SB/O/BL/14 PENGARUH PENEBARAN IKAN KOAN (Ctenopharyngodon idella) TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN KOAN DAN LUAS TUTUPAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO Krismono 1) dan Agus Arifin Sentosa 1) 1) Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur e-mail: krismono2006@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penebaran ikan koan (Ctenopharyngodon idella) yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan koan dan luas tutupan eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo. Penelitian dilaksanakan di perairan Danau Limboto pada bulan Desember 2009 Februari 2010. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yang terdiri dari penebaran ikan koan sebanyak 0 ekor (0 ekor/m 3 ), 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) dalam waring berukuran (4 x 4 x 2) m 3 yang diberi eceng gondok sebagai pakan dengan luasan (2 x 2) m 2 dan biomassa sebesar 10 kg. Variabel yang diamati adalah pertumbuhan panjang (mm) dan berat (gram) ikan koan dan luas tutupan eceng gondok (m 2 ) yang dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penebaran ikan koan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan panjang dan berat ikan, tetapi memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap luas tutupan eceng gondok. Padat tebar ikan koan sebesar 6,25 ekor/m 3 dengan berat ikan 10 gram/ekor efektif untuk mengendalikan populasi eceng gondok di Danau Limboto. Kata kunci: Penebaran, pertumbuhan, koan, eceng gondok PENDAHULUAN Danau Limboto merupakan danau terbesar di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan luas sekitar 3000 ha dan kedalaman rata-rata sekitar 2,5 m. Danau yang berada pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut tersebut telah menjadi landmark bagi Provinsi Gorontalo (Ismail, 2006) [11]. Danau ini merupakan danau alam (Firman, 2006), berupa perairan dangkal yang mempunyai sumber air yang berasal dari 20 sungai dengan empat sungai di antaranya merupakan sungai besar, yaitu Sungai Bionga, Sungai Molalahu, Sungai Alo-pahu dan Sungai Meluopo [8]. Sungai Tapodu merupakan satu-satunya outlet Danau Limboto yang langsung menuju ke laut dengan jarak sekitar 10 km dari outlet Danau Limboto. Danau Limboto selain berfungsi secara ekologis sebagai muara DAS Limboto dan penyeimbang lingkungan fisik seperti cadangan air tanah, pencegah banjir, dan penyeimbang suhu udara juga berfungsi sebagai daerah pariwisata dan daerah kegiatan usaha perikanan, baik tangkap maupun budidaya. Warsa et al. (2009) [22] menyatakan bahwa potensi produksi perikanan di Danau Limboto berkisar antara 127,2 809 kg/ha/tahun. 356 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan gulma air yang pertumbuhannya relatif sulit dikendalikan dan dapat merusakkan kelestarian sumberdaya perairan, terutama danau, rawa-rawa, dan sungai. Tumbuhan tersebut dinilai sebagai pengganggu karena mampu menyerap air 9,7 mm/hari dan dapat memperbesar penyerapan 2-4 kali dibandingkan permukaan air biasa, sehingga dengan luasan yang sudah mencapai sekitar 800 ha dapat memacu laju evaporasi sampai 5.630.000 m 3 /tahun (Hanty & Pritchan, 1973 cit. Sarjana & Jamal, 2004) [16]. Keberadaan eceng gondok yang cukup melimpah di Danau Limboto (Gambar 1) akan menyebabkan berkurangnya luas permukaan perairan danau yang terbuka. Peningkatan luas tutupan eceng gondok juga akan meningkatkan laju pendangkalan danau akibat pengikatan sedimen oleh akar-akar tumbuhan tersebut. Pertumbuhan eceng gondok di Danau Limboto telah menutupi permukaan air sekitar 35 % pada tahun 1994 (Sarnita, 1994) [17] dan terjadi peningkatan hingga 40 % pada tahun 2004 (Hulinggi, 2005) [10]. Pada tahun 2008 penutupan eceng gondok di perairan Danau Limboto meningkat mencapai sekitar 40-60 % luas permukaan danau. Gambar 1. Eceng gondok yang melimpah di Danau Limboto Pengendalian kelimpahan gulma air eceng gondok diperlukan agar keberadaan Danau Limboto tetap terjaga. Charudattan et al. (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga cara untuk mengendalikan gulma air eceng gondok, yaitu pengendalian secara fisik (pemanenan), kimia (herbisida) dan biologi [5]. Pengendalian secara biologi dinilai lebih aman karena dampaknya bagi lingkungan perairan tidak terlalu besar. Salah satu upaya pengendalian eceng gondok secara biologi adalah dengan menggunakan ikan grasscarp atau koan (Ctenopharyngodon idella). Ikan koan (Gambar 2) merupakan jenis ikan yang paling efektif digunakan untuk mengendalikan populasi gulma air eceng gondok (Soeryani, 1982 [20]; Hartoto et al., 2001 [9]; Bonar et al., 2002 [4]). Ikan koan sebagai ikan herbivora dapat digunakan untuk mengendalikan eceng gondok secara biologis karena diperkirakan mampu memanfaatkan gulma air eceng gondok sehingga terkendali. Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 357
Penebaran ikan koan harus dilakukan secara hati-hati sehingga agar ikan tersebut tidak memijah secara alamiah. Oleh karena itu, ikan koan yang ditebarkan sebaiknya yang bersifat triploid (Abduh, 2004) [1]. Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Danau Limboto (Firman, 2006) [8] Gambar 2. Ikan koan/grasscarp (Ctenopharyngodon idella) Penelitian terkait dengan penebaran atau introduksi ikan koan (C. idella) perlu dilakukan agar upaya pengendalian gulma air eceng gondok dapat efektif dan efisien. Penelitian ini mengkaji pengaruh penebaran ikan koan terhadap pertumbuhan ikan dan luas tutupan eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi konsep pengendalian gulma air eceng gondok di perairan umum, khususnya Danau Limboto. BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini dilaksanakan di perairan Danau Limboto di wilayah Desa Iluta, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo (Gambar 3). Waktu penelitian adalah 60 hari selama bulan Desember 2009 hingga Februari 2010. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan meliputi penebaran 0 ekor (kontrol), 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor ikan koan (12,5 ekor/m 3 ). Satuan penelitian adalah kompartemen kantong waring dengan ukuran (4 x 4 x 2) m 3 dan mata jaring 3 mm untuk masingmasing perlakuan. Di dalam kompartemen tersebut terdapat eceng gondok sebagai pakan ikan koan dengan luasan (2 x 2) m 2 yang dibatasi oleh bambu. Eceng gondok yang digunakan diperoleh dari wilayah perairan Danau Limboto di lokasi yang digunakan untuk penelitian dan dipilih yang mempunyai ukuran berat dan morfologi seragam. Ikan koan yang digunakan berasal dari Balai Besar Benih Ikan Air Tawar Sukabumi yang sudah diadaptasikan sebelumnya di perairan Danau Limboto dengan ukuran ikan 5 15 gram/ekor. Pengambilan contoh ikan dilakukan pada setiap perlakuan sebanyak 10% dari total 358 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
jumlah ikan sesuai dengan penebaran yang digunakan. Sampling dilakukan menggunakan seser dengan ukuran diameter 40 cm dan panjang tangkai 1,5 m. Pengukuran panjang ikan (mm) menggunakan caliper dan pengukuran berat ikan (gram) menggunakan timbangan digital, masing-masing dilakukan setiap 10 hari sekali untuk menghitung pertumbuhannya. Luas tutupan eceng gondok diamati setiap 20 hari sekali dengan menggunakan tambang plastik dan meteran gulung. Selama penelitian, juga dilakukan pengamatan kualitas air. Analisis data pertumbuhan ikan dilakukan menggunakan pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik (Effendie, 1997) dengan rumus sebagai berikut [6]: b. Laju pertumbuhan berat spesifik lnwt 1 lnwt = G W = + t Keterangan: L t+1 L t : panjang ikan pada waktu t+1 (mm) : panjang ikan pada waktu t (mm) W t+1 : berat ikan pada waktu t+1 (gram) W t t : panjang ikan pada waktu t (mm) : selisih waktu pengamatan (hari) Hubungan antara pengaruh penebaran ikan koan dengan pertumbuhan panjang dan berat ikan, serta luas tutupan eceng gondok selama penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance) atau uji beda nyata F dengan tingkat kepercayaan 95% dan analisis multivariat dengan similaritas 50%. 1. Pertumbuhan mutlak: a. Pertumbuhan panjang mutlak = L t+1 L t b. Pertumbuhan berat mutlak = W t+1 W t 2. Laju pertumbuhan mutlak: a. Laju pertumbuhan panjang mutlak Lt 1 Lt = + t b. Laju pertumbuhan berat mutlak Wt 1 Wt = + t 3. Laju pertumbuhan spesifik (g): a. Laju pertumbuhan panjang spesifik ln Lt 1 ln Lt = G L = + t HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat ikan dalam waktu tertentu yang berasal dari pertambahan jaringan tubuh akibat pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 1997) [6]. Parameter pertumbuhan yang dihitung meliputi pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik untuk panjang dan berat. Hasil pengamatan pertumbuhan panjang dan berat Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) selama penelitian disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 359
Tabel 1. Rerata pertumbuhan panjang ikan koan (C. idella) pada masing-masing perlakuan penebaran selama penelitian Penebaran Pertumbuhan Panjang Mutlak (mm) Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak (mm/hari) Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik (%/hari) 100 ekor 9,66 0,97 0,64 200 ekor 8,85 0,89 0,59 400 ekor 10,62 1,06 0,69 Tabel 2. Rerata pertumbuhan berat ikan koan (C. idella) pada masing-masing perlakuan penebaran selama penelitian Penebaran Laju Pertumbuhan Pertumbuhan Berat Laju Pertumbuhan Berat Berat Mutlak Mutlak (gram) Spesifik (%/hari) (gram/hari) 100 ekor 0,80 0,08 0,49 200 ekor 0,18 0,02 0,13 400 ekor 0,64 0,06 0,41 Ikan koan dengan pakan eceng gondok pada perlakuan penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) secara berturut-turut memiliki pertumbuhan panjang mutlak sebesar 9,66 mm, 8,85 mm dan 10,62 mm. Apabila nilai pertumbuhan panjang mutlak tersebut dibagi dengan selisih waktu pada periode pengamatan ( t) selama 10 hari, maka ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan panjang mutlak sebesar 0,97 mm/hari, 0,89 mm/hari dan 1,06 mm/hari dengan laju pertumbuhan panjang spesifiknya sebesar 0,64 %/hari, 0,56 %/hari dan 0,69 %/hari. Pertumbuhan panjang ikan tertinggi terdapat pada perlakuan penebaran 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ), kemudian diikuti oleh penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ) dan pertumbuhan terendah adalah pada perlakuan penebaran 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ). Fluktuasi pertumbuhan panjang setiap 10 hari periode pengamatan disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ikan koan mengalami pertumbuhan panjang pada masing-masing perlakuan dengan rerata panjang pada akhir pengamatan (hari ke-60) yang lebih panjang dibandingkan pada awal penebaran. Hasil analisis sidik ragam dengan uji beda nyata F menggunakan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan panjang spesifik tidak memiliki perbedaan yang nyata antarperlakuan (P>0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) 360 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) tidak memiliki pengaruh secara statistik terhadap pertumbuhan panjang ikan koan yang diberi pakan eceng gondok. periode pengamatan disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Pertumbuhan berat ikan koan selama penelitian Gambar 4. Pertumbuhan panjang ikan koan selama penelitian Pengamatan pertumbuhan ikan koan ditinjau dari aspek pertumbuhan beratnya pada perlakuan penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) secara berturut-turut menghasilkan pertumbuhan berat mutlak sebesar 0,80 gram, 0,18 gram dan 0,64 gram dengan laju pertumbuhan berat mutlaknya sebesar 0,08 gram/hari, 0,02 gram/hari dan 0,06 gram/hari serta laju pertumbuhan berat spesifik sebesar 0,49 %/hari, 0,13 %/hari dan 0,41 %/hari. Pertumbuhan berat ikan tertinggi terdapat pada perlakuan penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), kemudian diikuti oleh penebaran 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) dan pertumbuhan mutlak terendah adalah pada perlakuan penebaran 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ). Fluktuasi pertumbuhan panjang setiap 10 hari Gambar 5 menunjukkan bahwa ikan koan mengalami fluktuasi pertumbuhan berat pada masing-masing perlakuan. Ikan koan pada penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ) memiliki pertumbuhan berat yang cukup baik karena nilai berat akhir pengamatan (hari ke-60) lebih tinggi. Hasil analisis sidik ragam dengan uji beda nyata F menggunakan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pertumbuhan berat mutlak, laju pertumbuhan berat mutlak dan laju pertumbuhan berat spesifik juga tidak memiliki perbedaan yang nyata antarperlakuan (P>0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penebaran 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) tidak memiliki pengaruh secara statistik terhadap pertumbuhan berat ikan koan yang diberi pakan eceng gondok. Penelitian sejenis yang dilakukan di Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 361
Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya Air Tawar di Cijeruk, Bogor menunjukkan bahwa perlakuan biomassa ikan koan 1500 gram dengan biomassa eceng gondok 1000 gram selama 14 hari menghasilkan pertambahan biomassa ikan sebesar 127 gram dan laju pertumbuhan relatif -5,26 ± 0,62 %/hari (Resmikasari, 2008) [15]. Ikan koan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat di daerah tropis karena sistem metabolisme koan yang tinggi (Amri & Khairuman, 2008) [2]. Ikan koan yang dibudidayakan dapat mencapai berat hingga 1 kg pada tahun pertama dengan laju pertumbuhan sekitar 2 3 kg/tahun di daerah subtropik dan 4,5 kg/tahun di daerah tropis (Shireman & Smith 1983) [19]. Shelton et al. (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan koan pada penebaran yang berbeda dipengaruhi oleh kepadatan. Penurunan ukuran ikan rata-rata terjadi seiring dengan peningkatan kepadatan dengan berat maksimum yang dapat dicapai pada kepadatan yang rendah [18]. Krismono & Warsa (2009) menyatakan bahwa rata-rata kecepatan pertumbuhan ikan koan yang diberi pakan eceng gondok di Danau Limboto adalah sebesar 40 gram/250 gram biomassa ikan koan atau sekitar 16% [12]. Berdasarkan analisis sidik ragam dengan signifikansi 5%, ikan koan yang diberi pakan eceng gondok dengan penebaran 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor tidak memiliki pengaruh secara statistik terhadap pertumbuhan panjang dan beratnya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan menggunakan analisis multivariat dengan similaritas 50% yang menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang dan berat ikan koan pada masing-masing perlakuan memiliki pertumbuhan yang seragam. Dendogram similaritas tersebut disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Dendogram pertumbuhan panjang (A) dan berat (B) ikan koan pada masingmasing penebaran Ikan koan yang ditebar dengan kepadatan yang berbeda, walaupun dari aspek pertumbuhan panjang dan berat tidak berbeda nyata antarperlakuan, terlihat memiliki dampak terhadap luas tutupan eceng gondok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas tutupan eceng gondok cenderung mengalami penurunan pada perlakuan yang terdapat ikan koan dan mengalami peningkatan pada kontrol atau tanpa ikan koan (Gambar 7). Luas tutupan eceng gondok setelah 60 hari 362 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
pengamatan (akhir penelitian) pada perlakuan penebaran ikan 0 ekor, 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor secara berurutan adalah 15,73 m 2, 1,75 m 2, 1,50 m 2 dan 1,33 m 2 dengan rerata laju pertumbuhan eceng gondok sebesar 3,31 m 2 /hari, -0,19 m 2 /hari, -0,25 m 2 /hari dan -0,42 m 2 /hari. Penurunan luas tutupan eceng gondok terbesar terdapat pada perlakuan dengan penebaran ikan koan sebanyak 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ), kemudian diikuti dengan penebaran 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ), 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ) dan 0 ekor (0 ekor/m 3 ). Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin banyak ikan koan yang ditebar, maka luas tutupan eceng gondok cenderung mengalami penurunan. Gambar 7. Luas tutupan eceng gondok selama penelitian Analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ikan koan dengan penebaran 0 ekor (0 ekor/m 3 ), 100 ekor (3,125 ekor/m 3 ), 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) memiliki pengaruh yang nyata secara statistik terhadap luas tutupan eceng gondok. Hasil analisis dengan beda nyata terkecil menunjukkan bahwa penebaran 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dan 400 ekor (12,5 ekor/m 3 ) tidak berbeda nyata. Bagi kepentingan penebaran ikan koan untuk mengendalikan populasi eceng gondok di Danau Limboto, maka penebaran ikan koan sebanyak 200 ekor (6,25 ekor/m 3 ) dengan berat ikan sebesar 10 gram/ekor dinilai lebih efektif. Gambar 8. Dendogram luas tutupan eceng gondok pada masing-masing penebaran Analisis multivariat dengan similaritas 50% berdasarkan luas tutupan dan laju pertumbuhan eceng gondok selama penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan penebaran ikan koan cenderung mengelompok terpisah dengan perlakuan tanpa penebaran ikan koan (Gambar 8). Berdasarkan dendogram similaritas (Gambar 8) dapat disimpulkan laju pertumbuhan dan luas tutupan eceng gondok pada perlakuan tanpa penebaran ikan koan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan menggunakan penebaran ikan koan. Eceng gondok memang memiliki pertumbuhan yang cepat. Arika (2005) Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 363
menuliskan bahwa kemampuan berkembang eceng gondok sebesar 2,6 kali lipat lebih cepat di perairan bebas Rawa Pening [3]. Eceng gondok juga dapat tumbuh cepat sebesar 8 % di kolam percobaan ukuran 1 x 1 x 1 m 3 di Cijeruk, Bogor (Resmikasari, 2008) [15] dan sebesar 1,1 % di karamba jaring apung (KJA) berukuran 5 x 5 x 2 m 3 di Danau Limboto (Sugiyarti, 2007) [21]. Laju pertumbuhan eceng gondok di Danau Limboto berkisar antara 1,0 3,5 kg/14 hari dengan rerata 2 kg/14 hari (4,6%/hari) dengan kemampuan perambanan eceng gondok oleh ikan koan di KJA percobaan di Danau Limboto sebesar 450 gram/kg ikan koan atau 45% bobot tubuh ikan (Krismono & Warsa, 2009) [12]. Warsa et al. (2008) menyatakan bahwa evaluasi kesesuaian habitat ikan koan untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto berdasarkan beberapa parameter kualitas perairan, seperti oksigen terlarut, ph, alkalinitas, nitrat, nitrit, serta ketersediaan pakan alami seperti plankton, tumbuhan air dan bentos menunjukkan bahwa ikan koan bisa diintroduksikan di Danau Limboto [23]. Pengukuran kualitas air tersebut juga dilakukan kembali dalam penelitian ini. Hasil pengukuran kualitas air pada masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Kualitas air masing-masing perlakuan selama penelitian Parameter Perlakuan Penebaran Ikan Koan 0 ekor 100 ekor 200 ekor 400 ekor Suhu Air ( o C) 26-28 26-28 27-28 27-28 Kecerahan Air (cm) 10-22 10-22 10-22 10-22 Warna Air Keruh Keruh Keruh Keruh ph 7,5 7,5 7,5 7,5-8,0 Alkalinitas (mg/l) 83,4-200,16 91,74-158,46 141,78-191,82 133,44-183,48 DO (mg/l) 2,19-5,00 2,38-4,8 3,11-5,00 2,92-4,80 CO 2 (mg/l) 0 0 0 0 Ammmonium (mg/l) 1,24-1,38 1,24-3,35 1,39-1,53 0,56-1,20 Nitrat (mg/l) 0,08-0,62 0,07-0,53 0,06-0,57 0,07-0,54 Nitrit (mg/l) 0,01-0,12 0,01-0,12 0,01-0,12 0,02-0,09 Phosphat (mg/l) 1,97-2,45 1,94-3,68 2,00-18,74 1,95-2,95 BOT (mg/l) 10,63-15,37 6,79-12,94 5,51-13,19 6,28-13,45 H 2 S (mg/l) 0,09-0,32 0,08-0,32 0,05-0,32 0,04-0,14 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kualitas air pada masing-masing perlakuan secara umum masih berada pada kisaran persyaratan hidup untuk ikan koan. Ikan koan mampu beradaptasi pada kisaran suhu perairan antara 0-33 C (Federenko & Fraser, 1978) [17]. Menurut Amri & Khairuman (2008), pertumbuhan ikan koan 364 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
lebih baik jika dipelihara pada suhu air hangat (28-36 C) [2]. Ikan koan juga dapat mentolerir rendahnya kandungan oksigen terlarut hingga 0,2 mg/l (Shireman & Smith, 1983) [19]. Kecerahan air yang cukup, ph yang relatif netral dengan alkalinitas sebagai penyangga ph yang cukup baik dan tidak adanya kandungan CO 2 merupakan habitat yang cukup baik bagi kehidupan ikan koan. Kondisi kualitas air yang cukup baik tersebut terkait dengan keberadaan eceng gondok. Reed et.al. (1988) menyatakan bahwa eceng gondok mampu menekan fluktuasi suhu air dan juga mampu mempertahankan ph perairan mendekati netral. Eceng gondok juga memiliki kemampuan sebagai pengolah limbah secara biologi, dapat mengurangi kadar BOD, bahan padat terlarut, logam berat, nitrogen dan bahan-bahan organik lainnya [14]. Keberadaan eceng gondok dalam perairan masih tetap diperlukan karena merupakan komponen yang penting dari ekosistem, namun populasinya perlu dijaga agar tidak terlalu melimpah hingga menutupi sebagian besar permukaan air. Eceng gondok yang melimpah akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan perairan, di antaranya dapat menurunkan kualitas air, terganggunya populasi ikan dan plankton dan memacu pendangkalan karena evaporasi pada permukaan air yang tertutup oleh gulma air eceng gondok mempunyai kecepatan tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan permukaan perairan yang terbuka (Penfound & Earley, 1948) [13]. Ikan koan merupakan jenis ikan yang efektif digunakan untuk mengendalikan populasi gulma air eceng gondok (Soeryani, 1982 [20]; Hartoto et al., 2001 [9]; Bonar et al., 2002 [4]). Ikan koan dalam penelitian ini juga terbukti efektif dalam mengurangi luas tutupan eceng gondok di Danau Limboto. Pertumbuhan panjang dan berat yang tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan tidak menjadi suatu hal yang utama, mengingat tujuan utama penebaran ikan koan bukan sebagai ikan konsumsi. Pertumbuhan ikan koan yang tidak seiring dengan pengurangan luas tutupan eceng gondok akibat perambanannya diduga disebabkan oleh kondisi perairan yang relatif tenang dan kandungan oksigen yang relatif cukup rendah. Amri & Khairuman (2008) menyatakan bahwa ikan koan akan mengalami pertumbuhan yang cukup baik pada kandungan oksigen terlarut yang tinggi (>5 ppm) dengan kondisi perairan yang mengalir [2]. Introduksi ikan koan di Danau Limboto bertujuan untuk mengendalikan populasi eceng gondok yang melimpah, sehingga padat tebar ikan yang efektif dalam mengurangi luas tutupan eceng gondok menjadi suatu hal yang lebih diutamakan Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 365
dibandingkan terhadap pertumbuhan biomassa ikan koan. KESIMPULAN 1. Padat penebaran ikan koan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan panjang dan berat ikan, tetapi memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penurunan luas tutupan eceng gondok selama 60 hari pengamatan. 2. Padat tebar ikan koan sebesar 6,25 ekor/m 3 dengan berat ikan 10 gram/ekor dinilai efektif untuk mengendalikan populasi eceng gondok di Danau Limboto. Satisfaction in Washington State. North- American Journal of Fisheries Management. 22: 96-105p. Charudattan, R., Labrada, R., Center, T. D., and Begaro, C. G. 1995. Strategi Water Hyacinth Control. Report of a Panel of Experts Meeting. Fort Launderdales Florida. USA. FAO. Rome. 202 p. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 163p. Federenko, A.Y. and F.J. Fraser. 1978. Review of grass carp biology. Interagency Committee on Transplants and Introductions of Fish and Aquatic Invertebrates in British Columbia. British Columbia, Department of Fisheries and Environment, Fisheries and Marine Service, Technical Report No. 786. 15 p. Firman, M. 2006. Studi Konservasi Danau Limboto DAFTAR PUSTAKA Abduh, M. 2004. Program Perikanan Berbasis Budidaya (Culture Based Fisheries). Dalam Sudrajat et al. (eds). Pengembangan Budi Kabupaten Gorontalo. Program Magister Teknik Sipil Bidang Pengembangan Sumber Daya Air. Institut Teknologi Bandung: 210p. Tesis. Daya Perikanan Perairan Waduk, Pusat Hartoto, D.E., K. Kusumadinata, Awalina dan Riset Perikanan Budidaya : 13 18. Yustiawati, 2001. Water Hyacinth Control Amri, K. dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budi Using Grass Carp (Ctenopharyngodon Daya 15 Ikan Konsumsi. AgroMedia idella) and its Related Limnological Pustaka. 358p. Changes in Lake Kerinci, Indonesia. In Dhayat et al. (eds). Prosiding Semiloka Arika, Y. 2005. Rawa Pening dan Berubahnya Nasional: Pengelolaan dan Pemanfaatan Ekosistem. <http://www.kompas.com/ Waduk dan Danau. Universitas Padjadjaran. kompascetak/0505/27/tanahair/1767459.htm>. Diakses 30 Maret 2007. Hulinggi, S. M. 2005. Analisis Vegetasi Tumbuhan Air di Perairan Danau Limboto Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. 47 Bonar, S.A., Holding, B. and Divens, M. 2002. hal. Skripsi. Effects of Triploid Grasscarp on Aquatic Plants, Water Quality and Public Ismail, G. 2006. Masterplan Penyelamatan Danau Limboto. Pemerintahan Propinsi Gorontalo 366 Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
dalam Seminar Penyelamatan danau Limboto di Hotel Ibis Jakarta Tanggal 21 April 2006. Krismono dan A. Warsa. 2009. Studi Pendahuluan: Upaya Pengendalian Populasi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) di Danau Limboto. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia VI, Palembang, 18 November 2009. Balai Riset Perikanan Perairan Umum: MSP 313 317p. Penfound. W.T. and T.T. Earley., 1948. The Biology of the Water Hyacinth. Ecologycal Monographs. Vol 18; 447 472. Reed, S.C., E.J. Middlebrooks and R.W. Crites. 1988. Natural System for Waste Management and Treatment. McGraw Hill Book Company, New York. Resmikasari, Y. 2008. Tingkat Kemampuan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) Memakan Gulma Air Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 74 hal. Skripsi. Sarjana dan R. Jamal. 2004. Manfaat Pengendalian Persebaran Eceng Gondok Menggunakan Klante Terhadap Aktivitas Usaha di Perairan Bukit Cinta. Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian, Perikanan dan Kelautan 2004: 410 415p Sarnita, A.S. 1994. Kajian tentang Sumberdaya Perikanan Danau Limboto, Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Perikanan Air Tawar. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar : 53 66p. Shelton, W.L., R.O. Smitherman and G.L. Jensen. 1981. Density Related Growth of Grass Carp, Ctenopharyngodon idella (Val.) in Managed Small Impoundments in Alabama. J. Fish. Biol. 18: 45-51p. Shireman, J.V. and C.R. Smith. 1983. Synopsis of Biological Data on the Grass Carp, Ctenopharyngodon idella (Cuvier and Valenciennes, 1844). Food and Aquaculture Organization Synopsis. 135: 86p. Soeryani, M. 1982. Masalah Gulma di Indonesia. Prosiding No. 1. Seminar Perikanan Perairan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 33 41p. Sugiyarti. 2007. Efektifitas Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) untuk Mengurangi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) di Danau Limboto. Universitas Negeri Gorontalo. (Skripsi). Warsa, A., Krismono dan L.P. Astuti. 2009. Pendugaan Potensi Produksi Perikanan dan Hasil Tangkapan di Danau Limboto, Gorontalo. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia, 3 4 Desember 2009 Sekolah Tinggi Perikanan: 84 89. Warsa, A., Krismono dan L.P. Astuti. 2008. Evaluasi Kesesuaian Habitat Grasscarp (Ctenopharyngodon idella) untuk Pengendalian Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) di Danau Limboto. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 92 102p. Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 367