POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya)

dokumen-dokumen yang mirip
MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013

KABUPATEN TEGAL. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL

BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM

SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

SEKTOR BANGUNAN PDRB KABUPATEN TEGAL

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan

PROFIL SANITASI SAAT INI

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB IX KEUANGAN. Kabupaten Tegal Dalam Angka

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

Tabel 2.2. Tingkat Produksi Pertanian di Kabupaten Tegal

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tegal Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Banyaknya Perkara yang Diterima Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal Tahun Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal. Perkara Yang Diterima

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN. 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut.

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder (Time Series) dari

Sapusapuan 1% Furniture Rotaan 0% Wooden Cable 4% Komponen 13% Benang Tenun. Perabot Kayu. Furniture. Kayu 51% 17% BAB VII PERDAGANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB III PROFIL PEREKONOMIAN KECAMATAN ADIWERNA TAHUN 2006

KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN. Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

Lampiran 1. Perhitungan nilai IR (incident rate per kecamatan) = x = 61, karena nilai IR Kecamatan Adiwerna > 55 per 100.

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

2015 MANFAAT PEMBELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENUMBUHAN SIKAP WIRAUSAHA SISWA SMAN 1 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

BAB III RANCANGAN PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Transkripsi:

POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya) Titik Susiatik Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang Email : tsusiatik@yahoo.co.id Abstrak Pendidikan dasar merupakan salah satu konstitusional yang harus disediakan oleh negara. Sebagai hak bagi warga negara, maka hal itu merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya. Dalam konteks otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan dasar secara operasional dikelola oleh Pemerintah Daerah dan didukung oleh Pemerintah Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potret pemenuhan atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan di Kabupaten Tegal. Ada tiga fokus masalah yang dijadikan obyek penelitian ini, yakni: faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi pendidikan dasar anak-anak nelayan, kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak-hak atas pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, serta implementasinya di lapangan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis dekriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar adalah ekonomi, lingkungan dan budaya. Faktor-faktor ini masih terkait dengan penelitian-penelitia sebelumnya, yang menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut sampai saat ini masih belum berubah. Dalam aspek kebijakan, pemerintah daerah belum memiliki kebijakan afirmasi terhadap persoalan pendidikan anak-anak nelayan. Kebijakan yang ada difokuskan untuk menanggulangi persoalan drop-out siswa de jenjang pendidikan dasar secara umum. Namun, pada tahun 2014 ini Pemerintah Kabupaten Tegal telah mendesain program pendidikan inklusi bagi anak-anak yang drop-out sekolah, termasuk anak-anak nelayan. Sejalan dengan program tersebut maka relaisasi kebijakan ini akan di jalankan beriringan dengan program bantuan dari Kementerian Kelauatan dan Perikanan RI, yakni berupa Sekolah Lapang yang bersifat flexibel dna mengikuti ritme aktivitas anak-anak nelayan. Kata Kunci : Hak atas Pendidikan Dasar, Nelayan, Tegal, Afirmasi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nelayan merupakan salah satu masyarakat marginal yang seringkali tersisih dari akomodasi kebijakan pemerintah. Problem yang dihadapi masyarakat nelayan sangatlah kompleks, mulai dari yang bermuara pada minimnya penghasilan mereka. Seperti halnya masyarakat petani dan buruh (proletar), masyarakat nelayan pun tercekik jerat kemiskinan yang menyerupai lingkaran setan (Wahyono, dkk., 2001:iv). Gambaran kemiskinan para nelayan tersebut salah satunya bisa dilihat dari kondisi desa-desa nelayan yang dalam perkembangannya sangat lamban. Biasanya, posisi geografis desa nelayan terisolasi dan fasilitas pembangunan yang ada kurang memadai. Karena kondisi desa yang demikian, maka dinamika sosial dan ekonomi masyarakat nelayan juga terbatas dan kurang memiliki kemampuan atau keberdayaan dalam mengelola potensi-potensi sumber daya alam yang dimiliki. Faktor utama yang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 65

mengakibatkan kondisi tersebut adalah kurangnya keberpihakan kebijakan pembangunan pemerintah (daerah) terhadap kawasan dan masyarakat nelayan (Kusnadi, 2002:11). Sebagai hak fundamental (HAM) dalam konsepsi hak ekonomi sosial dan budaya, maka setiap pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Dalam konteks itu, persoalan mendesak yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah adalah tingginya jumlah penduduk miskin, yaitu sebesar 6.667.200 orang (20,49 %) pada tahun 2007. Pada Tahun 2003 jumlah penduduk miskin sebanyak 6.980.000 orang (21,78 %). Dengan demikian, selama 5 tahun jumlah penduduk miskin hanya berkurang 112.800 orang atau 1,29 % (Dinas ESDM Jateng, 2011; Aries, 2011). B. Perumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apa saja faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar?; 2) Bagaimanakah produk hukum lokal yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mendukung terwujudnya pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan?; 3) Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai peta persoalan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan dalam mendukung/tidak mendukung anak-anak mereka meraih pendidikan dasar. Adapun tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai produk hukum dan kebijakan lokal baik di tingkat provinsi maupun di pemerintah kabupaten/kota. II. KAJIAN PUSTAKA A. Hukum HAM Internasional Dalam Pasal 12 UU HAM No. 39 Tahun 1999, telah diatur mengenai hak pendidikan, yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusiayang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 66

manusia." Ketentuan UU HAM mempertegas untuk memperoleh pendidikan maupun mencerdaskan dirinya. Artinya tidak hanya pendidikan semata, namun fasilitas untuk meningkatkan kecerdasan juga harus terpenuhi. Penanggungjawab utama untuk memenuhi hak-hak itu adalah Pemerintah. B. Hukum Nasional Pengaturan tentang hak atas pendidikan di Indonesia terdapat dalam berbagai jenjang regulasi, dari UUD 1945 hingga beberapa produk legislasi turunannya. Sebagai contoh, Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 menyatakan: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 6 ayat (1) dinyatakan: (1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Ayat (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya Pasal 7 menyatakan: (1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ayat (2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. C. Indikator Pemenuhan Hak Penulisan indikator pemenuhan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas pendidikan sangat penting terutama untuk menjelaskan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia dan untuk mendiskusikan bagaimana ketentuan tentang hak-hak di atas data dioperasionalkan. Catarina Tomasevsky Pelapor Khusus PBB sebagaimana dikutip oleh Asbjorn (2001:531) menyatakan bahwa indikator ini diperlukan untuk menerjemahkan hukum hak asasi manusia ke dalam bahasa pemenuhan kuantitatif sebagai patokan realisasi hak-hak tersebut. D. Teori Kebijakan Publik Menurut Silalahi (1998:8), kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan atau campur tangan. Dengan demikian, menurut Widodo (1983:17), maka kebijakan dalam politik ekonomi dapat digolongkan ke dalam dua, yaitu: (1). Kebijakan distribusi yang bermaksud untuk: (a). meningkatkan distribusi pendapatan; (b). memperbaiki keseimbangan bargaining power antar kelompok; (c). memeratakan kesempatan antar individu (termasuk mengurangi akibat dari MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 67

kesempatan dengan meningkatkan atau memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, jaminan kesehatan, jaminan ekonomi di hari tua dan sebagainya. (2). Kebijakan pengaturan, terutama berhubungan dengan atauran-aturan permainan yang menjamin adanya persaingan yang sehat dan adil, seperti upah minimum, antitrust law, dan sebagainya. III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa pendekatan tersebut menyediakan beberapa perangkat yang fleksibel bagi pengumpulan dan analisa data (Riduwan, 2004; Sugiyono, 2004). B. Data Penelitian dan Pengumpulannya Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa hasil wawancara dengan aktor-aktor kunci, baik dari pihak pemerintah daerah yang relevan (kepala dinas pendidikan), kalangan masyarakat sipil (aktivis LSM, akademisi), maupun masyarakat sebagai sasaran utama kebijakan pemerintah daerah. Adapun data sekunder berasal dari hasil penelitian kepustakaan, berbagai produk hukum dan kebijakan pemerintah daerah terkait dengan upaya pemenuhan hak atas pendidikan dasar (Moleong, 2002; Alsa, 2004). C. Teknik Analisis Data Untuk menguji akurasi data, maka peneliti akan melakukan pengujian data melalui validitas natural history, yaitu data disebut valid secara natural history apabila orang lain dapat menerima hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Proses ini dilakukan melalui verifikasi dalam wujud diskusi terbatas antara peneliti dengan partisipan dan kolega dalam kegiatan diskusi laporan penelitian (Alsa, 2004). Keseluruhan proses penelitian dan pengumpulan data tersebut disajikan secara skematis dalam desain diagram berikut ini. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 68

Cakupan Survei Lapagan (Lokasi Sample ) Survei Lapagan (Data Primer dan Sekunder) Pengolahan dan Analisis Data (Primer dan Sekunder) Keterpenuhan Hak Atas Pendidikan Menggunakan 4 Parameter Ketersediaan (Availability) Keterjangkauan (Accessibility) Keberterimaan (Acceptability) Kebersesuaian (Adaptability) Data Primer - Kondisi Sekolah di lokasi sample - Jumlah anak usia sekolah - Jumlah anak putus sekolah - Potret kemiskinan - Sarana dan Prasarana pendukung Data Sekunder: - BPS - Dokumen kebijakan dan hukum - Anggaran APBD untuk pendidikan - Teks book dan Jurnal Ilmiah Kompilasi dan Tabulasi Data Analisis Umum Gambaran kondisi eksisting keterpenuhan hak atas pendidikan (dassein dan dassollen) Analisis explanation building Kausalitas kesenjangan dassein dan dassollen dalam pemenuhan hak atas pendidikan di Kota Semarang Elaborasi Laporan Penelitian POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DI JAWA TENGAH DAN PENGUATAN KEBIJAKAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pendidikan Dasar di Kabupaten Tegal 1. Usia Anak-Anak Pendidikan Dasar Tabel 1. Jumlah Anak Usia Sekolah (Pendidikan Dasar) di Kabupaten Tegal Kecamatan Kelompok Usia Sekolah 12 13-15 16 18 Jumlah -1-2 -3-4 -5 010. Margasari 11.533 5.297 7.553 24.383 020. Bumijawa 8.489 5.496 6.67 20.655 030. Bojong 5.754 4.041 4.881 14.676 040. Balapulang 9.898 4.394 6.487 20.779 050. Pagerbarang 5.658 3.552 4.144 13.354 060. Lebaksiu 7.835 5.398 6.645 19.878 070. Jatinegara 6.742 3.166 4.272 14.18 080. Kedungbanteng 4.663 2.365 3.175 10.203 090. Pangkah 12.04 5.475 7.841 25.356 100. Slawi 6.646 4.185 5.498 16.329 110. Dukuhwaru 8.222 3.461 4.637 16.32 120. Adiwerna 9.516 8.516 9.437 27.469 130. Dukuhturi 10.765 5.208 7.012 22.985 140. Talang 11.448 5.249 7.664 24.361 150. Tarub 8.942 4.533 6.059 19.534 160. Kramat 8.146 7.646 8.232 24.024 MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 69

Kecamatan Kelompok Usia Sekolah 12 13-15 16 18 Jumlah 170. Suradadi 9.411 4.774 6.411 20.596 180. Warureja 7.452 3.527 4.764 15.743 2 0 1 2 153.16 86.283 111.382 350.825 2 0 1 1 155.287 108.72 87.516 351.523 2 0 1 0 180.506 102.721 90.797 374.024 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab. Tegal 2013, (Online). 2. Jumlah Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal Tabel 2. Kondisi Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta -1-2 -3-4 -5-6 -7-8 -9 010. Margasari - 37 46 2 4 6 1 5 020. Bumijawa - 25 50-5 2 1 1 030. Bojong - 11 31-3 1 1 2 040. Balapulang - 24 51 1 3 4 1 2 050. Pagerbarang - 19 34-3 - 1-060. Lebaksiu - 27 39-2 2-9 070. Jatinegara - 11 34 1 2 5-3 080. Kedungbanteng - 20 23-2 1-1 090. Pangkah - 42 55-3 4 1 3 100. Slawi 1 49 37 5 4 3 5 9 110. Dukuhwaru - 23 33-2 3-5 120. Adiwerna - 42 54 3 6 2 2 5 130. Dukuhturi - 37 37 3 2 4 1 6 140. Talang - 31 43 2 4 3-5 150. Tarub 1 37 41-3 3-4 160. Kramat - 58 45 3 3 2 1 3 170. Suradadi - 26 32-2 2-4 180. Warureja - 19 30-4 1 2 1 2 0 1 2 2 538 715 20 57 48 17 68 2 0 1 1 2 246 729 16 45 41 18 61 2 0 1 0 2 246 739 16 45 41 17 49 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab.Tegal, 2014 (online). 3. Jumlah Guru Pendidikan Dasar Tabel 3. Jumlah Guru Dalam Satuan Pendidikan di Kabupaten Tegal Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta -1-2 -3-4 -5-6 -7-8 -9 010. Margasari - 131 499 19 122 106 28 105 020. Bumijawa - 95 534-112 33 40 15 030. Bojong - 29 319-70 14 36 33 040. Balapulang - 81 459-101 57 49 52 MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 70

Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 050. Pagerbarang - 66 371-141 - 34-060. Lebaksiu - 98 411-80 30-188 070. Jatinegara - 28 391 11 54 62-35 080. Kedungbanteng - 83 284-67 16-11 090. Pangkah - 150 393-123 35 54 78 100. Slawi 17 230 405 38 171 46 306 252 110. Dukuhwaru - 113 404-75 43 44 121 120. Adiwerna - 207 412-260 29 181 135 130. Dukuhturi - 146 409 31 73 63 60 68 140. Talang - 130 465 17 128 54-136 150. Tarub 9 129 442-36 77-108 160. Kramat - 238 497 34 103 40 51 70 170. Suradadi - 101 292-59 15-102 180. Warureja - 86 311-123 19 74 27 2011/2012 26 2.141 7.298 150 1.898 739 957 1.536 2010/2011 13 550 6.123 109 1.503 682 809 1.089 2009/2010 12 527 6.176 103 1.497 653 809 1.089 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, Kab. Tegal 2013 (Online). B. Partisipasi Anak-Anak Nelayan Dalam Pendidikan Dasar Program pendidikan dasar merupakan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara. Hal ini merupakan hak konstitusional setiap warga untuk mendapatkannya. Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, di satu sisi merupakan kewajiban konstotusional yang harus disediakan. Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan: Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (SD/MIdan SMP/MTs). Namun bisa juga bagi warga yang masih berumur 6 tahun untuk mengikuti program wajib belajar (Bab VII Pasal 34 ayat (1)). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 71

Dalam kaitan itu, di Kabupaten Tegal, pada Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan ketentuan serupa, yakni kewajiban penyelenggaraan pendidikan dasar menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Salah satu wujud tanggungjawab dari Pemerintah Daerah tersebut adalah menyediakan dana dari APBD sesuai dengan kemampuan (Pasal 7 (d)). Dalam konteks partisipasi anak-anak nelayan dalam pendidikan dasar, kecenderungannya masih rendah yang ditandai dengan minimnya anak-anak nelayan tersebut dalam menyelesaikan pendidikan dasarnya. Sebagai sample, di Kecamatan Suradadi sebagai basis nelayan di Kabupaten Tegal angka putus Sekolah Dasar anakanak nelayan di daerah tersebut mencapai 29.9% dari total peserta aktif yang mencapai 967 siwa (Dinasdikpora Kabpaten Tegal, 2014). Rincian data tersebut secara detail pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perbandingan Jumlah Siswa SD Aktif dan Putus Sekolah dari Keluarga Nelayan di Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal No. Desa Siswa Aktif Drop Out Persentase 1 Karangwuluh 144 24 16,6% 2 Gembongdadi 123 45 36,5% 3 Karangmulya 15 3 20% 4 Harjasari 12 8 66,6% 5 Kertasasri 76 11 14,4% 6 Jatimulya 87 20 22,9% 7 Jatibogor 45 12 26,6% 8 Sidoharjo 30 21 70% 9 Purwahamba 178 78 43,8% 10 Suradadi 234 56 23,9% 11 Bojongsana 23 12 52% Jumlah 967 290 29,9% Sumber: Dinas Pemdidikan, Pemudan dan Olah raga, Kabupaten Tegal, 2014. Data di atas menunjukkan bahwa perbandingan antara siswa SD yang aktif dengan yang putus sekolah dari keluarga anak-anak nelayan, selama kurun waktu 2013 di Kecamatan Suradadi secara umum berada dikisaran 50% ke bawah. Siswa putus sekolah terbesar berada di Desa Sidoharjo yang mencapai 70% (21 dari 30 siswa, disusul Harjasari yang mencapai 66,6% (8 dari 12 siswa), kemudian di Ibu Kota Kecamatan Suradadi yang mencapai 52% (12 dari 23 siswa), dan terbesar keempat berada di Desa Purwahamba yang mencapai 43% (78 dari 178 siswa). Sebaliknya, angka putus sekolah terkecil berada di Desa Kertasari dan Karngwuluh yang masingmasing mencapai 14,4% dan 16,6%. Berdasarkan data lapangan dari wawancara dengan sejumlah responden menyebutkan bahwa yang menjadi alasan terbesar yang menyebabkan partisipasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 72

anak-anak nelayan putus sekolah adalah alasan ekonomi, lingkungan dan budaya sebagaimana dirinci sebagai berikut: Tabel 5. Penyebab Partisipasi Pendidikan Dasar Anak-Anak Nelayan Rendah No Alasan Putus Sekolah Faktor Penyebab 1 Ekonomi 1. Ketiadaan biaya untuk sekolah, alokasi penghasilan diprioritaskan untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Bantuan Pemerintah melalui BOS hanya meringankan, dan cukup berpengaruh terhadap penurunan angka putus sekolah dari anak-anak nelayan. 3. Jumlah anak-anak nelayan rata-rata dalam satu keluarga 3-5 orang, sehingga dianggap cukup berat untuk membiaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. 2 Lingkungan 1. Anak-anak nelayan tidak mendapat perhatian orang tua dengan baik 2. Umumnya mereka lebih suka membantu orang tuanya melaut daripada sekolah 3 Budaya/Pandangan 1. Pandangan terkuat muncul dari anakanak sendiri yang meyakini bahwa pendidikan tinggi tidak bermanfaat, toh akhirnya akan kembali melaut seperti orang tuanya. 2. Umumnya mereka putus sekolah pada masa kelas 5-6 SD untuk melaut. 3. Faktor lingkungan sekolah yang cenderung tidak mendukung atau bullying, seperti: anak-anak nelayan identik dengan selalu berseragam bekas, tas bekas, buku bekas dan sepatu bekas. Sumber: Diolah dari Data Primer, 2013. Data pada Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa secara empiris kondisi nelayan di Desa Suradadi tersebut masih berada pada garis kemiskinan dan budaya tradisional yang memandang bahwa profesi anak tidak akan jauh dari orang tuanya, dalam hal ini menjadi nelayan. Selain itu, faktor profesi nelayan dna menjadi nelayan itu sendiri memiliki karakteristik yang khas dengan pola pandangan hidup yang yang khas juga. C. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dasar Sebagaimana telah dideskripsikan pada bagian sebelumnya, bahwa trend pelaksanaan pendidikan dasar di Kabupaten Tegal setiap tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Misalnya saja pada tahun 2008-2009 capaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dapat digambarkan sebagai berikut ini. 1. Jumlah anak usia 13-15 tahun yang belum mendapatkan layanan pendidikan pada tahun 2003/2004 masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2,78 juta. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 73

2. Angka putus sekolah SD/MI rata-rata nasional pada tahun 2002/2003 sebesar 2,97 %. Untuk tingkat SMP/MTs, angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 3,54 %. 3. Angka mengulang kelas juga masih cukup tinggi. Pada tahun 2002/2003 jumlah siswa yang mengulang kelas di SD/MI sebanyak 841.662 anak, sedangkan di SMP/MTs sebanyak 86.422 anak. 4. Mutu pendidikan dasar masih cukup rendah, yang ditunjukkan oleh antara lain belum idealnya rasio siswa guru (khususnya di daerah terpencil), rasio siswa-kelas, rasio kelas-ruang kelas, rasio laboratorium-sekolah, dan tingkat kelayakan guru serta kondisi gedung sekolah. Di samping itu, proses pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah yang kurang melatih anak untuk berfikir kritis, kreatif, dan inovatif. Meskipun pelaksaaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya pada empat tahun pertama sejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil tetapi terdapat sejumlah masalah, di samping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Selain sekolah lapang, menurut Sjarief, pihaknya juga meningkatkan kemampuan sekolah-sekolah formal kelautan dan perikanan dengan muatan lokal sesuai dengan lokasi. Kalau di Tegal, muatan lokal akan terkait dengan perikanan tangkap mulai dari hulu sampai dengan hilir. Di Boyolali, konsentrasinya budidaya lele. Nantinya, mereka yang sudah lulus bisa menjadi wiraswasta bidang perikanan dan kelautan. Hingga ini, KKP memiliki 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), 3 Akademi Usaha Perikanan dan 1 Sekolah Tinggi Usaha Perikanan. Sementara, Kemendikbud memiliki 167 Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan. Selain itu, ada 28 universitas negeri yang memiliki fakultas maupun jurusan perikanan. V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat tiga faktor utama yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar, yakni: faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Pada faktor ekonomi, kebanyak keluarga nelayan berada digaris kemiskinan dengan tingkat penghasilan melaut yang tidak menentu. Pada umumnya, penghasilan nelayan melaut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari itu saja, sehingga tak jarang mereka meminjam tetangganya untuk menutup kebutuhan hidupnya tersebut, termasuk keperluan sekolah anak-anak mereka. Kondisi ini MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 74

diperparah lagi dengan kenyataan bahwa rata-rata keluarga nelayan di Kabupaten Tegal memiliki anak antara 3-5 orang, sehingga beban pengeluaran keluarga menjadi lebih besar. Pada faktor budaya, terdapat keyakinan dalam diri anak-anak nelayan sendiri bahwa sekolah tinggi tidak akan bisa merubah kehidupan mereka. Anak-anak nelayan meyakini bahwa setinggi apapun sekolah pada akhirnya akan kembali lagi ke asal keluarga, yakni meneruskan profesi keluarga sebagai nelayan. Kondisi ini diperkuat oleh rendahnya motivasi dari keluarga dalam mendorong anak-anak mereka dalam melanjutkan sekolah. Faktor lainnya yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan bersekolah adalah faktor lingkunga. Pada umumnya anak-anak nelayan lebih mengutamakan membantu orang tuanya dibandingkan bersekolah. Kondisi ini diperparah lagi oleh sikap-sikap bullying dari teman-teman mereka di sekolah, yang sering mengolokngolok mereka secara fisik, semisal berseragam bekas, tas bekas, sepatu bekas, dan buku bekas. Kedua, pada tataran kebijakan hukum, Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal bisa dikatakan miskin regulasi dalam pendidikan dasar. Hanya terdapat Perda Penyelenggaraan Pendidikan yang bersifat pengaturan (regeeling). Perda ini hanya mengatur proses pendidikan yang ada di daerah tersebut secara makro. Padahal, untuk memutus mata rantai ketertinggalan pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan diperlukan kebijakan afirmasi, sehingga berbagai faktor yang menghambat partisipasi anak-anak nelayan dalam mengenyam pendidikan dasar sebagaimana diuraikan di atas bisa dengan cepat dilakukan. Kondisi ini sedikit teratasi dengan adanya paket kebijakan afirmasi yang datang dari kementerian kelautan dan perikanan dengan program sekolah lapangnya yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kurikulum paket A di kementerian pendidikan. Pada level kementerian pendidikan sendiri, program afirmasi yang ada bersifat umum, yakni BOS (Biaya Operasional Sekolah). Diakui oleh keluarga nelayan, program tersebut cukup membantu mengurangi biaya pendidikan anak-anak nelayan. Namun, secara faktual dana BOS tersebut dikelola pihak sekolah dan secara operasional juga banyak diperuntukkan untuk programprogram sekolah. Ketiga, dengan miskinnya regulasi dalam pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, maka secara otomatis konsentrasi kebijakan pendidikan di daerah tersebut diorientasikan untuk mengurangi angka putus sekolah anak-anak dan meningkatkan partisipasi pendidikan dasar. Kebijakan khusus untuk anak-anak nelayan dilaksanakan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 75

melalui kerjasama dengan pihak kementerian kelautan dan perikanan dalam program sekolah lapang. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil beberapa hal sebagai rekomendasi. Pertama, persoalan budaya yang tertanam kuat dalam diri anak-anak nelayan yang memandang bahwa sekolah tinggi kurang bermanfaat, perlu dikikis melalui kegiatan penyuluhan secara interaktif, sehingga bisa membuka wawasan bagi anak-anak nelayan dan keluarganya untuk bisa melanjutkan sekolah. Kedua, kebijakan afirmasi perlu dibuat baik dalam bentuk peraturan tertulis maupun program-program nyata dalam meningkatkan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar, sehingga mereka tidak putus sekolah di tengah jalan. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 2. Konvensi Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant Economi, Social and Cultural Right). Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, dan terbuka untuk penandatangan, ratifikasi, dan aksesi 3. Konvensi Hak Anak 1989 4. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 5. Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 6. Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 7. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 9. Pendidikan Anak Nelayan Mampu Memutus Rantai Kemiskinan 10. http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=41426-pendidikan-anak- Nelayan-Mampu-Memutus-Rantai-Kemiskinan DAFTAR PUSTAKA Abdi, S. dkk., 2009. Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah, PusHAM UII, Yogyakarta. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 76

Alsa, A. 2004, Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, Pilot Studi Perumusan Indikator Kemiskinan di Jawa Tengah, 2003. Darmaningtyas, 2007, Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan, Makalah dipresentasikan dalam Seminar Mendorong Regulasi Pro Poor Bidang Pendidikan di Kabupaten Wonosobo, yang diselenggarakan INDIPT bersama TAF Jakarta dan Pemkab Wonosobo, di Pendopo Pemkab Wonosobo, 9 Agustus 2007. Ifdhal Kasim, 2006, Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Hak Atas Kesehatan: Catatan ELSAM, Makalah Disampaikan pada Lokakarya yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII, Yogyakarta, Hotel Jogja Plaza, 25 Januari. ILRC. 2012. Melindungi Hak-Hak Anak: Kompilasi Peraturan dan Kebijakan terkait Anak Berhadapan dengan Hukum, Jakarta: ILRC. Kusnadi, 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam, LKiS, Yogyakarta. Masrukhi, Tommi Yuniawan, Noorochmat Isdaryanto, 2009. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun, Penyebaran Sekolah, Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Tegal. (Manuskrip Artikel Penelitian-LP2M UNNES). Moleong, Lexy J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung. Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabet, Bandung. Wahyono, A. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, Media Pressindo bekerjasama dengan Yayasan Adikarya Ikapi dan Ford Foundation, Yogyakarta, 2001. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 77