I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

P E N U T U P P E N U T U P

PERKIRAAN BIAYA (Rp) PENUNJUKAN LANGSUNG/ PEMBELIAN SECARA ELEKTRONIK PENGADAAN LANGSUNG

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN JAWA TIMUR. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

Kementerian Pertanian

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

SERANGAN PENGGEREK BATANG TEBU Chilo sacchariphagus DI SENTRA TEBU JAWA TIMUR. Oleh: Erna Zahro in,sp dan Effendi Wibowo,SP

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn)

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia adalah penurunan secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dollar, penyerapan tenaga kerja melambat, inflasi yang tidak terkendali, jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan meningkat drastis, dan kejahatan meningkat. Indonesia mencoba keluar dari krisis yang melanda saat itu dengan berbagai langkah. Langkah keluar didasarkan pada beberapa aspek: kebijakan makro, moneter dan fiskal untuk mengatasi masalah nilai tukar, inflasi dan memburuknya perekonomian, kebijaksanaan restrukturisasi sektor riil dan penanggulangan dampak sosial. Salah satu subsektor penting yang dapat mengurangi dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan memiliki kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Peran subsektor perkebunan dalam pembangunan nasional akan memecahkan masalahmasalah ekonomi nasional. Selain meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), subsektor perkebunan akan memperluas kesempatan kerja. Penyerapan tenaga kerja di bidang perkebunan mengalami peningkatan dari tahun 2004 sebesar 18,6 juta tenaga kerja menjadi 19 juta tenaga kerja pada tahun 2005. Peningkatan penyerapan tenaga kerja akan mengurangi jumlah pengangguran dan arus urbanisasi. Subsektor perkebunan juga memberikan kontribusi pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan harga yang berlaku PDB perkebunan terus mengalami peningkatan dari Rp. 49,630.9 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp. 81,664 miliar pada tahun 2007. Peningkatan PDB Bruto sekitar 21.5% per tahun. Kontribusi PDB perkebunan terhadap PDB tanpa migas adalah sekitar 2.2% dan 2.0% terhadap total PDB (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Peran subsektor perkebunan dalam pembangunan ekonomi nasional diperkuat dengan peningkatan luas areal dan produksi. Data Tabel 1 dapat dilihat pertumbuhan areal perkebunan meningkat 5.3 % per tahun dari total area perkebunan pada tahun 2005-2009. Komoditi yang mengalami pertumbuhan 1

adalah kelapa sawit, kopi dan tebu. Peningkatan luas areal perkebunan akan berpengaruh kepada penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak pada subsektor perkebunan. Penyerapan tenaga kerja yang baik akan berdampak kepada pengurangan angka pengangguran di Indonesia dan menekan angka urbanisasi karena di pedesaan telah tercipta lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja dengan baik. Tabel 1. Luas Areal Tanaman Perkebunan di Indonesia (1000 Ha) Komoditi Tahun Pertumbuhan (%) 2005 2009* per tahun Karet 512.4 514.0 0.07 Kelapa Sawit 3593.4 4520.6 6.4 Tembakau 4.8 4.5-1.5 Kopi 52.9 58.3 5.4 Tebu 381.8 443.8 4.1 Teh 81.7 67.1-4.4 Total 4627.0 5608.3 5.30 *: Angka Sementara Sumber : BPS Republik Indonesia (2010) Selain luas areal yang mengalami peningkatan, produksi perkebunan juga mengalami kenaikan sebesar 7.1% per tahun dalam periode empat tahun. Komoditi perkebunan yang mengalami peningkatan paling besar adalah kelapa sawit sebesar 7.4% per tahun dan tembakau yang mengalami penurunan paling besar sebesar 6.8% per tahun. 2

Tabel 2. Produksi Tanaman Perkebunan di Indonesia (Ribu Ton) Komoditi Tahun Pertumbuhan (%) 2005 2009* per tahun Karet 432.2 529.6 5.6 Kelapa Sawit 12258.7 15892.1 7.4 Tembakau 4.0 2.9-6.8 Kopi 24.8 28.4 3.6 Tebu 2241.7 2849.8 6.7 Teh 128.2 114.9-2.6 Total 15.090 19.418 7.1 *: Angka Sementara Sumber : BPS Republik Indonesia (2010) Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang turut berperan dalam pembangunan ekonomi nasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar pada subsektor perkebunan. Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai produsen gula tebu dilihat dari sisi sumber daya alam dan iklim. Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu hasil panen dari petani dapat dijual kepada pabrik gula yang akan diolah menjadi gula ataupun kepada tengkulak dan makelar. Produksi tebu ini ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar akan produk olahan tebu ini. Permintaan akan gula sebagai produk olahan tebu ini makin meningkat sedangkan produksi dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin besar. Pengembangan perlu dilakukan pada usaha tebu ini agar produksinya semakin meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Tebu dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, diambil sari tebu kemudian menjadi minuman dan olahan tebu menjadi gula. Pada tabel 1 terlihat bahwa tanaman tebu memiliki pertumbuhan luas areal yang besar sekitar 4.1% sedangkan pertumbuhan produksi tebu mengalami peningkatan sekitar 6.7%. Indonesia memiliki sentra-sentra produksi tebu yang selama ini menghasilkan tebu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan gula. Salah satu 3

sentra tebu di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Menurut data statistik areal perkebunan yang paling luas adalah Jawa Timur dengan pertumbuhan luas areal sekitar 8.78 % per tahun pada tahun 2005 sebesar 169.338 Ha menjadi 213.944 tahun 2008. Pertumbuhan areal perkebunan tebu di Indonesia sekitar 9.5% per tahun dari total areal perkebunan tebu menurut provinsi di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Produksi tebu dapat berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi nasional. Makin banyak tebu yang dihasilkan maka kontribusi subsektor perkebunan terhadap pengembangan ekonomi nasional akan meningkat. Produksi tebu di beberapa provinsi mengalami fluktuasi pada tahun 2006-2009. Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan produksi sebesar 273.618 ton dari tahun 2006-2007 dan mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 38.195 ton. Kemudian mengalami peningkatan kembali di tahun 2009 sebesar 4.385 ton. Tabel 3. Produksi Tebu Berdasarkan Provinsi di Indonesia (Ton) Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009* Sumatera Utara 50.620 48.689 40.585 31.008 Sumatera 58.978 56.318 58.861 79.560 Selatan Lampung 693.550 714.641 810.681 934.244 Jawa Barat 113.338 127.470 111.781 124.470 Jawa Tengah 260.796 249.526 266.891 278.874 DI. Yogyakarta 13.423 15.785 15.648 26.756 Jawa Timur 1.067.301 1.340.919 1.302.724 1.307.109 Gorontalo 30.729 51.462 25.736 25.794 Sulawesi 18.242 19.149 35.521 41.954 Selatan Total 2.306.977 2.623.959 2.668.428 2.849.769 *: Angka Sementara Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2010) 4

Kabupaten Jombang merupakan salah satu wilayah penghasil tebu di Provinsi Jawa Timur. Luas areal yang ditanami tebu pada tahun 2008 sebesar 13.207 Ha dari 25.060 Ha wilayah perkebunan di Kabupaten Jombang dan produksinya mencapai 74.493 Ton. Tabel 4 akan memperlihatkan data luas areal dan produksi tebu di Provinsi Jawa Timur. Tabel 4. Data Statistik Tebu Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Kabupaten / Kota Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) Gresik 2.280 13.412 6.356 Sidoarjo 6.768 35.286 5.794 Mojokerto 11.272 69.119 6.435 Jombang 13.207 74.943 5.878 Bojonegoro 1.304 7.378 6.128 Lamongan 2.655 15.928 7.286 Madiun 6.508 31.628 5.042 Magetan 6.875 41.820 7.689 Ngawi 6.857 39.478 6.857 Ponorogo 2.838 17.900 6.824 Kediri 17.115 120.560 8.471 Nganjuk 4.113 30.793 7.487 Blitar 9.443 58.220 6.651 Tulungagung 5.957 42.434 7.123 Trenggalek 1.065 9.451 8.874 Malang 28.500 172.947 6.505 Pasuruan 5.914 32.416 6.928 Probolinggo 2.730 21.324 8.892 Lumajang 16.949 102.791 6.355 Bondowoso 6.590 35.507 5.852 Jember 8.045 45.811 5.915 Banyuwangi 2.745 14.102 7.521 Kota Kediri 3.496 20.397 6.424 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, (2010) 5

Kecamatan Ngoro merupakan salah satu sentra penghasil tebu di Kabupaten Jombang. Luas areal yang ditanami tebu pada tahun 2007 sebesar 971,070 Ha dari 1278.18 Ha wilayah perkebunan kecamatan Ngoro. Tebu yang dihasilkan di wilayah kecamatan Ngoro pada tahun 2007 sebesar 771.126,69 ton. Hasil tebu dari kecamatan Ngoro akan berkontribusi untuk memenuhi permintaan masyarakat akan gula. Salah satu desa yang berada pada Kecamatan Ngoro sebagai penghasil tebu adalah Desa Pulorejo. Mayoritas penduduknya memiliki lahan yang ditanami tebu dan bekerja sebagai petani tebu. Semakin besar permintaan masyarakat akan gula maka petani penghasil tebu harus meningkatkan hasil produksinya agar permintaan tersebut terpenuhi. Kecamatan Ngoro sebagai salah satu daerah penghasil tebu akan berusaha mengoptimalkan hasil produksinya agar dapat berkontribusi dalam pemenuhan permintaan gula di Indonesia. Peningkatan hasil produksi yang dilakukan oleh petani juga akan mendapatkan tantangan. Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh petani dalam meningkatkan hasil produksinya adalah mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar yang telah ada. Cara untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar dapat melalui peningkatan kualitas tebu yang dihasilkan oleh petani, peranan lembaga-lembaga dalam tataniaga dan peningkatan produksi yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja kerja petani dan cara budidaya yang baik. Kendala yang terjadi pada petani tebu yaitu semakin banyak petani yang menjual secara bebas tebu miliknya kepada kontraktor tebu. Petani yang menjual tebu ke kontraktor tidak ingin sulit dalam mengurus hasil tebu dan biaya-biaya pemanenan dan pengangkutan dibayarkan oleh kontraktor. Masih banyak juga petani yang menjual tebunya melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia dan biaya-biaya pemanenan di tanggung oleh petani. Petani tidak mengetahui saluran mana yang lebih efisien dalam menjual tebu hasil perkebunannya. Ketidaktahuan petani ini memaksa petani menjual tebunya sesuai kebutuhan petani. Selain mekanisme pemasaran yang belum efisien, teknik budidaya tebu akan menentukan kualitas tebu tersebut. Sebagai contoh, jika petani tidak mengelupas batang yang telah mengering, hal ini akan menghambat tebu untuk mengubah zat- 6

zat unsur hara menjadi gula. Sehingga tebu yang dihasilkan memiliki rendemen yang rendah. 1.2. Perumusan Masalah Kualitas tebu yang dihasilkan petani tidak sesuai dengan rencana rendemen pabrik mengindikasikan bahwa budidaya yang dilakukan oleh petani tebu belum sesuai dengan prosedur. Banyaknya saluran yang tercipta pada pemasaran tebu dan ketidaktahuan petani dalam menetukan saluran yang lebih efisein mengindikasikan sistem tataniaga tebu yang ada pada Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang tidak efisien. Selain itu, keuntungan yang diterima petani bila dibandingkan dengan biayayang akan dikeluarkan sangat kecil. Sistem tataniaga tebu yang tidak efisien akan mengakibatkan terciptanya marjin tataniaga yang cukup besar dan adanya kesenjangan harga antar lembaga tataniaga. Posisi tawar petani tebu (bargaining position) sangat rendah karena petani tidak dapat menentukan harga dari tebu yang dihasilkannya dan kurangnya informasi pasar yang tersedia bagi petani sehingga bagian yang diterima oleh petani sedikit. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana saluran tataniaga tebu yang terbentuk di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang? 2. Bagaimana fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang? 3. Bagaimana efisiensi tataniaga tebu pada setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio biaya dan keuntungan. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi saluran tataniaga tebu yang terbentuk di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. 7

2. Mengidentifikasi fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. 3. Mengidentifikasi efisiensi tataniaga tebu pada setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio biaya dan keuntungan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi petani, sebagai informasi dalam upaya melakukan efisiensi jalur tataniaga tebu sehingga kesejahteraan petani meningkat. 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan untuk mengefisiensikan tataniaga tebu. 3. Bagi pihak lain, sebagai bahan referensi dalam upaya penyempurnaan masalah penelitian 4. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru bagi penulis dan meningkatkan kompetensi dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dalam proses perkuliahan agribisnis. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani yang berada di desa Pulorejo yang melakukan usahatani tebu. Selain itu, lembaga pemasaran yang menjadi responden adalah lembaga yang terlibat langsung dalam proses tataniaga tebu di Desa Pulorejo. Analisis penelitian ini dibatasi untuk melihat dan mengkaji saluran pemasaran tebu di daerah penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis marjin tataniaga, farmer s share dan rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga tebu. 8