BAB I PENDAHULUAN. Ungkapan motivatif dari C.K. Prahalad dan Garry Hamel yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

Program Arsip Masuk Desa

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi di beberapa daerah kota/kabupaten di Indonesia diharapkan

PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI) Muryanto Amin 1

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi masyarakat. Polri saat ini memasuki usia ke-70, masih berjuang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya stasiun radio yang dimiliki oleh

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Raba - Bima, Januari 2013 KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA BIMA. DRS. MUKHTAR, MH Pembina Tk.I/IVb

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dibawah undang undang ini tidak sekedar memindahkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

B. Struktur Organisasi

BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban pemerintah terhadap perbaikan pelayanan publik termasuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.

Rencana Strategis BAB 1 PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Rawas,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data

dipersyaratkan untuk terselenggaranya tata kelola pemerintahan secara efektif dan efisien serta mampu mendorong terciptanya daya saing daerah pada tin

RENSTRA BIRO OTONOMI DAERAH DAN KERJASAMA TAHUN

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan industri ekstraksi secara langsung maupun tidak. langsung akan mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial-budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan pemerintahan yang berorientasi proses menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Rencana Strategis (RENSTRA)

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan struktur

Transkripsi:

. BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Ungkapan motivatif dari C.K. Prahalad dan Garry Hamel yang menyatakan bahwa "If you don t learn, you don t change, If you don t change, you will be die, terpampang dengan jelas di laman situs resmi www.sapa.kemendagri.go.id. Hal ini menjadi fenomena baru dalam situs lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan komitmen terhadap perubahan tata kelola informasi publik yang selama ini cenderung tertutup. Hal ini pada gilirannya menjadi pemantik yang menggugah kesadaran sekaligus ketertarikan penulis terhadap isu pengelolaan komunikasi publik pada instansi pemerintahan. Bukan tanpa alasan hal itu patut dikemukakan, mengingat selama ini stereotype tata kelola informasi publik yang dijalankan oleh Pemerintah seringkali bermakna negatif, mulai dari gaya komunikasi yang tidak komunikatif, kaku, kuatnya sistem top down yang membatasi akses terhadap informasi sampai kepada ungkapan konotatif semisal jika dapat dipersulit, mengapa harus dipermudah. Adanya keberanian dalam pencantuman pernyataan motivatif tersebut dalam situs resmi pemerintah, menyiratkan adanya suatu dinamika perubahan besar yang tengah terjadi. 1

Menyitir ungkapan seorang filsuf Yunani, Heraclitus, yakni panta-rhei, yang bermakna satu-satunya yang abadi adalah perubahan, demikian pula halnya perubahan tersebut secara masif menyentuh dinamika tata kelola pemerintahan Indonesia di era kekinian, persis dengan upaya untuk merespon perubahan yang tengah dilakukan oleh Kementerian Dlam Negeri sebagaimana tersimbolisiasi dalam ungkapan motivatif yang menjadi nukilan awal tulisan ini. Dalam konteks ini, terdapat pergeseran paradigma dalam sistem tata kelola informasi publik di dalam ruang lingkup pemerintahan. Dalam hal ini upaya untuk memperkuat reformasi birokrasi dan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menjadi agenda prioritas nasional pasca usainya kekuasaan rezim orde baru selama 32 tahun. Secara spesifik, perubahan tersebut turut pula menjadi agenda prioritas di instansi Kementerian Dalam Negeri, dimana lembaga ini berada dalam posisi yang vital dan strategis dalam konstelasi penyelenggaraan dan pembinaan pemerintahan di Indonesia, mulai dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten/kota hingga pada tataran pemerintahan desa. Berbanding lurus dengan hal tersebut, dinamika penyelenggaraan pemerintahan kontemporer berjalan dalam ritme yang tinggi dengan berbagai kompleksitas permasalahannya, dimana pergeseran sistem sentralisasi yang terpusat telah bergeser kepada sistem desentralisasi yang mendorong adanya tranpransi, demokratisasi dan kemandirian daerah. Konsekuensi langsung dari berlakunya sistem ini adalah meningkatnya daya kritis masyarakat terhadap 2

berlakunya berbagai kebijakan pemerintah, baik yang berada di level lokal kabupaten/kota, level regional provinsi maupun level nasional pada tataran kementerian. Kondisi ini pada gilirannya memicu terbukanya ruang-ruang aktualisasi masyarakat untuk berpendapat, berargumentasi hingga mengkritisi suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sampai pada titik tertentu, daya kritis tersebut terakumulasi dalam maraknya fenomena demonstrasi-demonstrasi, baik di daerah maupun di ibu kota, yang tak jarang demonstrasi-demonstrasi tersebut diikuti dengan berbagai tidakan-tindakan anarkhis. Pada fase-fase awal reformasi atau yang biasa disebut dengan istilah era transisional, komunikasi antara yang memerintah (ruler) yang dalam hal ini adalah pemerintah dengan yang diperintah (ruled) yakni warga negara/publik seolah berjalan dalam ruang hampa. Dalam artian, kebijakan yang ditetapkan pemerintah seringkali berlainan dengan kebutuhan publik, dan sebaliknya publik belum sepenuhnya dapat mengambil partisipasi dan inisiasi dalam pembentukan, penerapan dan atau evaluasi sebuah kebijakan pemerintah. Situasi ini paralel dengan perspektif ilmuwan sosial, Samuel P. Huntington dalam karyanya yang monumental Political Order in Changing Societies yang menyebutkan bahwa suatu perubahan sosial politik selalu diikuti dengan runtuhnya budaya-budaya lama namun tidak selalu akan diikuti dengan terbentuknya budaya-budaya baru. Inilah yang kemudian melahirkan konsep keterkejutan budaya (cultural shock) dalam perubahan suatu bangsa. 3

Dalam konteks ini, daya kritis masyarakat terus meningkat dari tahun ke tahun seperti deret ukur, sementara saluran-saluran komunikasi pada instansi pemerintah perkembangannya mengikuti deret hitung sehingga masih dirasa kurang optimal. Secara eksternal saluran-saluran komunikasi ini mutlak dibutuhkan untuk menjawab tantangan komunikasi publik, sedangkan secara internal kelembagaan saluran-saluran komunikasi menjadi instumen yang mampu mengkanalisasi daya kritis publik sehingga mampu memperkuat kebijakan dan eksistensi lembaga. Sementara itu, prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sebagai entitas nilai-nilai pembaruan birokrasi di Indonesia pada gilirannya turut diaplikasikan secara organisasional di lingkup Kementerian Dalam Negeri. Perubahan ini tidak hanya terjadi secara parsial, namun diterjemahkan secara integral, dimana terdapat inter-koneksi antar komponen unit kerja di Kementerian Dalam Negeri. Pada titik inilah Sarana Pengaduan Kementerian Dalam Negeri atau disingkat SAPA KEMENDAGRI hadir sebagai terobosan kebijakan dalam tata kelola komunikasi publik yang secara operasional dan organisasional diselenggarakan oleh Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri. Berbeda dengan tata kelola komunikasi publik di sektor swasta (private sector) yang diformulasikan dalam pelayanan konsumen (customer service) dengan pola relasi antara produsen dan konsumen, proses tata kelola komunikasi publik di sektor negara (state sector) tidak sepenuhnya menyandarkan pada hubungan antara produsen dan konsumen namun lebih kepada pengayoman 4

antara pemerintah dan warga negara. Di satu sisi, secara internal penyelenggaraan SAPA KEMENDAGRI turut diarahkan untuk mengikuti kaidah-kaidah manajemen tata kelola komunikasi organisasi yang modern dan memberikan asas kemanfaatan bagi lembaga, serta di sisi eksternal dituntut pula untuk bisa memberikan pengayoman komunikasi publik dalam pendekatan non-profit. Dalam hal ini, SAPA KEMENDAGRI menjadi fenomena yang sangat menarik untuk diteliti lebih jauh, bukan hanya kaitannya dengan perubahan yang sedang terjadi dalam tatanan reformasi komunikasi publik pada instansi pemerintahan semata, namun lebih dalam daripada itu bagaimana SAPA KEMENDAGRI menjadi intrumen operasional dari unit kerja Pusat Penerangan yang mampu meningkatkan komunikasi organisasi dalam ruang lingkup Kementerian Dalam Negeri secara efektif. Sehingga mampu diproyeksikan menjadi cetak biru tata kelola komunikasi publik. Tidak hanya di tataran Pemerintah Pusat, namun juga dapat diaplikasikan dalam jejaring sistem informasi yang menghubungkan Pemerintah Provinsi hingga Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam kepentingan inilah penelitian ini disusun dalam bab-bab yang akan dibahas lebih lanjut. 5

I.2 FOKUS PENELITIAN Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan menjadi penting untuk memfokuskan penelitian ini secara substantif sehingga tidak terdapat bias analisa. Oleh karena itu, secara limitatif penulis memfokuskan diri untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Sarana Pengaduan (SAPA) Kemendagri Dalam Perspektif Komunikasi Organisasi? Penelitian ini secara spesifik juga akan menggunakan pendekatan elaboratif terhadap Tugas dan Fungsi Pusat Penerangan Kemendagri sebagai operator Sarana Pengaduan (SAPA) Kemendagri. I.3 TUJUAN PENELITIAN adalah: Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka tujuan peneliti 1) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana kegiatan sarana pengaduan dalam perspektif komunikasi organisasi di lingkungan Kementerian dalam negeri. 2) Ingin mengetahui tugas dan fungsi Pusat Penerangan dalam operasionalisasi Sarana Pengaduan (SAPA) Kemendagri. 6

I.4 MANFAAT PENELITIAN I.4.1 Manfaat Teoretis: Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap penguatan teori komunikasi organisasi yang efektif dan sejalan dengan agenda reformasi birokrasi pada instansi Pemerintah. I.4.2 Manfaat Praktis: Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang konstruktif terhadap Kementerian Dalam Negeri dalam melakukan pengembangan tata kelola komunikasi organisasi yang efektif melalui instrumen Sarana Pengaduan (SAPA) Kemendagri sehingga dapat mewujudkan visi dan misi organisasi. I.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis. Adapun urutan sistematika skripsi ini dijabarkan dalam rangkaian bab sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, fokus penelitian yang diumuskan dalam pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kerangka teoritis yang memuat tentang teori-teori yang dipergunakan dalam penulisan skripsi yang dikontektualisasikan dengan kerangka pemikiran penulis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi metodologi penelitian, yang memuat tentang metode penelitian yang dipergunakan, pendekatan penelitian, sifat penelitian, sumber data, unit analisis data, teknik pengumpulan data, penentuan key informant dan informan, teknik analisis data, teknik keabsahan data, lokasi dan waktu penelitian serta keterbatasan penelitian. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas mengenai objek penelitian dan analisis data empirik yang disusun dengan pendekatan metodologis berdasarkan hasil kolektivisasi data primer maupun data sekunder. BAB V PENUTUP Pada bab terakhir ini menyajikan uraian tentang butir-butir rumusan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil-hasil penelitian, pembahasan dari bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang berupa pokok-pokok pikiran sebagai upaya yang berkelanjutan dalam memperdalam isu penelitian ini ke depan. 8