PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWALAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BANJARMASIN

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2012, No.74 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SELAM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

SALINAN. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; NOMOR 60 TAHUN 2017

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1985 TENT ANG KEWENANGAN PENYIDIK TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGAWALAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGATURAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PATROLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peleton pengurai massa merupakan salah satu pelaksana tugas fungsi Samapta Bhayangkara dalam rangka melakukan kegiatan mengurai massa terhadap segala bentuk rusuh massa yang bersifat anarki; b. bahwa dalam pelaksanaannya kegiatan peleton pengurai massa menggunakan sarana pendukung operasional berupa kendaraan pengurai massa dan kelengkapannya sehingga personel yang mengawaki dapat bertindak secara cepat dengan hasil yang maksimal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Peleton Pengurai Massa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian; 3. Peraturan...

2 3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELETON PENGURAI MASSA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2. Samapta Bhayangkara yang selanjutnya disingkat Sabhara adalah salah satu fungsi yang merupakan bagian dari fungsi-fungsi yang ada di Polri. 3. Kepala Kesatuan Kewilayahan yang selanjutnya disingkat Kasatwil adalah pelaksana tugas dan wewenang Polri di wilayah Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi. 4. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan anarki atau pelaku kejahatan lainnya yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat. 5. Keamanan...

3 5. Keamanan dan ketertiban masyarakat yang selanjutnya disingkat Kamtibmas adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman yang mengandunng kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapap meresahkan masyarakat. 6. Peleton Pengurai Massa yang selanjutnya disingkat Tonraimas adalah Peleton Sabhara yang bertugas mengurai/membubarkan/mencerai beraikan dan melokalisir massa yang melakukan tindakan anarki sehingga mengganggu Kamtibmas berfungsi sebagai kekuatan penindak tahap awal dan berperan sebagai stabilisator anarki. 7. Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum mengancam keselamatan jiwa dan/atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. 8. Kendaraan Pengurai Massa yang selanjutnya disingkat Ranraimas adalah kendaraan roda dua (sepeda motor) yang digunakan sebagai sarana pendukung operasional untuk melaksanakan tugas mengurai / membubarkan / mencerai beraikan dan melokalisir kekuatan massa yang mengganggu Kamtibmas. 9. Mengurai massa adalah tindakan kepolisian untuk memecah dan melemahkan konsentrasi serta kekuatan massa menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. 10. Kewajiban umum adalah kewajiban yang diberikan kepada anggota Polri sesuai kewenangannya untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. 11. Diskresi kepolisian adalah tindakan anggota kepolisian berwenang mengambil keputusan dalam situasi tertentu yang membutuhkan pertimbangan sendiri demi kepentingan umum. 12. Kendali...

4 12. Kendali taktis adalah pengendalian oleh Kepala Kesatuan Kewilayahan yang berwenang mengatur segala tindakan Tonraimas di lokasi. 13. Kendali teknis adalah pengendalian oleh pejabat Pembina fungsi atau pimpinan Tonraimas yang bertanggung jawab atas teknis pelaksanaan tugas di lokasi. 14. Acara Arahan Pimpinan yang selanjutnya disingkat AAP adalah kegiatan yang dilakukan oleh kendali taktis dan teknis berupa pemberian arahan kepada seluruh anggota Polri sebelum diterjunkan ke lapangan untuk melaksanakan tugas. Pasal 2 Peraturan ini bertujuan untuk memberikan pedoman kepada personel Polri dalam melaksanakan tugas penanganan kerusuhan massa dan/atau anarki guna mengantisipasi dan mengurangi dan/atau menghilangkan dampak yang dapat mengganggu stabilitas Kamtibmas. Pasal 3 Prinsip-prinsip peraturan ini meliputi: a. Legalitas; semua tindakan Kepolisian harus sesuai dengan perundangundangan yang berlaku; b. Nessesitas; penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; c. Proporsionalitas; penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan; d. Preventif, tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan; e. Reasonable; tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat. BAB II...

5 BAB II PELAKSANAAN Bagian Pertama Bentuk, sifat, pelaku dan akibat anarki Pasal 4 (1) Bentuk Ancaman Gangguan (AG) yang dapat menjadi perbuatan anarki berupa: a. membawa senjata (api, tajam); b. membawa bahan berbahaya (padat, cair dan gas); c. membawa senjata/bahan berbahaya lainnya (ketapel, kejut); dan/atau d. melakukan tindakan provokatif (menghasut). (2) Bentuk Gangguan Nyata (GN) yang dapat menjadi perbuatan anarki berupa: a. perkelahian massal; b. pembakaran; c. perusakan; d. pengancaman; e. penganiayaan; f. pemerkosaan; g. penghilangan nyawa orang; h. penyanderaan; i. penculikan; j. pengeroyokan; k. sabotase; I. penjarahan; m. perampasan; n. pencurian; dan/atau o. melawan/menghina petugas dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat dan/atau senjata. Pasal...

6 Pasal 5 Sifat anarki antara lain : a. agresif; b. spontan; c. sporadis; d. sadis; e. menimbulkan ketakutan; f. brutal; g. berdampak luas; dan h. pada umumnya dilakukan secara massal. Pasal 6 Pelaku anarki berupa: a. perorangan, dengan mengabaikan peraturan yang ada, dan berdampak luas terhadap stabilitas Kamtibmas; dan/atau b. kelompok atau kolektif, baik yang dikendalikan/digerakkan oleh seseorang maupun tidak dikendalikan oleh seseorang namun dilakukan secara bersama sama, dan berdampak luas terhadap stabilitas Kamtibmas. Pasal 7 Akibat dari anarki dapat menyebabkan terjadinya: a. kerugian jiwa dan harta benda yang berpengaruh terhadap stabilitas Kamtibmas atau meresahkan masyarakat luas atau keselamatan masyarakat; b. gangguan terhadap stabilitas Kamtibmas yang menyebabkan fungsi pemerintahan maupun aktivitas keseharian masyarakat tidak dapa berlangsung dengan lancar; dan c. gangguan terhadap operasionalisasi dan fungsi suatu institusi tertentu, baik swasta maupun pemerintah. Bagian...

7 Bagian Kedua Pelaksana, konfigurasi, persyaratan Tonraimas dan bentuk-bentuk sasaran Pasal 8 (1) Pelaksana kegiatan Tonraimas beserta konfigurasinya adalah personel Sabhara yang ada di satuan Dalmas Polda dan Polres. (2) Tonraimas merupakan peleton khusus yang dapat bertugas secara mandiri dengan atas perintah atau menjadi bagian dari satuan Dalmas. Pasal 9 (1) Konfigurasi Tonraimas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. konfigurasi Personel; dan b. konfigurasi peralatan. (2) Konfigurasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini. Pasal 10 Persyaratan Personel Tonraimas meliputi: a. memiliki kualifikasi kemampuan sesuai persyaratan personel Dalmas; b. mahir mengemudikan kendaraan bermotor roda dua; c. memiliki Surat Izin Mengemudi Golongan C; d. mampu menggunakan peralatan perorangan; e. mampu mengoperasionalkan peralatan Flash Ball; dan f. mampu menembak dengan sasaran statis maupun sasaran berjalan. Pasal 11 Bentuk-bentuk sasaran yang menjadi objek penugasan Tonraimas meliputi: a. kelompok massa yang melakukan tindakan mengarah anarki dan dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat; b. benda dan/atau peralatan yang digunakan oleh massa untuk melakukan anarki; dan c. lokasi dan/atau tempat terjadinya anarki. Bagian...

8 Bagian Ketiga Cara Bertindak Paragraf Satu Pasal 12 Tindakan yang dilakukan oleh Ton Raimas berdasarkan: a. pertimbangan manfaat dan resiko dari tindakannya; b. kepentingan organisasi Polri; c. kepentingan umum. Paragraf Kedua Tahap Persiapan Pasal 13 (1) setelah menerima pemberitahuan adanya rusuh massa, maka kendali taktik maupun teknis segera melakukan kegiatan persiapan dan memberikan AAP. (2) kegiatan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. menyiapkan surat perintah; b. menyiapkan kekuatan personel yang mengawaki Ranraimas; c. melakukan pengecekan jumlah personel, kendaraan, perlengkapan dan peralatan perorangan; d. menyiapkan/menentukan rute menuju objek/tkp; e. menentukan sistem komunikasi Tonraimas secara berjenjang; dan f. menentukan formasi peleton pada saat akan berangkat menuju ke sasaran yaitu membentuk formasi berbanjar dua atau membentuk formasi situasional dengan satu unit menjadi ujung tombak (cucuk). (3) AAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. memberikan gambaran situasi tentang kondisi akhir yang terjadi di objek/tkp kerusuhan; b. menentukan pola tindak/urutan tindakan yang akan dilakukan dalam mengurai massa; c. menentukan formasi yang akan dilakukan dalam menghadapi dan melakukan tindakan mengurai/memecah belah konsentrasi massa; d. mematuhi.

9 d. mematuhi larangan dan kewajiban yang dilakukan oleh anggota Raimas; dan e. setelah AAP Tonraimas menuju sasaran. Pasal 14 Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf d adalah: a. bersikap arogan dan mudah terpancing emosi oleh perilaku massa; b. melakukan tindakan kekerasan; c. membawa peralatan selain peralatan dan kelengkapan Raimas; d. melakukan pengejaran secara perorangan tanpa ada perintah dari pimpinannya; e. mengeluarkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila dan mencaci maki massa; f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan; dan g. menggunakan Ranraimas untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pasal 15 Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf d adalah : a. senantiasa menggunakan perlengkapan perorangan yang ditentukan; b. bergerak dalam ikatan peleton; c. melakukan pemeliharaan dan perawatan kendaraan Raimas yang digunakan; d. menjunjung tinggi hak asasi manusia; e. melaksanakan penguraian/pencerai beraian massa sesuai dengan ketentuan; f. setiap pergerakan dan tindakan Tonraimas harus atas dasar perintah pimpinan lapangan (Dantonraimas); g. melindungi jiwa raga dan harta benda; h. tetap menjaga dan mengembalikan situasi menjadi kondusif; i. patuh dan taat kepada perintah pimpinan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya; dan j. menaati peraturan lalu lintas dan perundang-undangan lainnya. Paragraf.

10 Paragraf Ketiga Tahap Pelaksanaan Pasal 16 Tindakan yang dilakukan Tonraimas di lokasi/sasaran adalah sebagai berikut: a. memakai masker gas sebelum masuk ke dalam lokasi anarki; b. membentuk formasi bersaf menghadap ke arah massa yang sedang melakukan aksi anarki; c. membagi Tonraimas menjadi dua kelompok dan masing-masing membentuk formasi bersaf menghadap ke arah massa; d. memberikan himbauan kepada massa untuk menghentikan tindakannya dan membubarkan diri, sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini; e. melakukan tembakan gas air mata, apabila massa tidak mengindahkan himbauan; f. mendorong massa ke arah yang menurut penilaian petugas merupakan daerah aman sambil menunggu datangnya pasukan bantuan; g. melakukan penangkapan terhadap pelaku apabila memungkinkan; h. meninggalkan sasaran untuk melakukan konsolidasi apabila situasi telah terkendali; dan i. melaporkan semua rangkaian kegiatan kepada Kasatwil. Paragraf Keempat Tahap Pengakhiran Pasal 17 Tahap pengakhiran yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. kendali taktis dan teknis melakukan konsolidasi dengan kegiatan pengecekan terhadap kekuatan personel dan kondisi akhir peralatan yang digunakan; b. setelah selesai melaksanakan tugas maka Tonraimas segera kembali ke induk satuan dengan tertib. Bagian...

11 Bagian Kelima Koordinasi dan pengendalian Pasal 18 (1) Dalam pelaksanaan kegiatan penguraian massa, Dantonraimas dapat melakukan koordinasi dengan Satuan Fungsi Kepolisian lainnya guna mendukung pelaksanaan tugasnya; dan (2) Kasatwil dapat melakukan koordinasi dengan Satuan kewilayahan terdekat dan instansi terkait lainnya untuk mencapai hasil yang maksimal. Pasal 19 (1) Pejabat yang berwenang dalam pengendalian adalah: a. Tingkat Provinsi berada pada Kapolda; b. Tingkat Kabupaten/Kota berada pada Kapolres; dan c. Tingkat Kecamatan berada pada Kapolsek. (2) Dirsabhara Polda/Kasatsabhara Polres bertanggung jawab secara teknis penggunaan Tonraimas yang berada di wilayahnya; dan (3) Dantonraimas bertanggung jawab secara teknis pada saat dan setelah kekuatan digunakan. Bagian Keenam Ketentuan Lain Pasal 20 (1) Susunan kekuatan personel yang mengawaki kendaraan pengurai massa terdiri dari tingkat peleton; (2) Susunan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang tak terpisahkan dari Peraturan ini. BAB III...

12 BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

LAMPIRAN PERTURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

DAFTAR ISI A. KONFIGURASI PERSONEL DAN PERALATAN PELETON PENGURAI MASSA B. HIMBAUAN PELETON PENGURAI MASSA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 15 HURUF d

2 A. KONFIGURASI PERSONEL DAN PERALATAN PELETON PENGURAI MASSA 1. konfigurasi personel Tonraimas berjumlah tiga puluh orang terdiri dari: a. Danton berpangkat Inspektur; b. pengemudi kendaraan Raimas: lima belas orang; c. operator/penembak: empat belas orang. 2. konfigurasi peralatan Tonraimas terdiri dari: a. peralatan satuan: 1. Ranmor roda dua lima belas unit; 2. helm tiga puluh buah; 3. rompi pelindung badan tiga puluh set; 4. sarung tangan kulit tiga puluh pasang; 5. pengeras suara (Megaphone) satu unit; 6. flash ball empat belas pucuk dan munisinya; 7. pesawat Handy Talky (HT) satu unit; dan 8. masker gas tiga puluh buah; b. perlengkapan perorangan: 1. pakaian PDL 1A; 2. tongkat "T"; dan 3. borgol.

3 B. HIMBAUAN PELETON PENGURAI MASSA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 15 HURUF d PERHATIAN-PERHATIAN ATAS NAMA UNDANG-UNDANG KAMI SELAKU ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENGHIMBAU KEPADA SAUDARA- SAUDARA SEKALIAN: 1. HENTIKAN KEGIATAN SAUDARA-SAUDARA; 2. SAYA ULANGI HENTIKAN KEGIATAN SAUDARA-SAUDARA; 3. APABILA SAUDARA-SAUDARA TIDAK MAU MENGHENTIKAN KEGIATAN YANG SAUDARA-SAUDARA LAKUKAN MAKA KAMI AKAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS; 4. KAMI AKAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS SETELAH HITUNGAN MUNDUR MULA! DARI: LIMA, EMPAT, TIGA, DUA, SATU.

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA JAKARTA, JANUARI 2012

URUTAN PELATIHAN PRAKTEK 1. PENGENALAN PERALATAN 2. TEHNIK PEMAKAIAN PERLENGKAPAN 3. TEHNIK NAIK RANMOR 4. TEHNIK MENGENDARAI RANMOR 5. TEHNIK FORMASI 6. TEHNIK SOMASI 7. TEHNIK PENEMBAKAN ASUMSI KASUS DAN FORMASI SERTA PENEMBAKAN 1. LAWAN SATU ARAH 2. LAWAN DUA ARAH ADA JALAN MASUK 3. LAWAN DUA ARAH TIDAK ADA JALAN MASUK TEHNIK PENEMBAKAN DALAM SITUASI 1. DARURAT ( SNIPER BERDIRI DI ATAS KENDARAAN ) 2. BIASA ( SNIPER BERDIRI DI SAMPING KENDARAAN ) 1 2 3