BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SD NEGERI TANGKIL III DI SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi berasal dari bahasa Arab "ghidzdzi" dan sekarang telah

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

ISSN Vol 2, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. fenomena baru di Indonesia. Selain berperan sebagai ibu rumah. tangga, banyak wanita berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL AZHAR KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan anak (Depkes RI,2002;Soendjojo dkk 2000). Pada anak usia sekolah kekurangan gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit - sakitan sehingga anak seringkali absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran (Syarief, 1997). Menurut data harian kompas, untuk anak usia sekolah dari 31 juta anak, 11 juta diantaranya bertubuh pendek akibat kekurangan gizi dan 10 juta mengalami anemia gizi. Angka diatas menunjukkan Indonesia masih belum merdeka dari kelaparan dan juga kemiskinan sebagai akar penyebab malnutrisi. Hal ini akan berdampak pada gangguan kecerdasan dan mengakibatkan potensi putus sekolah (Sri Hartati Samhadi, Kompas, Sabtu 7 Oktober 2006). Anak merupakan tumpuan masa depan bangsa dan Negara. Kualitas pembangunan 1

manusia di masa depan ditentukan dari kualitas anak-anak saat ini. Untuk mampu berfungsi sebagai generasi penerus di masa depan kelak, anak harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Menurut Stephen J, Kepala Perwakilan Unicef Indonesia dan Malaysia menyatakan bahwa kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk dibandingkan gizi anak-anak dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika. Sementara itu, kasus-kasus gizi lebih juga merupakan masalah yang kini semakin meningkat. Kecenderungan anak obesitas untuk tetap obesitas pada masa dewasa, dibuktikan dibanyak studi (Guo et al, 1994) yang berakibat pada kenaikan resiko penyakit dan gangguan yang berhubungan pada masa kehidupan berikutnya. Survey yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar di Indonesia, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD prevalensinya mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15% di Denpasar (Padmiari dan Hadi, 2002). Menurut Margen (1984), pertumbuhan dalam sajian ukuran antropometri gizi dipakai sebagai indikator keadaan gizi. Salah satu indeks antropometri yang digunakan dalam IMT yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Anak-anak yang menderita 2

gizi kurang memiliki tubuh yang lebih pendek dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan rekan sebayanya yang sehat dan bergizi baik. Penyebab langsung dari kurang gizi menurut Unicef, yaitu kurangnya asupan makanan dan kejadian infeksi. Kurangnya asupan makanan akibat tidak tersedianya asupan atau pola makan yang salah mengakibatkan anak tidak mendapatkan zat-zat gizi yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dapat mengakibatkan kondisi kesehatan anak menurun, sehingga rentan terhadap infeksi. Kejadian infeksi yang mungkin berasal dari kurangnya sanitasi dan pola asuh dapat mengakibatkan anak kehilangan selera makan sehingga asupan makan kurang. Kekurangan energi, protein dan lemak tubuh akan membuat anak mengalami malnutrisi yang berdampak pada pengurangan berat badan seharusnya (ideal) dan sangat terkait dengan masalah pertumbuhan yang terhambat. Survei Depkes tahun 1997 terhadap 600 ribu anak SD di 27 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengalami gangguan masalah kurang gizi berkisar antara 13,6-43,7%. Masalah kekurangan gizi pada usia SD terlihat dengan prevalensi kekurangan energi protein di Indonesia pada siswa SD/MI di Indonesia sebesar 30,1%, sedangkan prevalensi anemia besi mencakup sekitar 25-40%. Besarnya prevalensi gangguan pertumbuhan pada 3

siswa SD/MI di Indonesia sebesar 32% di pedesaan dan 18% di wilayah perkotaan (Soekirman, 2000). Selain itu, kesulitan ekonomi yang dapat diukur dari pendapatan orang tua merupakan salah satu faktor penyebab kekurangan gizi secara tidak langsung. Faktor ekonomi banyak berpengaruh terhadap kekurangan gizi. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Berdasarkan hasil penelitian Husaini pada anak sekolah dasar dan Madrasah Ibtidayah yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas di kota Bogor (1998) menunujukkan bahwa 10,3% anak laki-laki dan 11,4% anak perempuan kelebihan berat badan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) yang menunjukkan ada hubungan yang positif sebesar 0,292 atau 29,2% antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi anak di Puskesmas Seyegan, Sleman Yogyakarta. Prevalensi status gizi buruk berdasarkan pengukuran IMT/U pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi termasuk tinggi dibandingkan dengan propinsi yang lain. Dari data kasus gizi buruk di Pulau Sulawesi berdasarkan hasil 4

laporan Riskesdas 2010 dari Bulan Januari-Desember 2010 ditemukan sebanyak 23,7% anak berstatus gizi buruk. Selain itu, prevalensi anak status gizi kurang di Pulau Sulawesi pun cukup tinggi, yaitu mencapai 47,9%. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat meningkatkan kecerdasan anak juga dapat menunjang pertumbuhan secara fisik dan mental, Guna mendukung keadaan tersebut, anak sekolah memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar sehingga memerlukan status gizi yang baik. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2007, masalah gizi kurang pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi berada di atas prevalensi nasional (13,3%) yaitu mencapai 15,5%. Masalah gizi lebih juga berada di atas prevalensi nasional (6,4%) yaitu mencapai 8%. Terkait dengan masalah gizi penduduk adalah asupan makanan yang tidak seimbang, terlihat dari presentase rata-rata penduduk di Pulau Sulawesi yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (< 70% AKG) mencapai 80,5% dan rata-rata penduduk di Pulau Sulawesi yang mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (< 80% AKG) yaitu mencapai 75,9%. Berdasarkan karateristik masalah status gizi lebih yaitu lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula, sedangkan prevalensi status gizi kurang 5

berhubungan terbalik dengan keadaan ekonomi rumah tangga, semakin baik keadaan ekonomi rumah tangga semakin rendah prevalensi kekurusannya. Pulau Sulawesi merupakan pulau yang kaya akan hasil lautnya, salah satunya yaitu hasil perikanan. Oleh sebab itu seharusnya masyarakat di Pulau Sulawesi ini mayoritas mengkonsumsi cukup protein, karena tidaklah sulit untuk menemukan sumber protein seperti contohnya ikan di Pulau ini, namun berdasarkan RISKESDAS 2007, rata-rata anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi mengkonsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan minimal (< 70% AKG). Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan antara status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. B. Identifikasi Masalah Masih tingginya prevalensi gizi kurang (15,5%) pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi akan berdampak pada pertumbuhan fisik dan perkembangan anak, seperti rentan terhadap penyakit infeksi dan lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia 6-12 tahun, diantaranya status ekonomi keluarga dan konsumsi makanan (asupan energi dan asupan protein). 6

Supariasa (2001) menyatakan bahwa penyebab pokok dari kurang gizi salah satunya adalah kemiskinan yang dapat dinilai melalui tingkat ekonomi seseorang. Tingkat ekonomi seseorang dapat diukur dari pendapatannya. Pendapatan merupakan penyebab yang secara tidak langsung mempengaruhi status gizi. Pendapatan mempengaruhi daya beli keluarga terhadap kuantitas dan kualitas bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga dan juga untuk perbaikan kesehatan dan masalah yang berkaitan dengan keadaan gizi keluarga, misalnya untuk membeli obat atau biaya berobat bila sakit. Status gizi merupakan kondisi seseorang yang dipengaruhi secara langsung oleh asupan makanan dan kejadian infeksi. Pada usia sekolah (6-12 tahun), anak cenderung mengalami kesulitan makan, sehingga asupan makanan yang menurun tersebut dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat-zat gizi yang essensial. Pengaruh paling besar jika anak kekurangan sumber zat-zat gizi akan mengakibatkan status gizi pada kondisi terburuk atau malnutrisi dan daya tahan tubuhnya menurun, sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Demikian pula, bila anak menderita penyakit infeksi maka anak akan kehilangan nafsu makan, sehingga intake makanan jadi kurang. Alasan tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti status gizi (variabel dependen) pada anak-anak usia 6-12 tahun yang dipengaruhi oleh status ekonomi, asupan energi dan protein (variabel independen). 7

C. Pembatasan Masalah Data yang digunakan adalah data sekunder dikarenakan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga untuk melakukan penelitian, maka masalah penelitian ini dibatasi pada hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. D. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran karateristik anak usia 6-12 tahun (umur, jenis kelamin). b. Mengidentifikasi status ekonomi anak usia 6-12 tahun. c. Mengidentifikasi asupan zat gizi makro (energi dan protein) anak usia 6-12 tahun. 8

d. Mengidentifikasi status gizi anak usia 6-12 tahun. e. Menganalisis hubungan status ekonomi terhadap status gizi anak usia 6-12 tahun. f. Menganalisis hubungan asupan energi terhadap status gizi anak usia 6-12 tahun. g. Menganalisis hubungan asupan protein terhadap status gizi anak usia 6-12 tahun. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Praktisi Sebagai sumber informasi mengenai hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. 2. Bagi Institusi Gizi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk merencanakan penyuluhan dan konsultasi untuk asuhan nutrisi sebagai upaya meningkatkan status gizi anak. 9

3. Bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun mahasiswa gizi mengenai hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. 4. Bagi Peneliti a. Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan wawasan baru bagi mahasiswa gizi mengenai hubungan status ekonomi, asupan energi dan protein terhadap status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi. b. Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. 10