Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

KONSUMSI DAN TABUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Kebutuhan manusia relatif tidak terbatas. Sumber daya tersedia secara terbatas. Masing-masing sumber daya mempunyai beberapa alternatif penggunaan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menghambat usaha untuk memobilisasi tabungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara sedang berkembang yang sedang giat-giat

BAB II URAIAN TEORITIS. dulu pernah dilakukan, diantaranya : Andriani (2000) dalam penelitiannya yang

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

Pembahasan Soal UTS PTE Makro 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Analisis Kecenderungan Mengkonsumsi Marjinal dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

BAB I PENDAHULUAN. dan harus siap dalam menghadapi pasar bebas dimana setiap sekat. dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO

Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid

Teori Konsumsi & Investasi

SEWA, BUNGA DAN KEUNTUNGAN SEWA EKONOMI DAN PENDAPATAN PINDAHAN SEWA, BUNGA DAN KEUNTUNGAN SEWA EKONOMI DAN PENDAPATAN PINDAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

KURVA PERMINTAAN AGREGAT (AGGREGATE DEMAND AD) PADA DIAGRAM AD AS (AGGREGATE SUPPLY - PENAWARAN AGREGAT) BERDASARKAN FUNGSI DARI SETIAP KOMPONEN AD

Konsumsi Nasional Sebagai Penggerak Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Oleh GM Djoko Hanantijo (dosen PNS dpk Universitas Surakarta)

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA PRA UN KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.7 Tahun 1992 tentang bank dengan sistem bagi hasil. Kemudian. (BPR), dan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

2014 PENGARUH KONTROL PERILAKU DAN NIAT TERHADAP PERILAKU MENABUNG MAHASISWA

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan daya saing masyarakatnya juga sangat menentukan arah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. yang terakhir ini digunakan sebagai kounter indikator terhadap ukuranukuran

FUNGSI KONSUMSI, TABUNGAN, PENDAPATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

Determinan simpanan masyarakat di perbankan wilayah Eks-Karesidenan F

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makroekonomi jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional dengan bertumpu pada pertumbuhan

Suriname. Yunani. Libya. Cekoslovakia

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

PENDAHULUAN. negara dengan tingkat tabungan yang tinggi akan menjadi negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia ======================================================== Oleh: Novya Zulva Riani ABSTRACT This article analyzes the marginal propensity to consume among Indonesia people as well as linking with the national income and interest rate variables. The analysis showed that the value of the MPC (marginal propensity to consume) among Indonesian people in the period of 1995-2009 has been changed following the volatile economic fluctuations at the time. In the period of 1995-1998 MPC value is around 0.73, while the value of the MPC in the period 1999-2002 is around 0.39, and the MPC in the period 2004-2009 is around 0.48. These fluctuations are due to fluctuating income and an increase in domestic interest rates that provide a major influence on the fluctuations change propensity to consume. Kata kunci: Konsumsi Marginal, Pendapatan Nasional, Tingkat Bunga I. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah satu alat ukur untuk menilai perkembangan tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk adalah pola pengeluaran/konsumsi. Pola ini dapat dipakai sebagai salah satu indikatornya dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran untuk makanan mencerminkan membaiknya kehidupan ekonomi penduduk, seperti yang dikemukakan oleh Engel 1 melalui hukum ekonominya yakni bila selera tak berbeda maka persentase 1 Badan Pusat Statistik. 2010. http://www. bps.go.id, diakses pada bulan Oktober- November 2010. pengeluaran untuk makanan menurun dengan meningkatnya pendapatan, seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini yang memperlihatkan persentase pengeluaran rata-rata perkapita untuk kelompok makanan dan bukan makanan. Tabel 1 Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Penduduk Indonesia untuk Kelompok Makanan dan Bukan Makanan tahun 2006 dan 2009 Kelompok Barang 2006 2009 Percentage household 53,01 50,6 expenditure for food Percentage household 46,99 49,4 expenditure for non food Sumber: Susenas 2006, 2009 Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 189

Pada tabel 1 di atas terlihat bahwa pengeluaran rata-rata per kapita penduduk Indonesia untuk kelompok makanan menunjukkan kecenderungan menurun dari periode tahun 2006 ke tahun 2009 dan sebaliknya terjadi peningkatan konsumsi rata-rata untuk kelompok bukan makanan pada periode tersebut. Secara tidak langsung hal ini mencerminkan adanya peningkatan kesejahteraan penduduk. Konsumsi erat kaitannya dengan besaran pendapatan yang diterima seorang individu, dimana pendapatan individu akan dialokasikan untuk dua hal yaitu mengkonsumsi dan menabung. Ketika individu tersebut mempunyai pendapatan yang minim dan tidak mencukupi konsumsinya maka individu tersebut akan berusaha menutupi ketidakcukupan tersebut dengan mengambil tabungan. Sebalik- nya apabila terjadi peningkatan pendapatan individu maka konsumsi akan mengalami peningkatan, dimana besaran peningkatan akan memperlihatkan pola kecenderungan tambahan mengkonsumsi seorang individu. Di atas telah dijelaskan bahwa ketika individu tersebut mempunyai pendapatan yang minim dan tidak mencukupi konsumsinya maka individu tersebut akan berusaha menutupi ketidakcukupan dengan cara mengambil tabungan atau individu tersebut juga bisa melakukan pinjaman, dimana besaran pinjaman yang bisa dilakukan sangat tergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku. Tabel 2 di bawah ini menyajikan pola perubahan konsumsi seiring dengan terjadinya perubahan pendapatan dan tingkat bunga. Tabel 2 PDB, Tingkat Bunga dan Pengeluaran Konsumsi Indonesia Tahun PDB (Rp. Milyar) Pengeluaran Konsumsi (Rp. Milyar) Sumber: Bank Indonesia, Perekonomian Indonesia berbagai tahun edisi Tingkat Bunga (%) 2006 1,847,292 1,076,928 9.75 2007 1,963,974 1,130,847 8.00 2008 2,082,104 1,191,191 9.25 2009 2,176,976 1,249,001 7.36 Tabel 2 diatas memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan pendapatan nasional dari periode tahun 2006 sampai periode tahun 2009. Secara Teoritis, kecenderungan peningkatan pendapatan nasional ini akan diiringi dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa 190 memang terjadi peningkatan konsumsi masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan nasional. Tetapi tidak bisa ditentukan pola yang jelas tentang keterkaitan tingkat bunga dengan perubahan konsumsi, dimana secara teoritis apabila terjadi peningkatan tingkat bunga maka akan menyebabkan TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011

terjadinya penurunan konsumsi 2. Pada tahun 2006-2007 terjadi penurunan tingkat bunga yang dibarengi dengan peningkatan konsumsi, tetapi pada periode selanjutnya yaitu periode 2007-2008, tingkat bunga mengalami peningkatan tetapi konsumsi justru juga terjadi peningkatan. Melihat fenomena di atas, maka artikel ini mencoba untuk membahas bagaimana pola hubungan antara perubahan konsumsi masyarakat dengan pendapatan nasional dan tingkat bunga di Indonesia. II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Teori Konsumsi Keynes Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi, yang juga merupakan komponen tunggal terbesar dari GNP, yang mempunyai hubungan erat dengan pendapatan dan tabungan. J.M.Keynes seorang ahli ekonomi Inggris, telah menjadikan konsumsi sebagai elemen primer dalam pemikiran ekonominya, yang cenderung memperlakukan konsumsi sebagai hal yang ekuivalen dengan permintaan. Hal ini sesuai dengan pernyataannya yang dikutip Winardi 3 : Konsumsi menimbulkan permintaan dan permintaan menimbulkan baik produksi maupun modal, dimana modal merupakan suatu faktor produksi. Bersama-sama dengan 2 Mankiw, Gregory N. 1997. Macroeconomics. Third Edition. New York: Worth Publishers. 3 Winardi. 1989. Pengantar Ekonomi Makro. Bandung: Tarsito. investasi, konsumsi merupakan dasar permintaan effektif (effective demand) Keynes juga mengasumsikan bahwa apabila pendapatan meningkat maka meningkat pula pendapatan disposable sekarang maupun pendapatan nasional sekarang. Hal ini agak berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Friedman 4 dengan pendapatan permanennya, yang menghubungkan konsumsi dengan konsep pendapatan jangka panjang ketimbang pendapatan yang dihasilkan rumah tangga sekarang. Dalam pendapatan permanen, perilaku konsumsi rumah tangga cenderung mempermulus pola konsumsi relatif terhadap pendapatan disposablenya. Teori ini dikenal dengan hipotesis pendapatan absolut. Dalam analisisnya Keynes 5 membagi permintaan agregat kepada dua jenis pengeluaran: Pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga dan Penanaman modal oleh para pengusaha. Pengeluaran konsumsi yang dilakukan seluruh rumah tangga dalam perekonomian tergantung pada pendapatan yang diterima oleh mereka. Disamping itu Keynes menyatakan bahwa terdapat hubungan apriori antara konsumsi dan pendapatan. Untuk ini Keynes 6 mengemukakan tiga prosisi pokok yaitu: 1) Konsumsi riil adalah merupakan fungsi dari pendapatan riil, 2) Marginal propensity to consume (MPC) bersifat positif, 4 Ibid 5 Ibid 6 Ibid Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 191

tetapi nilainya lebih rendah dari satu ; 0 MPC 1, 3) Marginal propensity to consume lebih kecil dari average propensity to consume (APC) yang bermakna bahwa APC menurun di saat pendapatan naik tetapi MPC tetap tak berubah apabila pendapatan naik. Fungsi konsumsi Keynes tersebut diformulasikan sebagai : C = C 0 + cy dengan: C = konsumsi; Y = Pendapatan; C 0 = konsumsi otonom (intercept); c = slope = MPC (Marginal Propensity to Consume) Lebih jelasnya Keynes 7 mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi sebagai berikut: 1) Pendapatan. Keynes berpendapat bahwa pengeluaran masyarakat untuk konsumsi dpengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapat mengakibatkan semakin tinggi pula tingkat konsumsi. 2) Kekayaan yang terkumpul. Sebagai akibat mendapat harta warisan/tabungan yang banyak akibat usaha di masa lalu, maka seseorang berhasil memiliki kekayaan yang mencukupi. Dalam keadaan seperti itu ia sudah tidak terdorong lagi untuk menabung lebih banyak, 7 Ibid 192 karena sebagian besar dari pendapatannya yang digunakan untuk konsumsi dimasa sekarang. Sebaliknya, untuk orang yang tidak memperoleh warisan mereka lebih bertekad untuk menabung yang lebih banyak di masa yang akan datang. 3) Tingkat bunga. Tingkat bunga dapat dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari melakukan tabungan. Rumah tangga akan berbuat lebih banyak tabungan apabila tingkat bunga tinggi karena lebih banyak bunga yang akan diperoleh 4) Sikap berhemat. Berbagai masyarakat mempunyai sikap yang berbeda dalam menabung dan berbelanja. Ada masyarakat yang tidak suka berbelanja berlebih-lebihan dan lebih mementingkan tabungan. Dalam masyarakat seperti itu APC dan MPCnya adalah lebih rendah. Tetapi ada pula masyarakat yang mempunyai kecenderungan mengkonsumsi yang tinggi yang berarti APC dan MPCnya adalah tinggi. 5) Keadaan Perekonomian. Dalam perekonomian yang tumbuh dengan teguh dan tidak banyak pengangguran masyarakat berkecenderungan melakukan perbelanjaan yang lebih aktif. Mereka mempunyai kecenderungan berbelanja lebih banyak pada masa kini dan kurang menabung. Tetapi dalam keadaan perekonomian yang lambat berkembangnya, tingkat pengangguran menunjukkan tendensi meningkat, dan sikap masyarakat dalam meng- TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011

gunakan uang dan pendapatnya makin berhati-hati. 6) Distribusi Pendapatan. Dalam masyarakat yang distribusi pendapatannya tidak merata, lebih banyak tabungan akan dapat diperoleh. Dengan masyarakat yang demikian sebagian besar pendapatan nasional dinikmati oleh sebagian kecil penduduk yang sangat kaya, dan golongan masyarakat ini mempunyai kecenderungan menabung yang tinggi. Maka mereka boleh menciptakan tabungan yang banyak. Segolongan besar penduduk mempunyai pendapatan yang hanya cukup membiayai konsumsi dan tabungannya adalah kecil. Dalam masyarakat yang distribusi pendapatannya lebih seimbang tingkat tabungannya relatif sedikit karena mereka mempunyai kecenderungan mengkonsumsi yang tinggi. Tingkat Bunga O.P. Simorangkir 8 menjelaskan bahwa tabungan adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat yang ditentukan antara bank dan nasabah, dimana bank akan memberikan bunga sebagai sewa modal yang harus dibayarkan kepada penyimpan uang dan bunga sebagai jasa modal yang diterima oleh bank dari para peminjam. 8 O.P. Simorangkir. 1979. Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan. Jakarta: Yagrat. Menurut Nopirin 9 suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi diharapkan akan mengakibatkan berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregatpun akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi. Kecenderungan Mengkonsumsi Marginal Salah satu peralatan penting dalam teori ekonomi Keynes 10 ialah kecenderungan mengkonsumsi marginal yang menyoroti hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga meningkat. Tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada 9 Nopirin. 2008. Ekonomi Moneter. Edisi ke-4. Yogyakarta: BPFE. 10 Dalam Winardi. 1989. Op cit Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 193

pendapatan tersebut. Tingkah laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik, tabungan juga naik. Di negara terbelakang hubungan pendapatan, konsumsi, dan tabungan ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat maka mereka mempergunakannya lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal mengkonsumsi sangat tinggi di negara tersebut sedangkan kecenderungan menabung sangat rendah 11. Ekonom Keynes 12 menunjukkan kepada kita bahwa bilamana kecenderungan marginal mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi, output, dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat daripada kenaikan pendapatan. Sedangkan dalam praktik, seseorang tidak akan mengetahui secara tepat tentang berapa besar pendapatan tenaga kerja seumur hidupnya, dan rencana-rencana konsumsi seumur hidup berdasarkan ramalan-ramalan atas pendapatan tenaga kerja dikemudian hari, yang mana pendapatan tenaga kerja seumur hidup yang diharapkan akan berhubungan dengan pendapatan disposable tenaga kerja yang sekarang. Menurut teori daur hidup, konsumsi tidak akan naik terlalu banyak apabila pendapatan meningkat, selama kenaikan itu 11 M.L. Jhingan. 1994. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan Kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 12 Dalam Winardi. 1989. Op cit 194 diperkirakan sebelumnya. Pada kenyataannya, karena adanya kendala likuiditas, maka konsumsi akan melonjak banyak apabila pendapatan naik. Konsumen yang mengacu pada pembatas likuiditas diasumsikan berperilaku berbeda dari yang lainnya. Konsumsinya umumnya sangat peka terhadap perubahan pendapatan atau sumber lainnya, meskipun perubahan diantisipasi secara definisi yaitu rumah tangga dibatasi untuk mengkonsumsi lebih banyak dengan adanya kemampuan untuk meminjam. III. METODE PENELITIAN Kajian ini merupakan kajian kepustakaan (library research). Data dalam kajian ini dikupulkan melalui informasi dari berbagai buku sumber dan dokumentasi. Data kajian juga dihimpun dari berbagai informasi yang didapat melalui sumber internet dan artikel/ pemberitaan melalui media massa lainnya. Data kajian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan mengemukakan pandangan dan penafsiran (interpretasi) dari peneliti (penulis) berdasarkan teori-teori yang didapat dari berbagai buku sumber yang relevan dengan kajian ini. IV.HASIL ANALISIS DAN PEMBA- HASAN Pengeluaran Konsumsi Masyarakat dan PDB Riil Indonesia Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi, yang juga merupakan komponen tunggal terbesar dari Gross Domestic TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011

Product (GDP), dimana selain konsumsi masyarakat, GDP juga disumbangkan oleh komponen pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan ekspor dan impor. Tetapi dari keempat komponen GDP itu, pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan penyumbang terbesar kepada GDP di Indonesia seperti yang terlihat pada tabel 3. Pada tabel 3, terlihat bahwa rata-rata 61,73 % GDP Indonesia dari tahun 1994 sampai tahun 2009 disumbangkan oleh pengeluaran konsumsi masyarakat. Seperti diketahui, GDP merupakan indikator pertumbuhan ekonomi. Adanya peningkatan GDP dari tahun ke tahun menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Besarnya kontribusi pengeluaran konsumsi terhadap GDP menunjukkan bahwa faktor terbesar penggerak perekonomian Indonesia adalah konsumsi masyarakat. Semakin besar peningkatan konsumsi masyarakat maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang akan terwujud. Tahun Tabel 3 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap GDP Indonesia Tahun 1994 sampai 2009 PDB (Rp. Milyar) Pengeluaran Konsumsi (Rp. Milyar) Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDB Riil (%) 1994 382,219 228,119 59.68 1995 454,514 279,876 61.58 1996 532,568 332,094 62.36 1997 627,695 387,171 61.68 1998 955,754 647,824 67.78 1999 1,109,979 813,183 73.26 2000 1,290,684 867,997 67.25 2001 1,442,985 886,736 61.45 2002 1,504,381 920,750 61.20 2003 1,572,199 956,593 60.84 2004 1,660,579 1,004,109 60.47 2005 1,750,815 1,043,805 59.62 2006 1,847,292 1,076,928 58.30 2007 1,963,974 1,130,847 57.58 2008 2,082,104 1,191,191 57.21 2009 2,176,976 1,249,001 57.37 Rata-rata 61,73 Sumber: Bank Indonesia, Perekonomian Indonesia berbagai tahun edisi Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 195

Dari gambar 1 terlihat kecenderungan bahwa kontribusi pengeluaran rumah tangga terhadap PDB cenderung menurun dari periode tahun 1994 sampai tahun 2009. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada periode tahun 1998 dan 1999. Peristiwa krisis moneter yang terjadi pada tahun tersebut telah memicu laju inflasi yang cukup signifikan yang cenderung meningkatkan konsumsi masyarakat secara nominal, sehingga kontribusinya terhadap PDB juga meningkat. Setelah periode 1999 sampai 2009, kecenderungan kontribusi pengeluaran konsumsi masyarakat terhadap PDB menurun. Masa pemulihan perekonomian dan tingginya tingkat bunga pada periode tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih menabung daripada mengkonsumsi sehingga signifikan mempengaruhi penurunan konstribusinya terhadap PDB. Tingkat Bunga Kecenderungan perkembangan tingkat bunga di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini. Meskipun menunjukkan trend yang cenderung menurun, tetapi terdapat fluktuasi yang signifikan pada periode 1998 dan 1999, dimana pada tahun tersebut terjadi krisis moneter di Indonesia dan menyebabkan tingkat bunga meningkat tajam sebesar 15,53 %, dari 12,87% pada tahun 1997 menjadi 28,4 % pada tahun 1998. Peningkatan yang sangat besar ini secara teoritis akan menurunkan pengeluaran konsumsi 196 masyarakat, tetapi yang terjadi di Indonesia, justru terjadinya peningkatan pengeluaran konsumsi pada periode tahun 1998. Pengeluaran konsumsi meningkat sebesar 67,3% dari 647.824 milyar pengeluaran konsumsi masyarakat pada tahun 1997 menjadi 813.183 milyar pada tahun 1998. Hal ini cukup memberikan alasan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat di Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh tingkat bunga tetapi juga banyak faktor eksternal variabel makro ekonomi lainnya yang juga TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011

bisa sangat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat. Tetapi setelah periode 1998, tingkat bunga cenderung menurun, dan disikapi dengan kecenderungan pengeluaran masyarakat yang meningkat seperti yang diperlihatkan oleh gambar 1 di atas. Kecenderungan Mengkonsumsi Salah satu peralatan penting dalam teori ekonomi Keynes ialah kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Kecenderungan mengkonsumsi bisa juga dipakai untuk melihat besaran bagian pendapatan yang cenderung dipakai untuk mengkonsumsi dan besaran bagian pendapatan yang cenderung dipakai untuk menabung. Selama periode tahun 1994 sampai tahun 2009, berdasarkan gambar 3 di atas, terlihat bahwa kecenderungan mengkonsumsi masyarakat menunjukkan trend menurun dengan kecenderungan rata-rata sebesar 53,8% setiap tahunnya. Artinya bila terjadi peningkatan pendapatan, maka 53,8% dari peningkatan pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi dan sisanya digunakan untuk menabung. Bila dipartisi kecenderungan ini menurut periode sebelum krisis moneter pada tahun 1998 dan periode setelah krisis moneter, maka bisa dianalisis bahwa terdapat pola kecenderungan mengkonsumsi meningkat tajam seperti yang terlihat pada tabel 4 dibawah ini. Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 197

Tabel 4 Marginal Propensity to Consume Tahun Marginal Propensity to Consume 1995 0.72 1996 0.67 1997 0.58 1998 0.95 1999 0.75 2000 0.30 2001 0.12 2002 0.55 2003 0.53 2004 0.54 2005 0.44 2006 0.34 2007 0.46 2008 0.51 2009 0.61 Sumber: diolah Apabila kita membagi periode ke dalam tiga tahapan yaitu periode pertama sebelum terjadinya krisis ekonomi sampai dengan tahun 1998, periode kedua saat tingginya tingkat bunga yaitu tahun 1999 sampai tahun 2002, dan periode ketiga tahun 2003 sampai tahun 2009, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada periode pertama kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi tinggi sekali, dimana rata-rata 73% dari tambahan pendapatan yang masyarakat terima digunakan untuk mengkonsumsi. Sebaliknya pada periode tahun 2000 dan 2001, terlihat bahwa hanya sebagian kecil saja dari peningkatan pendapatan masyarakat yang digunakan untuk mengkonsumsi, hal ini dikarenakan pada saat itu tingkat bunga yang berlaku memberikan keuntungan yang lebih tinggi bagi masyarakat yang mendorong minat menabung lebih banyak. Selain itu imbas krisis ekonomi masih menyisakan rendahnya kesejahteraan masyarakat dan menyebabkan turunnya kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi. Pada periode ketiga, bentuk pulihnya perekonomian ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan yang digunakan untuk mengkonsumsi yang tercermin dalam peningkatan kecenderungan mengkonsumsi masyarakat pada periode tersebut. 198 TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011

V. PENUTUP Nilai MPC untuk masyarakat Indonesia pada periode 1995-2009 mengalami perubahan yang fluktuatif mengikuti fluktuatifnya perekonomian pada saat itu. Pada periode 1995-1998 nilai MPC sebesar 0.73, sedangkan nilai MPC pada periode 1999-2002 sebesar 0.39, dan nilai MPC pada periode tahun 2004-2009 sebesar 0,48. Bisa disimpulkan bahwa krisis ekonomi yang menyebabkan fluktuatifnya peningkatan pendapatan dan tingkat bunga di dalam negeri memberikan pengaruh besar terhadap fluktuatifnya perubahan kecenderungan mengkonsumsi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Badan Pusat Statistik. 2010. http://www.bps.go.id, diakses pada bulan Oktober- November 2010. Mankiw, Gregory N. 1997. Macroeconomics. Third Edition. New York: Worth Publishers. M.L. Jhingan. 1994. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan Kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nopirin. 2008. Ekonomi Moneter. Edisi ke-4. Yogyakarta: BPFE. O.P. Simorangkir. 1979. Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan. Jakarta: Yagrat. Winardi. 1989. Pengantar Ekonomi Makro. Bandung: Tarsito. Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia 199

200 TINGKAP Vol. VII No. 2 Th. 2011