ANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

Pendapatan dan Belanja Daerah (Nasional)

Lampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah).

Kepala Badan Pengelola Keuangan Kota Ambon. R.SILOOY,SE.MSi PEMBINA TK I Nip

2012, No NO NAMA PENERIMA ALAMAT PENERIMA JUMLAH (Rp) Dst

, ,00 10, , ,00 08,06

Keuangan Kabupaten Karanganyar

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

FORMAT KONVERSI DAN PENGUNGKAPAN HIBAH BERUPA BARANG DAN/ATAU JASA SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA BARANG PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

BUPATI BENGKULU TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN ANGGARAN

Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan ini 1

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BUPATI BENGKULU TENGAH,

BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa?

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

LAPORAN KEUANGAN POKOK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2009 NOMOR 16 PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR TAHUN 2014

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2009 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 007 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN ANGGARAN 2015

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2008

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2007

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG

RANCANGAN BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR TAHUN 2014

BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2009

BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2011 dan 2010

PEMERINTAH ACEH NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 10 TAHUN 2014

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KOTA TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 11 TAHUN 2013

JUMLAH ASET LANCAR , ,94

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 006 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2009 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2009

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG LAPORAN ARUS KAS UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2013 DAN 2012.

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2013 /2005 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

KERTAS KERJA PENYUSUNAN NERACA KONSOLIDASI POSISI PER TANGGAL.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

LAPORAN KEUANGAN POKOK

Transkripsi:

ANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Daerah terdiri dari beberapa jenis yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Dari 3 jenis pendapatan tersebut kemudian di petakan lagi menjadi beberapa macam, antara lain : PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil/bukan pajak, DAK dan DAU Lain-Lain Pendapatan daerah yang sah terdiri dari Hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemda lainnya, dana penyesuaian otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya. Berikut analisis anggaran pendapatan dan belanja dari suatu daerah pada tahun anggaran 27 hingga 211. Analisis tersebut menggunakan program software microsoft excel untuk mengolah dan memproses penghitungan data anggaran. 1. Yang pertama yaitu pendapatan suatu daerah pada tahun 27-211, yang tediri dari pajak daerah yang dicapai rata-rata 67% dan Lain-lain pendapatan yang sah hanya sekitar 17% (Tabel 1) dari total pendapatan, sementara dana pendapatan dari retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan masing masing hanya mencapai 11% dan 5%. Persentase dan grafik dari sumber pendapatan asli daerah ini ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Chart 1 Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah Jenis APBD 27 28 29 21 211 Rata-Rata Persentase Dalam Milyar 1% Rupiah 52.195 64.745 67.467 71.852 93.731 69.998 Pajak daerah 34.981 44.693 45.126 47.682 62.365 46.969 67 Retribusi daerah 7.171 8.3 7.65 8.35 7.637 7.699 11 Hasil kekayaan daerah yg dipisahkan 2.241 3.5 3.42 3.637 4.845 3.439 5 Lain-lain PAD yang sah 7.82 8.999 11.271 12.498 18.884 11.891 17

Tabel 2. Presentase Sumber Penapatan Daerah Jenis Pendapatan 27 28 29 21 211 Persentase 1 1 1 1 1 Pajak daerah 67 69 67 66 67 Retribusi daerah 14 12 11 11 8 Hasil kekayan daerah dipisahkan 4 5 5 5 5 Lain-lain PAD yang sah 15 14 17 17 2 Pada Chart 1 yang menunjukan grafik persentase pendapatan asli daerah pada komponen hasil pengelolaan kekayaan daerah cenderung stabil dan sedikit mengalami kenaikan dari tahun 27 sebesar 4% kemudian menjadi 5% pada tahun-tahun berikutnya. Untuk pajak daerahnya sendiri meski di awal tahun 27 ke 28 mengalami peningkatan tetapi pada tahun berikutnya terus mengalami penurunan. Sementara pada pemasukan dari sektor retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah menunjukan hal yang berkebalikan. Yakni pada retribusi daerah yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan dan pada tahun terakhir hanya sebesar 8% sedangkan lain-lain PAD yang sah justru kebalikannya yaitu terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun hingga mencapai 2 % dari keseluruhan APBD. Berikut diagram flow chart persentasi PAD tersebut : 8 7 Chart 1. Presentase Jenis Pendapatan Daerah 6 5 4 3 2 Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah 1 1 2 3 4 5 2. Kemudian untuk pendapatan daerah selanjutnya adalah jenis-jenis dana perimbangan. Pada dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK

untuk daerah tersebut menyumbang cukup besar pada APBD khususnya pada alokasi DAU yang mencapai lebih dari 5%. Berikut Tabel perincian dana perimbangan daerah : Tabel 3. Jenis Dana Perimbangan Dana Perimbangan 27 28 29 21 211 Rata- Rata Dalam Milyar Rupiah 29.576 276.12 275.266 292.281 32.265 271.98 Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak 46.46 78.137 69.768 77.677 71.934 68.712 Dana alokasi umum 146.351 176.638 187.196 193.226 27.81 182.98 Dana alokasi khusus 17.179 21.327 18.32 21.378 23.25 2.287 Dari tabel di atas DAU yang paling banyak menyumbang untuk pemasukan pada APBD di daerah tersebut. Meskipun daerah tergolong masih bergantung pada perimbangan keuangan pusat yang tercermin dari pengalokasian DAU atau DAK yang besar kepada daerah, namun dana tersebut merupakan refleksi dari pendapatan asli daerah yang disalurkan kembali oleh pemerintah pusat kepada daerah. Tabel 4. Presentase Jenis Dana Perimbangan Dana Perimbangan 27 28 29 21 211 Dalam Persentase 1 1 1 1 1 Rata-Rata Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak 22 28 25 27 24 25 Dana alokasi umum 7 64 68 66 69 67 Dana alokasi khusus 8 8 7 7 8 8 Total Dana Perimbangan konsisten bertambah selama periode 27 211. Dalam lima tahun, Total Dana Perimbangan telah meningkat secara perlahan. Hal ini sejalan dengan peningkatan Dana Alokasi Umum yang mencapai 67% selama 27-211 sedangkan Dana Alokasi Khusus hanya sebesar 8%. Sementara dana bagi hasil pajak atau bukan pajak sebesar 25 % dari APBD selama lima tahun terakhir. Chart 2. Tren Jenis Dana Perimbangan

8 7 6 5 4 3 2 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus 1 1 2 3 4 5 Meskipun total dana perimbangan meningkat, persentase pendapatan dari ketiga sumber ini realtif konstan dalam periode 27-211. Meski DAU mengalami sedikit penurunan di tahun 27 ke 28 tapi tahun-tahun setelahnya prosentasenya terus mengalami peningkatan. Sedangkan DAK cenderung konstan dan Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak fluktuatif. 3. Dan yang terakhir dalam pendapatan asli daerah yakni lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi dan lain-lain yang telah terinci dalam tabel dibawah ini : Tabel 5. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yg sah 27 28 29 21 211 Rata- Rata Dalam Milyar Rupiah 23.55 35.588 44.431 38.99 52.663 39.19 Hibah 1.64 2.511 2.39 4.248 2.48 2.616 Dana darurat 687 1.329 551 377 295 648 Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya 8.498 9.835 11.663 11.961 13.115 11.14 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 8.933 15.635 2.852 15.497 29.645 18.112 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya 2.233 1.664 2.242 4.955 5.185 3.256 Lain-lain 1.55 4.614 6.814 1.871 2.15 3.373 Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 211 pendaptan lain-lain yang sah diterima paling besar dari tahun tahun sebelumnya. Hal ini berarti bahwa semakin mengalami peningkatan hingga tahun terakhir 211. Pendapatan lain lain yang menyubmang paling besar

adalah dana penyesuaian dan otonomi khusus yang dialokasikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Rata-rata yang dana penyesuaian tersebut mencapai 18.112 milyar dalam 5 tahun anggaran tersebut sedangkan yang lain masih berada di bawah angka tersebut. Jika angka tersebut di persentasikan maka akan menghasilkan persentasi seperti yang ada di tabel 6 dan chart 3 di bawah ini. Tabel 6. Presentase Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Lain-lain Pendapatan Daerah yg Sah 27 28 29 21 211 Persentase Dalam Persentase 1 1 1 1 1 1% Hibah 7 7 5 11 5 7 Dana darurat 3 4 1 1 1 2 Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya 36 28 26 31 25 29 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 38 44 47 4 56 45 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya 1 5 5 13 1 8 Lain-lain 7 13 15 5 4 9 Seperti yang telah di ketahui bahwa penyumbang terbesar pada pendapatan lain-lain yang sah yaitu dana penyesuaian dan otonomi khusus yang mencapai 45 % dalam 5 tahun anggaran daerah. Hal ini sudah termasuk besar mengingat fungsi alokasi anggaran otonomi khusus yang tidak dimiliki pada semua daerah. Dan persentase terbesar kedua yakni dana bagi hasil pajak dari provinsi yang mencapai 29% dan sisanya tidak sampai 1% dari APBD. Chart 3. Tren Lain-lain Pendapatan yang sah 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya Tren Grafik lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami fluktuasi peningkatan dan penurunan selama 5 tahun anggaran dari 27-211. Peningkatan yang tertinggi terjadi pada

dana penyesuaian dan otonomi khusus pada tahun anggaran 4 menuju tahun anggaran 5. Sebaliknya alokasi dana darurat terus mengalami penurunan dari tahun ke 3 dan tahun-tahun berikutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah tersebut sedikit mengalami bencana sehingga aloksinya menurun. II. BELANJA DAERAH Belanja daerah dari sisi pengeluaran APBD dibedakan menjadi dua yakni belanja tidak langsung dan belanja langsung. Berikut keterangan dan tabel dari kedua jenis belanja daerah tersebut : 1. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi dan lainlain seperti yang telah dipetakan dalam tabel dibawah ini : Tabel 7. Jenis Belanja Tidak Langsung Belanja 27 28 29 21 211 Rata-Rata Belanja Tidak Langsung (Dalam Milyar Rp) 155.132 195.958 212.449 241.574 251.438 211.31 Belanja Pegawai 111.795 141.971 161.94 174.762 187.385 155.563 Belanja Bunga 151 169 316 187 179 2 Belanja Subsidi 5 669 692 635 78 641 Belanja Hibah 8.58 11.352 12.262 19.373 14.437 13.186 Belanja Bantuan sosial 15.148 24.716 26.768 11.517 1.63 17.75 Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes 9.861 12.932 4.457 12.578 14.834 1.932 Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota &Pemdes 8.138 3.298 5.213 2.797 2.719 11.633 Belanja tidak terduga 1.31 851 837 1.725 2.573 1.43 Total Belanja tidak langsung daerah paling besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Total belanja yang sudah menghabiskan lebih dari separuh anggaran tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hingga akhir tahun 211 anggaran untuk belanja pegawai mencapai 187.385 Miliyar Rupiah. Hal ini menyebabkan terkurasnya anggaran daerah hanya untuk memenuhi belanja pegawai yang dari tahun ke tahun makin membengkak sedangkan kualitas kinerja dan kedisplinan yang dihasilkan pegawai daerah saat ini cenderung rendah. Sungguh sangat tidak relevan antara kedua hal tersebut. peningkatan belanja ini akan semakin terlihat lagi pada tabel dan chat presentase belanja tidak langsung di bawah ini : Tabel 8. Persentase Belanja Tidak Langsung Daerah

Belanja 27 28 29 21 211 Rata- Rata Dalam Persentase 1 1 1 1 1 1% Belanja Pegawai 72 72 76 72 75 74 Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 5 6 6 8 6 6 Belanja Bantuan sosial 1 13 13 5 4 9 Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes 6 7 2 5 6 5 Belanja Bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes 5 2 2 9 8 5 Belanja tidak terduga 1 1 1 1 Dari tabel diatas terlihat gap yang sangat besar dari persentase keseluruhan belanja dengan persentase belanja pegawai yang dari 5 tahun tersebut mencapai angka 74 % dari APBD. Persentase yang lainyya bahkan tidak mencapai 1% dan banyak yang masih %. Itu artinya belanja tidak langsung daerah sama dengan belanja pegawai. Berikut flowchart dari belanja daerah tersebut : Chart 4. Tren Belanja Pemerintah Daerah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 2. Belanja Langsung daerah di bedakan menjadi 3 jenis yang secara detail dan berurutan selama 5 tahun anggaran 27-211 telah dimasukan pada tabel dibawah ini : Tabel 8. Jenis Belanja Langsung Daerah Belanja 27 28 29 21 211 Rata-Rata Belanja Langsung (Dalam Milyar Rupiah) 157.568 17.995 14.851 21.992 224.757 179.233 Belanja Pegawai 8.122 6.544 7.56 23.816 23.568 13.922

Belanja Barang dan jasa 57.71 66.585 28.553 82.6 94.982 65.965 Belanja Modal 91.745 97.866 14.738 96.17 16.27 99.345 Pada belanja tidak langsung ini, komponen belanja modal memegang peringkat satu terbanyak pengeluarannya dari APBD pada lima tahun terakhir 27-211 rata-rata belanja modal tersebut mencapai 99.345 Miliyar Rupiah. Sedangkan belanja barang dan jasa menempati urutan kedua terbesar yakni mencapai 65.965 Miliyar rupiah. Tabel 9 dibawah ini menunjukkan kategori belanja tidak langsung sebagai persentase dari total belanja dalam periode 27-211. Tabel 9. Persentasi Jenis Belanja Langsung Belanja 27 28 29 21 211 Rata-Rata Dalam Persentase 1 1 1 1 1 1% Belanja Pegawai 5 4 5 12 1 7 Belanja Barang &jasa 37 39 2 41 42 36 Belanja Modal 58 57 74 48 47 57 Dari ketiga-besar jenis belanja tidak langsung tersebut, Belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja Modal meningkat dalam nilai yang relatif konstan, sementara belanja modal menurun sekitar 26% pada tahun 29 menuju tahun 21 tersebut. meskipunn belanja barang dan jasa mengalami penurunan sebesar 19% pada 29 namun pada tahun berikutnya meningkat pesat. Sementara belanja pegawai cenderung naik secara perlahan hingga naik secara signifikan dan fluktuatif. Hal ini tergambar pad diagram flowchart dibawah ini : 8 7 6 Chart 5. Garafik Jenis Belanja Langsung Daerah 5 4 3 2 Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal 1 1 2 3 4 5 Pada chart diatas aspek belanja pegawai relatif konstan dibawah 1 % sementara belanja barang dan jasa serta belanja modal cenderung fluktuatif dimana disaat belanja modal naik kemudian belanja barang turun drastis dan selanjutnya saling konstan satu sama lain.

III. SURPLUS DEFISIT Suatu anggaran dikatakan defisit apabila pendapatan lebih sedikit dibandingkan belanja daerah. Sedangkan anggaran surplus yaitu apabila pendapatan yang dianggarkan lebih banyak bernilai lebih dibandingkan anggaran belanja. Berikut hasil surplus defisit dari pengelolaan APBD dalam suatu daerah tersebut : Tabel 1. Surplus Defisit APBD Surplus-Defisit APBD 27 28 29 21 211 Pendapatan 285.276 376.435 387.164 43.42 448.659 Belanja 312.7 366.953 353.3 443.566 476.195 Surplus-Defisit APBD -27.424 9.482 33.864-4.524-27.536 Chart 8. Tren Surplus Defisit APBD 6 5 4 3 2 1 Surplus-Defisit APBD Pendapatan Belanja Surplus-Defisit APBD -1 1 2 3 4 5 Sebagaimana terlihat pada chart 6 tersebut, bahwa dalam anggaran daerah dalam tahun 27-211 menunjukkan pola yang fluktuatif dan dalam persentase terhadap anggaran, angka tersebut lebih banyak menunjukkan defisitnya anggaran daripada terjadinya surplus pada anggaran tersebut. Selama pada Tahun 211, defisit sekitar Rp27.536 Miliyar. Dari chart ini terlihat bahwa realisasi APBD cenderung menunjukkan angka surplus yaitu untuk Tahun 28-29, sementara untuk data anggaran 21-211cenderung menggambarkan APBD defisit yang cukup besar. Sementara defisit terbesar yaitu terjadi pada tahun 21. IV. PEMBIAYAAN Pembiayaan pada APBD daerah terdiri dari penerimaan biaya dan pengeluaran biaya. Dalam analisis APBD di atas, penerimaan biaya tergambar pada tabel 11 dibawah ini, dan pengeluaran biaya pada tabel 12 dibawah :

Tabel 11. Penerimaan Biaya APBD Pembiayaan 27 28 29 21 211 Rata-Rata Penerimaan (Dalam Milyar Rupiah) 63.614 65.64 74.48 48.92 41.191 292.99 SiLPA TA sebelumnya 6.873 61.3 7.744 43.116 37.66 273.342 Pencairan Dana Cadangan 1.14 1.94 66 662 366 4.732 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 21 93 75 132 34 355 Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah 63 1.22 1.58 1.795 2.394 7.421 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 95 867 851 2.387 791 5.846 Penerimaan Piutang Daerah 715 498 1.213 Tabel 12. Pengeluaran Biaya APBD Pengeluaran 27 28 29 21 211 Rata-Rata Dalam Milyar Rupiah 8.734 6.74 9.22 7.623 7.822 7.981 Pembentukan Dana Cadangan 1.687 647 84 513 52 838 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 4.519 3.664 4.68 2.883 3.479 3.723 Pembayaran Pokok Utang 1.79 1.49 2.432 3.237 3.18 2.426 Pemberian Pinjaman Daerah 738 323 821 99 353 645 Pembayaran Kegiatan Lanjutan 211 716 128 352 Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga 369 145 18 231 Dari beberapa Tabel pembiayaan diatas kemudian didapatkan flowchart diagram persentase penerimaan pembiayaan dan pengeluaran biaya seperti yang ditampilkan dibawah ini pada chart 9 dan chart 1 berikut : Chart 9. Persentase Penerimaan Pembiayaan

12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 SiLPA TA sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah Chart 1. Persentase Pengeluaran Pembiayaan 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga Lebih dari 9% penerimaan pembiayaan berasal dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, yaitu rata-rata mencapai sekita Rp 273.342 Miliyar rupiah pada 5 Tahun anggaran tersebut. Kemudian diikuti oleh Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah sebesar 3% (Rp 7,4 Triliun). Pengeluaran pembiayaan utamanya dialokasikan untuk penyertaan modal (investasi) daerah sebesar 47% (Rp 3,7 Triliun) dan Pembayaran pokok utang 31% (Rp 2,5 Triliun). Lilis Susanti Tugas Praktikum MSIP 11531131116/FIA/UB