UJI MIKRONUKLEI DENGAN PENGEBLOKAN SITOKENESIS PADA LIMFOSIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI

dokumen-dokumen yang mirip
PERANGKAT LUNAK CABAS VERSI 2.0 UNTUK PREDIKSI DOSIS RADIASI BERDASARKAN ANALISIS ABERASI KROMOSOM

PREDIKSI DOSIS SERAP RADIASI IONISASI DENGAN PERANGKAT LUNAK DOSE ESTIMATE VERSI 4.1

Efek Paparan Sinar-X Terhadap Frekuensi Mikronukleus Sel Limfosit Dan Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Dosimeter Biologi

STUDI INDUKSI ABERASI KROMOSOM OLEH SINAR X 200 KV SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI

HUBUNGAN DOSIS RESPON ABERASI KROMOSOM YANG DIINDUKSI RADIASI GAMMA Co-60

PEMANFAATAN TEKNIK PREMATURE CHROMOSOME CONDENSATION DAN UJI MIKRONUKLEI DALAM DOSIMETRI BIOLOGI

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

LAPORAN TEKNIS Pengembangan Kualitas Teknik FISH dengan Variasi Dual Probe. Yanti Lusiyanti Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi

DETEKSI ABERASI KROMOSOM PADA PEMBELAHAN PERTAMA (M1) DAN KEDUA (M2) PADA SEL LIMFOSIT PERIFER PASCA IRRADIASI SINAR X

FREKUENSI ABERASI KROMOSOM PADA PEKERJA RADIASI

BIODOSIMETRI PAPARAN RADIASI DOSIS TINGGI DENGAN TEKNIK PREMATURE CHROMOSOME CONDENSATION

STUDI ABERASI KROMOSOM PADA PEKERJA RADIASI DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENERAPAN EFEK INTERAKSI RADIASI DENGAN SISTEM BIOLOGI SEBAGAI DOSIMETER BIOLOGI

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Jurnal Keselamatan Radiasi dan Lingkungan

DOSIMETRI BIOLOGIK SITOGENETIK PADA LIQUIDATOR KECELAKAAN CHERNOBYL

TEORI DASAR RADIOTERAPI

PEMBUATAN KURVA KALIBRASI KROMOSOM TRANSLOKASI AKIBAT RADIASI GAMMA. Yanti Lusiyanti, Zubaidah Alatas, Sofiati P., dan Dwi Ramadhani

PENERAPAN EFEK INTERAKSI RADIASI DENGAN SISTEM BIOLOGI SEBAGAI DOSIMETER BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI ABERASI KROMOSOM PADA PEKERJA RADIASI DI RUMAH SAKIT

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

Verifikasi Keluaran Radiasi Pesawat Linac (Foton Dan Elektron) Serta 60CO Dengan TLD

BAB V ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN RADIASI KANKER PROSTAT DENGAN EBRT PADA RS.X

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

Buletin. Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional ISSN Volume 14 Nomor 1, Agustus 2012

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

STUDI AWAL KURVA KALIBRASI UNTUK BIODOSIMETRI DOSIS TINGGI DENGAN TEKNIK PREMATURE CHROMOSOME CONDENSATION (PCC)

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

EFEK RADIASI BAGI MANUSIA. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

VERIFIKASI PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP DI AIR BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK CLINAC 2100 C MILIK RUMAH SAKIT

TANGGAPAN THERMOLUMINESCENT DOSIMETER CaSO 4 :Dy TERHADAP MEDAN RADIASI CAMPURAN BETA, GAMMA DAN MEDAN RADIASI CAMPURAN BETA GAMMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co

PENERAPAN KOEFISIEN KOREKSI ELEMEN KARTU THERMOLUMINISENCE (TLD) UNTUK PERHITUNGAN DOSIS EKSTERNA

KALIBRASI EFISIENSI α/β COUNTER UNTUK ANALISIS RADIONUKLIDA PEMANCAR BETA DALAM CONTOH URIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PAPER BIOLOGI UMUM PENERAPAN ILMU BIOLOGI KE ILMU FISIKA Sinar Gama Penghambat Sel Kanker

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

BAB I PENDAHULUAN. senyawa genotoksik seperti Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) yang

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

SECARA IN VITRO PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008),

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

FISIKA ATOM & RADIASI

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama.

SEMI OTOMATISASI KARIOTIPE UNTUK DETEKSI ABERASI KROMOSOM AKIBAT PAPARAN RADIASI

RENCANA PROGRAM KEGIATAN. Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti

PENGUJIAN RESPON DOSIS RADIASI IONISASI DARI Nd SILIKA TERDOP SEBAGAI MATERIAL THERMOLUMINESEN DOSIMETER

HUBUNGAN ANTARA LAJU DOSIS SERAP AIR DENGAN LAPANGAN RADIASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkat di kota-kota besar terutama pada negara berkembang dengan

PEMANTAUAN DOSIS PERORANGAN DI PUSAT TEKNOLOGI NUKLIR BAHAN DAN RADIOMETRI - BATAN BANDUNG

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

PENGUKURAN AKTIVITAS ISOTOP 152 Eu DALAM SAMPEL UJI PROFISIENSI MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI EKSTERNA DI PTAPB-BATAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut adalah ruangan yang di dalamnya terdapat berbagai

(~_~ 1,..-Go HUBUNGAN DOSIS-RESPON ABERASI KROMOSOM YANG DIINDUKSI OLEH SINAR

Supriyadi Dental Radiology Departement

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. BAB III. PAJANAN RADIASI EKSTERNA 7 A. Biomarker pajanan radiasi eksterna 7 B. Pemantauan perorangan akibat pajanan eksterna 9

EVALUASI PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS ALPHA DAN BETA DI PERMUKAAN LANTAI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BORON NEUTRON CAPTURE THERAPY (BNCT)

Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

RESPON SITOGENETIK PENDUDUK DAERAH RADIASI ALAM TINGGI DI KABUPATEN MAMUJU, SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 )

BIOMARKER ABERASI KROMOSOM AKIBA T PAPARAN RADIASI PENGION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

RADIOKALORIMETRI. Rohadi Awaludin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Hidayatullah dkk., 2013). Kompetisi renang mulai diadakan di Olympics pada

BAB 5 HASIL PENELITIAN

KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAGING SAPI YANG DIRADIASI GAMMA

KAJIAN PAPARAN RADIASI RETROSPEKTIF DENGAN ABERASI KROMOSOM. Zubaidah Alatas Pusat Teknologi Keselamatan Metrologi Radiasi - BATAN

Penulis koresponden. Alamat

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak sekitar tahun 1980 istilah dry cleaning mulai dikenal meluas oleh

Transkripsi:

UJI MIKRONUKLEI DENGAN PENGEBLOKAN SITOKENESIS PADA LIMFOSIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI Yanti Lusiyanti dan Zubaidah Alatas Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN ABSTRAK UJI MIKRONUKLEI DENGAN PENGEBLOKAN SITOKENESIS PADA LIMFOSIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIODOSIMETRI RADIASI. Mikronuklei adalah salah satu indikasi kerusakan struktur pada kromosom akibat radiasi, yang dapat diamati dari sel dengan dua inti (binukleat), dengan cara memblok proses pembelahan pada tahap sitokinesis menggunakan sitokalasin B yang dikenal dengan Cytokinesis Block (CB). Bila metoda uji mikronuklei akan dijadikan sebagai biodosimetri radiasi, maka perlu diketahui kurva respon dosis pada kisaran luas dari berbagai kualitas radiasi. Kurva respon mikronuklei yang diinduksi oleh radiasi LET rendah, antara lain sinar-x, sinar γ dan partikel β diperlihatkan dengan model persamaan linier quadratik, sedangkan radiasi LET tinggi hanya menghasilkan persamaan linier. Variasi antar individu dalam pembentukkan mikronukleus sampai kini masih dipertanyakan, karena data yang diperoleh dari beberapa penelitian belum menunjukkan hasil yang konstan terutama untuk frekuensi mikronukleus latar. Untuk menerapkan uji mikronukleus sebagai biodosimetri radiasi, diperlukan kalibrasi kurva mikronukleus pada individu pra pajanan terutama untuk dosis rendah. Kata kunci : mikronuklei, pengeblokan sitokinensis, radiasi, biodosimetri ABSTRACT MICRONUCLEI ASSAY USING CYTOKINESIS BLOCK IN LYMPHOCYTES AND ITS APPLICATION AS RADIATION BIODOSIMETRY.Micronuclei is one of structural damage indicators caused by ionizing radiation that observed on cells with binucleate by blocking cell proliferation at cytokinesis stage using cytochalasin B, known as cytokinesis Block (CB). If micronuclei assay is used as a biological dosimeter, it is essensial to have dose-respon curve on a wide range of radiation qualities. The dose respons curve of micronuclei for low LET radiation i,e X-rays, γ rays and β particle represented in the linear quadratiq model and for high LET i.e neutron and ά particle represented in linear model. Individual variation in micronuclei is unclear because the uncertainties are predominately for the base line miccronucleus. One of the mayor limitation in measuring exposure to low doses may be the interindividual variation in radiosensitivity, and the practical implementation of the micronucleus assay for radiation biodosimetry may be limited by a need to perform individual pre-exposure calibrations. Keywords : micronuclei, cytokinetic blocking, radiation, biodosimetry PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 57

I. PENDAHULUAN Pengukuran biodosimetri berkaitan dengan besarnya dosis serap radiasi yang diterima dan berkontribusi serta terhadap risiko kesehatan yang diakibatkan oleh paparan radiasi. Prinsip biodosimetri adalah menentukan dosis serap radiasi dengan mengukur perubahan yang terjadi pada materi biologi akibat paparan radiasi pada tubuh manusia. Salah satu yang paling utama dari biodosimetri adalah dalam kasus kecelakaan radiasi yang terjadi pada individu yang tidak menggunakan dosimeter fisik. Kadangkala metode dosimetri fisik harus dilengkapi atau didukung oleh uji biologik, sebagai contoh terjadinya pajanan sebagian tubuh (parsial) dengan dosimetri fisik diluar area radiasi. Cek silang dosis yang diukur secara fisik diperlukan pada kondisi tertentu. Akan tetapi, jika dosis ditentukan secara biologik, variabilitas biologik akan mempengaruhinya, karena diyakini untuk individu yang radiosensitif akan memiliki efek yang lebih besar pada materi biologiknya daripada ukuran rata-rata. Biodosimetri didasarkan pada marker biologi atau biomarker yang diinduksi oleh paparan radiasi dan dapat diterapkan untuk mengestimasi dosis ketika dosimetri fisik tidak tersedia, atau untuk melengkapi dosimetri fisik. Biomarker radiasi yang telah secara luas dikenal dan diaplikasikan sebagai dosimetri biologi atau biodosimetri radiasi adalah aberasi kromosom menggunakan metode sitogenetik untuk mengetahui frekuensi kromosom bentuk disentrik, asentrik fragmen dan cincin (ring). Analisis aberasi kromosom disentrik telah dibuktikan sebagai gold standar (baku standar) yang sensitif untuk mengetahui kerusakan sel akibat radiasi dan telah dijadikan sebagai biodosimetri radiasi [1]. Metode biodosimetri yang cepat sangat diperlukan untuk mengkaji efek radiasi tunda (jangka panjang). Selain teknik analisis aberasi kromosom pada limfosit, teknik uji lain yang juga dapat digunakan dalam biodosimetri adalah uji mikronukleus (MN). Pengujian MN dari limfosit perifer pertama kali diperkenalkan oleh Countryman and Heddle [2]. Pada metode awal hanya dilakukan pada sel yang telah selesai membelah secara in-vitro. Suatu pendekatan telah dikembangkan dengan menggunakan inhibitor cytokenesis yaitu cytochalasin-b. Feneh dan Morley [3] telah menerapkan Cytocalasin B yang mampu memperlihatkan bahwa sel yang telah membelah dapat diakumulasi dan dikenali sebagai sel binukleat (dua inti) dan MN dapat secara spesifik dan efisien terlihat di dekat sel binucleat sementara sel mononuclear yang tidak membelah tidak mampu mengekspresikan adanya MN secara in vitro. MN telah digunakan sejak tahun 1937 sebagai indikator pajanan genotoksik PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 58

berdasarkan pada studi radiasi oleh Brenneke dan Mather. Sejak saat itu banyak studi lain dilakukan pada sel tumbuhan, hewan dan manusia, baik secara in vitro maupun in vivo. Penelitian frekuensi MN juga mendukung asumsi bahwa MN ini merupakan produk awal proses karsinogenik pada manusia Bila induksi MN akan digunakan untuk biodosimetri radiasi, maka sangat perlu membuat suatu kurva data respon-dosis, untuk kisaran yang luas dari berbagai kualitas radiasi, terutama yang banyak digunakan dalam penelitian lingkungan, dan sangat sesuai untuk proteksi radiasi. Di samping itu sangat penting untuk memperoleh konsistensi terutama antara laboratorium acuan dengan laboratorium lainnya. Faktor yang berperan terhadap pembentukkan MN antara lain adalah faktor fisik seperti LET, dosis dan laju dosis dan sifat biologik yaitu variasi antar individu, yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan kinetika sel. Dalam makalah ini dibahas mengenai uji MN dengan metode cytokinesis block (CB) dan kemungkinan implementasinya bila digunakan sebagai biodosimetri radiasi. behind anaphase., sehingga akhirnya fragmen tersebut tidak ikut ke dalam nuklei anak utama. Potongan fragmen kromosom atau kromosom tersebut membentuk nuckleus kecil yang terpisah dan dinamakan mikronuklei, dengan demikian mikronuklei merupakan materi nukleus (DNA)) terlihat sebagai lingkaran kecil dalam sitoplasma di luar nukleus, dengan struktur dan intensitas warna serupa dengan nukleus Gambar 1. Mikronuklei terbentuk dari fragmen asentrik yang gagal bergabung dengan sel anak selama proses pembelahan sel. Dapat juga terbentuk dari sebuah kromosom yang tertinggal, atau tidak terbawa dalam proses mitosis, atau terjadi akibat konfigurasi kromosom yang kompleks, pada waktu proses anafase. Namun demikian terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa radiasi dapat menginduksi pembentukkan mikronukleus adalah terutama berasal dari fragmen asentrik [1,2]. II. MIKRONUKLEI Paparan radiasi dapat menginduksi terjadinya pembentukan fragmen kromosom Asentrik (kromosom tanpa centromer dan malsegregasi kromosom utuh (whlole kromosom). Fragmen kromosom asentrik dan whole kromosom yang tidak mampu berinteraksi dengan benang spindel lag Gambar 1. Sel binukleat yang memiliki 1 mikronuklei [1] PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 59

Kriteria mikronuklei antara lain ; diameter kurang dari seperlima diameter nukleus (10µm), terletak dalam sitoplasma dan di luar nukleus, tidak ada kontak dengan nukleus [1]. Keterangan lain menyatakan bahwa ukuran mikronukleus yang diinduksi radiasi cenderung berukuran antara 6-12 µm. Kira-kira 80% mikronukleus yang diinduksi oleh sinar gamma mengandung DNA sekitar 6% atau kurang dari nukleus interfase, menandakan asal mikronukleus berasal dari fragmen asentrik. Pada individu normal atau frekuensi mikronuklei untuk 1000 sel binukleate adalah 3-30 [1,4]. Beberapa keunggulan dari uji MN adalah sbb. : 1. Dapat dikombinasi dengan deteksi mutasi kromosom dan genom sekaligus. 2. Dapat membedakan antara klastogen dan aneugen. 3. Ada kemungkinan mendeteksi apoptosis atau nekrosis secara bersamaan. 4. Dapat digunakan untuk banyak jenis sel, cepat, murah, dan sederhana. 5. Ada kemungkinan otomatisasi dan unggul secara statistik. 6. Dapat membedakan antara sel yang sedang membelah dan tidak membelah. 7. Mampu mendeteksi jembatan disentrik (dicentric bridges) sebagai jembatan nukleoplasmik dan pengkajian proliferasi sel (persentase sel binukleat). III. TEKNIK PENGEBLOKAN SITOKINESIS Mikronuklei terbentuk akibat kerusakan struktur dari kromosom yang terjadi pada fase G0-G1 dari siklus sel, sehingga mikronukleus muncul setelah sel mengalami pembelahan inti. Pengujian teknik scoring mikronuklei dalam sebuah sel, yang telah diblok pada limfosit tepi, digunakan sebagai metoda alternatif realistis untuk mengetahui secara kuantitatif adanya kerusakan kromosom akibat radiasi, selain penghitungan kromosom disentrik [4,5]. Metoda CB yaitu menggunakan penambahan zat Sitokalasin-B terhadap kultur limfosit, berfungsi untuk memblok proses sitokinesis sehingga sel berada pada tingkat pembelahan sel binukleat (sel dengan dua inti), dan mikronklei yang terbentuk akan teramati pada sel binukleat tersebut [3,6]. Teknik pengeblokan yang dimaksudkan untuk memperoleh mikronuklei ini telah diperkenalkan lebih dari 30 tahun lalu, tepatnya tahun 1975. Proses atau mekanisme pembentukan mikronuklei dijelaskan dalam Gambar 2. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 60

SITOCHALASIN B Gambar 2. Proses pembentukan MN yang diinduksi dengan sitochalasin-b [1]. Pengujian mikronuklei telah digunakan sejak tahun 1937 sebagai indikator pajanan genotoksik berdasarkan pada studi radiasi oleh Brenneke dan Mather. Sejak saat itu banyak studi lain dilakukan pada sel tumbuhan, hewan dan manusia, baik secara in vitro maupun in vivo. Penelitian frekuensi MN juga mendukung asumsi bahwa MN ini merupakan produk awal proses karsinogenik pada manusia. Penggunaan teknik mikronukleus dalam penghitungan lebih mudah cepat dan sel yang dapat diamati dalam jumlah banyak, terutama apabila menggunakan sistem image komputer otomatis. Sehingga teknik mikronukleus memungkinkan digunakan sebagai sebagai prosedur rutin, dan dapat diamati pada dosis rendah antara 0,05-1 Gy, yang merupakan rentang batas dosis terendah untuk mendeteksi adanya aberasi kromosom [5,7,8]. Keunggulan lain dari uji ini adalah waktu prosesnya dimana mikronuklei dapat dihitung dengan cepat dan sangat sesuai untuk deteksi awal pada sejumlah besar korban kecelakaan radiasi. Pengujian MN dengan Metode CB ini juga telah dilakukan terhadap Para pekerja radiasi di BATAN, dengan hasil yang ditemukan frekuensi MN masih berada dalam kisaran frekuensi latar untuk mikronuklei [9]. Beberapa kriteria dari sel BNC yang layak untuk dihitung frekuensi mikronukleinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut. - Sel harus dalam bentuk binukleat (terdiri dari dua nukleus). - Kedua inti dalam binukleat sel harus dalam kondisi bersentuhan dengan membran inti dan berada dalam satu lingkaran sitoplasma yang sama. - Kedua inti dalam sel binukleat harus memiliki ukuran, penyerapan warna dan intensitas pewarnaan yang sama. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 61

- Kedua inti dalam sel binukleat mungkin tidak dihubungkan atau mungkin menempel satu atau lebih oleh jembatan nukleoplasma dan ukurannya tidak kurang lebih 1/4 diameter dari inti. - Kedua inti utama dalam sel binukleat mungkin bersentuhan satu sama lain namun idealnya harus tidak overlap satu sama lain. Sel dengan kondisis nuklei yang overlaping dapat dihitung hanya apabila lingkaran inti dari inti yang lain dapat dibedakan. - Lingkaran sitoplasma atau membran dari selbinukleat harus berinteraksi dan secara jelas dapat dibedakan dari lingkaran sitoplasmic dari sel sekitarnya. Akan tetapi uji ini memiliki keterbatasan terutama oleh adanya frekuensi background yang lebih besar dan lebih bervariasi dibandingkan dengan disentrik. Uji MN juga tidak mampu mendeteksi semua aberasi kromosom struktural (hanya asentrik), membutuhkan pembelahan sel untuk ekspresi MN, ada kemungkinan interferensi oleh sitochalasin-b seperti spindle poison, ada kemungkinan interferensi dengan penghambat lain dari sitokinesis, dan sitotoksisitas sitochalasin-b itu sendiri bervariasi antar-jenis sel atau bahkan antarsub jenis dari jenis sel yang sama [1]. IV. INDUKSI MIKRONUKLEI OLEH RADIASI Teknik pengujian MN dengan metode CB menggunakan sitochalasin-b untuk menginduksi mikronuklei juga menjadi andalan banyak peneliti dalam menentukan dosis radiasi. Mikronuklei dalam sel dua inti terbentuk selama transisi metafase-anafase ketika seluruh kromosom hilang (kejadian aneugenik) atau fragment kromosom asentrik setelah terjadi patahan kromosom (kejadian clastogenik) yang tidak bergabung ke dalam inti sel anak. Karena lebih sederhana, lebih cepat, tidak mahal serta bentuk mikronuklei yang sederhana, mudah dikenali dan ada potensi untuk otomatisasi dengan sitometri maka teknik pengeblokan sitokinesis ini juga diandalkan oleh para peneliti]. Meninjau awal mula MN muncul, telah diketahui dengan baik bahwa sebagian besar MN akibat radiasi terutama berasal dari fragmen kromosom asentrik yang merupakan hasil patahan kromosom. Sejumlah kecil MN akibat radiasi dapat berasal dari kromosom utuh yang gagal (lag) setelah anaphase disebabkan karena beberapa kelainan pada tingkat spindle atau protein kinetochore. Gambaran mikronuklei yang diinduksi oleh radiasi gamma 1 Gy terlihat pada Gambar 3. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 62

Gambar 3. Contoh hasil uji mikronuklei yang diinduksi oleh radiasi sinar gamma dosis 1 Gy. Satu (kiri) dan tiga (kanan) mikronuklei yang berada di samping BNC di dalam sitoplasma [10]. Untuk mengetahui apakah MN yang diinduksi adalah akibat paparan iradiasi atau senyawa kimia, para peneliti mengembangkan teknik deteksi MN menggunakan teknik flourescence in situ hybridization (FISH) menggunakan pan centromeric probe dan hasilnya diperlihatkan dalam Gambar 4. Pengaruh radiasi dalam menginduksi pembentukan mikronukleus dipengaruhi oleh Linier Energi Transfer (LET), laju dosis dan besarnya dosis radiasi. Nilai LET adalah jumlah energi yang terdeposit sepanjang jejak lintasan radiasi yang dilaluinya, maka nilai LET berhubungan erat dengan efektifitas suatu jenis radiasi pengion, yang menyebabkan kerusakan pada materi biologi yang dilintasinya. Semakin besar LET, semakin besar daya rusak radiasi tersebut pada materi biologis yang dikenal dengan istilah Relatif Biological Effectiveness (RBE) [9,10]. Gambar 4. Teknik deteksi MN menggunakan flourescence in situ hybridization (FISH) menggunakan pan centromeric probe. MN hasil induksi kimia (kiri) dan radiasi (kanan). PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 63

Perbedaan utama antara partikel alfa sebagai radiasi LET tinggi, dengan radiasi gamma/sinar-x sebagai radiasi LET rendah, yaitu dalam hal distribusi energi pada populasi sel atau jaringan yang terpajan. Ionisasi akan terjadi pada setiap interval 100 nm atau lebih sepanjang lintasan radiasi gamma/-x akan menembus suatu jaringan sedalam beberapa cm, sebelum melepaskan semua energinya. Sehingga terjadi distribusi energi yang merata dalam jaringan, dengan demikian dosis radiasi yang diterima oleh sel dalam jaringan adalah sama dengan tingkatan pajanan yang sangat rendah. Sedangkan radiasi alfa, terjadi ionisasi setiap 0,2-0,5 nm, sehingga deposisi energi yang besar terjadi pada satu lokasi tertentu. Umumnya partikel alfa melintas hanya sejauh 50 μm sebelum semua energinya habis dilepaskan [1,11]. Pada radiasi dengan LET tinggi, induksi mikronukleus tampak jelas, sesuai dengan yang digambarkan yaitu untuk partikel α dan neutron, jauh lebih efektif dalam menginduksi pembentukan mikronukleus dibanding sinar-x, sinar gamma maupun partikel β. Hal tersebut terlihat pada penelitian yang dilaporkan bahwa induksi mikronukleus oleh neutron pada energi 5,5 MeV dengan nilai LET 20 kev μm -1, nilai ini hampir mendekati untuk partikel α yaitu 20-23 kev μm -1. Keduanya memperlihatkan persamaan linier 0,374 ± 0,012 untuk neutron dan 0,336 ± 0,039 untuk partikel alfa serta tidak berbeda secara bermakna [12,8]. Sinar-X dan sinar gamma merupakan radiasi dengan LET rendah, mempunyai kemampuan menginduksi dengan kerusakan yang tidak sama. Pada saat radiasi gelombang elektromagnetik (X dan γ) berinteraksi dengan sebuah atom, maka keduanya akan melepaskan elektron sekunder. Radiasi gamma dari Co-60 dengan energi 1,1 MV mempunyai nilai LET lebih rendah yaitu 0,2 kev/ μm dari Sinar-X 250 kv yaitu 2 kev/ μm, dengan demikian efektifitas sinar gamma untuk merusak materi biologi menjadi lebih rendah, sekitar 10%. Hal yang sama terjadi pada sinar-x dengan energi 25 MV mempunyai nilai LET 0,2 kev/ μm [8,13]. Induksi mikronukleus pada LET rendah diketahui bahwa Sinar-X cenderung sedikit lebih efektif, dibanding sinar gamma walaupun antara kedua kurva tampak tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil penelitian lain yang dilakukan pada beberapa kualitas radiasi berbeda, diketahui bahwa pada dosis yang tinggi yaitu 10 Gy untuk sinar-x dan 1 Gy untuk neutron, dapat mempengaruhi kapasitas proliferasi pada sel limposit yang telah distimulasi. Telah diketahui bahwa partikel α dan neutron jauh lebih efektif dalam menginduksi pembentukan mikronukleus dibanding sinar- X, sinar gamma maupun partikel β [8]. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 64

Jumlah Mikronukleus per 1000 sel CB Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Pengaruh respon pembentukan mikronukleus terhadap dosis, pada berbagai variasi laju dosis menunjukkan perbedaan yang nyata. Hubungan kurva respon mikronukleus terhadap dosis untuk LET rendah, umumnya di gambarkan dengan persamaan model linier quadratik y = c + α D + βd 2 atau Y = α D + βd 2, sedangkan untuk LET tinggi dengan model persamaan linier yaitu y = c + α D. Nilai c adalah kontrol, (α D) adalah komponen dosis linier menggambarkan luka yang diakibatkan oleh satu jejak lintas radiasi, (βd 2 ) adalah komponen dosis kudrat, menggambarkan mekanisme aksi kerusakan yang diproduksi oleh dua jejak lintasan radiasi [5]. Hubungan kurva respon mikronukleus terhadap dosis pada LET rendah, dibuktikan dengan penelitian kurva respon mikronukleus pada kisaran energi radiasi yang berbeda untuk sinar-x dengan kisaran LET bervariasi dibandingkan dengan sinar gamma (Gambar 3). Adanya perbedaan nilai LET terlihat proporsional, dengan persamaan linier quadratik, terlihat bahwa koefisien α untuk sinar-x yang lebih besar dibanding dengan sinar γ dan partikel β serta menunjukkan adanya kenaikkan nilai α, sejalan dengan naiknya nilai LET walaupun tidak menunjukkan perbedaan nyata. Sedangkan untuk koefisien β nilainya relatif sama (Tabel 1). D o s i s ( G y ) Gambar 5. Kurva respon mikronukleus vs dosis ( ) 14 kvp, ( )50 kvp, dan ( ) 350 kvp serta (Δ) sinar gamma Co-60 yang diiradiasi 1-4 Gy [15]. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 65

Tabel 1. Koefisien kurva respon mikronukleus Vs dosis secara invitro, pada berbagai kualitas radiasi untuk LET rendah [14] Jenis Radiasi Komponen α (Gy) Komponen β (Gy) Sinar-X 14 kvp 0,103 ± 0,003 0,057 ± 0,007 Sinar-X 50 kvp 0,087 ± 0,024 0,045 ± 0,024 Sinar-X 350 kvp 0,064 ± 0,018 0,045 ± 0,008 Sinar γ C0-60 0,049 ± 0,008 0,038 ± 0,006 Partikel β 2,27 MeV [4] 0,0248 ± 0,0134 0,0381 ± 0,0106 P 2) ada penelitian tersebut diperlihatkan bahwa komponen α terbentuk dari induksi persamaan linier kuadratik untuk mikronukleus diakibatkan hanya oleh jejak mikronukleus dengan komponen α dan β tunggal saja [5]. Pada penelitian lain kurva tidak hanya berhubungan langsung dengan respon mikronukleus yang diirradiasi satu atau dua jejak saja, karena ekspresi mikronuklei juga dipengaruhi oleh fenomena campuran beam nuetron dihasilkan koefisien α = 0,595 ± 0,28 dan koefisien β = - 0,059 ± sekunder antara lain adanya agregasi 0,0133, penelitian ini membuktikan bahwa kumpulan dari beberapa fragmen asentrik, menjadi satu mikronukleus (Savage 1988) model kurva respon dosis pada LET tinggi tidak menunjukkan model linier kuadratik. pada dosis tinggi [13]. Nilai negatif pada β menandakan adanya Kurva respon mikronukleus terhadap efek kejenuhan, sejalan kenaikkan dosis. Jadi dosis untuk LET tinggi, digambarkan pada radiasi campuran neutron dan sinar dengan persamaan y = c + αd, yang gamma diperlihatkan dengan jelas, adanya membuktikan bahwa pada radiasi LET tinggi perbedaan kualitas radiasi yang sangat untuk partikel α dan neutron keboleh jadian efektif, untuk menginduksi pembentukkan adanya jejak tunggal sangat dominan (Tabel mikronukleus (Gambar 4) [15]. Tabel 2. Koefisien kurva respon mikronukleus Vs dosis secara in vitro, pada berbagai kualitas radiasi untuk LET tinggi [8] Jenis Radiasi Komponen α (Gy) Komponen β (Gy) Neutron beam campuran 220 kv 0,595 ± 0,028-0,059 ± 0,0133 Partikel α 20-23 kev 0,336 ± 0,039 - Neutron 5,5 MeV 0,374 ± 0,012 - PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 66

Sel Binukleat dengan Mikronukleus (%) Selse Binukleat dengan mmikronukleus (%) Jumlah MN per 1000 sel CB Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Dosis (Gy) Gambar 6. Perbandingan kurva respon Mikronukleus Vs Dosis yang diinduksi sinar gamma Co-60 dan Fast Neutron dosis 1-4 Gy [7] Selain LET induksi mikronukleus oleh radiasi, juga dipengaruhi oleh laju dosis. Pada penelitian sampel donor yang diirradiasi sinar gamma dosis 4 Gy dengan kisaran laju dosis 0,15 cgy/menit. 0,29 cgy/menit dan 70 cgy/menit menunjukkan terjadi penurunan nyata pada pembentukan mikronukleus yaitu 48,0 ± 2,1% untuk laju dosis 70 cgy/menit, turun hingga 34,8 ± 2,1% pada laju dosis 0,29cGy. Gambar 5 memperlihatkan pembentukkan mikronukleus yang menurun 1,4 kali lipat saat laju dosis 0,29 cgy/menit sedangkan pada laju dosis 0,15 c Gy/menit menurun hingga 2,4 kali lipat [16]. B Rerata SE Rerata SE Gambar 7. Frekuensi Mikronukleus yang diirradiasi Co-60 (A). laju dosis 70 cgy/menit dan 0,15 cgy/menit, (B). laju dosis 70 cgy/menit dan 0,15cGy/menit [16] PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 67

Induksi mikronukleus dipengaruhi oleh laju dosis pada penelitian lain dilaporkan bahwa pembentukkan mikronukleus yang diirradiasi dengan laju dosis 0,7 cgy/menit sampai 2,6 cgy/menit, responnya kurang efektif dibanding dengan laju dosis 40 Gy/jam. Demikian pula pada penelitian Boreham diperlihatkan pola yang sama yaitu pada laju dosis 0,29 cgy/menit dan 0,15 cgy/menit menunjukkan efek yang lebih rendah, dibanding dengan laju dosis tinggi yaitu 70 cgy/menit [16,17]. Penurunan laju dosis dari 0,29cGy/menit hingga 0,15 cgy/menit mungkin telah mampu menginduksi penundaan siklus sel sedangkan pada laju dosis tinggi tidak dipengaruhi. Kemungkinan penundaan siklus sel yamg diinduksi pada laju dosis 0,15 cgy/menit tidak diperlukan untuk pembentukkan mikronukleus pada laju dosis 0,29 cgy/menit diperlihatkan penundaan siklus sel tidak merupakan bagian utama untuk kemampuan menaikkan proses perbaikan patahan kromosom pada waktu terjadi penurunan laju dosis. Diduga penundaan siklus sel mungkin hanya sebagai efek samping pada laju dosis yang sangat rendah [16,17]. V. MIKRONUKLEI SEBAGAI DOSIMETRI BIOLOGI Beberapa karakteristik yang menjadi syarat sebagai dosimetri biologi, antara lain adalah adanya variasi mikronukleus antar individu. Penelitian oleh Lee TK dkk mengisyaratkan bahwa mikronuklei dalam limfosit darah perifer dapat dijadikan sebagai biodosimeter untuk pajanan akut dan mungkin juga kronik setelah radiasi in vivo[18]. Pembedaan antara paparan radiasi pengion dengan non radiasi juga dapat diketahui dengan uji mikronuklei menggunakan pelabelan kromosom. Namun terdapat variasi yang cukup besar antarlaboratorium atau antar-individu, terutama untuk dosis dengan LET rendah, sehingga masing- masing laboratorium harus merekontruksi kurva dosis-respon sendiri. Jumlahnya yang menurun dengan waktu dan sensitivitasnya rendah menyebabkan uji ini perlu dipertimbangkan sebagai dosimetri biologi. Dengan kejadian mikronuklei spontan antara 3-30 per 1000 BNC, uji ini juga menjadi kurang diminati, selain dapat meninggi dengan bertambahnya umur untuk kejadian MN spontan [1,18]. Peneliti lain beranggapan bahwa variasi individu tersebut dipertimbangkan /dianggap sangat kecil dan dianggap sebagai refleksi dosis fisik yang diterima setiap individu. Variasi individu dalam pembentukan mikronukleus yang di induksi oleh radiasi, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna diantara donor karena kemungkinan pada penelitian tersebut ada koinsidensi pada seleksi donor dan hasil penelitian lain dilaporkan bahwa ada variasi individu yang positif dalam pembentukan mikronukleus yang dihubungkan dengan umur yang dipengaruhi oleh jenis kelamin. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 68

[3,17]. Data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap ke 8 variasi donor, dengan kisaran umur 23 sampai 55 tahun, secara jelas terdapat keterkaitan antara frekuensi latar mikronukleus dengan dosis. Radiasi yang menginduksi frekuensi mikronukleus menunjukkan tidak ada keterkaitan umur yang bermakna dengan frekuensi mikronukleus yang terbentuk, namun demikian variasi yang besar terjadi antar individu [8]. Dibanding dengan metoda sitogenetik klasik kajian dosis dengan metoda CB untuk mikronukleus dalam limfosit tepi,relatif lebih sederhana. Dapat dihitung lebih cepat dan variasi antar scorer kurang berpengaruh. Salah satu kekurangannya adalah dalam hal data dasar /latar dari frekuensi mikronukleus, baik dari segi jumlah, maupun variasi individu. dibanding dengan aberasi kromosom. Dengan menghitung 4000-5000 sel pada dosis terendah 0,05 Gy sudah dapat mendeteksi adanya pembentukkan mikronukleus. Studi lain telah dilaporkan menggunakan sistem scoring otomatis melalui komputer, dengan menghitung sel binukleat dalam 10 3, semua keraguan /ketidakpastian dalam pengkajian dosis individual adalah 0,25 Gy, sementara dosis kurang dari 0,3 Gy tidak dapat dideteksi dengan jelas. Keraguan tersebut terutama karena variasi mikronukleus antar individu. Pengembangan untuk kisaran dosis rendah diperlukan pengetahuan data dasar frekuensi mikronukleus individu, sebelum irradiasi, yaitu dengan cara mengukur respon dosis untuk setiap individu [6]. VI. PENUTUP Dari hasil kajian diatas, studi mengenai pembentukan mikronukleui akibat radiasi dengan menggunakan tehnik CB, pada limfosit tepi merupakan metoda radiobiologi yang relevan, bila digunakan sebagai bidosimetri radiasi. Hubungan respon mikronukleus dengan dosis untuk LET rendah digambarkan dengan persamaan linier qudratik, sedangkan untuk LET tingi hanya persamannya linier. Induksi mikronulei juga dipengaruhi oleh laju dosis, pada laju dosis rendah frekuensinya semakin turun. Salah satu kekurangannya adalah dalam hal data dasar /latar dari frekuensi mikronukleus, baik dari segi jumlah, maupun variasi individu. Sehingga untuk menerapkan uji mikronukleus sebagai dosimetri biologi, diperlukan kalibrasi kurva mikronukleus pada individu pra pajanan terutama untuk dosis rendah. DAFTAR PUSTAKA 1. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Biological Dosimetry Chromosomal Aberration Analysis for Dose Assessments. Technical Reports Series No. 260, IAEA, Viena, 25-31, 2001. 2. COUNTRYMAN,P.I., HEDDLE, J.A.,The production of Micronuclei from Chromosome Aberration in Irradiated Culture of Human Lymfocytes, Mutation Research, 41, 321-331, 1979. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 69

3. FENECH, M and MARLEY, A.A. Measurement Of Micronuklei in Limphocytes. Mutation Research, 147, 29-36 (1985). 4. HEDDLE., J.B and CARRANO, The DNA Content of Micronuclei Induced in Bone Marrow by Gamma Irradiation: in Evident that micronuclei arise from acentric Chromosomal Fragments. Mutation Research 44, 63-70, 1977. 5. ALMASSY, Z., KREPINSKY. A.B., BIANCO. et. al. The Present State and Perspectives of Micronucleus Essay in Radiation Protection. In A Review. Appl Radiat Isotop.38, 241-249, 1987. 6. KOKSAL, G., DALCI, D.O., and PALA, F.S., Micronuclei in Human Lymphocytes: The Co-60 Gamma Rays Dose Response Mutation Research 161, 193-195, 1996. 7. VRAL, A., VERHAEGEN, H. THIERENS, H., et.al. The InVitro Cytokinesis-block Micronucleus Assay: Detailed Description of an Improved Slide Preparation Tehnique for The Automated Detection of Micronuclei in Human Lymphocytes. Mutagenesis 9, 439-443, 1994. 8. MILL, A.J., WELLS, J., HALL, S.C., et. al, A. Micronucleus Induction in Human Lymphocytes: Comparative Effects of X Rays, Alpha Particles, Beta Particles and Neutrons and Implications for Biological Dosimetry, Radiation Research, 145, 575-585, 1996. 9. PURNAMI, S., LUSIYANTI, Y., SYAIFUDIN, M., RHAMADANI, D., NURHAYATI, S., TETRIANA, D., Radiation Induced Micronuclei in Lymphocyte Cell of Radiation Workers. Prociding The International Conference On Basic Science, Brawijaya University Malang Indonesia, February 17-18, 2011. 10. SYAIFUDIN, M., dan KANG, C., Induksi Aberasi kromosom dan mikronuklei dalam limfosit manusia akibat radiasi gamma dan keandalannya sebagai dosimeter biologi.prosiding Seminar Nasional Fisika Universitas Andalas Padang, 5 September 2007, ISBN 978-979-25-1951-B. 11. HALL, E.J. Radiobiology for Radiologist, Fourth Edition. J.B. Lippincot Company, Philadelphia, Baltimore New York, London, 161-165, 1993. 12. LITTLE, J.B. What are the Risks of Low Level Exposure to α Radiation from Radon. Proc.Natl.Acad. Sci USA. 94, 5996-5997, 1997. 13. VRAL, A., FERHAGEN, F., THIERENS, H., et. al. Micronuclei Induced by Fast Neutron Versus Co-60 Gamma Rays in Human peripheral Blood Lymphocytes, Int.J. Radiat. Biol 65, no 3, 321-328, 1994. 14. VERHAEGEN. F and VRAL A. Sensitivity of Micronucleus Induction in Human Lymphovytes to Low LET Radiation Qualities : in RBE and Correlation of RBE and LET. Radiation Research 139, 208-213, 1994. 15. HUBER, R., SCHRAUBE, H., NAHRSTEDT, U., et. al. Dose Response Relationship of Micronuclei in Human Lymphocytes Induced by Fission Neutrons and by Low LET Radiations, Mutation Research, 306, 135-141, 1994. 16. BOREHAM, D.R., DOLLING, J.A, MAVES, S.R, et. al. Dose Rate Effect for Apoptosis and Mikronucleus Formation in Gamma Irradiated Human Lymphocytes, Radiation Research 153, 579-586, 2000. 17. VRAL, A., THIERENS, H., BAEYENS, A. et. al. Study of Dose Rate and Split Dose Effects on The in vitro Micronucleus yield in Human Lymphocytes exposed to X-Rays. Int. J. Radiat Biol 61. 777-784, 1992. 18. LEE, T-K., ALLISON, R. R.,O'BRIEN, K. F., NAVES, J. L.KARLSSON, U. L. and WILEY, A.L., Jr. Persistence of micronuclei in lymphocytes of cancer patients after radiotherapy. Radiation Research,157, 678 684, 2002. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 70

TANYA JAWAB Penanya : Maria Lina Pertanyaan : - Dari ke empat uji yang telah dijelaskan, uji manakah yang paling sensitif dan spesifik untuk mengetahui kerusakan kromosom? - Apa kelebihan Uji mikronukleus untuk menganalisis kerusakan kromosom akibat radiasi? Jawaban - Pengujian aberasi kromosom disentrik adalah pengujian yang paling sensitive untuk mengetahui kerusakan kromosom akibat radiasi. - Untuk uji mikronukleus dari segi pengamatan lebih cepat dan mudah serta tidak membutuhkan skill khusus. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH 71