BAB II LANDASAN TEORI. Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bagi banyak orang. Secara fisik mereka adalah laki-laki normal, memiliki kelamin

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

PERAN KOMUNIKASI SEKSUAL ORANGTUA-ANAK TERHADAP GANGGUAN IDENTITAS GENDER

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

Bab I Pendahuluan. Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep diri. Ini menunjukkan bahwa konsep diri merupakan salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB II LANDASAN TEORI. yang mengungkapkan konsep mengenai dispositional optimism, yaitu. Selligman (2006) mengungkapkan konsep learned helplessness

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hereditas dan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian, rumusan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian. Bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian harga diri, dan waria.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. hal ini dibuktikan dengan data yang didapatkan, dimana menurut survey yang

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup merupakan sebuah anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri.

Perkembangan Sepanjang Hayat

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengalaman hidup sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan penelitian secara observasi partisipasi pasif yaitu. Faktor Lingkungan Keluarga

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan:

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koeswinarno (2004: 7-8) dalam bukunya Hidup Sebagai. layaknya perempuan. Orang-orang yang berperilaku menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelian suatu produk baik itu pakaian, barang elektronik dan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.A. Waria II.A.1. Pengertian Waria Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir memiliki jenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses berikutnya menolak bahwa dirinya seorang laki-laki. Maka waria melakukan berbagai usaha untuk menjadi perempuan, baik dari sikap, perilaku dan penampilannya. Selanjutnya dikemukakan bahwa kebanyakan waria berada pada posisi transseksual. Sejak lahir waria secara fisik berjenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses berikutnya ada keinginan untuk diterima sebagai jenis kelamin yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Koeswinarno (2004) yang menyatakan bahwa, dalam konteks psikologis waria termasuk transseksual, yakni individu yang secara fisik memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis. Dilihat dari arti transseksual sendiri, Yash (2003) mengartikan transseksual sebagai masalah indentitas jenis kelamin, kesadaran mental yang dimiliki individu tentang jenis kelaminnya, laki-laki atau perempuan. Dimana identitas jenis kelamin yang dimiliki seorang transseksual ini berlawanan dengan jenis kelamin yang dikenakan kepadanya berdasarkan genital fisiknya. Pengertian yang lebih sederhana dikemukakan oleh Devault & Lyarber (2005), transseksual adalah individu yang identitas gender dan anatomi seksualnya tidak 11

cocok. Seorang transseksual merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah. Walters & Ross (1986) menyebutkan bahwa, transseksual berusaha untuk diterima menjadi anggota dari kelompok jenis kelamin yang berbeda. Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa waria adalah individu yang merasa identitas jenis kelaminnya berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik, dimana ia berusaha untuk diterima sebagai anggota jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik. II.A.2. Kriteria Diagnostik Waria Seperti yang dijelaskan dalam pengertian waria di atas, disimpulkan bahwa waria berada pada posisi transseksual yang secara klinis sering dikaitkan dengan gender identity disorder (gangguan identitas gender). Dalam DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2000), kriteria diagnostik untuk gangguan identitas gender adalah: Kriteria A : Identifikasi cross-gender yang kuat dan tetap (tidak termasuk di dalamnya keinginan untuk mendapatkan keuntungan sosial dengan menjadi anggota jenis kelamin yang berbeda). Pada remaja dan orang dewasa, gangguan ini dimanifestasikan dengan simptom seperti: keinginan tetap untuk menjadi anggota jenis kelamin yang berbeda, sering mengaku sebagai anggota dari jenis kelamin yang berbeda, keinginan untuk hidup dan diperlakukan sebagai anggota dari jenis kelamin yang berbeda, 12

atau keyakinan bahwa dia mempunyai perasaan dan reaksi khas yang terdapat pada jenis kelamin yang berbeda. Kriteria B : Secara menetap merasa tidak nyaman dengan ketidakcocokan jenis kelaminnya dengan peran jenis kelamin yang timbul. Pada remaja dan orang dewasa, gangguan ini dimanifestasikan dengan simptom seperti mengubah karakteristik seksual primer dan sekundernya (dengan cara menambah hormon, operasi, dan prosedur lainnya) serta berkeyakinan bahwa dia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah. Kriteria C : Gangguan ini tidak berhubungan dengan kondisi interseks yang fisikal Kriteria D : Gangguan ini menyebabkan disstres klinis atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan area penting lainnya. II.A.3. Etiologi Waria Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, waria adalah kaum transseksual, yakni individu yang merasa identitas jenis kelaminnya berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik, dimana ia berusaha untuk diterima sebagai anggota jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik. Yash (2003) mengelompokkan teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab transeksualisme ke dalam tiga kategori besar: 13

a. Teori Bawaan 1) Pengaruh Genetika Walter & Ross (1986) menyatakan terdapat studi genetik pada transseksual yang didalamnya terdapat keabnormalan kromosom. Tapi belum terdapat penjelasan yang kuat mengenai penemuan ini. Nadia (2005) menyimpulkan bahwa jika seorang bayi biasanya lahir dengan kromosom yang seimbang yaitu XX dan XY. Maka pada waria, kromosom tersebut tidak seimbang (XXY). Hal ini menimbulkan lahirnya seorang laki-laki dengan ciri keperempuanan yang lebih melekat. 2) Hormonal Gender confusion akan terjadi ketika otak memproduksi hormon secara abnormal. Identitas gender tidak hanya bergantung pada hormon yang tepat, tetapi juga bergantung pada level hormon yang tepat. Gender sebuah janin adalah sesuatu yang dapat diubah oleh apapun yang mengubah keseimbangan hormonal dalam suplai darah janin, dimana sebuah ketidakseimbangan kecil dapat menyebabkan kaburnya atau berpindahnya garis antar gender. 3) Kondisi otak Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zhou JN, Hofman MA, Gooren L.J, Swaab DF (1995, dalam Yash, 2003), ditemukan bahwa sebuah area otak yang dikenal dengan nama central region of the bed nucleus af the stria terminalis (BTSc) lebih besar terjadi 14

pada laki-laki daripada perempuan. BTSc dari enam transseksual laki-laki ke perempuan sama kecilnya dengan BTSc pda perempuan, sekitar separuh dari volume BTSc pada laki-laki lain. Jadi, otak transseksual tampaknya sesuai dengan pengakuan mereka bahwa mereka perempuan. 4) Jumlah Neuron Dari penelitian yang dilakukan oleh FPM Krujver, J-N Zhou, CW Pool, MA Hofman, LJG Gooren dan Dick F Swaab (dalam Yash 2003), didapatkan hasil bahwa laki-laki memiliki hampir dua kali jumlah somatostatin neuron dibandingkan perempuan. Jumlah neuron di dalam BRSc transseksual laki-laki ke perempuan sama dengan jumlah neuron di dalam BTSc perempuan. Sebaliknya, jumlah neuron pada transseksual perempuan ke laki-laki berada pada rentang jumlah neuron pada laki-laki. b. Teori Lingkungan Berdasarkan teori assignment, keadaan seks/gender anak pada saat dibesarkan dan konsistensi yang mengikutinya adalah peramal terbaik dari identitas gendernya di masa depan. Sadocks & Sadocks mengemukakan bahwa pembentukan identitas gender dipengaruhi oleh interaksi temperamen anak dan kualitas dan sikap dari orang tua. Kualitas hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama adalah penentu identitas gender anak. Selama periode ini, ibu biasanya memfasilitasi kesadaran, kebanggaan dan identitas gender anak: Anak dinilai sebagai anak 15

perempuan atau anak laki-laki. Ibu yang mengalami masalah dengan kemarahan dapat menghasilkan masalah identitas gender anak. Anak yang ditolak atau diabaikan dapat menanamkan keyakinan bahwa mereka akan lebih dihargai jika mereka mengadaptasi identitas gender yang berbeda. c. Zat-Zat Kimia/Polutan Penyebab kondisi transseksual adalah karena zat kimia seperti beberapa jenis obat yang diberikan pada perempuan hamil (yang paling dikenal adalah diethylstilboestrol) atau kontraseptif oral yang dikonsumsi setelah pembentukan, kadang menyebabkan kondisi transseksual karena mengganggu proses hormonal. Terdapat juga bukti-bukti yang terus bertambah tentang sejumlah polutan yang memberikan efek yang sama. Khususnya substansi-substansi seperti polychlorobiphenyl dan dibenzodioxin. II.B. Ideal-Typical Career Path of Male Femaling Ekins (1997), mengartikan male femaling sebagai sebuah proses sosial yang terdiri dari sekumpulan fase, dimana individu yang secara genetik merupakan laki-laki, menjadi perempuan dengan berbagai cara, mengadopsi pikiran, perasaan, sikap, perilaku, perlengkapan dan atribut perempuan. Fase-fase ini merupakan fase ideal, sehingga tidak semua waria menjalani setiap fase, dan tidak semua waria memiliki fase male femaling yang sama. Terdapat lima fase ideal-typical career path of male femaling, yaitu: 16

1. Beginning Male Femaling Menurut pandangan kotemporer barat, terlihat jelas bahwa ada dua pemisahan yang jelas mengenai gender. Apa yang disebut oleh ethnomethodologis natural attitude mengenai gender, adalah bahwa semua manusia termasuk salah satu di antara dua kategori sosial yang ditentukan permanen berdasarkan karakter biologis (naturally given). Selanjutnya, yang terakhir disebut dengan sex dan yang pertama disebut gender (Stoller, 1986). Kesesuaian antara sex dan gender sangat diharapkan. Beginning merujuk pada asal, sumber atau bagian pertama. Fase ini fokus pada perilaku femaling awal (initial femaling behaviors) yang merupakan perilaku awal individu yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial atas jenis kelaminnya. Kasus yang sering muncul adalah adanya cross-dressing (individu menggunakan pakaian lawan jenisnya, dalam penelitian ini lakilaki menggunakan baju perempuan), baik karena direncanakan, atau karena adanya kesempatan. Pada fase awal ini, individu kemudian berkonfrontasi dengan berbagai masalah. Individu berkeinginan untuk terlihat sebagai perempuan, tetapi tidak berkeinginan untuk mengungkapkannya kepada orang lain. Kebanyakan individu merahasiakan kegiatan femaling dan perasaan mereka (private awareness context), baik dengan merencanakan tehnik dan strategi dalam mempertahankan private awareness contextnya. Terdapat banyak ketakutan akan peluang terbongkarnya perilaku mereka, dan adanya pertimbangan individu akan konsekuensi yang diterimanya 17

jika perilakunya terbongkar. Kejadian awal ini dapat terjadi di masa kanak-kanak, remaja atau masa dewasa. 2. Fantasying Male Femaling Di tahap ini ditekankan mengenai pikiran dan fantasi. Fantasi tersebut bervariasi, mungkin mempunyai skenario tertentu, diadaptasi dari kejadian nyata, inovasi atau imajinasi. Fantasi seperti menjadi perempuan, berbelanja dengan ibu di toko mainan anak perempuan, terbangun di pagi hari sebagai perempuan, dan lain-lain. Pada fase ini, individu tidak menekankan atau berkeinginan untuk tampil di publik sebagai perempuan atau mengungkapkannya kepada orang lain. Dalam kejadian lainnya, fantasy femaling berkaitan dengan penggunaan alat yang berasal dari dunia perempuan, seperti membaca novel romantis, dan membayangkan diri sebagai tokoh perempuan dalam novel tersebut. 3. Doing Male Femaling Fakta bahwa male femaling masih dianggap sebagai penyimpangan, memberi banyak kemungkinan tidak berkembangnya individu dari fase beginning dan fantasying. Keinginan untuk menjadi perempuan diikuti dengan ketakutan bahwa dia akan dipermalukan, ditolak, dicemoohkan oleh orang-orang disekitarnya. Fase doing male femaling terjadi setiap kali subjek mengadopsi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku perempuan. Ditandai dengan cross-dressing yang lebih serius dan tindakan untuk mencapai fantasi (yang ada pada fase fantasying femaling). Keinginan untuk menjadi perempuan diikuti dengan 18

ketakutan bahwa dia akan dipermalukan, ditolak dan dicemooh oleh orang-orang di sekitarnya. Sehingga pada tahap ini, individu berusaha merahasiakannya dengan menyusun rencana atau strategi untuk crossdressing secara aman (masked awareness context). Dalam fase ini terdapat 4 tipe dari doing femaling, yaitu solitary doing, solo doing, dyadic doing, dan group doing. Solitary doing dan solo doing memiliki kecenderungan yang sangat kecil untuk mengungkapkan diri pada orang lain (disclose). 4. Constituting Male Femaling Fase ini menandai periode dimana individu mulai menetapkan makna dari keberadaannya dengan cara yang serius dan kontinu. Seiring dengan meningkatnya pengalaman dan aktivitas femaling, banyak dari individu yang mencoba mencari penjelasan yang lebih serius akan diri mereka sendiri. Terdapat beberapa kemungkinan, mencari petunjuk profesional berupa bantuan untuk sembuh atau perawatan. Walaupun jarang, ada beberapa individu yang kemudian membentuk definisi sendiri mengenai situasi yang dialaminya berdasarkan referensi media biasa, tanpa mencari rujukannya dalam literatur. Pada fase ini, individu melakukan tindakan penamaan atas diri mereka. Constituting femaling ini terjadi dalam berbagai cara dan kondisi, ada yang secara personal dan yang secara publik (umum), dengan konteks kesadaran yang bermacam-macam, dan dengan penggunaan literatur yang berbeda- 19

beda. Tahap constituting femaling ini dapat terjadi di sebuah komunitas tertentu, seperti komunitas waria. 5. Consolidating Male Femaling Fase ini menandai tahap dimana terjadi pemahaman dan penetapan atas diri dan dunianya. Pada fase ini mereka meyadari diri mereka sepenuhnya dan mulai membuat rencana ke depan mengenai hidup mereka dan identitas mereka. Pada tahap ini individu mengidentifikasi dirinya sebagai waria dan melakukan berbagai cara untuk mengubah fisiknya. Individu mulai berani mengekspresikan dirinya sendiri, berani memakai pakaian perempuan, melakukan operasi atau penyuntikan hormon, dan lain-lain. Individu berkeinginan untuk terlihat dan berperilaku seperti perempuan yang sebenarnya. 20