BAB III PEMODELAN STRUKTUR

dokumen-dokumen yang mirip
PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS KHUSUS PADA GEDUNG APARTEMEN METROPOLIS

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

Struktur Baja 2. Kolom

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Dasar-dasar Perancangan

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

ANALISIS DAN DESAIN PADA STRUKTUR BAJA DENGAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIK BIASA (SRBKB) DAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIK KHUSUS (SRBKK)

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB I PENDAHULUAN. struktur baja yang digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembangunan

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan struktur yang kuat, aman dan murah. Baja adalah salah satu

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

Jl. Banyumas Wonosobo

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT MENENGAH. Refly. Gusman NRP :

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

PENGARUH DINDING GESER TERHADAP PERENCANAAN KOLOM DAN BALOK BANGUNAN GEDUNG BETON BERTULANG

Transkripsi:

BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat yang memiliki 5 bidang portal pada arah horizontal dan 10 lantai pada arah vertikal. Luas bangunan rencana adalah (30 x 30) m 2. Panjang bidang portal adalah masing-masing 6 meter. Tinggi portal adalah 3,6 meter untuk tiap lantai kecuali lantai dasar yakni 4 meter. Denah dari struktur yang ada dalam permodelan tugas akhir penulis adalah sebagai berikut : Bagian portal dengan Bresing (garis tebal) Gambar 3.1. Denah struktur

Pada Gambar 3.1, kolom-kolom dipasang sesuai dengan kebutuhan desain gempa. Arah horizontal merupakan arah sumbu kuat struktur karena pemasangan sumbu kuat kolomkolom tengah mengikuti pembebanan arah lateral sumbu X global (sumbu model). Walaupun dimensi struktur simetris, tetapi terdapat sebagian eksentrisitas struktur karena kekakuan struktur arah X global lebih besar dibandingkan kekakuan struktur arah Y global akibat pemasangan sumbu kolom. 3.1 Nomenklatur Penamaan bidang-bidang serta elemen-elemen struktur diperlukan dalam mengidentifikasi bagian-bagian struktur yang akan direncanakan. Tujuannya adalah untuk mempermudah proses perencanaan struktur mulai dari identifikasi elemen kolom, balok, dan bresing, hingga bagian detailnya. Dalam permodelan ini terdapat 12 bidang elevasi yang dimulai dari bidang 1 sampai 6 untuk arah bidang sejajar sumbu X model. Sedangkan bidang A sampai F untuk bidang sejajar sumbu Y model. Permodelan struktur dibantu dengan menggunakan program ETABS 9.0 yang secara otomatis telah memberi label kepada masing-masing elemen struktur. Untuk elemen kolom digunakan inisial C (column), untuk balok B (beam), sedangkan untuk bresing D. Berikut tampak gedung 3 dimensi untuk struktur rangka bresing konsentrik. Gambar 3.2. Model Struktur 3 Dimensi III-2

3.2 Rangka Bresing Bresing dipasang bersilangan dari kolom ke kolom pada tiap-tiap lantai di bidang perimeter A(2-3), A(4-5), F(2-3), F(4-5), 1(B-C), 1(D-E), 6(B-C), dan 6(D-E). Sumbu lokal bresing yang sejajar dengan bidang bresing merupakan sumbu lemah. Hal ini dimaksudkan agar saat bresing menekuk, arah tekuk masih sejajar bidang bresing. Balok dan kolom dan bresing didesain dengan menggunakan profil H dan IWF. 3.3 Perletakan Struktur Struktur gedung dimodelkan memiliki perletakan jepit (terkekang penuh) pada lantai dasarnya karena gedung didesain cukup tinggi yakni mencapai 36 meter di atas permukaan tanah. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban struktur terhadap beban-beban yang diaplikasikan terutama beban lateral yang dapat menyebabkan momen guling struktur yang besar. Oleh karena itu, sebagian beban yang masuk ke dalam elemen struktur akan sebagian dipikul oleh pondasi. Selain itu permodelan yang demikian merupakan representasi dari perencanaan pada masa konstruksi. 3.4 Deskripsi Elemen Struktur Dalam memodelkan struktur pada program ETABS 9.0, masing-masing elemen struktur memiliki spesifikasi masing-masing, di antaranya adalah: 3.4.1 Balok Balok merupakan elemen struktur penahan gaya lentur dan geser yang terhubung kaku dengan kolom-kolom pada ujung-ujungnya sehingga memiliki momen maksimum terdapat pada ujung-ujung balok tempat terjadinya sendi plastis saat terjadi gempa. Desain balok pada tugas akhir ini dibedakan berdasarkan besarnya beban yang bekerja secara vertikal terutama beban sendiri struktur, pelat serta beban hidup saat masa layan. Balok terdiri dari balok utama dan balok anak. Balok utama adalah balok-balok yang ujung-ujungnya bertumpu langsung kepada kolom, sedangkan balok anak adalah balokbalok yang ujung-ujungnya bertumpu pada balok utama yang arahnya sejajar arah Y global. Balok-balok utama yang sejajar balok anak akan memiliki dimensi penampang lebih kecil dibandingkan balok-balok utama yang tegak lurus balok-balok anak karena balok anak menumpu pada balok-balok utama yang tegak lurus terhadapnya. Akibatnya, momen lentur yang terjadi pada balok utama yang tegak lurus balok anak tentunya akan lebih besar dibandingkan dengan balok utama yang sejajar balok anak. Selain itu, balok utama yang berada pada bidang perimeter akan menanggung beban vertikal yang lebih kecil III-3

dibandingkan balok-balok utama yang bukan pada bidang perimeter karena sebagian gayagaya vertikal akan disalurkan kepada bresing. 3.4.2 Kolom Kolom merupakan elemen struktur penahan gaya aksial dan lentur yang terhubung kaku dengan balok-balok di atas dan di bawahnya. Pada saat terjadi gempa, kolom-kolom menerima sebagian beban lateral yang sebelumnya telah didistribusikan lebih besar kepada elemen bresing. Kolom-kolom luar direncanakan dipasang dengan sumbu kuat tegak lurus terhadap bidang bresingnya. Sedangkan untuk kolom-kolom dalam disejajarkan dalam satu arah saja agar mempermudah dalam hal analisis dan perhitungan serta mempermudah saat masa konstruksi. Mula-mula kolom direncanakan sama pada tiap lantai. Lalu dengan mengambil acuan kolom paling atas didesain hingga memenuhi strength ratio antara 0,7 1,0 berikutnya menerus hingga ke bagian kolom di bawahnya sampai lantai dasar. Kolom-kolom yang memiliki strength ratio dengan perbedaan yang kecil kemudian dikelompokkan menjadi satu jenis profil kolom hingga didapat beberapa jenis kolom tiap-tiap beberapa lantainya. Selain itu, kolom yang terdapat pada bidang bresing (kolom luar) yakni kolom portal bresing dan kolom sudut, serta kolom dalam juga dibedakan karena direncanakan memiliki kebutuhan tahanan yang berbeda. 3.4.3 Bresing Bresing adalah elemen struktur tambahan yang dipergunakan apabila hendak menjadikan struktur portal lebih kaku (tidak bergoyang). Bresing yang dipergunakan pada tugas akhir ini adalah tipe struktur rangka bresing konsentrik (Concentric Braced Frame) yang terbagi ke dalam 2 spesifikasi yakni Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRBKK) dan Sistem Rangka Bresing Konsentrik Biasa (SRBKB). Permodelan bresing dipasang seperti huruf X sesuai konfigurasi pada gambar 3.2 di bidang perimeter struktur gedung. Bresing menggunakan profil WF yang dipasang dan direncanakan untuk dapat menekuk sejajar bidang bresing saat terjadi gempa kuat. Bresing direncanakan memikul gaya-gaya aksial yang dapat menyebabkan tarik atau tekan. Pada saat terjadi gempa, bresing memiliki dua kemungkinan perilaku yakni perilaku tekuk akibat tekan dan leleh atau fraktur akibat tarik. III-4

3.4.4 Pelat Lantai Pelat lantai dibuat dari beton yang dikompositkan dengan metaldeck (semacam pengganti tulangan dan pengganti perancah saat pengecoran beton). Direncanakan tebal metaldeck adalah sebesar 90 mm. Khusus untuk bagian atap gedung pelat terbuat dari beton saja dengan perencanaan tebal sebesar 100 mm. Gambar 3.3. Definisi Metaldeck Keterangan : Tc : tebal slab sebesar (50 mm) Hr : tebal dek sebesar (40 mm) Wr : lebar rib (50 mm) Sr : jarak antar rib (100 mm) Hs : tinggi shear connector (110 mm) Diameter shear connector sebesar 19 mm. Pelat lantai bertumpu pada balok-balok anak yang terdistribusi secara tributary area. Program ETABS 9.0 secara otomatis mendistribusikan beban lantai per bidang pelat tak terkekang (automesh area). Beban-beban mati tersebut pada akhirnya akan terdistribusi kepada balok utama menjdai beban-beban vertikal bersama beban mati lainnya. Profil elemen-elemen struktur kolom, balok dan bresing direncanakan mengacu kepada spesifikasi fabrikasi dari Gunung Garuda yakni produksi lokal sehingga pada program ETABS 9.0 profil-profil yang diperkirakan akan dibutuhkan oleh struktur mulai dari profil terkecil hingga ukuran profil terbesar yang diperkirakan terpakai kemudian dimasukkan ke dalam daftar profil rencana program analisis. 3.5 Karakteristik Struktur Rangka Bresing Konsentrik Struktur rangka bresing konsentrik pada tugas akhir ini memiliki beberapa karakteristik khusus, yakni: Model struktur penahan gaya lateral (bresing) akibat gempa dipasang simetris pada bidang perimeter pada keempat sisi gedung yang dimaksudkan untuk mengantisipasi arah gaya gempa horizontal 2 arah. Diharapkan masing-masing sisi bidang bresing pada bidang perimeter yang saling tegak lurus akan saling III-5

melengkapi dan bekerjasama apabila terjadi gempa pada arah yang tidak sejajar dengan kedua bidang perimeter. Pemasangan bresing X dimaksudkan untuk mengantisipasi gaya gempa sejajar bidang bresing yang terjadi secara periodik sehingga gaya tarik dan tekan yang diserap pada bresing akan bekerja secara harmonis. Selain itu, agar kekakuan struktur pada bidang perimeter benar-benar kaku sehingga diharapkan hampir seluruh gaya lateral yang dipikul struktur akan didistribusikan hanya kepada bresing saja. Disebabkan batang bresing menggunakan profil WF, batang-batang bresing yang saling bersilangan bertemu di satu titik dan berperilaku terkekang penuh (jepit) sehingga panjang efektif bresing diasumsikan hanya separuh dari kolom ke kolom sehingga perilaku tekuk yang terjadi pada saat terjadi gempa akan terhindar dari tekuk lateral (keluar bidang bresing). Sumbu lemah batang bresing dipasang sejajar bidang bresing dengan sambungan menggunakan pelat buhul yang didesain secara khusus karena berbeda dengan sambungan sambungan tipikal untuk rangka SRBK. Pada saat terjadi gempa kuat, maka bagian struktur yang diharapkan akan terjadi plastis adalah bagian sambungan pelat buhul dengan bresing pada sistem rangka bresing konsentrik khusus, sedangkan pada sistem rangka bresing konsentrik biasa bagian struktur yang diharapkan plastis adalah bresing itu sendiri. 3.6 Pembebanan Struktur Pembebanan struktur didasarkan pada Pedoman Perencanaan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987) dengan konfigurasi sebagai berikut: 1. Beban mati (Dead Load) Beban mati adalah seluruh bagian bangunan yang bersifat tetap yang tidak terpisahkan dari bangunan selama masa layannya. Beban mati yang dihitung pada struktur ini antara lain: Berat sendiri beton bertulang yang terdapat pada pelat metaldeck, dan roofdeck (bagian atap) yang memiliki massa jenis sebesar 2400 kg/m 3. Mutu beton yang digunakan adalah 30 MPa. Berat sendiri baja profil yang terpasang sebagai struktur rangka baja berupa kolom, balok, dan bresing ditetapkan bermassa jenis sebesar 7850 kg/m 3. Mutu baja yang digunakan adalah BJ-41 dengan spesifikasi f y = 250 MPa dan f u = 410 MPa. Beban dinding yang dianggap hanya dipasang pada keempat bagian sisi perimeter sebagai dinding penutup bangunan ditetapkan sebesar 255 kg/m III-6

Beban dinding partisi yang direncanakan dipasang pada bagian dalam bangunan ditetapkan sebesar 50 kg/m. 2. Beban Hidup (Live Load) Beban hidup merata untuk gedung perkantoran sebesar 250 kg/m 2 dipasang pada lantai 1 sampai lantai 9. Beban hidup akan bertumpu pada pelat metaldeck untuk selanjutnya didistribusikan kepada balok-balok dan kolom sekitarnya secara tributary area. 3. Beban Hidup Atap Beban hidup atap adalah beban orang yang dapat mencapai atap sebesar 100 kg/m 2 dipasang pada lantai 10 (bagian dek paling atas). 4. Beban Gempa (Earthquake Load) Beban gempa pada tugas akhir ini merupakan beban horizontal yang direpresentasikan sebagai beban statik ekivalen diaplikasikan pada bagian pusat massa struktur pada tiaptiap lantai dengan eksentrisitas dari pusat massa gedung sesuai ketentuan SNI 03-1726- 2003 butir 5.4.3 sebagai berikut: Untuk 0 < e < 0,3 b; e d = 1,5 e + 0,05 b atau e d = e 0,05 b Struktur gedung sebenarnya tidak memiliki eksentrisitas terhadap gaya lateral (e = 0) karena gedung berbentuk simetris segiempat dengan gaya lateral diaplikasikan pada pusat massa. Namun, dalam kondisi sebenarnya pusat massa gedung terutama pada masa layan tidak akan tepat di tengah-tengah. Hal ini disebabkan konsentrasi beban hidup akan berbeda-beda pada tiap lantainya sehingga resultan pusat massa akan sangat bervariasi. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan eksentrisitas desain minimum dengan e 0 (mendekati nilai nol). Maka, nilai e d = 0,05b sehingga nilai e d = 1,5 m dari pusat massa gedung. 3.6.1 Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan diperlukan dalam sebuah perencanaan struktur bangunan. Pada saat konstruksi, tentunya beban-beban yang bekerja pada struktur hanyalah beban-beban mati saja dan beban hidup sementara akibat dari pekerja bangunan. Sedangkan pada masa layan, beban-beban tersebut akan ditambah dengan beban-beban hidup permanen dari aktivitas pemakai gedung dan barang-barang inventaris yang dapat bergerak di dalam III-7

gedung. Hal ini tentunya akan berdampak pada kekuatan rencana elemen struktur yang direncanakan berdasarkan kombinasi pembebanan terbesar akibat penjumlahan bebanbeban yang bekerja dengan faktor beban LRFD (Load Resistance Factor Design). Kombinasi pembebanan yang dipakai pada struktur gedung ini adalah sebagai berikut : 1,4 DL 1,2 DL + 1,6 LL 1,2 DL + LL 1,2 DL + 0,5 LL + Ω E 0,9 DL - ΩE Keterangan : DL LL E : Beban mati : Beban hidup : Beban gempa yang dinyatakan dalam 2 arah Dengan Ω adalah faktor kuat cadang struktur sebesar 2,2 sesuai tabel 15.2-1 SNI 03 1729 2002 untuk struktur rangka bresing konsentrik. Faktor kuat cadang struktur hanya diaplikasikan terhadap beban gempa sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kegagalan struktur. Faktor kuat cadang yang merupakan koefisien beban gempa dianggap sama untuk keseluruhan bagian struktur baik elemen kolom, balok maupun bresing sehingga saat terjadi beban gempa yang melebihi beban desain gempa dapat dijamin bahwa struktur selain bagian sambungan dan bresing berperilaku elastis. Tiga kombinasi pertama merupakan kombinasi pembebanan yang dipengaruhi oleh beban mati dan hidup saja. Sedangkan dua kombinasi pembebanan berikutnya telah dipengaruhi oleh beban gempa. Namun, saat terjadi gempa dianggap beban hidup tereduksi menjadi setengahnya. 3.7 Pra-Analisis Struktur Ujicoba model diperlukan dalam menentukan bagaimana sebuah desain struktur tahan gempa yang akan direncanakan secara mendetail dapat terbayangkan melalui pendekatan iteratif. Permodelan struktur yang dianalisis sebelum masuk ke bagian struktur rangka bresing yakni melalui permodelan struktur rangka pemikul momen biasa (SRPMB). Dimulai dari situlah perencanaan awal profil desain akan dilakukan karena struktur SRPMB merupakan struktur pemikul momen yang paling konservatif dibandingkan SRPMK atau SRPMT. Analisis dilakukan pada salah satu bidang bresing yang berpotensi menerima pembebanan terbesar (memiliki gaya gaya dalam maksimum). III-8

3.7.1 Pembebanan gempa statik ekivalen Untuk masing-masing struktur ditentukan masing-masing beban gempa. Untuk struktur SRBKK beban gempa yang diaplikasikan akan lebih kecil daripada SRBKB karena faktor modifikasi respon R pada SRBKK bernilai 6,4 sedangkan pada SRBKB adalah 5,6. Oleh karena itu, besarnya gaya geser dasar yang terjadi pada kedua struktur akan berbeda. Beban-beban lateral yang bekerja pada struktur dihitung berdasarkan besarnya periode getar alami struktur dan berat struktur awal. Melalui perhitungan analisis statik ekivalen, didapatkan hasil beban gempa rencana berupa gaya geser dasar yang direpresentasikan sebagai beban-beban lateral tiap lantainya pada struktur. Di dalam program ETABS 9.0, beban lateral diaplikasikan kepada pusat massa struktur dengan eksentrisitas minimum yang telah ditentukan. 3.7.2 Faktor kuat cadang struktur (Ω o ) Perencanaan struktur yang akan dianalisis pada bagian elemen struktur yang tidak diperkenankan mengalami plastis saat terjadi beban gempa yang kuat didasarkan pada nilai gaya dalam maksimum yang terjadi pada elemen-elemen struktur tersebut setelah melalui analisis pembebanan gempa dengan koefisien beban gempa sebesar 2,2 sesuai tabel 2.2. Nilai kuat cadang struktur sebesar 2,2 tersebut langsung diaplikasikan kepada seluruh elemen struktur (tidak berdasarkan kapasitas plastis elemen yang direncanakan mengalami leleh saat gempa terjadi) sebab analisis dengan menggunakan perbandingan kuat tahanan leleh pada bagian elemen yang leleh terhadap bagian elemen yang tetap elastis sulit dilakukan. 3.7.3 Gaya Dalam Struktur Setelah mendapatkan pembebanan vertikal dan horizontal, maka selanjutnya adalah proses identifikasi elemen-elemen struktur yang menerima gaya-gaya dalam terutama gaya-gaya dalam yang menentukan (maksimum). Di bawah ini adalah gambar analisis gaya dalam bresing hasil program ETABS 9.0. Nilainilai gaya dalam selengkapnya terdapat pada lampiran. III-9

Gambar 3.4. Gaya aksial bresing pada bidang 1 akibat kombinasi pembebanan vertikal dan horizontal E x Gambar 3.5. Gaya aksial pada elemen bresing, dan kolom Terlihat pada gambar di atas bahwa struktur bresing mengalami gaya tarik dan tekan aksial akibat pembebanan vertikal dan gempa. Gaya aksial tarik ditandai dengan warna kuning, sedangkan gaya aksial tekan ditandai dengan warna merah. Gaya aksial pada kolom lebih didominasi oleh beban gravitasi sedangkan pada bresing lebih didominasi oleh beban lateral. III-10

Desain profil terhadap gaya-gaya dalam yang terjadi menunjukkan bahwa perbandingan gaya (strength ratio) kekuatan aksial batang bresing berbeda-beda untuk setiap lantainya bergantung dari keragaman profil yang didesain. Gambar 3.6. Gaya geser pada elemen balok bidang 1 Pada gambar di atas terlihat bahwa gaya geser didominasi oleh elemen balok, terutama balok-balok tanpa bresing. Terlihat ada loncatan gaya geser pada balok disebabkan oleh adanya balok anak yang bertumpu kepada balok-balok tersebut yang diterima sebagai gaya terpusat. Pada bresing hampir tidak ada gaya geser. Dengan demokian bresing didesain berdasarkan gaya dalam aksial yang diterimanya. Pada kolom terdapat distribusi gaya geser yang minim sehingga dapat diabaikan saat perencanaan. Gambar 3.7. Momen lentur balok pada bidang 1 III-11

Gambar 3.8. Momen lentur pada balok bentang dengan bresing Balok tanpa ikatan bresing pada gambar di atas lebih didominasi oleh beban vertikal ditandai dengan momen negatif pada ujung-ujungnya sedangkan balok pada bentang ikatan bresing didominasi oleh beban horizontal yang ditandai dengan arah momen yang berlawanan pada ujung-ujungnya. Hal ini disebabkan kekakuan bentang ikatan bresing lebih besar dibandingkan balok pada bentang ikatan tanpa bresing. Momen lentur balok pada gambar 3.8 terlihat terjadi loncatan akibat dari balok anak yang bertumpu pada sepertiga dan dua pertiga bentang balok sehingga pada titik tersebut terjadi perubahan kemiringan garis bidang momen. Balok tidak menerima gaya aksial karena gaya lateral akibat beban gempa hanya dipikul oleh bresing dan kolom saja. Hal ini disebabkan ujung-ujung balok berpindah secara bersama-sama ke arah lateral struktur (rigid diaphragm) sehingga diasumsikan gaya-gaya aksial terdistribusi kepada join yang terhubung ke kolom dan bresing. Sesuai persyaratan SNI 03 1729 2002 butir 15.11.2.3. Pendistribusian beban lateral yang masuk ke dalam struktur untuk batang aksial tarik adalah minimal 30% dan maksimal 70% yang berarti bahwa pada setiap lantainya, gaya horizontal yang masuk ke dalam batang bresing harus jauh lebih besar dibandingkan dengan gaya horizontal yang dipikul oleh kolom-kolom pada lantai yang ditinjau agar bresing bekerja secara efektif. Gaya horizontal struktur yang masuk ke batang bresing merupakan hasil transformasi vektor gaya terhadap sudut batang bresing pada proyeksi secara horizontal. III-12

E h = Gambar 3.9. Distribusi beban lateral pada bidang bresing Transfer gaya lateral ke dalam batang bresing sebagai berikut : E h Gambar 3.10. Transfer gaya lateral ke batang bresing Tinjauan transformasi dilakukan pada satu lantai. Beban horizontal yang dianalisis didistribusikan ke bresing tarik sedangkan sisanya didistribusikan ke kolom-kolom pada lantai yang ditinjau. Beban aksial tidak didistribusikan ke balok karena ujung-ujung balok bertumpu juga pada kolom-kolom sehingga seolah-olah balok hanya ikut berpindah posisi saja tanpa menahan gaya aksial. Selain itu, pelat lantai juga ikut berpartisipasi dalam memberikan kekakuan kepada balok. Jadi, balok bersama-sama pelat lantai bergerak bersama-sama sedangkan kolom berdeformasi lateral. III-13