MANGROVE. EVA ARI WAHYUNI, S.Pd. M.Si Marine Science Department, Madura Trunojoyo University

dokumen-dokumen yang mirip
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO.

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA KAHYAPU PULAU ENGGANO

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

ANALISIS VEGETASI MANGROVE DAN PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT KAMPUNG ISENEBUAI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA SKRIPSI YAN FRET AGUS AURI

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Lokasi. Lam pira n Jalu r Pen gam atan

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

Community Structure of Mangrove in Sungai Alam Village Bengkalis Sub Regency, Bengkalis Regency, Riau Province

TINJAUAN PUSTAKA. mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

3. METODOLOGI PENELITAN

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

JURNAL STRUKTUR KOMUNITAS HUTAN MANGROVE DESA MENGKAPAN KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK OLEH FIA NOVIANTY SITINJAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Map, 2014)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

Analisis vegetasi dan struktur komunitas Mangrove Di Teluk Benoa, Bali

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

Kajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan Kangean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

PEMANFAATAN TANAMAN MANGROVE DI KAWASAN PANCER PANTAI CENGKRONG TRENGGALEK JAWA TIMUR SEBAGAI MEDIA BELAJAR BIOLOGI SISWA SMA

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik yang terdapat antara organisme berinteraksi dengan alam sekitarnya

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung

LAMPIRAN. Nama Ind plot. Lampiran 1. Data Analisis Vegetasi Mangrove. Stasiun I. Semai. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI PULAU KETER TENGAH KABUPATEN BINTAN

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

STRUKTUR KOMUNITAS VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DI MUARA HARMIN DESA CANGKRING KECAMATAN CANTIGI KABUPATEN INDRAMAYU

KUESIONER DI LAPANGAN

STRUKTUR KOMUNITAS DAN PENYEBARAN MANGROVE SERTA UPAYA PENGELOLAANNYA OLEH MASYARAKAT DISTRIK TEMINABUAN, KABUPATEN SORONG SELATAN

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

Praktikum Biologi Laut Profil Mangrove Taman Nasional Baluran. Kelompok I dan Kelompok VII Asisten : Agus Satriono

Inventarisasi Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan di Kawasan Tanjung Bila Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas

Petunjuk Mengenali Jenis Flora Ekosistem Mangrove Di Kawasan Kramat, Bedil, Dan Temudong (KABETE)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove

KONDISI EKOLOGI MANGROVE DI PULAU MANTEHAGE KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

THE COMMUNITY STRUCTURE OF MANGROVE VEGETATION IN RINDU LAUT OF PURNAMA VILLAGE OF DUMAI CITY

Transkripsi:

MANGROVE EVA ARI WAHYUNI, S.Pd. M.Si Marine Science Department, Madura Trunojoyo University

Pengertian Asal kata mang-rove tidak diketahui secara jelas. Namun menurut Mac Nae (1968), mangrove adalah kombinasi antara bahasa portugal mangue dan bahasa inggris grove. Menurut Kitamura et al (2003), kata mangrove berarti tumbuhan tropis dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang surut.

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang pantai tropis dan sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob

Ciri-ciri tumbuhan mangrove: Tumbuhan berpembuluh (vaskuler). Dapat menggunakan air garam sebagai sumber air; daun keras, tebal, mengkilat, sukulen, memiliki jaringan penyimpan air dan garam Dapat mencegah masuknya sebagian besar garam ke dalam jaringan dan dapat mengekskresi atau menyimpan kelebihan garam. Dapat menghasilkan biji yang berkecambah saat masih di pohon induk (vivipar) dan dapat tumbuh dengan cepat setelah jatuh dari pohon, serta dapat mengapung. Akar dapat tumbuh pada tanah anaerob. Memiliki struktur akar tertentu (pneumatofora) yang menyerap oksigen pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang.

Chapman (1984), mengelompokan mangrove menjadi 2 kategori yaitu : a. Flora mangrove Inti, yaitu mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove yang terdiri dari jenis : Rhizophora, bruguiera, Ceriops, Kandelia, Soneratia, Avicenia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphyphora, dan Dolichandron. b. Flora mangrove pheripheral (pinggiran) yaitu flora mangrove secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalan formasi hutan lain. Jenisnya antara lain; Exoecaria agalloca, Acrosticum auerum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tilliaceus

ZONASI

BUAH AKAR

Akar Pasak (pneumatophore) Akar Lutut (knee root) Akar Tunjang (stilt root) Akar Papan (buttress root) Akar Gantung (aerial root) akar yang muncul dari sistem akar Akar kabel lutut dan merupakan memanjang ke modifikasi luar ke arah dari udara akar kabel seperti yang pada pasak. awalnya Akar pasak tumbuh ini terdapat ke arah pada permukaan Avicennia, substrat Xylocarpus, kemudian dan melengkung Akar tunjang Sonneratia menuju merupakan ke substrat akar (cabang-cabang lagi. Akar lutut akar) seperti yang initerdapat keluar dari batang pada Bruguiera dan tumbuh spp ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar Akar ini melebar gantung menjadi adalah akar bentuk yang tidak lempeng, bercabang mirip struktur yang muncul silet. Akar dari batang ini terdapat atau cabang pada Heritiera bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.

AKAR PASAK

AKAR LUTUT

AKAR TUNJANG

AKAR PAPAN

AKAR GANTUNG

Benih Vivipar Benih Cryptovivipar Benih Normal Embrio keluar dari pericarp dan tumbuh diantara pohon atau tidak berkecambah selama masih berada pada induknya. Umumnya terdapat pada famili Rhizophoraceae (Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia) buahnya berbentuk silinder (seperti tongkat), buahnya Embrio disebut berkembang bibit Viviparous melalui buah tidak keluar dari pericarp. Avicennia (seperti buah kacang), Aegiceras (seperti silinder) dan Ditemukan pada spesies Nypa buahnya berbentuk Sonneratia dan Xylocarpus Cryptoviviparous dimana buahnya bibitnya berkecambah berbentuk tetapi bulat seperti diliputi oleh bola selaput dengan buah benih (kulit buah) normal. sebelum Species ditinggalkan lain dari pohon induknya kebanyakan buah berbentuk kapsul, sebagai benih normal

VIVIPAR

Cryptovivipar

Normal

Sebuah kumpulan pohon-pohon mangrove yang sebagian besar mencatat pohon-pohon rendah untuk pengembangan berlebihan adventitious jalinan akar di atas tanah dan yang mengandung satu atau lebih dari spesies berikut: Avicennia, Rhizopora, Bruguiera. Mangrove berdiri memberikan perlindungan banjir signifikan di beberapa wilayah pesisir ke darat dengan melindungi daerah dari dampak gelombang. Mangrove perubahan manusia berdiri dalam Zona V dilarang kecuali dapat dibuktikan bahwa perubahan tersebut tidak akan meningkatkan banjir potensi kerusakan.

Bibit Mangrove (Seedlings) Mangrove dengan tinggi < 0,5 m

Anakan (Saplings) Tinggi lebih dari 0,5 m dan diameter at breast height (DBH) < 5 cm Biasa disebut mangrove muda

SUBSTRAT Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

SUBSTRAT Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah

Substrat Mangrove Lumpur (Rhizopora, Avicennia, sonneratia) Lumpur Pasir (Bruguiera spp, Avicennia spp dan Sonneratia spp)

BIOTA

Fauna Laut

Fauna Darat

IDENTIFIKASI MANGROVE

Avicennia alba Blume Avicenniaceae Bentuk: Pohon, tinggi > 15-20 m. Akar: Peneumatofora bentuk pasak, tinggi sekitar 20 cm. Daun: Tunggal, oppositus, sisi atas hijau mengkilat, bawah putih berlilin (Latin alba, putih), bentuk bulat telur, elliptis atau lanset, ujung runcing, panjang 10-18 cm. Daun dengan kelenjar garam, sisi bawah abu-abu perak atau putih. Bunga: Infloresensi terminal atau aksiler di ujung tunas; petala 4 kuning; kelopak cuping 5; stamen 4; diameter 0,4-0,5 cm.

Buah: Lebar 1,5-2 cm, panjang 2,5-4 cm; perikarp hijaukekuningan, pipih, elip memanjang, seperti cabai. Avicennia alba Blume Avicenniaceae Biji: Krioptovivipar Kulit: Abu-abu-hitam, agak kasap. Ciri khas: Daun pipih memanjang, buan seperti cabai, spesies pionir.

Avicennia marina (Forsk.) Avicenniaceae Bentuk: Pohon, tinggi > 12 m. Akar: Peneumatofora bentuk pasak, tinggi sekitar 20 cm. Daun: Tunggal, oppositus, helai eliptis, ujung membulat atau acutus, panjang 5-11 cm. Daun dengan kelenjar garam, sisi bawah putih s.d. abu-abu cerah. Bunga: Infloresensi terminal atau aksiler di ujung tunas, bunga 8-14, spike rapat; petala 4, kuning; kelopak cuping 5; stamen 4; diameter 0,4-0,5 cm.

Buah: Lebar 1,5-2 cm, panjang 1,5-2,5 cm, perikarp hijau kekuningan, berbulu halus, ujung buah membulat. Avicennia marina (Forsk.) Avicenniaceae Biji: Krioptovivipar Kulit: Halus, abu-abu dengan bercakbercak hijau, kadang mengeripik. Ciri khas: Buah seperti kacang, spesies pioner.

Bruguiera cylindrica Blume Rhizophoraceae Bentuk: Pohon, tinggi > 20m. Akar: Pneumatofora akar lulut, dan pasak Daun: Tunggal, oppositus, helai eliptis, cerah, tebal, ujung acuminatus, panjang 8-10 cm, stipula hijau muda atau kekuningan Bunga: Infloresensi aksiler, kecil, berbunga 3, cymus, panjang tangkai 1 cm. Petala putih. Kelopak cuping 8, hijau kekuningan. Panjang 0,8-1,2 cm. Bunga tegak saat mekar.

Buah: Diameter 0,5-1,0 cm, panjang 10-15 cm. Hijau hingga hijau keunguan. Permukaan halus. Hipokotil agak melengkung, kaliks cuping 8, membalik. Dapat mengapung, terbawa arus. Bruguiera cylindrica Blume Rhizophoraceae Biji: vivipar Kulit: Abu-abu, agak halus Ciri khas: Bunga kecil, cuping kelopak jelas, membaluk, panjang > 0,3 cm.

Bruguiera gymnorrhiza (L.) Rhizophoraceae Bentuk: Pohon, tinggi > 20m. Akar: Pneumatofora akar lulut, dan pasak Daun: Tunggal, oppositus, helai eliptis, seperti kulit, ujung acuminatus, panjang 8-20 cm, sisi bawah kekuningan, mengumpul di ujung cabang, stipula kemerahan. Bunga: Infloresensi aksiler, bunga besar, tunggal, panjang 3-5 cm. Petala putih s.d. coklat, ujung acutus, ditempeli 3 filamen. Kelopak cuping 10-14, merah menyala

Buah: Diameter 0,7-2,0 cm, panjang 20-30 cm. Hijau tua s.d. ungu, bintik-bintik coklat. Permukaan halus. Hipokotil lurus, > 20 cm, kelopak lepas, dapat mengapung. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Rhizophoraceae Biji: vivipar Kulit: Abu-abu gelap, kasap, penuh lentisel. Ciri khas: Kelopak besar, merah, daun halus, tebal, sisi bawah tanpa bintikbintik hitam, ujung tanpa duri.

Rhizophora mucronata Lamk. Rhizophoraceae Bentuk: Pohon, tinggi > 25 m. Akar: Akar sangga (Tunjang) Daun: Tunggal, oppositus, helai eliptis, ujung aristatus, mirip gigi, panjang 15-20 cm. Bunga: Infloresensi aksiler, cymus berbunga 4-8, dikotom, pendulous; petala putih 4, berbulu; kelopak cuping 4, kuning krem s.d. hijau kekuningan; stamen 8; diameter 3-4 cm, panjang 1,- 2 cm; stylus pendek, stigma hampir sessil.

Rhizophora mucronata Lamk. Rhizophoraceae Buah: Diameter 2-2,3 cm, panjang 50-70 cm, hijau s.d. hijau kekuningan, kotiledon kuning saat masak; permukaan berkutil; hipokotil menempel di bawah kotiledon, terapung. Biji: vivipar Kulit: sangat kasp, abu-abu s.d. hitam, tessellatus. Ciri khas: Daun lebih besar dari R. stylosa, melebar di tengah, tangkai pendek.

Bentuk: Pohon, tinggi 6-8 m. Dapat mencapai 20 m. Rhizophora stylosa Griff. Rhizophoraceae Akar: Akar sangga (Tunjang) Daun: Tunggal, oppositus, helai eliptis, ujung aristatus, mirip gigi, panjang 10-18 cm, sisi bawah hijau kekuningan, bertitik-titik hitam. Bunga: Infloresensi aksiler, cymus berbunga 8-16, dikotom, pendulous; petala 4, putih; kelopak cuping 4, hijaukuning; stamen 8; diameter 2,5-3,5 cm; stylus panjang ramping, 0,4-0,6 cm.

Buah: Diameter 1,5-2 cm, panjang > 30 cm; hipokotil hijau s.d hijau kekuningan, kotiledon kuning kehijauan saat masak; permukaan agak halus, berkutil; hipokotil melekatdi bawah kotiledon, terapung. Rhizophora stylosa Griff. Rhizophoraceae Biji: vivipar Kulit: Abu-abu s.d. hitam Ciri khas: daun lebih runcing, tanpa bintik coklat.

Bentuk: Pohon, tinggi 15-25 m. Akar: Akar sangga (Tunjang) jalin menjalin dengan sesama atau tumbuhan lain menbentuk pijakan (graft). Rhizophora apiculata Rhizophoraceae Daun: Tunggal, oppositus, helai agak eliptis, tebal, ujung apiculatus, berduri, panjang 9-18 cm. Bunga: Infloresensi aksiler, cymus, bunga 2, 2-3 cm; tangkai kuat > 1,4 cm; petala 4, putih; kelopak cuping 4, kuning kehijauan, sisi luar hijau kemerahan; stamen 12, coklat.

Buah: Diameter 1,3-1,7 cm, panjang 20-25 cm; permukaan halus, agak berkutil; hipokotil hijau s.d. coklat, kotiledon merah saat masak, hipokotil menempel di bawah kotiledon, Mengapung. Rhizophora apiculata Rhizophoraceae Biji: vivipar Kulit: abu-abu s.d. abu-abu tua, kasap Ciri khas: Daun lebih kecil dari Rhizophora lain.

Bentuk: Pohon, tinggi 16-20 m Sonneratia alba J. Smith Sonneratiaceae Akar: Pneumatofora akar pasak. Daun: Tunggal, oppositus, helai memanjang s.d. obovatus, ujung membulat s.d. emarginatus, panjang 5-10 cm. Bunga: Infloresensi terminal, atau anak ranting; petala putih (ujung kadang putih); kelopak cuping 6-8, sisi dalam merah, luar hijau; stamen banyak, putih; diameter 5-8 cm; bunga mekar semalam

Sonneratia alba J. Smith Sonneratiaceae Buah: Diameter 3,5-4,5 cm, hijau, permukaan halus; kelopak bentuk cawan, menutup pada pangkal, cuping kelopak melebar atau membalik, biji 150-200 dalam satu buah Biji: normal Kulit: Kasap, dengan celahcelah kecil memanjang, krem s.d. coklat. Ciri khas: Tangkai daun tua kuning, cuping kelopak buah membalik

Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb. Palemae Bentuk: Pohon palem, tinggi > 4-9 m. Akar: Tanpa pneumatofora. Daun: Majemuk menyirip, alternatus, khas palem, anak helai daun lanset, acutus, panjang tangkai daun 4-9 m. Bunga: Betina 25 cm, kepala globose, bunga jantan seperti sakat, merah bata hingga kuning.

Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb. Palemae Buah: Panjang kepala buah lebih dari 25 cm, coklat tua atau merah bata, globose, mirip buah pandan. Biji: Kriptovivipar Kulit: Batang di bawah tanah Ciri khas: Satu-satunya monokotil/palem mangrove mayor, tumbuh berdekatan, sering membentuk tegakan murni di sepanjang tepi sungai.

Menanam Bibit di Lapangan

Penentuan lokasi penanaman

Penataan lokasi penanaman Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penataan lokasi : Status lahan dan Penataan batas Status kepemilikan lahan harus jelas dan penataan batasnya harus melibatkan aparat pemerintahan untuk menghindari perselisihan yang mungkin timbul di kemudain hari. Pengukuran luas Dengan mengetahui luas lokasi penanaman maka jumlah bibit yang dibutuhkan dapat diketahui. Penentuan jarak tanam Untuk tanaman mangrove jarak tanam ideal adalah 1m x 1m atau 1m x 2m Untuk memudahkan pelaksanaan penanaman, maka setiap titik tanam sebaiknya diberi ajir yang telah diberi tanda (cat) pada ujungnya.

Penentuan jenis tanaman

Bagaimana cara menanam bibit yang benar? Membuat lubang dengan bantuan alat tugal sedalam tinggi polibag. Membuka polibag (pembukaan lebih mudah karena media yang digunakan adalah tanah berlumpur yang selalu basah). Meletakkan bibit pada lubang tanam yang telah dibuat dan menutupnya kembali dengan lumpur. Mengikat bibit pada ajir dan membuang polibag pada tempat sampah.

Teknik Pengumpulan Data

Penentuan Stasiun Pengamatan Menurut Bengen (2000), pemilihan lokasi stasiun didasarkan atas pertimbangan lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus mewakili wilayah kajian, dan juga harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona mangrove yang terdapat di wilayah kajian. Penentuan stasiun-stasiun pengamatan didasarkan atas keterwakilan zonasi mangrove.

Prosedur Pengamatan Ekosistem Mangrove Prosedur pengamatan untuk ekosistem mangrove pada penelitian ini menggunakan metode yang ditentukan oleh Bengen (2000). a. Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal.

b. Pada setiap zona hutan mangrove yang berada disepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak contoh (plot). c. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, dihitung jumlah individu setiap jenis, dan diukur lingkar batang setiap mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m). d. Apabila belum diketahui nama jenis tubuhan mangrove yang ditemukan, maka dipotong bagian ranting lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga dan buahnya.

f. Pada setiap zona sepanjang transek garis, diukur parameter lingkungan yang ditentukan (suhu air, salinitas dan ph) g. Pada setiap petak contoh (plot) amati dan dicatat tipe subtrat (lumpur, lempung, pasir, dan sebagainya). h. Pada setiap petak (plot) telah ditentukan, dihitung jumlah induvidu setiap jenis dan ukuran lingkaran batang setiap hutan mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).

Kerapatan (kepadatan) jenis (Di) Kerapatan jenis (Di) merupakan jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit area (Bengen, 2000). Penentuan kerapatan jenis melalui rumus : Keterangan : Di = kerapatan jenis ke-i ni = jumlah total individu ke-i A = luas total area pengambilan contoh

Kerapatan (kepadatan) relatif (RDi) Kerapatan Relatif (RDi) merupakan perbandingan antara jumlah jenis tegakan ke-i dengan total tegakan seluruh jenis (Bengen, 2000). Penentuan kerapatan relatif (RDi) menggunakan rumus : Keterangan : RDi = kerapatan relatif ni = jumlah total individu ke-i n = total tegakan seluruh jenis

Frekuensi Jenis (Fi) Frekuensi jenis (Fi) yaitu peluang ditemukannya suatu jenis kei dalam semua petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat (Bengen, 2000). Untuk menghitung frekuensi jenis (Fi) digunakan rumus : Keterangan : Fi = frekuensi jenis ke-i pi = jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke-i P = jumlah total petak contoh yang dibuat

Frekuensi relatif (RFi) Frekuensi relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh jenis (Bengen, 2000). Untuk menghitung frekuensi relatif (RFi) digunakan rumus : Keterangan : RFi = frekuensi jenis ke-i Fi = frekuensi jenis ke-i p = jumlah total petak contoh yang dibuat

Penutupan jenis (Ci) Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area tertentu (Bengen, 2000). Keterangan : Ci = penutupan jenis BA = πd 2 /4 d = diameter batang setinggi dada, π = 3,1416 A = luas total area pengambilan contoh

Penutupan relatif (RCi) Penutupan relative (RCi) yaitu perbandingan antara penutupan jenis ke-i dengan luas total penutupan untuk seluruh jenis (Bengen, 2000). Untuk menghitung RCi, maka digunakan rumus : Keterangan : RCi = penutupan relatif Ci = penutupan jenis ke-i C = penutupan total untuk seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relative (RDi), frekuensi relative (RFi) dan penutupan relative (RCi) dari mangrove (Bengen, 2000). INP = RDi + RFi + RCi Indeks nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 300

Keanekaragaman (H ) H' piln( pi) Keterangan : H ni N pi : Indeks Keanekaragaman : Jumlah Individu Jenis ke-i : Jumlah Total Individu Kisaran nilai Indeks Keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut : H 2.3026 : Keanekaragaman rendah 2.3026 H 6.9078 : Keanekaragaman sedang H 6.9078 : Keanekaragaman tinggi. ni N

Keseragaman Populasi (E) E Keterangan : E S H' Hmaks Hmaks : Indeks Keseragaman : Jumlah Spesies LnS Nilai Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1. E 0.4 : Keseragaman rendah 0.4 E 0.6 : Keseragaman sedang E > 0.6 : Keseragaman tinggi

Dominansi (D) pi 2 Keterangan : D ni N pi ni N : Indeks Dominansi : Jumlah Individu Jenis ke-i : Jumlah Total Individu Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. 0 < D 0.3 : Dominansi rendah 0.3 < D 0.6 : Dominansi sedang 0.6 < D 1 : Dominansi tinggi