BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI DAN ADVOKASI SERIBU HARI PERTAMA KEHIDUPAN (1000 HPK) RABU, 27 JULI 2016

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam jumlah yang tepat dan berkualitas baik. lingkungan kotor sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit.

RPJMN KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Prevalensi gizi buruk pada batita di Indonesia menurut berat badan/umur

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Sementara gizi buruk

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

SEKAPUR SIRIH. Bengkulu, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Bengkulu. Isbullah,SE

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

STUDI TENTANG MANAJEMEN SISTEM PELAKSANAAN PENAPISAN GIZI BURUK DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pada Data yang sama menunjukan bahwa 13,3% balita di Indonesia tergolong bayi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai keterkaitan yang erat dengan kondisi kerawanan pangan di masyarakat. Indikator kelaparan lainnya adalah tingkat konsumsi rata-rata energi penduduk di bawah 70 persen dari angka kecukupan gizi. Kondisi ini berdampak nyata terhadap pencapaian tujuan MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan (BAPPENAS, 2011). Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem, mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta kondisi kurus dan pendek sampai kegemukan. Di sisi lain, penyakit menular dan penyakit tidak menular juga meningkat. Sangat jelas peran gizi berkontribusi bermakna pada penanggulangan ke dua jenis penyakit ini. Untuk mencapai status kesehatan yang optimal, dua sisi beban penyakit ini perlu diberi perhatian lebih pada pendekatan gizi, baik pada masyarakat kaya maupun pada kelompok masyarakat miskin (WHO, 2008). Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Pada saat sebagian besar bangsa Indonesia masih menderita kekurangan gizi terutama pada ibu, bayi dan anak secara bersamaan masalah gizi lebih cenderung semakin meningkat 1

2 dan berakibat beban ganda yang menghambat laju pembangunan. Status gizi optimal dari suatu masyarakat telah secara luas diterima sebagai salah satu dari prediktor untuk kualitas sumberdaya manusia, prestasi akademik, dan daya saing bangsa. Dalam penanganan masalah gizi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penyebab langsung gizi kurang adalah makan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya. Asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk kejadian bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Unicef, 1998). Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas pangan penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah penduduk sangat rawan pangan (asupan kalori <1.400 Kkal/orang/hari) mencapai 14,47 persen, meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2008, yaitu 11,07 persen. Rendahnya aksesibilitas pangan (kemampuan rumah tangga untuk selalu memenuhi kebutuhan pangan anggotanya) mengancam penurunan

3 konsumsi makanan yang beragam, bergizi-seimbang, dan aman di tingkat rumah tangga. Pada akhirnya akan berdampak pada semakin beratnya masalah kurang gizi masyarakat, terutama pada kelompok rentan yaitu ibu, bayi dan anak (BAPPENAS, 2011). Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah gizi terdapat pada Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menegaskan bahwa Pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 menginstruksikan perlunya disusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi di tingkat provinsi yang dalam proses penyusunannya melibatkan kabupaten dan kota. Adanya Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional ini diharapkan masalah gizi buruk dan gizi kurang dapat diatasi, namun pada kenyataannya terjadi peningkatan pada prevalensi gizi buruk ditahun 2013 (BAPPENAS, 2011). Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4% dan 36,8% sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SCon Nutrition 2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9% dan 35,6%, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).

4 Status Gizi Balita menurut indikator BB/U secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013 (Riskesdas 2013). Provinsi Bengkulu hanya memiliki satu Kota yaitu Kota Bengkulu, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 dan tahun 2013, terjadi peningkatan Prevalensi Balita gizi buruk di Kota Bengkulu yaitu 10,6% pada tahun 2007 meningkat menjadi 17,7% pada tahun 2013. Data Pemantauan Status Gizi (PSG) menurut indeks BB/U di Kota Bengkulu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Data Pemantauan Status Gizi (PSG) Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Tahun 2011-2014 PSG (BB/U) Gizi Buruk % Gizi Kurang % 2011 28 1 221 10 2012 32 1,5 199 9,2 2013 44 1,63 245 9,07 2014 21 0,78 168 6,22 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Tabel di atas menunjukkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk pada tahun 2011, 2012 dan 2013 yaitu 28 kasus pada tahun 2011, 32 kasus pada tahun 2012 dan 44 kasus pada tahun 2013. Kasus gizi buruk tertinggi pada tahun 2013 berada pada Kecamatan Ratu Samban yaitu 11 kasus disusul Kecamatan Ratu Agung 7 kasus, Kecamatan Teluk Segara 6 kasus, Kecamatan Gading Cempaka 4 kasus, Kecamatan Sungai Serut 4 kasus,

5 Kecamatan Muara Bangkahulu 4 kasus, Kecamatan Singaran Pati 3 kasus, Kecamatan Selebar 3 kasus dan Kecamatan Kampung Melayu 2 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu 2013). Meningkatnya kasus gizi buruk di Kota Bengkulu merupakan tantangan bagi Pemerintah Kota Bengkulu. Masalah gizi buruk dan gizi kurang memiliki efek sosial dan ekonomi serta menggagalkan upaya penanggulangan kemiskinan. Komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah gizi di Kota Bengkulu sangat diperlukan. Salah satu indikator untuk mengukur komitmen pemerintah yaitu dengan melihat pencapaian program, regulasi tertulis dan anggaran yang disediakan dari pemerintah setempat terkait dengan masalah gizi. Masalah gizi berhubungan dengan berbagai program kesehatan yang ada di Dinas Kesehatan. Adapun program kesehatan yang berhubungan dengan program gizi dan belum mencapai target di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu pada tahun 2013 yaitu cakupan vitamin A pada bayi (6-11 bulan) sebesar 86,04%, pada anak Balita (12-59 bulan) sebesar 86,6% belum mencapai target 90%. Cakupan penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum berkualitas sebesar 73,66% belum mencapai target 80%. Akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) sebesar 64,7% belum mencapai target 80%. Serta cakupan kunjungan ibu hamil K1 sebesar 94,1% dan K4 sebesar 85,7% belum mencapai target 95% (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2013). Selain itu masalah gizi juga berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencapaian PHBS di Kota Bengkulu sebesar

6 55,3%belum mencapai target Nasional yaitu 65%. Salah satu indikator PHBS yang belum tercapai yaitu penggunaan air bersih, yang dapat menyebabkan beberapa penyakit, seperti diare. Penyakit diare ini dapat menggangu proses pencernaan dan penyerapan zat gizi dalam tubuh bayi dan Balita. Kasus diare di Kota Bengkulu yang ditangani sebesar 98,4% belum mencapai target 100% (Seksi Promkes & Profil Kes.Kab/Kota 2013). Kebijakan mengenai perbaikan gizi ditingkat Provinsi Bengkulu terdapat dalam Perda Nomor 12 tahun 2013 tentang perbaikan gizi dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan status gizi, pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi, pelayanan gizi komunitas dan pelayanan gizi pada penyakit degeneratif. Namun untuk ditingkat Kota Bengkulu belum ada regulasi tertulis mengenai masalah perbaikan gizi, baik Peraturan Walikota maupun Keputusan Walikota. Selain itu, pada anggaran program gizi, terjadi pengurangan anggaran dan kegiatan yaitu Rp. 239.990.000,00 dengan 9 kegiatan pada tahun 2013 menjadi 210.450.000,00 dengan hanya 4 kegiatan pada tahun 2014. Alokasi anggaran program gizi pada tahun 2014 yaitu untuk program PMT gizi buruk pada bayi dan Balita, PMT ibu hamil GAKY, PMT ibu hamil KEK dan PMT gizi kurang pada bayi dan Balita. Intervensi terhadap 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dilakukan dengan penanganan bayi gizi buruk dan gizi kurang dengan memberikan PMT (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2014). Komitmen pemerintah Kota Bengkulu dalam mengatasi masalah gizi buruk tentunya harus diukur melalui indikator-indikator. The Hunger and

7 Nutrition Commitment Index (HANCI) merupakan salah satu metode untuk mengukur komitmen pemerintah dalam mengatasi kelaparan dan masalah gizi berdasarkan 22 indikator. Indikator dibagi antara indikator komitmen pengurangan kelaparan (HRCI) yaitu 10 indikator dan indikator yang berkaitan dengan komitmen untuk mengatasi kekurangan gizi (NCI) 12 indikator. Masing-masing set dikelompokkan dalam 3 tema yaitu hukum, kebijakan dan pengeluaran / anggaran (Lintelo, et.al, 2014). Hasil HANCI dan NCI tahun 2013, Indonesia termasuk dalam indeks menengah yaitu peringkat 12 dari 45 negara dengan skor 190 untuk HANCI dan peringkat 7 dengan skor 114 untuk NCI. Dari 12 indikator, terdapat 2 indikator komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah gizi dengan skor rendah yaitu pada indikator cakupan vitamin A (76%) dan indikator akses terhadap air minum bersih (84,3%), selain itu terdapat 2 indikator dengan skor sangat rendah yaitu pada indikator akses sanitasi (58,7%) dan indikator fitur gizi dalam kebijakan pembangunan nasional lemah (Lintelo, et.al, 2014). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis Komitmen Pemerintah Kota Bengkulu dalam Mengatasi Masalah Gizi dengan Nutrition Commitment Index (NCI). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana analisis komitmen Pemerintah Kota Bengkulu dalam mengatasi masalah gizi berdasarkan Nutrition Commitment Index (NCI)?

8 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis komitmen Pemerintah Kota Bengkulu dalam mengatasi masalah gizi berdasarkan Nutrition Commitment Index (NCI). 1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya input, meliputi pengeluaran / anggaran, kebijakan program dan hukum di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. b. Diketahuinya proses, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. c. Diketahuinya output, meliputi status gizi dan Nutrition Commitment Index (NCI) Di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian lainnya yang berhubungan dengan menganalisis komitmen Pemerintah dalam mengatasi masalah gizi berdasarkan Nutrition Commitment Index (NCI) dan dapat memperluas informasi serta pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

9 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Kota Bengkulu Sebagai masukan dalam membentuk komitmen politik untuk mengatasi masalah gizi. b. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Sebagai masukan bagi program gizi dan mendapatkan sumber informasi tentang indikator dalam memperbaiki masalah gizi berdasarkan Nutrition Commitment Index (NCI). c. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya tentang komitmen Pemerintah dalam mengatasi masalah gizi berdasarkan Nutrition Commitment Index (NCI).