PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TELANTAR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGHARGAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Neger

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

2014, No.22 2 MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN, DAN TATA KERJA BADAN STANDARDISASI DAN AKREDITASI NASIONAL KEOLAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis

Oleh Bambang Mulyadi Direktur Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat DITJEN PEMBERDAYAAN SOSIAL

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2014, No.38 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pela

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30 / HUK / 2010 TENTANG

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERTIMBANGAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan.

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108 / HUK / 2009 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan membutuhkan Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagai wujud partisipasi masyarakat dan ujung tombak dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan; b. bahwa Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud dalam huruf a, merupakan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang diinisiasi dan dibina secara fungsional oleh Kementerian Sosial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 9. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 10. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007; 2

12. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota; 13. Keputusan Menteri Sosial Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial; 14. Keputusan Menteri Sosial Nomor 80/HUK/2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota; 15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; MEMUTUSKAN : SALINAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disingkat TKSK adalah seseorang yang diberi tugas, fungsi, dan kewenangan oleh Kementerian Sosial dan/atau dinas/instansi sosial provinsi, dinas/instansi sosial kabupaten/kota selama jangka waktu tertentu untuk melaksanakan dan/atau membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah penugasan di kecamatan. 2. Pekerja Sosial Masyarakat yang selanjutnya disingkat dengan PSM adalah seseorang sebagai warga masyarakat yang mempunyai jiwa pengabdian sosial, kemauan, dan kemampuan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, serta telah mengikuti bimbingan atau pelatihan di bidang kesejahteraan sosial. 3. Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat terutama bergerak di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 5. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 6. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 7. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PSKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dapat berperan serta untuk menjaga, menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 8. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PMKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Pasal 2 Tujuan pembentukan dan penugasan TKSK meliputi : a. meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan; b. terwujudnya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program dan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di tingkat kecamatan; dan c. terjalinnya kerja sama dan sinergi antara program penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan program-program pembangunan lainnya di tingkat kecamatan. 4

BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 3 (1) TKSK berkedudukan di tingkat kecamatan. (2) TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wilayah kerja di satu wilayah kecamatan yang meliputi desa atau kelurahan. Pasal 4 Tugas TKSK di dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi : a. melakukan pemetaan sosial berupa pendataan PMKS dan PSKS dan/atau data dan informasi lainnya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; b. melaksanakan dan/atau membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang ditugaskan oleh Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dinas/instansi sosial kabupaten/kota, dan kecamatan; c. melakukan koordinasi dengan PSKS dan sumber daya manusia kesejahteraan sosial lainnya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; d. melakukan sinergi, integrasi, dan sinkronisasi dengan camat dan/atau perangkat organisasi dibawahnya antara penyelenggara kesejahteraan sosial dan penyelenggara tugas umum pemerintahan dan/atau pemberdayaan masyarakat di tingkat kecamatan; e. melakukan kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial baik atas inisiatif sendiri maupun atas penugasan dari berbagai pihak; dan f. mengembangkan partisipasi sosial masyarakat dan jejaring kerja dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 5 Fungsi TKSK di dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi : a. koordinator; b. administrator; dan c. fasilitator. 5

Pasal 6 Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, melaksanakan fungsi-fungsi koordinasi yang berkaitan dengan kerja sama, sinergi, integrasi, dan sinkronisasi dengan PSKS, sumber daya manusia kesejahteraan sosial dan berbagai pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan. Pasal 7 Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, melaksanakan fungsi-fungsi administrasi yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pemantauan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan. Pasal 8 Fasilitator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, melaksanakan fungsi-fungsi fasilitasi dan/atau pendampingan sosial secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan tempat penugasan. BAB III TKSK Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 9 Persyaratan untuk menjadi TKSK, meliputi : a. usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun; b. bukan PNS atau TNI/Polri; c. berdomisili dan memiliki Kartu Tanda Penduduk di wilayah kecamatan ditempat calon penugasan; d. pendidikan minimal Sarjana Muda/Diploma IV/sederajat; e. berbadan sehat; f. berkelakuan baik; g. berasal dari unsur anggota PSM, Karang Taruna, dan LKS; h. dapat mengoperasikan komputer; 6

i. berpengalaman dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir; dan j. diutamakan memiliki sarana transportasi. Bagian Kedua Rekrutmen TKSK Pasal 10 (1) Rekrutmen TKSK dilaksanakan oleh Tim Seleksi Calon TKSK yang beranggotakan para petugas dari Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. (2) Tim Seleksi Calon TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. ketua merangkap anggota; b. sekretaris merangkap anggota; dan c. anggota. (3) Tim Seleksi Calon TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 11 (1) Dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dapat membentuk Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. (2) Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah terbentuk harus berkoordinasi dengan Kementerian Sosial. (3) Tim Seleksi Calon TKSK di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan rekrutmen TKSK di daerah menggunakan biaya dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7

Bagian Ketiga Tahapan Rekrutmen Pasal 12 Tahapan rekrutmen TKSK meliputi : a. seleksi administrasi; b. seleksi ujian tertulis; c. seleksi wawancara; d. penetapan calon TKSK; dan e. penguatan kapasitas dasar TKSK. Pasal 13 (1) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, Kementerian Sosial menyampaikan surat pemberitahuan kepada dinas/instansi sosial provinsi untuk dilanjutkan kepada dinas/instansi sosial kabupaten/kota untuk menyiapkan calon TKSK dari masing-masing kecamatan yang akan diseleksi kelengkapan administrasinya. (2) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. pasfoto ukuran 4 x 6 dan 3 x 4, masing-masing 2 (dua) lembar; b. fotocopy akte kelahiran/akte kenal lahir 1 (satu) lembar; c. fotocopy Kartu Tanda Penduduk dan kartu keluarga; d. fotocopy ijazah Sarjana Muda/D IV/sederajat yang telah dilegalisir; e. fotocopy Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) bagi yang memiliki; f. fotocopy Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) dari lembaga pendidikan dan pelatihan komputer yang telah dilegalisir; g. surat keterangan sehat dari dokter; h. surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian; i. surat keterangan bukan PNS atau TNI/Polri dari kepala desa/lurah setempat; j. surat keterangan anggota dari pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat/Karang Taruna/LKS setempat; dan k. surat keterangan aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terakhir dari kepala desa/lurah yang diketahui oleh camat setempat. 8

Pasal 14 SALINAN Seleksi ujian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, memuat materi ujian mengenai penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 15 (1) Seleksi wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, dilakukan setelah calon TKSK dinyatakan lulus seleksi administrasi dan seleksi ujian tertulis. (2) Seleksi wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. verifikasi persyaratan administrasi; b. latar belakang dan motivasi menjadi TKSK; c. pemahaman terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan TKSK; dan d. kesanggupan dan/atau penerimaan terhadap ketentuanketentuan yang terkait dengan pemberhentian, penggantian, penghargaan, dan sanksi TKSK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 16 (1) Calon TKSK yang dinyatakan lulus seleksi wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) selanjutnya diajukan kepada dinas/instansi sosial kabupaten/kota untuk dibuatkan rekomendasi. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada dinas/instansi sosial provinsi untuk selanjutnya diajukan kepada Kementerian Sosial. (3) Calon TKSK yang diajukan kepada Kementerian Sosial dibuatkan penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Sosial atau pejabat yang berwenangan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 17 (1) Penguatan kapasitas dasar TKSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e, wajib diikuti oleh calon TKSK yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial atau pejabat yang berwenang sesuai dengan tugas dan fungsinya. (2) Penguatan kapasitas dasar TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan Kementerian Sosial sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. 9

(3) Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyusun materi atau bahan ajar dalam bentuk modul yang telah distandardisasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah kerjanya masing-masing. Bagian Keempat Seragam, Lambang, dan Atribut Pasal 18 Seragam, atribut, dan lencana TKSK ditetapkan oleh Menteri Sosial. Bagian Kelima Masa Tugas Pasal 19 Masa tugas TKSK selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk masa tugas 3 (tiga) tahun berikutnya sesuai dengan ketentuan usulan yang diajukan secara berjenjang. BAB IV PENGHARGAAN DAN SANKSI Pasal 20 (1) TKSK yang telah menunjukkan kinerja, loyalitas dan dedikasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial berhak mendapat penghargaan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan berupa : a. piagam; b. uang; c. cenderamata; dan d. bentuk penghargaan lainnya. 10

Pasal 21 SALINAN Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, syarat, dan tata cara penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan. Pasal 22 (1) TKSK yang melanggar ketentuan tugas, fungsi dan kewenangan sesuai dengan penugasan dan jangka waktu tertentu yang diberikan oleh Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dan/atau kabupaten/kota akan diberikan sanksi. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis secara bertahap dan berjenjang; dan c. sanksi administratif berupa penghentian tidak dengan hormat sebagai TKSK BAB V PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN Pasal 23 (1) Pemberhentian penugasan TKSK dengan ketentuan apabila : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri dengan sukarela karena alasan tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena sakit dan/atau berhalangan tetap; d. dinilai berprilaku dan berkinerja buruk yang dapat dinilai merusak citra dan tujuan pembentukan TKSK; e. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; dan f. berakhirnya masa penugasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi, dan/atau dinas/instansi sosial kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. (2) Ketentuan pemberhentian penugasan TKSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan TKSK, surat keterangan, dan/atau surat rekomendasi dari camat sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing dengan melengkapi surat keterangan pendukung lainnya dari pihak-pihak terkait. 11

Pasal 24 SALINAN (1) TKSK berhenti atau diberhentikan sebelum masa tugasnya berakhir dapat digantikan berdasarkan usulan dari kecamatan dengan direkomendasikan oleh dinas/instansi sosial kabupaten/kota. (2) Rekomendasi dari dinas/instansi sosial kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruskan ke dinas/instansi sosial provinsi, selanjutnya diusulkan kepada Kementerian Sosial. Pasal 25 Penggantian TKSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), ditetapkan oleh Menteri Sosial. BAB VI PEMBERDAYAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 26 Pemberdayaan dapat berupa apresiasi terhadap kinerja TKSK, fasilitasi program dan kegiatan, bimbingan teknis, asistensi teknis, dan pendidikan dan pelatihan. Pasal 27 (1) Pengendalian dilaksanakan untuk memastikan pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a. supervisi; b. monitoring; c. evaluasi; dan d. pelaporan. Pasal 28 Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, merupakan arahan, petunjuk dan konsultasi agar tujuan pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK dapat tercapai. 12

Pasal 29 Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b, merupakan proses pengamatan yang terus menerus untuk memantau pelaksanaan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta dukungan yang diperoleh. Pasal 30 Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c, merupakan proses mengukur dan menilai hasil pelaksanaan kegiatan pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK. Pasal 31 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf d, merupakan proses penyusunan, penyampaian data dan informasi tentang pembentukan, pemberdayaan dan operasional TKSK. BAB VII KEWENANGAN Pasal 32 Kementerian Sosial merumuskan kebijakan TKSK untuk disosialisasikan ke daerah dalam rangka pemberdayaan dan pengendalian TKSK. Pasal 33 Dinas/instansi sosial provinsi melaksanakan sosialisasi kepada seluruh Dinas/instansi sosial kabupaten/kota untuk persiapan, pelaksanaan rekrutmen, dan melakukan pemberdayaan dan pengendalian TKSK. Pasal 34 Dinas/instansi sosial kabupaten/kota melaksanakan persiapan, pelaksanaan rekrutmen, pemberdayaan dan pengendalian TKSK di lapangan dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13

BAB VIII JEJARING KERJA Pasal 35 (1) Untuk kepentingan pertukaran informasi, komunikasi dan berbagi pengalaman dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, TKSK dapat membentuk jejaring kerja atas inisiatif dan kebutuhan TKSK itu sendiri. (2) Jejaring kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional. (3) Jejaring kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat non hirarki, independen dan mandiri serta koordinatif. BAB IX PENDANAAN Pasal 36 (1) Pendanaan untuk pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang TKSK bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengalokasian pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Pada saat Peraturan ini berlaku, maka Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Nomor 467/DYS-PK3/KPTS/11/2011 tentang TKSK, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 14

Pasal 38 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Februari 2013 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 374 15