Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
EKSPLORASI UMUM DOLOMIT DI KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMA- TERA UTARA. Djadja Turdjaja, Zulfikar, Corry Karangan Kelompok Program Penelitian Mineral

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

BAB II TINJAUAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

PENENTUAN RESISTIVITAS BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DAN VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

Bab II Geologi Regional

PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MENENTUKAN LITOLOGI DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DAN SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN WADYA GRAHA I PEKANBARU

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN UMUM

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan Metode Geolistrik Untuk Identifikasi Pola Penyebaran Zona Asin Di Bledug Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

Berkala Fisika ISSN : Vol. 11, No.2, April 2008, hal 59-66

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB II TINJAUAN UMUM

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI SEBARAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS DI DESA LEMBAN TONGOA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

ANALISIS RESISTIVITAS BATU BARA BARRU DUSUN PALLUDA KABUPATEN BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

Transkripsi:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Pemodelan Bawah Permukaan pada Kawasan Batugamping Application Of Resistivity Method For Subsurface Modeling On Limestone Area 1 Dindin Wahidin, 2 Dono Guntoro 1,2 Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116 email: 1 Dindinminers08@gmail.com Abstract. Minerals deposit model is a representation of surface and subsurface information that arranged systematically towards a group of minerals deposit, such as limestone deposit in Sulkam Village area, Northern Sumatra. In 72 Ha of research area, has conducted 4 drilling and 15 location of resistivity measurement using schumberger array with vertical Electrivity Sounding technique (VES). The measurement results show that resistivity value of limestone is ranging between 113,1 Ωm 6010,8 Ωm. Resistivity value of limestone is relatively low in the north and nortwest, while relatively high in southeast. Forms of limestone deposit on the surface is following the topography of the hill with its highest peak at an elevation of 525 m above sea level in the south to the boundary L. Bekerah river in the north and the river L. Ketekuken west. Subsurface modeling results indicate a thickening layer of limestone to the south and southwest up to 132 meters and a thickness of limestone depletion occurs to the north and east up to 10 meters. On the South side is detected layers of pyroclastic allegedly storing on a limestone layer with resistivity value ranging between 110 Ωm 387,1 Ωm. Keywords : Resistivity, Model, Limestone Abstrak. Model endapan bahan galian adalah penggambaran informasi permukaan dan bawah pemukaan yang diatur secara sistematik terhadap suatu kelompok endapan bahan galian, salah satunya adalah endapan batugamping yang terletak di wilayah Desa Sulkam, Sumatra Utara. Pada daerah penelitian seluas 72 Ha, telah dilakukan pemboran sebanyak 4 titik serta telah dilakukan pengukuran tahanan jenis menggunakan konfigurasi Schlumberger dengan teknik Vertical Electrivity Sounding (VES). Hasil pengukuran tahanan jenis batuan menunjukan nilai tahanan jenis batugamping berkisar antara 113,1 Ωm 6010,8 Ωm. Penyebaran nilai tahanan jenis batugamping yang relatif rendah berada di sebelah Utara dan Barat Laut sedangkan nilai tahanan jenis yang relatif tinggi berada di sebelah Tenggara. Bentuk endapan batugamping di permukaan mengikuti bentuk topografi bukit dengan puncak tertinggi pada elevasi 525 m dpl di sebelah Selatan dengan batas sungai L. Bekerah di sebelah Utara dan sungai L. Ketekuken di sebelah Barat. Hasil pemodelan bawah permukaan menunjukan penebalan lapisan batugamping ke arah Selatan dan Barat Daya hingga 132 meter dan penipisan ketebalan batugamping terjadi ke arah Utara dan Timur hingga 10 meter. Di sebelah Selatan terdeteksi lapisan piroklastika yang diduga menyisip pada lapisan batugamping dengan nilai tahanan jenis berkisar antara 110 Ωm 387,1 Ωm. Kata Kunci:Tahanan Jenis, Model, Batugamping 549

550 Dindin Wahidin, et al. A. Pendahuluan Untuk mengetahui bentuk serta penyebaran batugamping yang ada di wilayah Desa Sulkam diperlukan suatu pemodelan yang dapat memberikan gambaran bawah permukaan secara representatif. Di daerah penelitian seluas 72 Ha telah dilakukan pemboran sebanyak empat titik yang tersebar secara acak. Dari hasil pemboran tersebut diketahui bahwa ketebalan batugamping yang ada di daerah penelitian cukup bervariatif, sehingga perlu dilakukan penambahan data bawah permukaan dengan menggunakan metode cepat dan tepat. Metode geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam survey geologi maupun eksplorasi (Nabeel dkk, 2013). Selain mempunyai kelebihan dalam pendeteksian lapisan batuan non homogen, memperkirakan ketebalan lapisan batuan, pengerjaan yang relatif mudah, tidak memerlukan peralatan yang banyak dan waktu pengerjaan relatif singkat, data yang dihasilkan oleh metode geolistrik tahanan jenis dipengaruhi oleh jenis batuan, umur batuan, kandungan fluida dalam batuan dan gaya - gaya yang terjadi pada batuan (Telford, 1991). Permasalahan permasalahan yang muncul dalam pengaplikasian metode geolistrik tahanan jenis untuk pemodelan bawah permukaan kawasan batugamping diuraikan sebagai berikut: 1. Metode geolistrik tahanan jenis merupakan metode eksplorasi tidak langsung sehingga data yang dihasilkan mempunyai tingkat keyakinan yang rendah; 2. Nilai tahanan jenis hasil pengukuran akan dipengaruhi oleh jenis batuan, umur batuan, kandungan fluida dalam batuan, tekstur batuan serta gaya gaya geologi yang terjadi pada batuan; 3. Data kedalaman yang dihasilkan pada pengukuran tahanan jenis tergantung pada panjang bentangan elektroda; 4. Bentuk topografi yang tidak rata akan mempengaruhi distribusi arus yang diinjeksikan kedalam permukaan; 5. Adanya persamaan rentang nilai tahanan jenis batuan akan menyulitkan interpretasi berdasarkan nilai tahanan jenis. Geologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, di mana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada Zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam Cekungan Sumatra Utara. Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah Barat Laut Tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur Cekungan Sumatra Utara terlihat adanya perlipatan perlipatan dan pergeseran pergeseran yang berarah kurang lebih Barat Laut Tenggara. Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang terisolasi berarah Utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan. Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier, merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir kasar halus, batulempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih. Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Bawah, kemudian berhenti dan Volume 2, No.2, Tahun 2016

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis 551 lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang kaya akan fosil foraminifora planktonik dari Formasi Peutu. Di bagian Timur cekungan ini diendapkan Formasi Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu klastik dan karbonat. Kondisi tenang terus berlangsung sampai Miosen tengah dengan pengendapan serpih dari Formasi Baong. Daerah penelitian menempati Formasi Batugamping Batumilmil yang terdiri dari batuan karbonat yang berumur perm awal - trias akhir. Menurut NR. Cameroon, et. Al. 1982 Formasi ini termasuk ke dalam Group Peusangan yang bersilangan dengan Formasi Kaloi dengan satuan dolomit dan batugamping pejal. Secara regional formasi formasi batuan yang berada di daerah penelitian dan sekitarnya adalah sebagai berikut : Formasi Bahorok (Pub) Formasi Bahorok terdiri dari wake malihan, batusabak, batupasir kuarsa malihan, batulanau malihan konglomerat diduga berumur karbon hingga Perm Awal. Sacara stratigrafi Formasi ini berada di bawah Formasi Batugamping Batumilmil. Formasi Batugamping Batumilmil Formasi Batugamping Batumilmil (Ppbl), terutama terdiri dari lapisan batugamping terumbu, batugamping klastik dan rijang, termasuk Peusangan Group, diduga berumur Permian Awal hingga Trias Awal. Pada formasi ini dijumpai batugamping, batugamping marmeran dan dolomit. Batugamping atau batugamping marmeran dijumpai di daerah Laubuluh, batugamping berwarna abu - abu kehitaman, masif, termasuk dalam satuan Batugamping Batumilmil. Formasi Butar (Tlbu) Formasi Butar (Tlbu) terdiri dari batupasir dan serpih berlapis selang seling, serpih minyak, batulumpur. Formasi ini berumur Oligosen awal Batuan Gunung Api Satuan Bekulap (Qvbe) Satuan Bekulap (Qvbe) terdiri dari piroklastika, dasit dan lava, Formasi ini berumur pleistosen Batuan Gunung Api Piroklastika (Qvbu) Satuan batuan gunung api piroklastika Qvbu terdiri dari piroklastik yang berumur pleistosen. B. Landasan Teori Model Endapan Dalam pemodelan endapan mineral terdapat dua jenis model yang sering dibahas, yaitu model empiris yang didasarkan atas pemerian endapan dan model genetik yang menjelaskan endapan atas dasar proses proses geologi. Model genetik membahas sifat sifat endapan yang dihubungkan dengan beberapa konsep dasar, mungkin lebih bersifat subyektif, tetapi dapat lebih berguna sebagaimana dapat menduga endapan yang belum tersedia pada basis data deskriptif. Model lain yang berguna pada evaluasi ekonomi awal adalah suatu model kadar tonase bijih. Penerapan suatu model endapan tertentu akan tergantung kepada kualitas data yang dimiliki (basis data). Model empiris adalah model geologi yang berdasarkan karakteristik endapan endapan mineral yang diketahui, mengandung data, tapi tidak diinterpretasi (Babcock, Teknik Pertambangan, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016

552 Dindin Wahidin, et al. 1984). Sedangkan, model genetik adalah model konseptual analisis komponen komponen utama endapan bijih dan menjelaskan hubungan komponen komponen tersebut (Babcock, 1984). Model genetik ini dikembangkan dari model empiris (model geologi) yang berdasarkan pada proses pembentuk endapan mineral tersebut. Geolistrik Tahanan Jenis Konsep tahanan jenis digunakan untuk menentukan distribusi tahanan jenis. Penentuan tahanan jenis secara normal yaitu dengan melakukan injeksi arus yang dialirkan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda disebut elektroda arus, serta pengukuran tegangan dengan dua elektroda potensial sesuai dengan konfigurasi elektroda yang digunakan. Menurut Ward, 1990 Tahanan Jenis batuan dipengaruhi oleh faktor faktor geologi tertentu, di antaranya adalah : 1. Jenis Batuan; 2. Umur Batuan; 3. Tekstur Batuan; 4. Proses Geologi; 5. Jenis / Litologi Batuan. Gambar 1. Interval Nilai Tahanan Jenis Beberapa Jenis Batuan Dan Soil (Ward, 1990) C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kegiatan pemboran dilakukan di empat titik yang tersebar di daerah penelitian. satu titik pemboran terletak di sebelah Barat Laut (TIG 08) dan tiga titik pemboran terletak di Timur daerah penelitian berurutan dari Utara ke Selatan (TIG 20, TIG 30 dan TIG 19). Berdasarkan data lokasi titik pemboran yang ditampilkan pada Gambar 2a, pola pemboran yang diterapkan berupa pola pemboran acak. Pengukuran geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberger dilakukan pada 3 lintasan yang membentang Utara Selatan dan 4 lintasan yang membentang Barat Timur dengan total pengukuran sebanyak 15 titik sounding. Lokasi titik pengukuran ditunjukan pada Gambar 2b. Jarak antar titik pengukuran yang direncanakan adalah 150 meter untuk titik pengukuran lintasan utara selatan dan 250 meter 400 meter untuk titik pengukuran lintasan Barat Timur. Volume 2, No.2, Tahun 2016

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis 553 a Gambar 2 a. lokasi titik pemboran b. lokasi titik pengukuran tahanan jenis Berdasarkan hasil pengukuran nilai tahanan jenis menggunakan konfigurasi schlumberger, diketahui bahwa nilai tahanan jenis batugamping di daerah penelitian berkisar antara 113,1 Ωm 6010,8 Ωm. Hasil pengolahan nilai tahanan jenis dan interpretasi lithologi batuan menunjukan pada kedalaman di bawah 20 meter, batugamping mempunyai nilai tahanan jenis lebih kecil dari 1.000 Ωm terutama di sebelah tenggara daerah penelitian seperti yang terdeteksi pada titik pengukuran GL 09, GL10, GL 11, GL 13, dan GL 15. Batugamping dengan nilai tahanan jenis lebih kecil dari 1.000 Ωm terdeteksi di bawah lapisan tanah penutup. Nilai tahanan jenis yang kecil pada kondisi batuan yang kompak dapat dihasilkan karena kondisi jenuh pada batuan tersebut (Willis D. Weight, 2009). Batugamping di daerah penelitian berada di bukit sebelah selatan dengan batas Utara Sungai L. Bekerah dan sebelah Barat dibatasi Sungai L. Ketekuken. Hasil pemboran menunjukan batugamping teramati hingga kedalaman lebih dari 100 meter di sebelah Selatan (TIG 19). Peningkatan ketebalan batugamping seiring dengan bertambahnya ketinggian pada bukit yang memanjang ke arah Tenggara. Hasil korelasi titik pemboran yang digabungkan dengan hasil interpretasi nilai tahanan jenis menunjukan bahwa batugamping pada penampang 1 terdeteksi hingga lebih dari 50 meter dengan nilai tahanan jenis menunjukan peningkatan nilai ke arah Selatan mengidentifikasikan bahwa semakin ke arah Selatan batugamping semakin kompak. Hasil interpretasi nilai tahanan jenis di sebelah Barat menunjukan adanya lapisan piroklastika dengan nilai tahanan jenis 110-157,8 Ωm yang diduga merupakan satuan dari Formasi Bekulap. Lapisan ini diduga menyisip pada rekahan batugamping. Gambaran bawah permukaan pada daerah tengah lokasi penelitian menunjukan endapan batugamping terdeteksi hingga kedalaman lebih dari 100 m. Berdasarkan interpretasi nilai tahanan jenis, batugamping yang kompak barada di sebelah Selatan. Nilai tahanan jenis batugamping yang rendah terdeteksi dengan lapisan tanah penutup. Kondisi ini terjadi dikarenakan batugamping yang dekat dengan permukaan telah mengalami pelapukan sehingga nilai tahanan jenis yang terdeteksi lebih kecil. Menurut burger 1992 batuan yang mempunyai rekahan yang terisi dengan tanah kering memiliki nilai tahanan jenis lebih rendah dari 1.000 Ωm. Bentuk dan penyebaran batugamping di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 b Teknik Pertambangan, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016

554 Dindin Wahidin, et al. Gambar 3. Penampang Bawah Permukaan Kawasan Batugamping. Gambar 4. Konseptual Bawah Permukaan pada Kawasan Batugamping. Volume 2, No.2, Tahun 2016

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis 555 D. Kesimpulan : Dari hasil pengolahan data, analisis serta hasi diskusi dapat disimpulkan bahwa 1. Nilai tahanan jenis batugamping yang ada di daerah penelitian berkisar antara 113,1 Ωm 6010,8 Ωm, dengan penyebaran nilai tahanan yang relatif rendah di bawah 1.000 Ωm berada pada kedalaman di bawah 20 meter dan semakin tinggi hingga kedalaman lebih dari 60 meter; 2. Bentuk endapan batugamping di permukaan mengikuti bentuk topografi bukit dengan puncak tertinggi pada elevasi 525 m dpl di sebelah Selatan dengan batas Sungai L. Bekerah di sebelah utara dan Sungai L. Ketekuken di sebelah barat. Hasil pemodelan bawah permukaan menunjukan penebalan lapisan batugamping ke arah Selatan dan Barat Daya hingga 132 meter dan penipisan ketebalan batugamping terjadi ke arah utara dan timur hingga 10 meter. Hasil pendeteksian batugamping berdasarkan nilai tahanan jenis menunjukan penyebaran batugamping cenderung kompak ke arah Selatan dan Tenggara. Bentuk endapan batugamping hasil pemodelan menunjukan adanya penyisipan satuan piroklastika di sebelah Barat daerah penelitian. Daftar Pustaka Babcock, J. W., 1984, Introduction to geologic ore deposit modeling. Journal Mining, Engineering, h 1631-1638. Cameron, et al, 1982, Peta Geologi Lembar Medan, Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi, Bandung. Dobrin, Milton B., dkk, 1988 Introduction To Geophysical Prospecting, Mc Graw Hill. G.R, Keller, 1966, Handbook of Physical Constants, Geo/. Soc. Am. Mem. 97 Idrus. Arifudin, dkk, 2007 Diktat Mata Kuliah Eksplorasi Sumberdaya Mineral Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Reynold, Jhon M, 1990, Introduction to Applied and Environmental Geophisics, England. Setia Graha, Doddy., 1987, Batuan dan Mineral, Nova, Bandung. Sulistijo, Budi, 2003, Petunjuk Praktikum Geofisika Cebakan Mineral, ITB, Bandung. Telford, W.M et all, 1990, Applied Geophysics, Cambridge University Press. Weight, d. Willis, 2009, Hydrologeology Field Manual, Mc Graw Hill. Teknik Pertambangan, Gelombang 2, Tahun Akademik 2015-2016