang Pengawas Bahan Nuklir. Secara umum skema sistem safeguard yang telah dimodifikasi tersebut dilukiskan pada Gambar 4. Fasilitas SAMOP ditempatkan pada lokasi control area, termasuk fasilitas fasilitas pendukungnya. Mengingat kandungan bahan dapat belah yang ada pada fasilitas SAMOP masih berada di bawah ketentuan yang terkena proteksi yaitu < 1 kg U 235, maka tidak termasuk pada kategori protected area, yaitu termasuk kategori 3 atau persyaratan proteksi fisik paling rendah [6]. Sistem proteksi fisik di fasilitas nuklir PTAPB dengan adanya fasilitas SAMOP tidak mengalami perubahan karena tidak mengubah status protected area maupun control area pada lokasi fasilitas nuklir yang ada. Dengan demikian fasilitas SAMOP telah memenuhi aspek safeguard maupun proteksi fisik. 464

BAPETEN (State Level) MBA RI B (Facility Level) Tim Pengurus Bahan Nuklir Pengawas Bahan Nuklir A B D0 D1 D2 D3 C PROPOSAL USER D4 D5 D6 Gambar 4. Diagram kotak mekanisme pembukuan bahan nuklir di MBA RI B dengan adanya fasilitas SAMOP KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas SAMOP telah memenuhi aspek safeguard maupun proteksi fisik. PTAPB perlu mengajukan revisi terhadap DIQ maupun dokumen additional protocol. Dengan adanya fasilitas SAMOP maka perlu ada modifikasi pada sistem safeguard di PTAPB yaitu dengan cara penambahan KMP, sedangkan sistem proteksi fisik di PTAPB tidak mengalami perubahan karena SAMOP tidak mengubah status protected area maupun control area pada lokasi fasilitas nuklir yang ada. 465

DAFTAR PUSTAKA [1]. PTAPB BATAN, Disain Dasar : Subcritical Assembly for Mo 99 Production (SAMOP), Dok. No.: 02/P3TM/DDSR SAMOP/2005. [2]. Tegas Sutondo, Perhitungan Neutronik Sistem Reaktor SAMOP dengan bahan bakar U Nitrat, Laporan Teknis, P3TM BATAN Yogyakarta, 2005. [3]. BAPETEN, Keputusan Kepala BAPETEN No.: 13/Ka BAPETEN/VI 99 tentang Sistem Pertanggungjawaban dan Pengendalian Bahan Nuklir. 1999. [4]. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor : 05/KA BAPETEN/V 99 tentang Ketentuan Keselamatan Disain Reaktor Ppenelitian. Mei 1999. [5]. Syarip, Analisis Ancaman Dasar Desain dan Implementasi Sistem Proteksi Fisik Fasilitas Nuklir BATAN Yogyakarta, Jurnal Teknologi Safeguards, Vol. 1 No. 1, Oktober 2005. [6]. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, The Physical Protection of Nuclear, Material and Nuclear Fasilities, INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected), June 1999. 466