FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

Transkripsi:

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang) JURNAL Diajukan Oleh: DEDI SURYA PUTRA 0810005600138 Bagian Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMAN SISWA PADANG 2015 1

Fungsi Barang Bukti bagi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang) Dedi Surya Putra Npm. 0810005600138 Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa ABSTRAK Barang bukti memegang peranan penting dalam pembuktian kasus kasus pembunuhan, dalam hal ini alat atau benda yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban. Karena setelah diketahui adanya tindak pidana pembunuhan. Maka hal pertama yang harus diketahui adalah alat atau benda yang digunakan untuk membunuh si korban sehingga mengakibatkan kematian. Sebab jika tidak ditemukan maka kemungkinan si terdakwa akan bebas. Hal ini disebabkan kasus pembunuhan adalah kasus yang berbeda dengan kejahatan lain karena ia lebih bersifat khusus. Salah satu kekhususannya adalah terletak pada harus adanya alat atau benda yang digunakan untuk membunuh.berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan permasalahan, yaitu Bagaimanakah fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, Apakah kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, dan Bagaimanakah upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana.adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumen. Dari data diatas kemudian penulis dapat melakukan analisis data dengan menggunakan metode kualitatif.dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan, yaitu Bahwa fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana barang bukti itu memegang peranan yang penting dalam pembuktian kasus-kasus pembunuhan berencana karena dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku tindak pidana pembunuhan. Berdasarkan dari barang bukti tersebutlah Hakim dapat mengetahui bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana dan hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan, bahwa kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah tersdakwa tidak mengakui tindak pidana yang disangkakan kepadanya dan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit belit dan banyaknya masyarakat yang takut untuk menjadi saksi, dan Bahwa upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah barang bukti itu diperlukan untuk mendukung keterangan keterangan dari alat alat bukti yang sah sehingga barang bukti yang diajukan di muka Hakim berguna untuk membentuk dan menambah keyakinan Hakim sehingga dapat mewujudkan kebenaran materil, dan dapat pula dipakai sebagai unsur unsur memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Kebenaran materil hanya dapat dicapai pada pemeriksaan di persidangan, oleh karena itu barang bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah barang bukti yang diperiksa di persidangan. Berdasarkan barang bukti tersebut barulah Hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana. i

PENDAHULUAN Dewasa ini banyak terjadi tindak pidana kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, salah satunya tindak pidana pembunuhan berencana. Tindak pidana pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang secara tenang dan dengan direncanakan terlebih dahulu. Hal ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang mengancam dengan maksimum hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara dua puluh tahun. Suatu perkara pidana yang ada barang buktinya, biasanya akan dapat mempercepat proses penyelesaian perkaranya daripada perkara lain yang tidak ada barang buktinya, sebab dengan adanya barang bukti yang diajukan dimuka Hakim, dapat menambah/ mempertebal keyakinan Hakim tentang kesalahan terdakwa dan pula dapat dipakai sebagai unsur untuk memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan. Alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, ada 3 macam yaitu keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, sedangkan barang bukti dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur secara tegas tentang pengertian barang bukti tersebut, hanya mengatur tentang barang yang disita untuk dijadikan barang bukti seperti diatur dalam Pasal 39 KUHAP. Barang bukti itu memang merupakan barang yang digunakan sebagai bukti di sidang pengadilan, tetapi tidak termasuk ke dalam salah satu alat bukti. Karena sampai sekarang ini belum ada ditemui peraturan perundang-undangan yang memasukkan barang bukti menjadi salah satu alat bukti. Dalam mejatuhkan suatu putusan pengadilan Hakim membutuhkan suatu keyakinan dalam memutus perkara pidana, untuk mendapat keyakinan itu Hakim membutuhkan alat-alat bukti yang menggambarkan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh keadaan-keadaan tersebut. Tanda-tanda itu mungkin berwujud suatu barang atau benda yang masih dapat dilihat oleh Hakim, atau berada dalam ingatan orang-orang yang mengalami, ingatan itu harus diberitahukan kepada Hakim. Ini yang harus dibuktikan di sidang pengadilan. Karena sesuatu pembuktian harus dianggap tidak lengkap, jika keyakinan Hakim didasarkan atas alat-alat bukti yang tidak dikenal dalam undang-undang, atau atas bukti yang tidak mencukupi. Barang bukti memegang peranan penting dalam pembuktian kasus pembunuhan, dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban. Karena setelah diketahui adanya tindak pidana pembunuhan, maka hal pertama yang harus diketahui adalah alat/benda yang digunakan untuk membunuh si korban hingga mengakibatkan kematian. Sebab jika tidak ditemukan alat/benda tersebut, maka kemungkinan si tersangka akan bebas. Hal ini disebabkan kasus pembunuhan adalah kasus yang berbeda dengan kejahatan lain karena ia lebih bersifat khusus. Salah satu kekhususannya adalah harus adanya alat/benda yang digunakan untuk membunuh. Oleh karena itu penulis tertarik menulis dalam skripsi ini dengan judul: Fungsi Barang Bukti bagi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang). 1

METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis, yaitu penelitian yang menitik beratkan pada penelitian di lapangan untuk memperoleh data primer. Disamping itu juga melakukan penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan berdasarkan tanya jawab dan keterangan yang didapat melalui wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melaluli penelitian perpustakaan dalam bentuk : a. Bahan Hukum Primer. Bahan yang isinya mengikat karena diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat sekarang dan dikeluarkan oleh pemerintah b. Bahan Hukum Sekunder. Bahan hukum sekunder berupa, literature (buku-buku ilmiah) hukum, jurnal dan hukum. c. Bahan Hukum Tersier. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini berupa kamus umum bahasa indonesia dan kamus hukum, untuk memberikan petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan dua cara, yaitu : a. Studi dokumen. Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen yang berkaitan erat dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. b. Wawancara. Wawancara dilakukan secara langsung dengan Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Padang untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang ada dalam penulisan ini. Untuk melakukan wawancara, penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden secara resmi terstruktur. TINJAUN UMUM Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Jenis Barang Bukti Barang bukti/ Corpus Delicti disini adalah barang bukti kejahatan. Meskipun barang bukti ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses perkara pidana, namun apabila disimak dan perhatikan satu persatu peraturan perundang -undangan pidana tidak ada satu pasal pun yang memberikan definisi mengenai barang bukti. Akan tetapi apabila dikaitkan dengan masalah barang bukti, maka secara implisit (tersirat) akan dapat dipahami apa sebenarnya barang bukti itu. Menurut Prodjodikoro, menyebutkan barang-barang yang dapat disita adalah : a. Barang-barang yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar hukum pidana (Corpora Delicti). b. Barang-barang yang diciptakan sebagai buah dari perbuatan yang melanggar hukum pidana. c. Barang-barang yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana (Instrumenta Delicti). 2

d. Barang-barang yang pada umumnya dapat menjadikan barang bukti kearah yang menguntungkan/memberatkan kesalahan terdakwa. 2. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan istilah teknis yang dipergunakan untuk menyebut sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum. Menurut Prof. Moelyatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Menurut Van Hammel, tindak pidana adalah Kelakuan orang ( menselijke gedraging ) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana ( straf waarding ) dan dilakukan dengan kesalahan. Menurut Wirjono Projodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan subjek tindak pidana. 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan Pembunuhan merupakan suatu tindak pidana dengan maksud untuk menghilangkan nyawa orang lain atau untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu ada beberapa jenis tindak pidana pembunuhan, yaitu : a. Pembunuhan Biasa. Dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun b. Pembunuhan Terkualifikasi. Dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP : Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. c. Pembunuhan Berencana. Dirumuskan dalam Pasal 340 KUHP : Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun d. Pembunuhan Anak. Dirumuskan dalam Pasal 341 KUHP : Seorang ibu yang terkena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun Pasal 342 KUHP : Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anaknya, pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian 3

merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun Pasal 343 KUHP : Kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan sebagai, pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana e. Pembunuhan Atas permintaan Korban. Dirumuskan dalam Pasal 344 KUHP : Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan oang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 4. Barang Bukti dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dalam peraturan Perundang -undangan di Indonesia khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada mengatur secara tegas tentang apa saja barang bukti tersebut, hanya mengatur tentang benda yang dapat dikenakan penyitaan untuk dijadikan barang bukti. Menurut Wirjono barang bukti itu secara umum merupakan barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana, hasil tindak pidana, alat yang dipakai melakukan tindak pidana dan barang-barang yang dapat dijadikan sebagai barang bukti di persidangan. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa macam-macam barang bukti adalah : a. Barang yang dipakai untuk melakukan tindak pidana (Instrumenta Delicti). b. Barang yang merupakan hasil dari tindak pidana (Copora Delicti). c. Barang-barang yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Hubungan antara barang bukti dengan barang yang dapat disita adalah barang-barang yang disita tersebut belum tentu dijadikan barang bukti, sedangkan barang bukti sudah pasti barang-barang yang disita yang merupakan barang yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi, yang kemudian barang tersebut berguna bagi pembuktian di sidang pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa. 5. Penyitaan Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Amdi Hamzah dan Irdan Dahlan, penyitaan adalah mengalihkan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang. Menurut R. Soesilo, penyitaan adalah mengambil alih barang-barang dari tangan seseorang yang memegang atau menguasai barang-barang itu ketangan pejabat yang memerlukan barang-barang tersebut untuk kepentingan pengusutan perkara, barang-barang mana ditahan untuk sementara dan kemudian apabila sudah tidak diperlukan lagi akan dikembalikan kepada yang berhak. Mengenal benda yang dapat disita, pasal 39 KUHAP menentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah : benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi 4

penyidikan, benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. HASIL PENELITIAN Fungsi Barang Bukti Bagi Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembuktian di persidangan oleh Majelis Hakim ini didasarkan pada apa yang telah didapatkan pada tahap penyidikan oleh Polisi yaitu seluruh bahan-bahan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan termuat dalam berkas perkara. Yang terpenting adalah sebagaimana Hakim dapat menentukan suatu pembunuhan dilakukan dengan rencana atau tidak. Hal ini tentulah sebagaimana telah diuraikan di atas maka haruslah memperhatikan alat-alat bukti dan barang-barang bukti yang ada. Karena alat-alat dan barang-barang bukti inilah yang sangat diperlukan oleh Hakim. Karena barang bukti, dalam hal ini berupa alat/benda yang dipergunakan si pelaku untuk membunuh si korban, dapat memperkuat atau memperlemah alat bukti. Barang bukti kejahatan yang terdiri dari beberapa jenis, misalnya alat yang dipakai untuk kejahatan, barang yang diperoleh dari kejahatan, barang yang dicipta dari kejahatan dan barang yang menjadi objek atau sasaran kejahatan. Barang bukti ini menurut pasal 181 KUHAP diperlihatkan kepada terdakwa dengan ditanyakan apakah terdakwa mengenalnya atau tidak, dan jika perlu juga dapat diperlihatkan kepada saksi. Di samping alat-alat bukti lain sebagaimana termaksud dalam Pasal 184 KUHAP, maka yang sangat penting/menjadi inti dari pembuktian kasus pembunuhan adalah barang bukti yang berupa alat/benda yang digunakan untuk membunuh si korban. Dengan demikian hanya dengan memperhatikan satu alat bukti saja tidak cukup untuk untuk mengetahui suatu tindak pidana pembunuhan berencana atau tidak, namun lebih dari itu haruslah diperhatikan secara keseluruhan alat-alat bukti dan barang bukti yang ada yang berkaitan dengan kasus pembunuhan tersebut. Misalnya : dari adanya keterangan ahli tidak dapat diketahui dengan jelas apakah kasus pembunuhan tersebut berencana atau tidak, karena memang sulit untuk membedakannya, misalnya berdasarkan pemeriksaan luka-lukanya akibat penganiayaan, maka tidaklah ada bedanya luka-luka akibat pembunuhan berencana atau tidak karena semua luka-luka sama. Namun seperti yang telah dijelaskan tadi peranan seluruh alat bukti yang lain seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti adalah sangat penting untuk mengungkapkan kasus-kasus pembunuhan. Sehingga Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempunyai keyakinan yang mendasar tidak saja kepada alat-alat bukti tetapi juga mempertimbangkan keterangan -keterangan dari saksi da terdakwa mengenai barang bukti di sidang pengadilan. Jadi putusan yang dijatuhkan itu harus dirasakan adil bagi terdakwa tergantung seberapa kesalahan yang dilakukan. Kendala Yang Dihadapi Hakim Dalam Mejatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Selanjutnya dikatakan oleh Bapak Muchtar Agus Cholif SH.MH kendala kendala yang dihadapi oleh Hakim dalam mejatuhkan putusan terhadapa pelaku tidak pidaa 5

pembunuhan berencana bisa ditimbulkan dari pihak terdakwa ataupun dari faktor lain, yaitu : 1 1. Sulitnya untuk mendapatkan keterangan terdakwa untuk memperkuat bukti bukti dalam persidangan bahwa memang terdakwalah yang telah melakukan pembunuhan. Karena untuk memperoleh keterangan terdakwa diperlukan keterangan dari saksi yang melihat, mendengar dan mengalaminya sendiri. Mereka yang mendengar dan melihat tentang pembunuhan yang terjadi tidak mau menjadi saksi disebabkan oleh hal hal sebagai berikut : a. Adanya ketakutan atas pembalasan dari terdakwa, maksudnya saksi tidak mau memberikan keterangan karena takut keselamatannya terancam, misalnya ancaman pembunuhan dari terdakwa kalau dia memberikan keterangan. b. Adanya ketakutan dari masyarakat kalau kalau statusnya sebagai saksi berubah menjadi tersangka. c. Adanya anggapan dari masyarakat bahwa bagi mereka yang menjadi saksi ataupun mereka yang terlibat dalam persoalan di Pengadilan adalah orang orang yang tidak baik dengan kata lain merupakan suatu beban. Perasaan atau anggapan di atas seharusnya tidak perlu dicemaskan oleh mereka yang menjadi saksi karena kesaksian mereka ataupun dirinya dilindungi oleh hukum. 2. Umumnya terdakwa menjawab tidak tahu tentang tindak pidana yang disangkakan kepadanya ataupun terdakwa diam saja sewaktu ditanya oleh Majelis Hakim. Hal ini biasanya terjadi pada terdakwa yang cukup cerdik dan tahu sedikit tentang hukum, mereka tidak mau menjawab pertanyaan Hakim. 3. Terdakwa yang memberikan keterangan yang berbelit belit. Seringkali ditemui jawaban yang diberikan tersdakwa melenceng dari maksud pertanyaan Hakim, hal ini dimungkinkan karena terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas. Mengenai terdakwa yang tidak mau menjawab pertanyaan Hakim atau diam saja saat ditanya Hakim ataupun memberikan keterangan berbelit belit maka Hakim berupaya semaksimal mungkin misalnya mengganti variasi pertanyaan ataupun menghardik terdakwa. 4. Barang bukti yang digunakan terdakwa untuk melakukan tindak pidana tidak ditemukan atau barang bukti yang ditemykan oleh penyidik rusak. Upaya Yang Dilakukan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Berdasarkan Barang Bukti Menurut Bapak H. Anasroel Haroen, SH, M.H mengatakan bahwa pembuktian di persidangan oleh Majelis Hakim ini didasarkan pada apa yang telah didapatkan pada tahap penyidikan oleh Polisi yaitu seluruh bahan-bahan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan termuat dalam berkas perkara. Yang terpenting adalah sebagaimana Hakim dapat menentukan suatu pembunuhan dilakukan dengan rencana atau tidak. Hal ini tentulah sebagaimana telah diuraikan di atas maka haruslah memperhatikan alat-alat bukti dan barang-barang bukti yang ada. Karena alat-alat dan barang-barang bukti inilah yang sangat diperlukan oleh Hakim. Karena barang bukti, dalam hal ini berupa 1 Hasil Wawancara dengan Bapak Muchtar Agus Cholif, SH.MH, Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Padang, tanggal 16 Juli 2014 jam 10.00 Wib. 6

alat/benda yang dipergunakan si pelaku untuk membunuh si korban, dapat memperkuat atau memperlemah alat bukti. Beliau juga mengatakan bahwa, selain alat bukti yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam mengambil keputusannya terhadap pelaku tindak pidana dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut : 1. Hal-hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa : a. Terdakwa tidak pernah dihukum. b. Terdakwa sopan dalam persidangan. c. Terdakwa berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya. d. Terdakwa mempunyai tanggung jawab yang berat dalam keluarga. e. Terdakwa sudah lanjut usia. f. Terdakwa menyumpang dharma bhaktinya pada Negara. g. Terdakwa menyatakan menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya. 2. Hal-hal yang dapat memberatkan hukuman terdakwa : a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. b. Terdakwa memperlihatkan sikap dan perbuatan yang tidak sopan selama persidangan berlangsung. c. Terdakwa tidak menyesal atas perbuatan yang dilakukan tersebut. d. Terdakwa telah berulang kali melakukan perbuatan yang melanggar hukum. PENUTUP Kesimpulan Bahwa fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana barang bukti itu memegang peranan yang penting dalam pembuktian kasus-kasus pembunuhan berencana karena dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku tindak pidana pembunuhan. Berdasarkan dari barang bukti tersebutlah Hakim dapat mengetahui bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana dan hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Bahwa kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah tersangka tidak mengakui tindak pidana yang disangkakan kepadanya dan tersangka memberikan keterangan yang berbelit belit dan banyaknya. Bahwa upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah barang bukti itu diperlukan untuk mendukung keterangan -keterangan dari alat alat bukti yang sah sehingga barang bukti yang diajukan di muka Hakim berguna untuk membentuk dan menambah keyakinan Hakim sehingga dapat mewujudkan kebenaran materil, dan dapat pula dipakai sebagai unsur unsur memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Kebenaran materil hanya dapat dicapai pada pemeriksaan di persidangan, oleh karena itu barang bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah barang bukti yang diperiksa di persidangan. Berdasarkan barang bukti tersebut barulah Hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana. 7

Saran Diharapkan bagi aparat penegak hukum terutama bagi Hakim dalam menjatuhkan putusannya hendaklah memperhatikan seluruh aspek dari diri terdakwa dan lingkungannya sehingga dapat menjatuhkan putusan yang seadil adilnya sesuai dengan perbuatan terdakwa. Disarankan terhadap pemeritah Salah satu masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah masalah ekonomi yang bukan sekedar proses terbentuknya kejahatan tetapi juga lingkungan, karena lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang buruk sehingga kebiasaan masyrakat dalam berprilaku kurang baik juga memberikan dampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat. Dilakukannya pengawasan dan penghapusan terhadap tempat perjudian dan jualan minuman keras karna hal tersebut sangat besar dorongannya terhadap orang orang untuk melakukan tindak pidana pembunuhan. 8

DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Perbandingan KUHAP dan HIR Dengan Komentar, Ghakia Indonesia, Jakarta, 1982. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2001. Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana. Liberty, Yogyakarta, 1998. E. Utrecht. Hukum Pidana. Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 2000. Gerson W. Bawengan, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Introgasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977. Gregorius Aryadi., Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana, Penerbit ANDI OFFSET,Yogyakarta,1995. Loa Surjadarmawan, Buku Pedoman Untuk Para Penegak Hukum, Isabela Brothers, Jakarta, 1978 Martin Prodjohamidjojo, Kedudukan Tersangka dan Terdakwa Dalam Pemeriksaan, Ghalia Indonesia, 1984. Martin Prodjohamidjojo, Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983. Moelyatno. Asas Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 1993. Nanda Dewantara, Masalah Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan Pemeriksaan Surat di Dalam Proses Acara Pidana, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1987. R. Soesilo, KUHAP Beserta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1986. Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1988. Satjipto Rahardjo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, 1981. WirjonoProdjodikoro, Tindakan-tindakan Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, 1986. Undang-undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP. Undang- undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman. http ://ferrystoner.blogspot.com Teknik Pengolahan Data, terakhir kali diakses tanggal 22 Maret 2014. http ://mimipermanisuci.blogspot.com Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, terakhir kali diakses tanggal 22 Maret 2014. http://www.google.com Barang Bukti Dalam Tindak Pidana, terakhir kali diakses tanggal 5 Juni 2012. 9