PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

MORFODINAMIK KALI PUTIH AKIBAT ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI KABUPATEN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH. Brianardi Widagdo

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

Widiyanto Abstract. Abstrak

KARAKTERISTIK LONGSOR TEBING (DEBRIS AVALANCHE) DAN PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

ANALISIS POTENSI LUAPAN BANJIR LAHAR GUNUNGAPI TANGKUBAN PERAHU UNTUK MENENTUKAN AREA EVAKUASI DI SEKITAR SUNGAI CIMUJA KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

07. Bentangalam Fluvial

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN I-1

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I Pendahuluan Latar Belakang

ASSESSMENT MORFOLOGI SUNGAI PROGO (Studi Kasus : Tengah Hilir Sungai Progo Yogyakarta) 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERUBAHAN MEANDER CI TANDUY HILIR TAHUN

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Perubahan Puncak Gunungapi Merapi Sebelum dan Sesudah Erupsi (Sumber : BPPTKG, 2014)

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

Rahadian Andre Wiradiputra Danang Sri Hadmoko

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

SUNGAI MEANDER LUK ULO ANTARA KONDISI IDEAL DAN KENYATAAN. Arief Mustofa Nur Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV EVALUASI SEDIMEN DI WADUK SELOREJO DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

BAB III III - 1METODOLOGI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

EVALUASI PENGEMBANGAN WILAYAH PEMUKIMAN BERBASIS ANALISIS RISIKO BANJIR LAHAR DI DAERAH SEPANJANG KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR INTISARI

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

LAMPIRAN A PETA TOPOGRAFI

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB IV METODE PENILITIAN

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

Analisis Koefisien Kekasaran Sungai Di Sungai Sario Dengan Persamaan Manning

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG Trimida Suryani trimida_s@yahoo.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract The located of research is in Putih River, Magelang District, Central Java, to know the effect of river morphological for lahar extension and change of river morphological before and after Merapi eruption. The research methods are survey and instansional data collection. The research result: (1) Wide of cross section, meandering degree, width of valley, heigth of cliff, and slope tend to have smaller values, with the variaty of topography from the very steep slope until ramps-flat. (2) Safe maximum debit that can be stored by river before eruption is approximately 5625 m 3 /s, whereas after eruption becomes 3337 m 3 /s. (3)Valley width increase occured but river cliff high decrease occured after eruption. (4) Lahar extension start occuring at point 9 and 10 where at that points there are breaks of slope, slope 8-25%, river valley which is getting narrow, and a value of river meander degree which is getting higher. Key words : morphology, lahar, Merapi, Putih River Abstrak Lokasi penelitian adalah di Sungai Putih Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk mengetahui pengaruh morfologi sungai terhadap luapan lahar dan perubahan morfologi sungai sebelum dan sesudah erupsi Merapi. Metode penelitian adalah survey dan pengumpulan data instansional. Hasil penelitian: (1) Luas penampang melintang, derajat meandering, lebar lembah, tinggi tebing, dan kemiringan lereng memiliki kecenderungan semakin kecil nilainya dengan topografi bervariasi dari sangat curam hingga datar. (2) Debit aman maksimum yang dapat ditampung oleh sungai sebelum erupsi Merapi rata-rata sebesar 5625 m 3 /detik, sedangkan sesudah erupsi menjadi 3337 m 3 /detik. (3) Lembah sungai sebagian besar mengalami pelebaran namun terjadi pendangkalan dasar sungai pasca erupsi Merapi. (4) Luapan lahar di Sungai Putih mulai terjadi pada segmen 9 dan 10 di mana pada segmen tersebut terdapat 310

tekuk lereng, kemiringan landai yaitu sekitar 8-25%, lembah sungai yang menyempit, dan derajat meander sungai yang semakin besar. Kata kunci : morfologi, lahar, Merapi, Sungai Putih PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki gunungapi dengan jumlah yang cukup banyak yaitu 129 gunungapi aktif (Badan Geologi, 2011). Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi di Indonesia yang mendapatkan perhatian paling intensif dari berbagai lapisan masyarakat karena termasuk gunungapi paling aktif di Indonesia. Gunungapi Merapi (2965 m) terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya 30 km di utara Kota Yogyakarta. Lebih dari 61 kejadian erupsi dalam sejarah menyebabkan gunungapi ini menjadi salah satu gunungapi teraktif di dunia (Volcanological Survey of Indonesia, 1990 dalam Lavigne, et al., 2000). Sungai Putih merupakan salah satu sungai yang dialiri aliran lahar pasca erupsi Merapi tahun. Aliran lahar ini meluap pada titik tertentu di METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan pengumpulan data instansional. Survei lapangan dilakukan untuk memperolah data penampang melintang Sungai Putih setelah erupsi Merapi tahun. Pengukuran sedangkan pengumpulan data instansional dilakukan untuk memperoleh data sepanjang Sungai Putih, terutama pada alur sungai di bagian hilir, yang mengindikasikan bahwa morfologi sungai berpengaruh terhadap luapan lahar. Daerah di sekitar Sungai Putih bagian hilir lebih dipadati oleh permukiman penduduk daripada di bagian hulu, hal ini menyebabkan banyak terjadinya kerusakan pada permukiman penduduk akibat luapan lahar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakterisitk morfologi Sungai Putih sebelum erupsi Merapi tahun, debit aman maksimum yang dapat ditampung Sungai Putih, perubahan penampang memanjang dan melintang Sungai Putih sebelum dan sesudah erupsi Merapi tahun, dan pengaruh morfologi sungai terhadap luapan lahar. penampang melintang Sungai Putih sebelum erupsi Merapi tahun. Teknik sampling yang digunakan adalah multi-stage sampling, dengan yang pertama dilakukan adalah systematic sampling, kemudian purposive sampling. Obyek pengambilan sampel dilakukan di sepanjang Sungai Utama Putih setiap 1 km dari hulu hingga hilir serta titik tertentu di mana terjadi anomali atau karakteristik khusus. 311

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan. Karakteristik morfologi Sungai sebelum erupsi Merapi tahun diolah dari data kontur detil dan penampang melintang sungai tahun 2005 dan citra. Dari penampang melintang diperolah data lebar lembah, tinggi tebing, dan luas penampang melintang, dari citra diperoleh data derajat meander, pola alur sungai, dan dari kontur detil diperoleh data tekuk lereng dan karakteristik topografi. Karakterisitk morfologi sungai sesudah erupsi diolah dari hasil pengukuran penampang melintang di lapangan dan dihitung lebar lembah, tinggi tebing, dan luas penampang melintang dengan metode grid. Perhitungan debit aman maksimum sebelum dan sesudah erupsi dihitung dengan rumus : Q = A x V Keterangan : Q = debit (m 3 /detik) A = luas penampang melintang (m 2 ) V = kecepatan aliran lahar (m/detik) Luas penampang melintang dihitung dengan menggunakan metode grid. Kecepatan aliran lahar diperoleh dengan melakukan pembobotan pada parameter yang mempengaruhi kecepatan aliran lahar, yaitu koefisien Manning, derajat meandering, dan tekuk lereng akibat Sabo Dam, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Analisis dari hasil penelitian menggunakan metode deskripstif kualitatif. Tabel 1. Pembobotan Kecepatan Aliran Lahar Level Asumsi penyesuaian Koefisien Derajat Kecepatan nilai Manning (n) Meandering (m/s) kecepatan 5 +2 <0,5 - - +1 0,5-1 Lurus - 0 1-1,5 Sinous <2 m -1 1,5-2 Meander 2-4 m -2 >2 - >4 m Tekuk lereng akibat Sabo DAM. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik morfologi Sungai Putih sebelum erupsi Merapi tahun Pengamatan dan pengukuran karakteristik morfologi sungai di lokasi penelitian menggunakan beberapa parameter yang mendukung terhadap perhitungan debit maksimum aman yang dapat ditampung sungai seperti derajat meander sungai, tekuk lereng akibat Sabo Dam, dan koefisien Manning, 312

khususnya dalam penelitian ini adalah debit aliran lahar. Parameterparameter yang digunakan meliputi parameter morfometri dan morfografi. Parameter morfometri yang digunakan adalah luas penampang melintang sungai, lebar lembah, tinggi tebing, derajat meandering, koefisien manning, tekuk lereng (akibat Sabo Dam), dan kemiringan lereng. Parameter morfografi yang digunakan adalah bentuk lembah, pola alur sungai, ada atau tidaknya tekuk lereng (akibat sabo dam), dan topografi. Sebaran titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta sebaran sebaran titik sampel Pengamatan dan pengukuran terhadap penampang melintang sungai di setiap titik sampel menunjukkan terdapat kecenderungan bahwa luas penampang melintang Sungai Putih dari hulu hingga ke hilir semakin kecil, begitu pula dengan lebar lembah dan tinggi tebing. Analisis luas penampang melintang, lebar lembah, dan tinggi tebing hanya dapat dilakukan pada 13 titik sampel saja karena keterbatasan data sekunder terhadap pengukuran penampang melintang sungai. Luas penampang melintang sungai, lebar lembah, dan tinggi tebing sangat dipengaruhi oleh gradien sungai, di mana gradien sungai bagian hulu lebih besar dan akan semakin kecil jika menuju ke hilir. Gradien sungai yang besar di bagian hulu mengakibatkan kekuatan aliran air menjadi besar dan memiliki daya erosi yang kuat (biasanya erosi vertikal). Daya erosi yang kuat ini membentuk lembah sungai yang lebar, tebing yang tinggi dan bentuk lembah pada umumnya berbentuk seperti huruf V, sehingga luas penampang melintang sungainya akan menjadi besar pula. Hasil pengukuran derajat meandering di Sungai Putih menunjukkan bahwa karakter meander di sepanjang Sungai Putih dari hulu hingga hilir memiliki kecenderungan semakin besar nilainya, artinya semakin ke hilir, pembelokan alur sungai semakin banyak terjadi dengan ukuran pembelokan yang semakin besar. Bagian tengah hingga hilir sungai memiliki kondisi topografi yang lebih landai bahkan hampir datar, sehingga kekuatan aliran air sungai mulai melemah. Aliran air yang melemah ini akan mencari jalan yang lebih mudah untuk dilewati (lebih datar) dengan menggerus tebing-tebing sungai yang bisa dilewati aliran air tersebut. Erosi yang lebih dominan terjadi adalah erosi ke samping atau erosi lateral yang mengakibatkan terbentuknya lembah yang lebar dan alur sungai yang berkelok-kelok di bagian hilir sungai. 313

Hasil pengamatan terhadap material dasar lembah di setiap segmen sungai dari titik sampel 1 hingga 21 menunjukkan bahwa koefisien Manning di semua titik sampel di sepanjang Sungai Putih bernilai 0,03. Material di lembah Sungai Putih dari hulu hingga ke hilir cenderung memiliki karakteristik yang hampir sama. Sungai Putih tergolong tipe sungai pegunungan yang memiliki tipe saluran berupa dasar batuan kerikil, batuan bundar, dan batu-batu besar. Kemiringan lereng merupakan faktor yang penting dalam analisis dinamika morfologi sungai, karena kemiringan lereng berdampak terhadap proses-proses yang terjadi pada suatu daerah tertentu. Kemiringan yang besar akan mengakibatkan daya aliran air pada suatu lembah sungai menjadi lebih besar sehingga tingkat erosinya menjadi lebih besar. Erosi yang biasanya terjadi adalah erosi vertikal, di mana aliran air cenderung menggerus dasar lembah sehingga lembah menjadi lebih dalam. Berdasarkan peta kemiringan lereng lokasi penelitian pada Gambar 2, diketahui bahwa segmen yang berada pada kemiringan yang curam adalah segmen 1 hingga 3 dengan kemiringan >25%. Segmen yang berada pada kemiringan yang tergolong miring adalah segmen 4 hingga 8 dengan kemiringan 15-25 %. Segmen yang berada pada kemiringan yang tergolong landai adalah segmen 9 hingga 19 dengan kemiringan 8-25 %, dan segmen yang berada pada kemiringan yang tergolong datar adalah segmen 20 dan 21 dengan kemiringan 0-8 %. Gambar 2. Peta lereng lokasi penelitian Debit maksimum aman yang dapat ditampung oleh Sungai Putih sebelum dan sesudah erupsi Merapi tahun Aliran lahar yang mengalir di Sungai Putih mulai meluap pada segmen 10 hingga segmen 19. Perhitungan debit aliran lahar diperoleh dari perkalian antara kecepatan alirah lahar dengan luas penampang melintang sungai. Berdasarkan hasil perhitungan debit aliran lahar di Sungai Putih sebelum dan sesudah erupsi Merapi tahun pada Tabel 4.4, diketahui bahwa terjadi perubahan daya tampung Sungai Putih yang sangat besar. Perubahan tersebut terjadi karena perubahan morfologi Sungai Putih yang berubah setelah terjadinya erupsi Merapi tahun. Debit maksimum aman yang dapat ditampung Sungai Putih sebelum erupsi Merapi tahun rata-rata 5.625 m 3 /detik, dan menurun menjadi 3.337 m 3 /detik setelah terjadinya 314

erupsi Merapi tahun yang lalu, dengan jumlah penurunan sebesar 1.987,69 m 3 /detik. Tabel 2. Hasil Perhitungan Debit Aliran Lahar di Sungai Putih No. Sampel Kecepatan lahar (m/s) Luas Penampang Melintang Sungai (m 2 ) Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi Sebelum Erupsi Debit (m 3 /s) Sesudah Erupsi Selisih Debit Keterangan 1 8 1.110 380 8.880 3.040-5.840 Penurunan daya tampung 2 8 1.280 1.210 10.240 9.680-560 Penurunan daya tampung 3 8 2.020 330 16.160 2.640-13.520 Penurunan daya tampung 4 8 490 560 3.920 4.480 560 Peningkatan daya tampung 5 8 1.340 640 10.720 5.120-5.600 Penurunan daya tampung 6 8 230 690 1.840 5.520 3.680 Peningkatan daya tampung 7 8 460 620 3.680 4.960 1.280 Peningkatan daya tampung 8 8 450 260 3.600 2.080-1.520 Penurunan daya tampung 9 8 390 200 3.120 1.600-1.520 Penurunan daya tampung 10 8 650 210 5.200 1.680-3.520 Penurunan daya tampung 11 8 570 350 4.560 2.800-1.760 Penurunan daya tampung 12 8 50 90 400 720 320 Peningkatan daya tampung 13 8 100 370 800 2.960 2.160 Peningkatan daya tampung 14 8-240 - 1.920 - - 15 8-200 - 1.600 - - 16 8-240 - 1.920 - - 17 8-200 - 1.600 - - 18 8-180 - 1.440 - - 19 8-170 - 1.360 - - 20 8-640 - 5.120 - - 21 8-980 - 7.840 - - RATA-RATA 5.625 3.337-1.988 Penurunan daya tampung Hampir di semua segmen sungai mengalami penurunan daya tampung, meskipun terdapat beberapa segmen yang mengalami peningkatan daya tampung yaitu segmen 4, 7, 12, dan 13. Penurunan daya tampung ini diakibatkan oleh banyaknya sedimen hasil letusan 315 Gunungapi Merapi yang tersedimentasi di lembah-lembah sungai di sepanjang Sungai Putih sehingga mengakibatkan pendangkalan sungai. Debit aman maksimum yang dapat ditampung oleh Sungai Putih dari hulu ke hilir

memiliki kecenderungan semakin kecil nilainya. Perubahan profil memanjang dan melintang Sungai Putih sebelum dan sesudah erupsi Merapi tahun Karakteristik morfologi Sungai Putih yang sangat jelas terlihat mengalami perubahan adalah perubahan luas penampang sungai, lebar lembah, dan tinggi tebing sungai. Aliran lahar yang mengalir di sepanjang Sungai Putih menggerus tebing dan menimbun dasar sungai yang menyebabkan pelebaran lembah dan pendangkalan lembah. Luas penampang melintang Sungai Putih pada seluruh titik sampel mengalami penurunan. Hal tersebut tentunya terjadi karena proses sedimentasi oleh aliran lahar yang mengalir di Sungai Putih. Luas penampang melintang Sungai Putih yang rata-rata memiliki luas 703,08 m 2 sekarang menjadi 417,1 m 2 setelah terjadinya erupsi Merapi tahun. Pengaruh morfologi Sungai Putih terhadapa luapan lahar Berdasarkan Gambar 2 pada pembahasan karakteristik morfologi sungai sebelum erupsi Merapi, lahar mulai meluap pada titik sampel 9 dan 10, di mana titik sampel tersebut terletak di daerah terjadinya perubahan kemiringan lereng. Kemiringan lereng pada sampel 8 berkisar antara 15-25 %, sedangkan pada titik sampel 9 terjadi perubahan menjadi 8-25%. Luapan lahar hanya terjadi pada daerah dengan kemiringan lereng antara 8-15%, sedangkan pada kemiringan lereng 0-8% justru tidak terjadi luapan lahar, hal ini terjadi karena kondisi lembah akibat pengaruh penggunaan lahan di daerah tersebut. Daerah di sekitar terjadinya luapan lahar memang lebih padat bangunan. Daerah di sekitar titik sampel 10-13 merupakan daerah yang cukup padat oleh aktivitas manusia karena adanya jalan antar provinsi yang menghubungkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Tengah, sehingga daerah tersebut menjadi pusat kegiatan perdagangan dan aktivitas yang cukup padat. Adanya bangunan dan infrastruktur yang dibangun di daerah tersebut berpengaruh pada kondisi lembah yang sudah tidak alami lagi. Kondisi lembah tentu merupakan faktor yang tidak dapat dihilangkan dalam analisis mengenai luapan lahar, karena kondisi lembah sungai sebagai wadah mengalirnya lahar akan menentukan kondisi luapan lahar di samping adanya beberapa faktor yang lain. Lokasi di sekitar titik sampel 10 sudah mulai terlihat landai dan banyak permukiman serta bangunan lain. Luas penampang melintang pada titik sampel 11, 12, dan 13 semakin kecil, sehingga pada segmen tersebut luapan lahar semakin melebar. Berdasar Gambar 3, nilai derajat meander pada segmen 11 terlihat naik cukup signifikan dibandingkan dengan derajat meander pada titik segmen 10. Hal ini sesuai dengan kejadian luapan lahar di mana pada titik sampel 11, 316

lahar mulai meluap cukup jauh ke luar dari badan sungai. Gambar 3. Peta luapan lahar pasca erupsi Merapi tahun di segmen 10, 11, 12, 13 Sungai Putih KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Luas penampang melintang, derajat meandering, lebar lembah, tinggi tebing, dan kemiringan lereng di Sungai Putih memiliki kecenderungan dari hulu hingga ke hilir semakin kecil nilainya. Koefisien manning dan tekuk lereng akibat sabo dam memiliki nilai yang relatif sama dari hulu hingga ke hilir. Bentuk lembah sungai bervariasi menyerupai huruf U dan V. Alur sungai berpola lurus dengan sedikit meander di bagian tengah hingga hilir. Tekuk lereng terjadi di beberapa titik. Topografi sangat curam di bagian hulu hingga datar di bagian hilir sungai. 2. Debit aman maksimum yang dapat ditampung oleh Sungai 317 Putih sebelum erupsi Merapi tahun rata-rata sebesar 5625 m 3 /detik, sedangkan sesudah erupsi Merapi tahun menjadi rata-rata sebesar 3337 m 3 /detik. 3. Lembah Sungai Putih sebagian besar mengalami pelebaran lembah namun terjadi pendangkalan di dasar sungai pasca erupsi Merapi tahun. 4. Luapan lahar di Sungai Putih mulai terjadi pada titik sampel 9 dan 10 di mana pada titik sampel tersebut terdapat tekuk lereng, kemiringan yang mulai landai yaitu sekitar 8-25%, lembah sungai yang semakin menyempit, dan derajat meander sungai yang semakin besar nilainya. DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi. 2011. Informasi Umum Merapi. Diterima 8 Agustus 2011, dari http://merapi.bgl.esdm.go.id/index.ph p Sutikno, Santosa, L. W., Widiyanto, Kurniawan, A., Purwanto. T. H. (2007). Kerajaan Merapi. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Lavigne, F., J.C. Thouret, B. Voight, H. Suwa, and A. Sumaryono (2000). Lahars at Merapi volcano, Central Java: an overview. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100, 423 456.