BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

dokumen-dokumen yang mirip
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

RANCANGAN UNDANG UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tetapi belum diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Pemerintah in

BAB I PENDAHULUAN. mengatur yang disebut pemerintah (government). Konsep, ajaran, dan

Ragenda prioritas pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Rozali Hukum Kepegawaian. Jakarta: CV Rajawali. Albrow, Martin Birokrasi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL

BAB I PENDAHULUAN. berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

2013, No sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan dalam penyelenggaraan sistem pengadaan Pegawai Negeri Sipil, sehingga ketentuan te

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

Menimbang Kembali Gagasan Revisi UU Aparatur Sipil Negara

MASA DEPAN DIKLATPIM TINGKAT III DAN IV PASCA DISAHKANNYA UU APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Bunga Rampai Administrasi Publik. Agustinus Sulistyo Tri P., SE., M.Si 2 Benedicta Retna Cahyarini, S. Sos 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN RAPAT KERJA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI RI, MENTERI DALAM NEGERI RI, DAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI DENGAN

PROGRAM PENATAAN SDM APARATUR. Oleh : DEPUTI SDM APARATUR Dalam Sosialisasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Tanggal, 24 April

PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN

KAJIAN HUKUM KOMISIONER KKR MENJADI DEKAN PTS

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II PENGATURAN KEPEGAWAIAN DALAM UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA. E. Jenis Status, Kedudukan, Jabatan Aparatur Sipil Negara

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Draf RUU 17 Juli 2013

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Rekruitmen. Pegawai Lembaga Penegak Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 189 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Seleksi Pegawai. Lembaga Penegak Hukum. Promosi.

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pembangunan di Indonesia telah dimulai jauh sebelum

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

RUU RI TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM APARATUR KEMENTERIAN PAN DAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparat

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. Negara, anggota Polri,dan anggota TNI. 1

M A N A J E M E N A S N

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

KEBIJAKAN UMUM FORMASI JABATAN FUNGSIONAL TERTENTU KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bahan Tayang KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA APARATUR

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/ 11/M.PAN/08/2007 TENTANG

No pemberhentian dan pensiun, yang merupakan bagian yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Manajemen PNS dalam Peraturan Pemerintah in

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM MERIT DAN KESETARAAN GENDER JABATAN PIMPINAN TINGGI (JPT)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Dalam suatu negara, agar tercapainya negara yang baik diperlukanlah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERTANYAAN BAPAK AHMAD SAMSUDIN TENAGA HONORER DARI KENDAL, JAWA TENGAH Tanggal 23 April 2010

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki struktur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi: membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Selanjutnya, tujuan NKRI yang terdapat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang berbunyi: Rangkaian program Pembangunan yang terus-menerus dimaksudkan untuk mewujudkan TUJUAN NASIONAL seperti termaksud di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, diperlukan suatu sarana tertentu yang dapat berupa benda (public domein) dan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia ini nantinya yang akan menjalankan hak dan kewajiban negara melalui penyelenggaraan pemerintah sehingga tujuan negara dapat tercapai. Sumberdaya manusia yang berfungsi menjalankan

hak dan kewajiban negara dalam penyelenggaraan negara dikatakan sebagai pegawai negeri yang merupakan aparatur negara. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan negara, pengaturan antara pegawai negeri dan negara diatur dalam hukum administrasi negara, yang kemudian lebih khususnya lagi diatur dalam hukum kepegawaian. Mengutip dari Rozali Abdullah, S.H., yang memberikan kesimpulan dari pendapat Prof. Oppenheim dan Dr. E. Utrecht, S.H., mengenai hukum administrasi negara yaitu hukum yang menggambarkan negara dalam keadaan bergerak, dengan para pejabatanya melakukan hubungan hukum istimewa di dalam rangka melakukan tugas-tugas mereka yang bersifat khusus. 1 Lebih lanjutnya, Utrecht mengatakan bahwa sebagian dari pejabat adalah pegawai. 2 Hukum kepegawaian dengan hukum administrasi negara memiliki suatu hubungan yang disebut dengan openbare dienstbetrekking (hubungan dinas publik) dengan pemerintah. Sistem Kepegawaian Indonesia mengalami perkembangan dari masa ke masa, yaitu sejak Zaman Kolonial Belanda hingga saat ini. Peraturan mengenai kepegawaian juga mengalami dinamika, mulai dari Undang-Undang No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, hingga hingga Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Beberapa tahun belakangan ini, pemerintah sedang melaksanakan agenda Reformasi Birokrasi di berbagai lembaga negara, baik pusat maupun daerah yang mencakup tiga elemen dasar, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia aparatur 1 Rozali Abdullah, 1986, Hukum Kepegawaian, CV Rajawali, Jakarta, hlm. 2 2 Ibid., hlm. 2

negara. Hal ini demi terbentuknya sumberdaya manusia aparatur negara yang lebih professional dan berkompeten. Salah satu perwujudannya adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang dipercaya memiliki sistem manajemen kepegawaian yang lebih baik karena selama ini telah diterapkan pada negara-negara maju. Berkaitan dengan kepegawaian, tentunya Pegawai Negeri sebagai sumberdaya aparatur negara memiliki tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan yang terdapat pada lembaga-lembaga negara, Badan-Badan Milik Negara, dan organ-organ negara lainnya. Lembaga negara utama menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkmah Konstitusi, sedangkan lembaaga-lembaga yang lain dikategorikan sebagai lembaga negara bantu. 3 Berbicara mengenai lembaga-lembaga negara, pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Salah satunya dengan ditandainya kemunculan lembaga-lembaga negara independen (independent agencies) dan Komisi Negara Independen. Kemunculan lembaga-lembaga dan komisi-komisi tersebut merupakan penyimpangan dari teori Trias Politica yang dikemukakan oleh Montesquieu Teori milik Montesquieu tersebut sejatinya memisahkan kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yuridis. Kemunculan lembaga-lembaga negara independen (independent agencies) dan komisi negara independen ini dikarenakan bahwa teori Trias Politica dirasa sudah tidak relevan lagi pada saat ini dan masyarakat merasa belum cukup puas dengan fungsi lembaga negara yang sudah ada. Sebagian besar masyarakat lebih menginginkan lembaga negara atau komisi negara yang bertindak sebagai check and balances terhadap lembaga yang sudah 3 Gunawan A. Tauda, 2012, Komisi Negara Independen, Eksistensi Independent Agencies sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam SistemKetatanegaraan, Genta Press, Yogyakarta, hlm. 60

ada. Fenomena ini tidak saja terjadi di Indonesia, namun sudah banyak terjadi di negaranegara lain. Di Indonesia sendiri, penyebutan lembaga-lembaga seperti ini memang bermacammacam. Hal ini dikarenakan para pakar hukum tata negara Indonesia ini tidak memiliki padanan kata yang sama untuk menyebut lembaga ini. Ada yang menyebut lembaga negara pembantu, lembaga negara penunjang, lembaga negara melayani, lembaga negara independen, komisi negara independen, dan lembaga negara independen. 4 Dalam sebuah daftar yang dibuat oleh Kementerian PAN-RB disebutkan bahwa penyebutan nomenklatur lembaga dan komisi tersebut adalah Lembaga Non-Sturktural. 5 Beberapa lembaga-lembaga negara dan komisi negara independen itu di antaranya, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaaran Indonesia, Komisi Informasi Publik, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Ombudsman Nasional. Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang selanjutnya bernama Ombudsman RI merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. 6 KON berdiri berdasarkan konsepsi dari negara hukum itu sendiri dan kebutuhan masyarakat akan lembaga yang dapat mengawasi kekuasaan pemerintah agar tidak berlaku sewenang-wenang. Kemudian, KON berganti nama menjadi Ombudsman Republik Indonesia setelah keluarnya Undang- Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. 4 Ibid., hlm 12 5 Lembaga Non Struktural diakses dari http://www.menpan.go.id/kelembagaan/549-lembaga-non-struktural tanggal 20 Desember 2015 6 Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Kemunculan lembaga dan komisi ini tidak hanya berdampak pada sistem ketatanegaraan saja, tetapi juga berdampak kepada aspek-aspek lain, salah satunya adalah masalah pegawai yang dipekerjakan untuk menjalankan fungsi lembaga-lembaga dan komisi-komisi tersebut. Pada beberapa lembaga dan tersebut ada yang tata manajemen pegawainya tidak mengikuti sistem kepegawaian yang terdapat pada Undang-Undang Kepegawaian. Sebagai lembaga Negara Independen, Ombudsman RI memiliki kewenangan secara independen untuk mengatur urusan ke dalam dan ke luar, salah satunya kewenangan dalam melakukan manajemen kepegawaiannya. Oleh karena itu, perihal manajemen kepegawaian Ombudsman RI diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia pada Ombudsman Republik Indonesia dan beberapa Peraturan Ombudsman yang terkait. Dengan kata lain, kepegawaian Ombudsman RI yang menjadi Asisten Ombudsman RI tidak tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepegawaian, kecuali terhadap pegawai-pegawai Ombudsman RI yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Di Ombudsman RI sendiri pelaksanaan fungsi dari lembaga itu sebagian besar dijalankan oleh pegawai yang berstatus sebagai Asisten yang sebenarnya membantu Pimpinan Ombudsman menjalankan tugasnya sehari-hari. Jumlah Asisten Ombudsman RI pun lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Ombudsman RI. Tidak banyak yang tahu mengenai sistem kepegawaian dan status pegawai pada lembaga negara seperti Ombudsman RI di kalangan publik dan juga bahkan pada penyelenggara pemerintah itu sendiri. Apabila dikaitkan antara Reformasi Birokrasi yang sedang dilakukan saat ini dengan keadaan kepegawaian di lembaga-lembaga dan komisi-komisi negara independen itu, timbul lah sebuah pertanyaan yaitu bagaimanakah sebenarnya posisi pegawai-pegawai yang bekerja pada lembaga-lembaga dan komisi-komisi negara independen tersebut pasca

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara? Dalam hal ini, Penulis mengambil contoh di Ombudsman RI yang pegawainya disebut dengan Asisten Ombudsman. Apakah pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara status Asisten mengalami perubahan dan mengikuti Undang-Undang Aparatur Sipil Negara? Berangkat dari permasalahan tersebut, Penulis akan mengangkat judul Tinjauan Yuridis Status Kepegawaian Asisten Ombudsman RI pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara untuk menjadi pokok pembahasan dalam penulisan hukum ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistem manajemen kepegawaian Ombudsman Republik Indonesia? 2. Bagaimana status Asisten Ombudsman Republik Indonesia sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara? 3. Bagaimana status kepegawaian yang Ideal bagi Asisten Ombudsman Republik Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh Penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Subyektif Penulisan hukum ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan proses belajar pada jenjang sarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Objektif Tujuan Objektif dalam penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji masalah yang berhubungan dengan hukum administrasi negara dalam bidang hukum kepegawaian khususnya mengenai: a. Sistem pengangkatan Asisten Ombudsman Republik Indonesia b. Status Asisten Ombudsman Republik Indonesia sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; dan c. Status kepegawaian yang Ideal bagi Asisten Ombudsman Republik Indonesia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status kepegawaian Asisten Ombudsman RI setelah berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat mendorong pemerintah ataupun akademisi untuk menata lembaga negara independen seperti Ombudsman RI baik secara kelembagaannya maupun secara administratifnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sepanjang pengetahuan Penulis belum ada satupun penelitian

yang membahas mengenai Tinjauan Yuridis Status Kepegawaian Asisten Ombudsman Republik Indonesia Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Akan tetapi, Penulis menemukan penulisan hukum yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara namun berbeda variabelnya. Penulisan hukum tersebut berjudul Kedudukan, Hak, dan Kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang ditulis oleh Anis Iwan Setiono dalam tesisnya pada program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2014. Fokus penelitian pada penulisan hukum ini adalah kedudukan, hak, dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Hal tersebut didasari dengan adanya Undang-Undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang di dalamnya mengatur hal baru dalam manajemen kepegawaian yaitu tentang pegawai yang dikontrak oleh pemerintah yang disebut sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam tesisnya, Anis Iwan Setiono menuliskan bahwa Pengesahan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang di dalamnya mengatur tentang adanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja diharapkan dapat menciptakan pegawai yang independen, netral, berkompetensi, memiliki produktivitas kerja, berintegritas, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan publik sehingga efektivitas pemerintah meningkat, pelayanan publik semakin baik, kesejahteraan pegawai dan pensiunan pegawai yang memadai. Ia juga menulis bahwa di sisi lain dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja belum di tentukan. Sehingga, ia mengangkat 2 rumusan masalah dalam tesisnya ini, yaitu:

a. Bagaimana kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang- Undang Aparatur Sipil Negara? b. Bagaimana hak dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja serta pengaturannya dalam pelaksanaan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara? Dalam tesis tersebut, terdapat kesimpulan bahwa meskipun kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah sebagai Aparatur Sipil Negara namun terdapat perbedaan hak dengan Pegawai Negeri Sipil dan dalam beberapa hal masih di bawah hak dari yang di peroleh karyawan dengan perjanjian untuk waktu tertentu (PKWT) pada sektor swasta. Perbedaan penulisan hukum ini dengan tesis tersebut adalah dalam penulisan ini fokus pembahasannya terletak pada status kepegawaian Asisten Ombudsman pasca berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, sedangkan pada tesis tersebut lebih memfokuskan pada kedudukan, hak, dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Selanjutnya, Penulis juga menemukan tesis yang hampir serupa yang berjudul Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditulis oleh Aryudhi Permadi pada program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2014. Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh Aryudhi Permadi yaitu: a. Apakah Undang-Undang Aparatur Sipil Negara telah memberikan perlindungan hukum bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja? b. Bagaimana perbandingan perlindungan hukum bagi pekerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan? Adapun kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah Undang-Undang Aparatur Sipil Negara telah memberikan perlindungan hukum terhadap Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Perlindungan hukum tersebut diberikan dalam hal norma keselamatan

kerja, dan ganti rugi akibat kecelakaan kerja. Kedua, perlindungan hukum bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara setara dengan perlindungan hukum bagi pekerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perbedaan penulisan hukum dengan tesis tersebut adalah dalam penulisan ini fokus pembahasannya terletak pada status kepegawaian Asisten Ombudsman pasca berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, sedangkan pada tesis tersebut lebih memfokuskan pada perlindungan hukum terhadap Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara serta untuk melakukan perbandingan perlindungan hukum bagi pekerja antara Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam melakukan penelusuran kepustakaan, Penulis juga menemukan penelitian ilmiah. Penelitian tersebut berjudul Reformulasi Pengangkatan Tenaga Honorer Kategori 1 (K1) dan Kategori 2 (K2) Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diteliti oleh Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H. LL.M. Penelitian ilmiah ini merupakan Program Hibah Penelitian Dosen Individu Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Periode II Tahun 2014. Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan, diantaranya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pengangkatan tenaga honorer K1 dan K2 di Provinsi DIY? 2. Bagaimanakah peraturan pengangkatan tenaga honorer K1 dan K2? 3. Bagaimanakah formulasi baru yang ideal untuk pengangkatan tenaga honorer K1 dan K2 pasca berlakunya UU Aparatur Sipil Negara di Provinsi DIY? Selanjutnya, penelitian ini memiliki tiga kesimpulan pokok, yaitu: 1. Penelitian ini menemukan bahwa pengangkatan tenaga honorer K1 dan K2 di lingkungan Pemprov DIY pada dasarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012, pengangkatan

tenaga honorer K1 menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi setelah dilakukan verifikasi dan validasi. 2. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2012, pengangkatan tenaga honorer K1 menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi setelah dilakukan verifikasi dan validasi. Pelaksanaan verifikasi dan validasi dilakukan oleh Tim Verifikasi dan Validasi yang dibentuk oleh Kepala BKN. Pelaksanaan pengangkatan dilakukan secara bertahap dan sesusai dengn kebutuhan pemrintah daerah. Terkait pengangkatan CPNS dari jalur tenaga honorer K2, Pengangkatan tenaga honorer K2 dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi dan lulus ujian tertulis kompetensi dasar dan kompetensi bidang sesama tenaga honorer K2. Penentuan seleksi ujian tertulis kompetensi dasar ditetapkan berdasarkan nilai ambang batas kelulusan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) atas pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan. Tenaga honorer K2 yang dinyatakan lulus ujian tertulis kompetensi dasar mengikuti tes kompetensi bidang (profesi) dengan mempertimbangkan dedikasi yang ditetapkan oleh masingmasing instansi berdasarkan materi ujian dari instansi pembina jabatan fungsional. 3. Melihat dari hal tersebut sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah membuat formulasi yang ideal diantaranya adalah meningkatkan standarisasi kualifikasi pengangkatan tenaga honorer hingga analisis jabatan untuk mengisi formasi kebutuhan pegawai. Perekrutan tenaga honorer yang dilakukan oleh pemerintah daerah hingga pengangkatan PNS untuk tenaga honorer oleh pemerintah pusat harus saling terintegrasi. Kualifikasi yang ditingkatkan setiap tahun diharapkan dapat menjaring kualitas-kualitas terbaik melalui pembinaan ketika menjadi tenaga honorer. Kualifikasi dapat dapat mengikuti asas-asas dari undang-undang ASN yaitu kepastian hukum,

profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, non-diskrimintif; persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, serta kesejahteraan. Letak perbedaan antara penulisan hukum ini dengan penelitian tersebut adalah pada fokus pembahasannya. Penulisan hukum ini lebih fokus pada status hukum Asisten Ombudsman pasca berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara sedangkan penelitian yang dilakukan Zainal Arifin Mochtar lebih fokus kepada Pengangkatan Tenaga Honorer Kategori 1 (K1) dan Kategori 2 (K2) Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.