BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diperoleh melalui pasar uang dan pasar modal. Pasar modal memiliki peran besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO

ORI OBLIGASI NEGARA RITEL

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi

BAB I PENDAHULUAN. umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul 2006: 43). Pasar modal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsumtifnya masyarakat Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perusahaan dan dapat digunakan untuk pembuatan keputusan investasi yang tepat.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di masa yang akan datang (Tandelilin, 2000). Kegiatan investasi adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal mempunyai peranan penting bagi perkembangan ekonomi. suatu negara khususnya secara makro. Kehadiran pasar modal dapat

MODUL 15 PENILAIAN OBLIGASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

Filosofi Investasi. Menunda/mengurangi konsumsi hari ini untuk mendapatkan keuntungan di masa datang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena pendanaan melakukan usaha dalam mendapatkan dana. Dana untuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor

PROSPEK INVESTASI SURAT UTANG NEGARA

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA

Handout Manajemen Keuangan 2

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

Investasi. Filosofi Investasi. Menunda/mengurangi konsumsi hari ini untuk mendapatkan keuntungan di masa datang

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa bersifat tarif tetap (fixed rate), tarif mengambang (floating rate) maupun

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spread Harga (Market Value dan Intrinsik Value) Pada

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi.

Pasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

FAQ OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-013

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia investasi di Indonesia saat ini berkembang dengan

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyaknya bermunculan perusahaan go publik membuat. Pada era globalisasi ini, peranan pasar modal (capital market) sangat

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Kabar Indonesia pada tanggal 13 Januari 2008, di era globalisasi, pasar modal

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal. berkaitan dengan efek. (Indonesia Stock Exchange).

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/3/PBI/2007 TENTANG LELANG DAN PENATAUSAHAAN SURAT UTANG NEGARA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kondisi perekonomian, berbagai keputusan yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan

1 PENDAHULUAN. Tabel 1 Perkembangan obligasi korporasi

Elin Dwi Jayanti A PASAR MODAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun lebih dari itu, kegiatan mengelola

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate, dan Interest Rate terhadap Indeks JII (Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa

BAB I PENDAHULUAN. pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham dan dijual dipasar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai indikator utama perekonomian (leading indicator of economy) mengurangi beban negara (Samsul, 2006: 43).

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

BAB V PEMBAHASAN. Dimana uji tersebut menggunakan uji-t yang dilakukan untuk membuktikan

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

Saving Bonds Ritel seri SBR002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5 / 4 / PBI / 2003 TENTANG PENERBITAN, PENJUALAN DAN PEMBELIAN SERTA PENATAUSAHAAN SURAT UTANG NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. dapat memperoleh imbalan (return) dimasa yang akan datang. Penelitian Ibrahim

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

RENCANA INVESTASI DANA PENSIUN PERHUTANI TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan, yaitu modal sendiri dan utang. Utang bisa didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. investor dan perusahaan untuk mencari sumber dana maupun untuk

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin pesat pula. Perkembangan tersebut juga dibarengi dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut Indeks harga saham. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan


BAB I PENDAHULUAN. pasang surut perekonomian suatu negara. Lembaga keuangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal tidak hanya dimiliki negara-negara industri, bahkan banyak negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi,

PENDAHULUAN. seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain (Amin, 2012). Untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya dunia investasi. Hal inilah yang kemudian membuat para pengelola dana ramai-ramai menciptakan berbagai produk untuk ditawarkan kepada masyarakat. Dapat kita lihat bagaimana perkembangan transaksi di bursa saham yang semakin hari semakin ramai, nilai aktiva bersih Reksa Dana yang juga secara perlahan mengalami peningkatan, berbagai produk Reksa Dana bermunculan, dan masih banyak lagi. Tak terkecuali pada instrumen obligasi. Melihat animo masyarakat yang begitu antusias untuk berinvestasi juga membawa pengaruh pada perdagangan obligasi. Obligasi adalah tanda bukti perusahaan (emiten) memiliki utang jangka panjang kepada masyarakat yang biasanya berdurasi di atas 3 tahun. Di mana pihak yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima kupon sebagai pendapatan yang dibayarkan setiap beberapa periode. Pada saat pelunasan obligasi oleh emiten, bondholder akan menerima kupon dan pokok obligasi (Moh. Samsul, 2006). Emiten dapat berupa sebuah perusahaan/corporat, Badan usaha milik negara, pemerintah (pusat/daerah) serta pemerintah asing. Sedangkan investor dapat berupa

perusahaan asuransi, dana pensiun, investment company, perusahaan/corporate lain, serta perorangan/individu. Sebagai informasi tambahan, obligasi pemerintah yang telah banyak beredar seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Investasi pada obligasi akan memberikan keuntungan tertentu bagi pemegangnya yang dapat berupa pendapatan bunga tetap (coupon) serta peningkatan harga ke depan (capital gain). Bunga atau coupon merupakan pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi yang periode pembayarannya dapat berbeda-beda, ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, atau sekali dalam setahun. Penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan pada struktur APBD yang mengalami defisit. Dengan adanya Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 peluang penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara memungkinkan dengan menyikapi penilai secara kelayakan dari proyek-proyek yang dibiayai melalui penerbitan obligasi. Peluang secara aspek keuangan daerah Undang-Undang No. 33 Tahun 2000 memungkinkan Pemerintah Daerah Sumatera Utara menerbitkan obligasi daerah dalam membiayai proyek-proyek fasilitas publik yang menghasilkan benefit. Namun persyaratan lainnya harus dapat mengkondisikan peluang daerah untuk menrbitkan obligasi daerah, seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Bapepam, Peraturan Pemerintah Daerah dan sebagainya. Potensi penerbitan obligasi daerah sangat tergantung kepada sektor ekonomi daerah yang perlu mendapatkan biaya untuk merespon kegiatan pembangunan dalam upaya peningkatan pelayanan. Keberadaan sektor publik Sumatera Utara yang tidak dapat terlepas dengan ekonomi global yang tersedia dan diperlukan masyarakat

maupun dunia usaha masih terbatas. Upaya pengembangan pelayanan publik bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjadi potensi penerbitan obligasi daerah. Seperti sektor transformasi untuk jalan Tol, dan Kereta Api, Air Minum, Pelabuhan udara dan laut (Ramli, 2009). Penerbitan obligasi merupakan suatu cara untuk memotong biaya intermediasi keuangan. Sebagai ilustrasi, apabila tingkat bunga deposito 9% dan perusahaan meminjam dari bank, perusahaan mungkin harus membayar bunga 15% per tahun. Apabila perusahaan dapat menerbitkan obligasi dengan coupon rate sebesar 11% dan terjual pada harga nominal, maka perusahaan dapat menghemat biaya dana (cost fo funds) sebesar 4% dikurangi biaya emisi dan administrasi lainnya. Bagi masyarakat/investor juga memperoleh manfaat karena memperoleh keuntungan sebesar 11% per tahun yang lebih tinggi dari tingkat deposito perbankan dengan resiko yang relatif sama antara perbankan dan emiten (Husnan, 2005). Semakin banyak perusahaan yang menerbitkan obligasi. Begitu pula dengan Pemerintah yang juga menerbitkan obligasi. Perkembangan obligasi sendiri mulai menunjukkan adanya peningkatan yang berarti sebagai salah satu instrumen investasi dan keuangan pada periode tahun 2000. Adanya prosedur pinjaman di lembaga perbankan yang semakin ketat menyebabkan banyak pihak yang sedang membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis atau melakukan pelunasan utangnya mulai melirik obligasi sebagai salah satu alternatif pengumpulan dana. Alasannya antara lain, ialah dengan menerbitan obligasi lebih mudah dan fleksibel dibandingkan meminjam di bank. Selain itu, tingkat suku bunga obligasi bisa dibuat lebih menarik

dan menguntungkan bagi perusahaan dibandingkan tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang rasanya sulit untuk diturunkan. Sebagai catatan tambahan, berdasarkan data yang dikeluarkan Bapepam hingga September 2010, nilai outstanding obligasi Pemerintah telah mencapai Rp 444,490 milyar untuk obligasi berkupon tetap, Rp 142,795 milyar untuk obligasi berkupon mengambang, Rp 2,512 milyar untuk obligasi zero coupon, dan Rp 29,245 milyar untuk Surat Perbendaharaan Negara. Perkembangan obligasi ritel menarik untuk dicermati. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 seolah-olah membuka kran investasi baru bagi investor, terutama investor kecil. Selama ini, untuk melakukan investasi pada obligasi dibutuhkan dana yang besar. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh para investor yang memiliki dana sangat besar. Selain itu, transaksi obligasi juga lebih banyak didominasi oleh investor institusi seperti dana pensiun, Reksa Dana, asuransi, lembaga pembiayaan, dan institusi lainnya. Para investor kecil tidak dapat melakukan investasi secara langsung pada obligasi mengingat dibutuhkan dana yang sangat besar. Pemerintah melihat hal ini sebagai peluang di mana para investor kecil juga memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan obligasi serta memiliki potensi investasi. Untuk itulah, Pemerintah segera merealisasikan maksud tersebut dengan menerbitkan Obligasi Negara Ritel yang kita kenal dengan sebutan ORI. Maksud dari ORI ialah obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh Pemerintah dengan pembagian kupon fixed rate atau bunga tetap. Keuntungan yang

dapat diraih investor jika membeli ORI adalah mendapatkan capital gain dan bunga, serta terhindar dari kemungkinan gagal bayar (default). Capital gain akan didapat jika tingkat bunga pasar lebih rendah dari kupon ORI. Capital gain akan muncul apabila investor menjual obligasinya sebelum jatuh tempo. Sementara itu, yang dimaksud default adalah jika Pemerintah mengalami gagal bayar terhadap bunga maupun kupon/bunganya. Keuntungan khusus ORI adalah dapat dibeli dengan denominasi kecil dengan minimum Rp 5 juta, mudah diperjualbelikan melalui agen penjual yang ditunjuk. Hal ini menunjukkan likuiditas ORI sangat tinggi. Selanjutnya, imbal hasil yang hasilnya dibayarkan setiap bulan. ORI sangat diminati oleh masyarakat karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga acuan dan dijamin oleh Pemerintah serta dapat dibeli secara ritel, dengan skala kecil dan menengah. Hingga kini telah beredar 5 seri ORI di mana ORI pertama dengan kode ORI001 terbit pada Agustus 2006. Selang setahun kemudian Pemerintah kembali menerbitkan ORI002, dan seterusnya hingga terbitlah ORI005 yang nilai penerbitannya di bawah nilai penerbitan ORI lainnya. Kemudian, Pemerintah kembali menerbitkan obligasi ritel pada bulan Agustus 2009. Keputusan penerbitan obligasi ritel menyusul akan jatuh temponya obligasi ritel 1 (ORI001) dan beban belanja negara yang semakin meningkat. Data menunjukkan bahwa Pemerintah harus membayar Rp 3,2 triliun kepada para pemegang obligasi ORI001. Tentu saja keputusan penerbitan ORI006 tidak sematamata karena jatuh temponya ORI001. Anggaran Pendapatan Belanja (APBN) juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerbitkan ORI006. Defisit anggaran

pemerintah yang semakin besar juga merupakan dasar penerbitan obligasi ini oleh Pemerintah. Data menunjukkan bahwa APBN tahun 2009 mengalami defisit sebesar Rp 51 triliun. Perkembangan jumlah dana yang mampu dihimpun dari penjualan obligasi ritel cukup berfluktuatif. Data menunjukkan bahwa jumlah dana tertinggi yang mampu dihimpun sebesar Rp 13,4 triliun oleh ORI004. Sedangkan jumlah dana terendah sebesar Rp 2,7 triliun oleh ORI 005. Adapun perkembangan obligasi ritel negara Indonesia (ORI) ditunjukkan oleh tabel berikut ini: Tabel 1.1. Obligasi Ritel Negara Indonesia Seri Terbit Kupon Nilai Penerbitan (Juta Rupiah) ORI001 9 Agustus 2006 12,05% 3.283.650 ORI002 28 Maret 2007 9,28% 6.233.200 ORI003 12 September 2007 9,40% 9.367.695 ORI004 12 Maret 2008 9,50% 13.455.765 ORI005 3 September 2008 11,45% 2.714.875 ORI006 12 Agustus 2009 9,35% 8.353.750 ORI007 4 Agustus 2010 7,95% 8.000.000 Sumber: Ditjen Pengelolaan Utang (2010). Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006, dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ritel mengalami pasang-surut. Dana obligasi yang terkumpul paling tinggi terjadi ketika pemerintah menerbitkan ORI004, di mana lebih dari Rp. 13 triliun dana berhasil terkumpul. Kupon yang diberikan juga cukup kompetitif sekitar 9,5%. Sedangkan penjualan ORI005 merupakan penjualan obligasi ritel yang paling buruk karena hanya mampu mengumpulkan Rp 2,7 triliun dan tingkat kupon yang diberikan sebesar 11,45%. Kupon ORI005 merupakan kupon nomor dua

terbesar setelah ORI001 sebesar 12,05%. Keputusan investor untuk membeli obligasi ritel tentu saja tidak terlepas dari valuasi yang dilakukan investor terhadap obligasi ritel tersebut dengan melihat kondisi makroekonomi. Nilai obligasi sangat dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga umum seperti tingkat bunga FED (Federal Reserve System) dan prime rate US di Amerika Serikat atau tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bunga rata-rata deposito bank umum milik negara. Di mana setiap investor akan memilih tingkat bunga yang berbeda sebagai yield to maturity (YTM), sehingga hasil perhitungan nilai obligasi secara teoritis akan berbeda untuk suatu jenis obligasi yang sama. Nilai teoritis yang berbeda itulah yang menyebabkan terjadinya tawaran beli dan jual yang meramaikan pasar yang dalam prosesnya akan membentuk harga pasar. Dalam satu hari dapat terbentuk beberapa harga pasar atas suatu jenis obligasi, tetapi yang diumumkan hanya harga pasar tertinggi, terendah, pembukaan dan penutupan (Moh. Samsul, 2006). Dari tabel di bawah terlihat adanya hubungan antara harga ORI dengan laju inflasi dan suku bunga deposito. Di mana pada saat laju inflasi dan suku bunga deposito berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2008, harga ORI di pasar sekunder berada pada level terendah sepanjang periode penelitian. Hal ini disebabkan karena pada saat inflasi tinggi akan mengurangi nilai riil uang dan mengurangi daya beli masyarakat, sedangkan suku bunga deposito akan dinaikkan untuk dapat merangsang masyarakat untuk menyimpan uangnya ke perbankan yang mana kombinasi kedua variabel ini akan menurunkan jumlah permintaan ORI

di pasar sekunder yang pada akhirnya akan menurunkan harga ORI tersebut di pasar sekunder. Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan harga ORI di pasar sekunder dengan laju inflasi Indonesia dan suku bunga rata-rata deposito perbankan periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2008 sampai tahun 2011. Tabel 1.2. Perkembangan Harga ORI, Inflasi dan Suku Bunga Deposito Tahun 2008 2011 Suku Bunga Harga ORI Inflasi Tahun Semester Deposito Rupiah % % 2008 I 90,50 11,03 7,26 II 90,50 11,06 10,71 2009 I 96,50 3,65 8,31 II 102,41 2,78 6,77 2010 I 103,35 5,05 6,57 II 102,17 6,96 6,64 2011 I 102,84 5,54 6,8 Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia, data diolah (2011). Tetapi pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester pertama tahun 2010, hanya suku bunga deposito saja yang juga berada pada level terendah, sedangkan laju inflasi tidak pada posisi terendah melainkan hal tersebut terjadi pada semester ke dua tahun 2009. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan yang erat antara pergerakan harga ORI di pasar sekunder dengan pergerakan suku bunga deposito, di mana dengan rendahnya suku bunga deposito maka keuntungan dari ORI akan meningkat sehingga akan menaikkan harga ORI tersebut karena tingginya permintaan akan ORI di pasar sekunder.

Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan harga ORI di pasar sekunder dengan BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari semester pertama tahun 2008 sampai tahun 2011. Tabel 1.3. Perkembangan Harga ORI, BI Rate dan IHSG Tahun 2008-2011 Tahun Semester Harga ORI BI Rate IHSG Rupiah % Poin 2008 I 90,50 8,50 2349,10 II 90,50 9,25 1355,41 2009 I 96,50 7,00 2026,78 II 102,41 6,50 2534,36 2010 I 103,35 6,50 2913,68 II 102,17 6,50 3703,51 2011 I 102,84 6,75 3702,25 Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia, data diolah (2011). Dari tabel di atas terlihat adanya hubungan antara harga ORI dengan BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di mana pada saat BI Rate berada pada level tertinggi dan IHSG berada pada posisi terendahnya yang terjadi pada semester ke dua tahun 2008, harga ORI pada pasar sekunder berada pada level terendahnya sepanjang periode penelitian. Hal ini disebabkan karena berkurangnya keuntungan para investor ORI akibat tingginya BI Rate, sehingga akan berdampak terhadap berkurangnya permintaan akan ORI yang pada akhirnya akan menurunkan harga ORI tersebut di pasar sekunder. Sedangkan rendahnya IHSG kemungkinan memiliki pengaruh terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya ke pasar modal Indonesia, di mana di dalamnya terdapat pasar obligasi yang memperjualbelikan ORI.

Tetapi pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester pertama tahun 2010, hanya BI Rate saja yang juga berada pada level terendah, sedangkan IHSG tidak pada posisi tertingginya melainkan hal tersebut terjadi pada semester kedua tahun 2010. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh BI Rate terhadap harga ORI, di mana selain sebagai penentu besar kecilnya tingkat kupon yang diterima oleh pemegang ORI namun BI Rate juga sebagai suku bunga acuan di Indonesia, sehingga hal inilah yang membuat tingginya hubungan antara pergerakan harga ORI di pasar sekunder dengan pergerakan BI Rate. Sedangkan IHSG hanya merupakan indikator umum terhadap perkembangan pasar modal Indonesia, sehingga hanya sedikit mempengaruhi pergerakan harga ORI di pasar sekunder. Harga obligasi yang diperdagangkan biasanya dinyatakan dalam persentase dari nilai nominalnya (tanpa menuliskan %). Jika harga penutupan suatu obligasi 107 berarti obligasi tersebut diperdagangkan pada harga 107% dari nilai nominalnya. Harga pasar obligasi selalu befluktuasi karena aktivitas jual-beli dari investor serta dipengaruhi oleh perubahan besaran variabel ekonomi makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan lain-lain. Investor dapat memperoleh imbal hasil dari selisih kenaikan harga (capital gain) di samping pendapatan tetap dari coupon. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat tesis yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI).

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap harga ORI di pasar sekunder? 2. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito terhadap harga ORI di pasar sekunder? 3. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap harga ORI di pasar sekunder? 4. Bagaimana pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap harga ORI di pasar sekunder? 1.3. Tujuan Penelitian Pada dasarnya tujuan penelitian adalah untuk mencari pemahaman yang benar tentang rumusan masalah. Adapun tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap harga ORI di pasar sekunder. 2. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito terhadap harga ORI di pasar sekunder. 3. Untuk menganalisis pengaruh BI Rate terhadap harga ORI di pasar sekunder. 4. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap harga ORI di pasar sekunder.

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber referensi bagi pembaca maupun peneliti yang berminat dengan pembahasan yang sama di masa mendatang. 2. Sebagai bahan masukan bagi para investor baik domestik maupun asing terhadap investasi ORI.