BAB I PENDAHULUAN. saja yang akan dapat mengikuti dan bertahan (survive) di persaingan global,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hasil pengamatan mengenai proses belajar mengajar yang dilakukan di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Emilda Saputri, 2014

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

S, 2014 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) PADA SUB-KONSEP PENCEMARAN AIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari proses kebudayaan dalam arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup untuk beradaptasi

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. matematika. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

I. PENDAHULUAN. yaitu kimia sebagai proses, produk dan sikap. Kimia sebagai proses meliputi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Hal senada pun diungkapkan oleh Gunawan (2013, hlm. 48) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang aktif dan sangat imajinatif serta

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha yang dilakukan agar peran pendidikan dapat tercapai, maka kita. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan telah berusaha untuk memperbaiki kemampuan siswa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan nasional di era globalisasi seperti saat ini menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

UPAYA ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan (Dhiu, 2012: 25)

I. PENDAHULUAN. sangat berperan adalah lembaga pendidikan. Dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. orang baik di dunia kerja, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan berpikir kritis di era globalisasi seperti sekarang ini menjadi suatu keharusan, khususnya bagi para peserta didik sebagai generasi penerus bangsa agar kelak dapat bersaing dengan masyarakat di negara lainnya. Zaman yang berkembang sedemikian pesat membuat orang yang memiliki nilai lebih saja yang akan dapat mengikuti dan bertahan (survive) di persaingan global, sedangkan yang tidak memiliki keterampilan akan diam dan tertinggal bahkan tergilas oleh roda zaman yang berjalan begitu cepat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rahardjo (2010:1) bahwa dalam keadaan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Berpikir kritis yang dimaksud disini yaitu berpikir dengan konsep yang matang dengan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat, dengan cara yang baik. Tidak salah jika dikatakan bahwa salah satu ciri orang yang pintar adalah mereka yang mampu berpikir kritis ketika menjumpai suatu peristiwa atau kejadian, namun bukan berarti berpikir kritis hanya milik orangorang pintar. Menurut para ahli yang kemudian diungkapkan kembali oleh Rahardjo (2010:1) bahwa berpikir kritis dapat dilatih, dan cara melatihnya dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar, setelah itu dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Dengan demikian,

2 semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka, hal tersebut dikarenakan pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi dasar untuk berpikir, tinggal bagaimana cara dan usaha mereka mengoptimalkan potensi tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pendidikan formal di sekolah merupakan salah satu sarana yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis anak. Namun sayangnya, kenyataan di lapangan tidak seperti apa yang diharapkan. Fenomena pembelajaran yang terjadi di sekolah dewasa ini (khususnya di tempat peneliti akan mengadakan penelitian) belum mampu membuat anak dapat mengembangkan potensi berpikir kritis yang ada pada diri mereka. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data yang diperoleh dari observasi awal peneliti yang kemudian diklasifikasikan sesuai dengan level atau tingkatan keterampilan berpikir menurut Marzano dan Kendall (Taxonomy of Marzano & Kendall): Tabel 1.1 Tingkatan Keterampilan Berpikir Marzano dan Kendall Level of Processing Retrieval Operation Form of Objectives Nilai Recognizing Recalling peserta didik mampu memvalidasi pernyataan yang benar dari sebuah informasi, namun belum benarbenar memahami struktur ilmunya. peserta didik dapat mengambil inti dari sebuah informasi, namun belum benarbenar memahami struktur keilmuannya.

3 Lanjutan... Comprehension Analysis Knowledge Utilization Executing Integrating Symbolizing Matching Classifying Analyzing Errors Generalizing Specifying Decision Making Problem Solving Peserta didik mampu menampilkan sebuah prosedur tanpa ada kesalahan yang signifikan, namun belum benarbenar memahami bagaimana dan mengapa prosedur itu bekerja mengidentifikasi struktur dasar sebuah informasi Peserta didik mampu mengkonstruk sebuah simbol yang mewakili sebuah informasi mendidentifikasi persamaan dan perbedaan dari sebuah informasi Peserta didik mampu mengklasifikasi informasi kedalam sebuah kategori mengidentifikasi kesalahankesalahan dalam sebuah presentasi informasi mengkonstruk generalisasi atau prinsip baru berdasarkan informasi mengidentifikasi konsekuensi logis dari sebuah informasi mengambil sebuah keputusan berdasarkan informasi yang dimiliki menggunakan informasi yang dimiliki untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi

4 Experimenting menggunakan informasi untuk menguji sebuah hipotesis umum Lanjutan... Metacognitive System Self System Investigating Specifying Goals Process Monitoring Monitoring Clarity Monitoring Accuracy Examining Importance Examining Efficacy Examining Emotional Response Examining Motivation Source: The New Taxonomy of Marzano & Kendall (2007) menggunakan informasi yang dimiliki untuk menginvestigasi informasi lain menyusun sebuah tujuan berdasarkan informasi yang dimiliki mengawasi kemajuan pencapaian sebuah tujuan menentukan tingkat kejelasan sebuah informasi menentukan tingkat keakuratan dari sebuah informasi mengidentifikasi seberapa pentingnya informasi tersebut bagi dirinya dan alasan yang mendasari persepsi tersebut mengidentifikasi kepercayaan mereka mengenai kemampuan yang mereka miliki untuk meningkatkan kompetensi atau pemahaman relatif terhadap informasi. mengidentifikasi respon emosional terhadap informasi mengidentifikasi seluruh tingkat motivasi yang dimilikinya untuk meningkatkan kemampuannya

5 Berdasarkan data awal yang telah dipaparkan tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa yang selama ini terjadi dalam proses belajar mengajar hanya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman, dan penerapan, sedangkan proses berpikir tingkat tinggi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik seperti analisis, sintesis, mengambil keputusan, memecahkan permasalahan, dan lainnya belum ditekankan. Untuk itulah dirasa perlu diberikan sebuah treatment dengan menggunakan metode pembelajaran yang dianggap mampu merangsang peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi kritis yang ada pada diri mereka. Kemampuan berpikir kritis dipandang semakin perlu dikembangkan karena tingginya harapan orang tua mereka agar kualitas hidup anakanaknya kelak dapat lebih baik dari orangtua. Dengan ditanamkan jiwa kritis pada peserta didik sejak dini diharapkan setelah lulus sekolah mereka dapat membantu orang tua yang pada akhirnya dapat meningkatkan status sosial keluarga mereka. Kesempatan untuk belajar kritis ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya sikap dan minat peserta didik, guru, orang tua, lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat luas. Treffinger (Munandar, 1984:38) membahas sebuah model yang dapat digunakan untuk mendorong anak belajar kritis dan kreatif, dimana model ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan penggunaan metode dan teknikteknik yang tepat untuk belajar kritis dan kreatif. Model

6 Treffinger ini terdiri dari tiga tingkat atau tahap belajar kritis dan kreatif, berikut dijelaskan lebih lanjut. Tingkat I (Fungsi divergen); Tingkat ini dinamakan fungsi divergen dengan maksud untuk menekankan keterbukaan dan kemungkinankemungkinan. Meskipun tidak divergen, dalam tahap ini telah pula berkontribusi kegiatankegiatan intelektual, seperti pengenalan (cognition) dan ingatan (memory). Pada bagian afektif, tingkat I meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan menerima ambiguitas, kepekaan terhadap masalah dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil resiko, kesadaran dan kepercayaan kepada diri sendiri. Pada tingkat I inilah yang menjadi dasar atau landasan bagi belajar kritis. Dengan demikian, tahap ini mencakup sejumlah metode dan teknik yang dapat dipandang sebagai dasar dari belajar kritis. Tingkat II (Proses Pemikiran dan perasaan yang majemuk), pada tingkat ini faktorfaktor pengenalan dan afektif dari tingkat I diperluas dan diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi penerapan, analisis, sintesis, penilaian (evaluasi), transformasi dari berbagai produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, dan pemikiran yang melibatkan analogis dan kiasan (metaphor). Sisi afektif pada tingkat II ini mencakup keterbukaan terhadap perasaanperasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan khayalan dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan keselamatan psikologis dalam berkreasi. Terdapat penekanan yang nyata pada

7 pengembangan kesadaran yang mengikat, keterbukaan fungsifungsi prasadar, dan kesempatankesempatan untuk pertumbuhan pribadi. Tingkat III (Keterlibatan dalam tantangantantangan nyata); Makna utama dari tingkata I dan II ialah bahwa kedua tingkat ini merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kritis dalam masalahmasalah dan tantangantantangan yang nyata. Dalam ranah pengenalan, hal ini berarti keterlibatan dalam mengajukan pertanyaanpertanyaan yang mandiri dan yang diarahkan sendiri. Belajar kritis peserta didik mengarah pada identifikasi tantangantantangan atau masalahmasalah yang berarti, pengajuan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan masalahmasalah tersebut, dan pengelolaan sumbersumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk. Dalam ranah afektif, tingkat III mencakup internalisasi (pemribadian) nilainilai dan sistem nilai, keterkaitan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari pengungkapan (aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968). Pada tingkat III dari model belajar kritis ialah keterlibatan dalam tantangan dan masalahmasalah nyata. Adapun sasaran utama dari belajar kritis dalam pendidikan ialah agar isi dan proses pengajaran bermanfaat bagi para peserta didik dalam menghadapi dunia nyata. Metode yang dipilih dan dianggap sesuai dengan model belajar kritis dan kreatif yang ditawarkan Treffinger di atas yaitu metode pembelajaran yang berbasis konstruktivistik dimana yang menjadi pusat dalam pembelajaran adalah peserta didik (student centered), atau dengan kata lain peserta didik lah yang lebih

8 banyak berperan dalam proses belajar mengajar, salah satu diantaranya yaitu metode pembelajaran Inquiry. Metode tersebut dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan; Pertama, metode tersebut dianggap mampu mengaktifkan peserta didik, sehingga peserta didik lebih banyak terlibat dalam pembelajaran daripada guru. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa belajar aktif merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum dalam pembelajaran. Ketika peserta didik pasif, atau dengan kata lain hanya menerima begitu saja apa yang diberikan oleh pendidik, maka ada kecenderungan bagi mereka untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Semiawan (1990) dalam Isjoni (2007:37) bahwa: Pembentukan otak dengan pengetahuan hafalan dan latihan drill yang berlebihan selain tidak mewujudkan peningkatan perkembangan kognitif yang optimal, juga secara psikologis tidak seimbangnya memfungsikan belahan otak sebelah kiri dengan belahan otak sebelah kanan, akibatnya pembelajaran tidak dapat memotivasi pelajar untuk berpikir secara kritis, kreatif, dan inovatif. Kedua, metode tersebut dapat digunakan untuk peserta didik dengan kemampuan intelektual yang beragam, sehingga tidak perlu memisahkan antara anak yang cerdas dan anak yang memiliki kemampuan intelektual menengah ke bawah sehingga mereka tidak ada yang merasa terpinggirkan. Penggabungan tersebut memiliki dampak positif, bagi anak yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, mereka dapat berbagi pengetahuan mereka kepada temanteman yang kemampuan intelektualnya berada di bawah mereka. Pembelajaran dengan teman sebaya (peer teaching) seperti itu tentu saja menguntungkan bagi kedua

9 belah pihak. Anak yang cerdas dapat terus mengasah kemampuannya, sedangkan anak yang kurang cerdas dapat mengambil pelajaran dari anak yang cerdas tersebut. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Lie (2004:12), banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Ketiga, metode tersebut tidak hanya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman dan penerapan sebuah informasi, melainkan juga melatih peserta didik untuk mensintesis atau mengkonstruk sebuah generalisasi baru berdasarkan informasi yang ada sebelumnya, melatih peserta didik untuk dapat mengambil sebuah keputusan berdasarkan informasi yang diperolehnya, memecahkan masalah yang terjadi dan membentuk sebuah iklim belajar yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki serta pengalaman yang mereka alami, yang tentu saja hal tersebut dapat mengasah potensi berpikir kritis yang dimilikinya. Keempat, metodemetode tersebut mudah dipahami dan diterapkan dalam pembelajaran sehingga tujuan dari penggunaan metode tersebut dapat tercapai. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti memfokuskan panelitian ini pada peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Adapun rumusan masalah yang dapat ditarik dari fokus penelitian tersebut antara lain:

10 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen pada saat sebelum diterapkan metode inquiry dan setelah diterapkannya metode inquiry dalam pembelajaran? 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas kontrol pada pengukuran awal dan setelah pembelajaran? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya metode inquiry pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai: 1. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas eksperimen pada saat sebelum diterapkan metode inquiry dan setelah diterapkannya metode inquiry dalam pembelajaran. 2. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas kontrol pada saat pengukuran awal dan setelah pembelajaran. 3. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya metode inquiry pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

11 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini yaitu diantaranya sebagai berikut: 1. lebih kritis dalam memecahkan permasalahan pribadi mereka pada khususnya dan masyarakat yang ada di sekitar mereka pada umumnya. 2. terbiasa berpikir dan bertindak kritis dalam kegiatan perekonomian mereka yang akan bermuara pada peningkatan kualitas hidup mereka. 3. Memancing guru untuk keluar dari budaya mengajar yang hanya menekankan pada hasil belajar dan habisnya materi tanpa memikirkan apakah materi tersebut bermanfaat bagi peserta didik atau tidak. 4. Guru dapat menerapkan metode belajar inquiry yang dapat mengembangkan potensi berpikir kritis peserta didik.