BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

BAB II DASAR TEORI. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Datar Dengan Lima Sirip Berdiameter Sama Yang Disusun Secara Sejajar

Analisa Performansi Kolektor Surya Plat Datar Dengan Penambahan Sirip Berlubang Berdiameter Berbeda Yang Disusun Secara Staggered

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisa performansi kolektor surya pelat bergelombang dengan variasi kecepatan udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Datar Dengan Sepuluh Sirip Berdiameter Sama Yang Disusun Secara Staggered

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

BAB II LANDASAN TEORI

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

SKRIPSI ANALISA PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERGELOMBANG UNTUK PENGERING BUNGA KAMBOJA DENGAN EMPAT SISI KOLEKTOR. Oleh :

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

PENGANTAR PINDAH PANAS

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

PENGARUH SUHU TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA MATERIAL YANG BERBEDA. Idawati Supu, Baso Usman, Selviani Basri, Sunarmi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PROPOSAL RANCANG BANGUN PERANGKAT PEMANAS MAKANAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI DENGAN TEMPERATUR TERKENDALI

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Makalah Perpindahan Kalor

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANAS FLUIDA MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI DENGAN KOLEKTOR SEPERTIGA SILINDER PADA SISTEM KOMPOR DUAL SYSTEM

LAJU PERPINDAHAN PANAS PADA RADIATOR DENGAN FLUIDA CAMPURAN 80% AIR DAN 20% RADIATOR COOLANT PADA PUTARAN KONSTAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

Fisika Dasar I (FI-321)

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK PENUTUP DAN SUDUT KEMIRINGAN KOLEKTOR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gambaran Umum Ata Definisi Ata

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Prinsip kerja kolektor surya pelat penyerap adalah memindahkan radiasi matahari ke fluida kerja. Radiasi matahari yang jatuh pada cover kaca sebagian akan langsung dipantulkan, lalu sebagiannya akan diserap, dan sebagiannya lagi akan diteruskan ke pelat penyerap. Radiasi yang sampai pada pelat penyerap akan diserap panasnya oleh pelat penyerap, setelah itu panas yang diserap oleh pelat penyerap akan digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang berupa udara mengalir. Fluida yang sudah panas akan dikeluarkan dari system dan dapat digunakan untuk memanaskan material yang akan dikeringkan. Untuk proses perpindahan panas dari radiasi matahari hingga sampai pada fluida kerja terjadi melalui tiga mekanisme perpindahan panas yaitu, konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu yang meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah merupakan perpindahan panas yang terjadi pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam akibat adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada media tersebut. Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari

6 partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut. Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.1: Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996 halaman 4) Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi (Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut: dimana: qkond = dt ka... (2.1) dx qkond = laju perpindahan panas konduksi (W) k = konduktivitas termal bahan (W/m.K) A = luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m ) dt dx = gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m) Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media yang temperaturnya lebih rendah.

7 2.1.2 Perpindahan Panas konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu permukaan media padat atau fluida yang diam menuju fluida yang mengalir atau bergerak atau sebaliknya akibat adanya perbedaan temperatur. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang bergerak dengan kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.2). Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas konveksi dari media padat ke fluida yang mengalir. Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir Sumber: (Incropera dan De Witt, 3rd ed. halaman 7) Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan hukum Newton tentang pendinginan (Newton s Law of Cooling) yaitu: qkonv = h.as.(ts - T )... (2.2) dimana : qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W) h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m 2.K) As = Luas permukaan perpindahan panas (m 2 ) Ts T = Temperatur permukaan (K) = Temperatur fluida (K) Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasiflkasikan menjadi: a. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti: blower, pompa, atau kipas angin.

8 b. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida, temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density). Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas fluida yang lebih berat. 2.1.3 Radiasi Energi dari medan radiasi ditransportasikan oleh pancaran atau gelombang elektromagnetik (photon), dan asalnya dari energi dalam material yang memancar. Transportasi energi pada peristiwa radiasi tidak harus membutuhkan media, justru radiasi akan lebih efektif dalam ruang hampa. Berbeda dengan perpindahan panas konduksi dan konveksi yang mutlak memerlukan media perpindahan. Besarnya radiasi yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda riil (nyata), qrad.g (W), adalah : qrad.g =.. Ts 4.A... (2.3) Sedangkan untuk benda hitam sempurna (black body), dengan emisivitas ( = 1) memancarkan radiasi, qrad.b (W), sebesar: qrad.b =.Ts 4. A... (2.4) Dan untuk laju pertukaran panas radiasi keseluruhan antara permukaan dengan sekelilingnya (surrounding), dengan temperatur sekeliling, Tsur, adalah : qrad =.. (Ts 4 Tsur 4 ).A... (2.5) dimana: qrad = Laju pertukaran panas radiasi (W) = Emisivitas (0 1) = Konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-boltzmann yang nilainya 5,67 x 10-8 (W/m 2 K 4 ) A = Luas bidang permukaan (m 2 ) Ts = Temperatur benda (K)

9 Dalam hal ini semua analisis tentang temperatur dalam pertukaran panas radiasi adalah dalam temperatur absolut (mutlak) yaitu Kelvin (K). 2.2 Konstanta Matahari Lapisan luar dari matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spectrum diasi yang kontinyu. Untuk maksud yang akan dibahas kiranya cukup untuk Jmenganggap matahari sebagai sebuah benda hi tarn, sebuah radiator sempurna pada temperatur 5762 K. Skema letak bumi terhadap matahari ditunjukan oleh gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3 Bola matahari Sumber : (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 15) Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan-boltzmann, pangkat empat temperatur absolut, Ts 4, dan luas. ds 2 : Es =.. ds 2. Ts 4 (Watt)... (2.6) dimana : Es = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari (W). Ts = Temperatur permukaan (K) ds = Diameter matahari (m) Pada radiasi kesemua arah, lihat gambar 2.3, energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari-jari R adalah sama dengan jarak rata-rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama dengan 4..R 2, dan fluks radiasi, G (W/m 2 ), pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut dinamakan iradiasi. Dari sini didapat persamaan, yaitu :

10 G =. d 2 4 s s 2 4. R. T... (2.7) Dengan garis tengah matahari, d s, 1,39 x 10 9 m, temperatur permukaan matahari, Ts, 5762 K, dan jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar, R, 1,5 x 10 11 m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah yang tegak lurus pada radiasi tepat atmosfir bumi adalah : 8 2 4 9 2 5,67x10 W /( m. K ) x(1,39x10 ) m G = 11 2 2 4 x(1,5 x10 ) m 2 x (5762) 4 K 4 = 1353 W/m 2 Faktor konversi satuan untuk fluks radiasi yaitu 1,940 cal/cm 2 ; 429 Btu/(jam-ft 2 ); 4,871 MJ/(M 2.jam). 2.3 Radiasi Matahari Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu media, maka sebagian energi radiasi tersebut akan di pantulkan (refleksi), sebagian akan diserap (absorpsi), dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi), seperti ditunjukan pada gambar 2.4 dibawah ini: Gambar 2.4. Bagan pengaruh radiasi datang Sumber : (Holman J.P., 1997 halaman 343) Fraksi yang dipantulkan dinamakan refleksivitas ( ), fraksi yang diserap dinamakan absorsivitas ( ), dan fraksi yang diteruskan dinamakan transmisivitas ( ). Pada media bening seperti kaca atau media transparan lainnya, Maka: + + = 1... (2.8)

11 Sedangkan untuk media padat lainnya yang tidak meneruskan radiasi termal dan transmisivitas dianggap nol, sehingga: + = 1... (2.9) Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dikatakan refleksi itu spekular (speculer). Dilain pihak, apa bila berkas yang jatuh itu tersebar secara merata kesegala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut refleksi baur (difuse). Kedua jenis refleksi itu digambarkan seperti gambar 2.5 berikut: Gambar 2.5. Fenomena refleksi (a) spekular (b) refleksi baur. Sumber : (Holman J.P., 1997 halaman 344) Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh karena penyerapan dan pantulan oleh atmosfer, sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet). Sedangkan karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (inframerah). Selain pengurangan radiasi bumi langsung (sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air diatmosfer. Radiasi ini akan mencapai bumi sebagai radiasi sebaran, seperti ditunjukan gambar 2.6.

12 Gambar 2.6. Radiasi sorotan dan radiasi sebaran Sumber : (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 18) Penjumlahan radiasi sorotan atau beam, Ib, dan radiasi sebaran atau difuse, Id, merupakan radiasi total, I, pada permukaan horizontal per jam yang dapat dirumuskan sebagai berikut : I = Ib + Id... (2.10) 2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari di bumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari pada suatu permukaan bumi adalah: a. Posisi matahari b. Lokasi dan kemiringan permukaan c. Waktu matahari d. Keadaan cuaca a. Posisi matahari Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk elips, yang biasanya disebut dengan bidang Ekliptika. Bidang ini membentuk sudut 23,5 terhadap bidang equator. Akibat dari peredaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan perubahan-perubahan musim. Untuk di Indonesia terjadi dua perubahan musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi apabila kedudukan matahari

13 paling jauh diselatan untuk belahan bumi bagian utara, ini terjadi pada bulan desember. Kedudukan musim panas yaitu pada waktu kedudukan matahari berada pada titik paling utara, terjadi pada bulan juni. b. Lokasi dan kemiringan permukaan Lokasi dan kemiringan permukaan menentukan besarnya sudut datang radiasi pada permukaan tersebut. Hubungan geometrik antara sebuah permukaan dengan radiasi matahari yang datang dapat dinyatakan dalam beberapa sudut seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7 dibawah: Gambar 2.7 Sudut zenith, sudut kemiringan, sudut azimuth permukaan, sudut azimuth surya. Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 11) Berikut ini adalah beberapa pengertian sudut-sudut dalam hubungannya dengan posisi bumi-surya: = Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap equator,dimana arah utara-selatan, -90 90 dengan utara positif. = Sudut datang berkas sinar (angel of incident), sudut yang dibentuk antar radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut. z = Sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis normal bidang horisontal.

14 = Sudut kemiringan, yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud terhadap horisontal: 0 180. = Sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan bidang horizontal. = Sudut jam (hour of angel), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horizontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara dengan 15, kearah pagi negatif dan kearah sore positif. = Sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang horizontal dengan meridian, titik nol diselatan, negatif timur, positif barat. s = Sudut azimuth surya, adalah pergeseran angguler proyeksi radiasi langsung pada bidang datar terhadap arah selatan. = Deklinasi, posisi anguler matahari dibidang equator pada saat jam 12.00 waktu matahari. Sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan rumus: = 23,45 sin 360 284 365 n ini menurut Cooper (1969). Dimana n adalah nomer urutan hari dalam satu tahun dimulai 1 januari. Untuk sudut pada permukaan yang dimiringkan ke selatan maupun ke utara mempunyai hubungan anguler pada seperti permukaan datar pada lintang ( - ). Untuk belahan bumi bagian utara hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Bagian bumi yang menunjukan,, dan ( - ) untuk belahan utara Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 14)

15 c. Waktu matahari Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan persamaan sebagai berikut: ts= waktu standart + E + 4 (Lst-Lloc)... (2.11) dimana : E = 9,87 sin 2B-7 cos B 1,5 sin B B = 360( n 81) 364 Lloc = Garis bujur lokasi Lst = Garis bujur waktu standart d. Keadaan cuaca Jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dipengaruhi oleh faktor transmisi kandungan atmosfer. Di atmosfer radiasi matahari diserap oleh unsur-unsur Ozon, uap air, dan karbondioksida. Disamping diserap, radiasi matahari juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air, dan debu. Pada kenyataannya radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe awan. Masing-masing tipe awan mempunyai koefisien transmisi sendiri-sendiri. Jadi untuk meramalkan radiasi matahari di bumi perlu diketahui pula tipe awan dan ketebalannya. 2.4 Kolektor Pelat Datar Standar 2.4.1 Karakteristik Bagian-Bagian Penting Kolektor Surya Pelat Datar Standar Komponen-komponen sebuah kolektor surya pelat datar terdiri dari penutup tembus cahaya (transparan) yang berfungsi untuk menimbulkan efek rumah kaca. Gelombang radiasi yang dipancarkan matahari memiliki panjang yang mampu menembus penutup transparan, tetapi beberapa gelombang radiasi panas yang dipantulkan oleh pelat penyerap lebih pendek, sehingga akan dapat dipantulkan kembali. Perubahan sifat panjang gelombang ini sangat diharapkan, sebab dengan demikian penutup tersebut akan menjadi penghalang radiasi antara pelat penyerap dengan lingkungan yang lebih dingin, sementara masih meneruskan radiasi matahari. Permukaan hitam sebagai penyerap energi radiasi matahari yang kemudian dipindahkan ke fluida. Saluran fluida kerja

16 berfungsi untuk mengalirkan fluida yang akan dipanaskan serta isolasi untuk mengurangi kerugian panas (losses) ke lingkungan. Skema kolektor surya pelat datar ditunjukkan pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Skema kolektor surya pelat datar standar Adapun krakteristik bagian-bagian penting dari kolektor surya pelat datar adalah sebagai berikut: a. Penutup transparan Penutup transparan di harapkan memiliki sifat transmisivitas yang tinggi dan sifat absorsivitas serta refleksivitas serendah mungkin. Refleksivitas (daya pantul) tergantung pada indek bias dan sudut datang yang dibentuk oleh sinar datang terhadap garis normal permukaan. Sedangkan transmisivitas suatu permukaan dapat mempengaruhi intensitas energi matahari yang diserap oleh pelat penyerap. Transmisivitas kaca akan menurun bila sudut datangnya melebihi 45 terhadap vertical. Sedangkan absorsivitas akan bertambah sebanding dengan panjang lintasan pada penutup transparan, sehingga bagian yang diteruskan menjadi berkurang. b. Pelat penyerap Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan tingkat absorsivitas yang tinggi guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan tingkat emisivitas yang serendah mungkin agar kerugian panas karena radiasi balik sekecil mungkin disamping itu pelat penyerap diharapkan memiliki konduktivitas thermal (K) yang tinggi.

17 c. Isolasi (Isulation) Merupakan material dengan sifat konduktivitas termal (K) rendah, dipergunakan untuk menghindari terjadinya kehilangan panas kelingkungan. 2.4.2 Radiasi yang Diserap Kolektor Surya Pada kolektor surya untuk pemanas udara, radiasi matahari tidak akan sepenuhnya diserap oleh pelat penyerap. Sebagian dari radiasi itu akan dipantulkan (refleksi) menuju bagian dalam penutup transparan. Dan penutup transparan ini beberapa akan dipantulkan kembali dan sebagian lainnya akan terbuang kelingkungan. Proses penyerapan radiasi matahari oleh kolektor akan diperlihatkan pada gambar 2.10. Gambar 2.10 Penyerapan radiasi matahari oleh kolektor Berkas radiasi matahari yang menimpa kolektor, pertama akan menembus penutup transparan kemudian menimpa pelat penyerap. Sebagian radiasi akan dipantulkan kembali menuju penutup dan sebagian lagi diserap pelat penyerap. Radiasi yang menuju ke penutup kemudian dipantulkan kembali menuju penyerap, sehingga terjadi proses pemantulan berulang. Simbul menyatakan transmisivitas penutup, menyatakan absorsivitas anguler penyerap dan d menyatakan refleksivitas radiasi hambur dari penutup. Dari energi yang menimpa masuk kolektor, maka ( ) adalah energi yang diserap oleh pelat penyerap, dan sebesar (1 ) dipantulkan menuju penutup. Pantulan yang mengenai penutup tersebut merupakan radiasi hambur, sehingga energi yang

18 sebesar (1 ) d kemudian dipantulkan kembali oleh penutup menuju pelat penyerap. Proses pemantulan tersebut akan berulang terus. Dan besarnya energi maksimum yang diserap oleh kolektor adalah : n d n 0 1 (1 ( ) = (1 ) ) Untuk mendekatkan perhitungan kolektor dapat digunakan: d... (2.12) ( )ave 1,01... (2.13) Perkalian antara transmittance-absorptance product rata-rata ( )ave, didefinisikan sebagai perbandingan radiasi matahari yang terserap, S, terhadap radiasi matahari yang menimpa kolektor, IT. Sehingga radiasi matahari yang diserap oleh permukaan pelat penyerap adalah: hubungan S = ( )ave.it... (2.14) Seorang ilmuwan, Klein (1979) seperti dikutip dari Ref. [1], menyatakan dengan sudut datang radiasi,, pada kolektor surya yang menggunakan penutup kaca dengan indeks bias 1,526 seperti tampak pada gambar 2.11. Gambar 2.11 Grafik hubungan antara sudut timpa dengan transmisivitas. Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 174)

19 2.5 Kolektor Pelat Datar Dengan Penambahan Pelat Berlubang Rancangan kedua kolektor ini hampir sama, bedanya terdapat pada penambahan pelat berlubang di bawah pelat penyerap. Penambahan pelat berlubang ini dilakukan dengan luasan lubang yang sama dan lubang pengarah, dengan jarak peletakan lubang sama, baik antara lubang maupun dengan isolasi samping. A. Kolektor dengan Aliran Fluida di Bawah Pelat Penyerap dan di Bawah Pelat Berlubang Kolektor pelat datar ini hampir sama dengan kolektor pelat datar lainnya hanya saja pada kolektor ini aliran fluida kerjanya terletak pada bagian bawah pelat penyerap dan di bawah pelat berlubang, dimana lubang-lubang biasa maupun lubang pengarah digunakan sebagai nosel sehingga akan menghasilkan aliran impinging jet. a. Skema Kolektor Skema kolektor dengan pelat berlubang ini ditunjukan pada gambar 2.12, yaitu: Gambar 2.12 Kolektor surya dengan pelat berlubang

20 b. Kesetimbangan Energi - Keseimbangan energi pada penutup : 1. Konveksi dan radiasi dari cover ke lingkungan. 2. Konveksi dan radiasi dari pelat penyerap ke penutup 3. Konduksi dari cover bagian bawah ke isolasi - Keseimbangan energi pada pelat penyarap pertama : 1. Konveksi dan radiasi dari pelat penyerap ke cover 2. Konduksi dari pelat penyerap ke pelat berlubang 3. Energi yang di transmisikan dan direfleksikan cover ke pelat penyerap - Keseimbangan energi pada pelat penyerap kedua : 1. Konduksi dari pelat penyerap ke pelat berlubang 2. Konveksi dari pelat penyerap ke pelat berlubang 2.6 Energi Berguna Dan Effisiensi Kolektor Surya Energi yang berguna dipakai untuk menghitung seberapa besar panas yang berguna yang ditimbulkan kolektor surya. Sedangkan effisiensi digunakan untuk menghitung perfomansi atau unjuk kerja dari kolektor surya. 2.6.1 Energi Berguna Kolektor Surya Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi yang berguna pada kolektor surya dapat digunakan persamaan : Q u, a m. Cp.( To Ti)... (2.15) Dimana : Q u, a = panas berguna (W) m = laju alir massa fluida (kg/s) Cp = kapasitas panas jenis fluida (J/kg. o C) To = temperatur fluida keluar ( o C) Ti = temperatur fluida masuk ( o C)

21 2.6.2 Analisa Performansi Effisiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida atau energy berguna dan intensits matahari yang mengenai kolektor. Performansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan effisiensi termalnya. Akan tetapi, intensitas radiasi matahari berubah terhadap waktu, oleh karena itu effisiensi termal kolektor dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Instantaneous efficiency atau effisiensi sesaat adalah effisiensi keadaan steady untuk selang waktu tertentu. 2. Long term atau all-day efficiency adalah effisiensi yang duhitung dalam jangka waktu yang relatif lama (biasanya per hari atau per bulan). Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari kolektor. Oleh sebab itu, ada dua cara pengujian sistem kolektor surya, yaitu : 1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor 2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan Dalam penelitian ini pengujian dilakukan hanya untuk menentukan performansi dari kolektor saja. Metode yang digunakan adalah Long term atau all-day efficiency adalah effisiensi yang dihitung dalam jangka waktu yang relatif lama (per hari). Sehingga effisiensi dari kolektor dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : η Qu AcIt m.cp.(to Ti) AcIt... (2.16) Dimana : = effisiensi kolektor Q u = panas berguna (W) m = laju alir massa fluida (kg/s) Cp = kapasitas panas jenis fluida (J/kg. o C) To = temperatur fluida keluar ( o C) Ti = temperatur fluida masuk ( o C) AC = luas bidang penyerapan kolektor (m 2 ) IT = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m 2 )