BAB I PENDAHULUAN. sistem pertahanan diri sendiri atau sebagai deterent (pencegah). Nuklir telah. memiliki senjata nuklir sebagai the ultimate weapon

dokumen-dokumen yang mirip
LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

III. METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI KE NEGARA AUSTRIA TANGGAL NOVEMBER 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan. normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014

BAB III METODE PENELITIAN. normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika,

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

ETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB III METODE PENELITIAN

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (1)

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG SENJATA NUKLIR. Koesrianti

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang akan diancam kemungkinan kemusnahan yang belum pernah terjadi

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DAN DAMPAK LINGKUNGAN YANG MUNGKIN DITIMBULKAN 1 Oleh: Roberto Phispal 2

RESUME SKRIPSI PERAN IAEA DALAM MENGATASI KASUS KEBOCORAN NUKLIR DI FUKUSHIMA

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Senjata Nuklir hingga saat ini masih menjadi perdebatan hangat akan keberadaannya dan kegunaannya meskipun telah diketahui secara nyata dampak kehancuran dan bahayanya dilihat dari tragedi Hiroshima dan Nagasaki. Tetapi berbagai negara tetap saja ingin mempunyai akses ke senjata nuklir, secara terangterangan maupun sembunyi-sembunyi. Mayoritas dengan alasan ingin mempunyai sistem pertahanan diri sendiri atau sebagai deterent (pencegah). Nuklir telah diketahui mempunyai dampak kehancuran yang tidak hanya terjadi ketika nuklir itu meledak, tetapi hingga berpuluh-puluh tahun setelahnya dalam bentuk radiasi, cacat, kanker dan deformasi bentuk tubuh dari generasi-generasi yang akan datang. Tetapi hal itu ternyata tidak menghalangi niat negara-negara untuk tetap memiliki senjata nuklir sebagai the ultimate weapon negaranya. Sebagai instrumen kebijaksanaan nasional, persenjataan merupakan salah satu ciri teknik yang penting, gunanya untuk mencapai atau mempertahankan tujuan nasional dengan mempengaruhi orientasi, peranan, sasaran dan tindakan negara lain. 1 Ditinjau dari kasus uji coba nuklir Korea Utara, munculnya permasalahan senjata nuklir dimulai sejak tahun 2002, ditandai dengan pengakuan pemimpin Korea Utara saat itu yakni Kim Jong-Il, yang mengaku memiliki senjata nuklir yang diproduksi sejak 1994. Pemerintahnya berpendapat produksi rahasia itu diperlukan untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata 1 Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, 2009, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 95. 1

2 nuklir di Korea Selatan. Saat itu pengakuan tersebut memunculkan ketegangan dengan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George W. Bush 2. Permasalahan nuklir ketika merujuk Korea Utara saja, semakin meruncing pada tanggal 9 Oktober 2006, ketika Pyongyang kembali melakukan uji coba nuklirnya. Tentu hal tersebut membongkar kembali ingatan dunia internasional akan uji coba nuklir yang dilakukan oleh negara-negara pemilik senjata nuklir sebelumnya. Reaksi keras, ketakutan, dan kekhawatiran akan dampak uji coba nuklir ini mengundang beragam pihak melakukan reaksi yang berbeda terhadap Korea Utara. 3 Reaksi paling keras muncul dari kelompok enam negara yang selama ini telah melakukan diplomasi multirateral (six party talks) untuk menggagalkan ambisi nuklir Korea Utara, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Bahkan reaksi keras ini diwujudkan dalam bentuk Resolusi Dewan Keamanan PBB 1718 tanggal 14 Oktober 2006 yang secara garis besar berisi larangan uji coba nuklir bagi Korea Utara. 4 Di Indonesia sendiri, berkaitan dengan persenjataan nuklir, pemerintah telah meratifikasi sejumlah Konvensi dan Perjanjian Internasional serta menerbitkan sejumlah peraturan. Indonesia sudah meratifikasi Traktat NPT dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1978, dan di tingkat ASEAN, Indonesia 2 Lihat biography.com, Kim Jong Il, diakses pada tanggal 10 Agustus 2015, URL : http://www.biography.com/people/kim-jong-il-201050 3 RR. Amelia Yustiningrum, 2012, Masalah Senjata Nuklir dan Masa Depan Perdamaian Dunia, Jurnal Ilmiah LIPI 16 April 2012, LIPI, Jakarta, h.1. 4 Sekretariat Jenderal PBB, 2006, United Nations Resolution 1718 (2006), diakses pada tanggal 8 Juli 2013, URL : http://www.mofa.go.jp/policy/un/resolution1718.pdf,20 November 2006.

3 sudah meratifikasi Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) 5. Selain itu, Indonesia merupakan negara penandatangan dari Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT) 24 September 1996. Ada beberapa peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai, misalnya tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (PP 63/2000); Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir (PP 64/2000); Keselamatan Pengangkutan Radioaktif (PP 26/2002) dan Pengelolaan Limbah Radioaktif (PP27/2002); Perizinan Reaktor Nuklir (PP 43/2006) dan Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radiasi (PP 33/2007). Disini terlihat bahwa Indonesia mendukung perlucutan atau pemusnahan senjata nuklir baik di lingkup internasional maupun regional. Di sisi lain, Indonesia mengijinkan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai. Teknologi nuklir sesungguhnya sama saja seperti halnya penemuan teknologi maju pada umumnya, energi nuklir juga memberikan pilihan pada manusia akankah kita menggunakan penemuan ini untuk kebaikan atau keburukan. Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA), sebagai badan khusus PBB yang mengawasi sekaligus mengembangkan penggunaan energi nuklir mempunyai tugas dan tantangan yang 5 Sedangkan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai Indonesia telah meratifikasi sejumlah Konvensi yaitu Convention on the Physical Protection of Nuclear Materials (Keppres 49/1986); Amendment of Article VI of the Statute of the IAEA (Keppres 80/1993); Convention on Early Notification of a Nuclear Accident (Keppres 81/1993); Convention on Assistance in the Case of a Nuclear Accident or Radiological Emergency (Keppres 82 tahun 1993) dan Convention on Nuclear Safety (Keppres 106/2001).

4 berat di abad ini. Dalam menjalankan peran dan fungsinya IAEA dilengkapi dengan berbagai perangkat aturan yang merupakan kesepakatan global mengenai pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi untuk kesejahteraan seluruh komunitas di dunia. Denuklirisasi tidak hanya diatur dalam ruang lingkup internasional dibawah pengawasan IAEA, namun juga diatur dalam ruang lingkup regional. Pembentukan wilayah-wilayah bebas nuklir (Nuclear-Weapon-Free Zone) merupakan unsur yang mendukung pengontrolan penyebaran senjata pemusnah masal (Weapon of Mass Destruction) dan juga merupakan langkah yang sangat penting karena nantinya dapat mewujudkan bukan hanya sebuah kawasan saja yang bebas nuklir tetapi seluruh belahan dunia bebas dari nuklir (Nuclear- Weapon-Free World). Beberapa negara telah meratifikasi perjanjian internasional dibidang nuklir, seperti misalnya, Non-Proliferation Nuclear Treaty (Traktat NPT), safeguard agreement dengan IAEA, dan Protokol Tambahannya. Inti dari Konvensi tersebut adalah bahwa nuklir harus dimanfaatkan untuk tujuan damai. 6 Pembentukan suatu kawasan bebas nuklir oleh negara-negara dijamin dalam Pasal VII Traktat NPT. Dalam kawasan bebas senjata nuklir tersebut, negara masih diperbolehkan untuk memanfaatkan energi nuklir secara eksklusif hanya untuk tujuan-tujuan damai di bawah pengawasan IAEA. Sampai saat ini, terdapat lima kawasan regional bebas nuklir. Kawasan bebas nuklir tersebut terdapat dalam Perjanjian Tlatelolco (Amerika Latin dan Karibia), Perjanjian 6 Koesrianti, 2008, Peran Dan Fungsi Badan Energi Atom Internasional (Iaea): Pemanfaatan Nuklir Untuk Tujuan Damai (Pembangunan PLTN Di Indonesia), Disampaikan sebagai makalah pada acara sosialisasi Pengenalan Ketentuan Internasional Ketenaganukliran, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 11 April 2008, dengan beberapa perbaikan dan tambahan. Untuk topik pengaturan HI tentang senjata nuklir oleh penulis yang sama dimuat dalam Yuridika Vol. 23 Sep-Des 2008, h.1.

5 Rarotonga (Pasifik Selatan), Perjanjian Bebas Nuklir ASEAN atau SEANWFZ (Asia Tenggara), Perjanjian Pelindaba (Afrika), dan Central Asia NWFZ (Asia Tengah) Dahulu pada saat era Perang Dingin berlangsung, pada masa-masa itu mendorong negara penghasil nuklir seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet memasok bahan-bahan maupun senjata nuklir dan membantu pembangunan instalasi nuklir kepada negara-negara ketiga. Pemasokan bahan-bahan nuklir dari negara-negara nuklir tersebut yang menyebabkan semakin meluas dan meningkatnya Negara-negara yang mengembangkan teknologi nuklir. Namun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologilah yang sebenarnya mendorong negara-negara untuk memiliki dan membangun instalasi-instalasi nuklir untuk meningkatkan prestige di mata dunia. Nuklir dalam perkembangannya tidak hanya digunakan untuk kepentingan militer saja, seperti pembuatan senjata nuklir, namun nuklir juga dapat digunakan untuk kepentingan sipil seperti pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), dan juga penelitian-penelitian tentang nuklir. Pertanyaan bagi mereka yang benar-benar awam tentang apa itu nuklir sehingga sangat menyeramkan, kiranya dapat penulis sampaikan melalui pendekatan sejarah tentang penggunaan nuklir sebagai senjata. Senjata nuklir, pada dasarnya merupakan masalah klasik dalam hubungan internasional. Sejak dimunculkan secara terbuka pertama kali oleh Amerika Serikat dalam Perang Dunia II dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki bulan Agustus 1945, bom seberat 20 kiloton itu yang dimana setara dengan kekuatan 20.000 ton TNT (Trinitrotoluene) yang diketahui memiliki energi

6 ledakan 2,8 mega joule per kilogram 7, menghasilkan korban jiwa diatas 100.000 jiwa dan korban luka yang tidak terhitung jumlahnya 8, senjata nuklir menjadi momok yang menakutkan bagi komunitas internasional. Setiap pembahasan mengenai kepemilikan, pengayaan, dan uji coba senjata nuklir selalu mengundang kontroversi di tingkat internasional karena merupakan ancaman terhadap perdamaian internasional. Masa depan komunitas internasional akan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara negara pemilik senjata nuklir, negara nonpemilik senjata nuklir, dan upaya internasional untuk melarang uji coba senjata nuklir. 9 Hingga saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang nuklir, misalnya: Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons, Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty, Partial Test Ban Treaty, Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free-Zone. Lahirnya Traktat NPT maupun Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) sebagai upaya pengurangan bahaya atau potensi perang nuklir pasca perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, pada awalnya diupayakan sebagai langkah politik Internasional untuk menekan negaranegara pemegang kekuatan nuklir dunia melucuti sendiri persenjataan nuklirnya. Penulis melihat upaya ini menunjukan hasil di awal, namun ketika momentum keluarnya Korea Utara dari Traktat NPT, maka penulis melihat adanya peningkatan ketegangan dunia menyangkut penggunaan senjata nuklir, baik 7 Vytenis Babrauskas, 2003, Ignition Handbook. Issaquah, WA: Fire Science Publishers/Society of Fire Protection Engineers. h. 453. 8 Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Op.Cit, h. 97. 9 RR. Amelia, Op.Cit, h. 2.

7 sebagai alat untuk melancarkan hard-diplomacy maupun untuk menggunakannya dalam sebuah konflik bersenjata. Permasalahan ini tentu tidak heran menimbulkan pertanyaan apakah dibenarkan sebuah entitas pemangku hak dan kewajiban dalam hukum internasional seperti negara menggunakan senjata nuklir. Lebih jauh lagi pertanyaan mendasar, dalam keadaan bagaimana suatu negara diperkenankan mengancam negara lain dengan menggunakan senjata nuklir dan bagaimana bentuk sanksi hukum internasional yang bisa dikenakan ketika ada negara yang menggunakan senjata nuklir sebagai ancaman. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah: 1) Apakah sebuah negara diperbolehkan menggunakan atau melakukan ancaman dengan senjata nuklir dalam perspektif hukum internasional? 2) Bagaimanakah bentuk sanksi hukum internasional yang dapat dikenakan terhadap suatu negara yang menjadikan senjata nuklir sebagai ancaman kepada negara lain? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu melebar, skripsi ini dibatasi ruang lingkupnya, sebagai berikut : 1. Berkaitan dengan apakah suatu negara diperbolehkan mengancam dengan senjata nuklir akan dikaji dengan mengunakan sejumlah

8 perjanjian internasional yang relevan, kebiasaan internasional, Advisory Opinion of 8 July 1996 tentang Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons dan doktrin yang relevan. 2. Berkaitan dengan apa bentuk sanksi hukum internasional yang dapat dikenakan terhadap suatu negara yang menggunakan senjata nuklir sebagai ancaman kepada negara lain akan dikaji menggunakan perjanjian internasional yang relevan, kebiasaan internasional dan doktrin yang relevan 1.4. Tujuan Penelitian Setiap pembahasan pasti memilki tujuan tertentu karena dengan adanya tujuan yang jelas maka akan memberikan petunjuk yang jelas, sehingga ditemukanlah kepastian untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan dari pembahasan ini adalah : 1.4.1. Tujuan Umum Adapun yang menjadi tujuan umum dari penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut: 1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya bidang penelitian 2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum 3. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas hukum Universitas Udayana 4. Untuk melatih diri dalam menuangkan ide-ide ke dalam bentuk karya ilmiah

9 5. Untuk mengembangkan pribadi mahasiswa ke dalam kehidupan masyarakat 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui apakah suatu negara diperbolehkan menggunakan atau mengancam negara lain dengan memakai senjata nuklir. 2. Untuk mengetahui sanksi hukum internasional dalam bentuk apa yang dapat diterapkan kepada suatu negara yang menggunakan senjata nuklir sebagai ancaman kepada negara lain. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang sejauh mana hukum internasional bisa mengatur tentang penggunaan dan pengancaman dengan senjata nuklir. Di samping itu, dapat juga memberi pengetahuan mengenai bentuk sanksi yang bisa diterapkan kepada negara yang melakukan ancaman dengan senjata nuklir. Serta diharapkannya karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis dan dapat memberikan manfaat yang positif dan berguna dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum internasional terkait masalah senjata nuklir yang merupakan isu aktual dunia saat ini.

10 1.5.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman baik bagi aktivis maupun organisasi kemasyarakatan dalam menanggapi isu perkembangan senjata nuklir dan diharapkan bisa menjadi referensi bagi pihak pemerintah, BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) maupun militer yang memiliki andil dalam pengambilan keputusan mengenai pengembangan, produksi dan pengawasan teknologi nuklir. Bagi mahasiswa sendiri, diharapkan penelitian ini dapat membuka pemikiran dan wawasan mengenai senjata nuklir sehingga memiliki kepedulian terhadap perkembangan dan keputusan pemerintah terhadap senjata nuklir. 1.6. Landasan Teoritis Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindetifikasi permasalahan penelitian meliputi teori hukum umum atau khusus, konsep-konsep hukum, azasazas hukum, dan lain-lain yang akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. 1.6.1. Ius ad Bellum Dalam hukum internasional, ada dua cara dalam memandang perang, yaitu alasan berperang dan cara berperang. Secara teori, mungkin saja melanggar semua aturan ketika bertempur dalam sebuah perang yang dibenarkan (just war) atau berperang dalam sebuah perang yang tidak

11 dibenarkan (unjust war) dengan tetap memegang teguh hukum konflik bersenjata. 10 Ius ad Bellum adalah sebutan yang diberikan pada cabang hukum yang menentukan alasan-alasan yang sah bagi sebuah negara untuk berperang dan memfokuskan pada kriteria tertentu yang membuat sebuah perang itu dibenarkan. 11 Oleh karena perang pada hakekatnya adalah hal yang jahat, maka perlu adanya upaya-upaya moral untuk membatasi kemungkinan meluasnya aksi kejahatan yang cenderung muncul saat perang terjadi. Pandangan war is necessary evil inilah yang mendasari doktrin Ius ad Bellum. Hal penting yang perlu ditekankan di sini adalah perang bukanlah sesuatu yang dikehendaki. Oleh karenanya, perang harus dijadikan alternatif terakhir (last resort) yang terpaksa dipilih jika eksplorasi terhadap alternatifalternatif solusi lainnya gagal. 1.6.2. The Use of Force Pada dasarnya, penggunaan kekuatan bersenjata (use of force) dilarang oleh Piagam PBB, hal ini bisa dilihat pada Pasal 2 (4) Piagam PBB bahwa ada larangan secara tegas untuk tidak mengunakan atau melakukan ancaman penggunaan kekerasan dimana hal tersebut melanggar integritas teritorial atau kebebasan politik dari suatu negara, atau menggunakan caracara lain yang bertentangan dengan tujuan PBB. Pelarangan penggunaan kekuatan bersenjata sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 (4) dapat 10 Lihat crimesofwar.org, Jus ad Bellum / Jus in Bello, diakses pada tanggal 18 Februari 2014, URL : http://www.crimesofwar.org/a-z-guide/jus-ad-bellum-jus-in-bello/ 11 ibid.

12 diartikan bahwa penggunaan kekerasan dalam skala besar seperti dalam perang ataupun dalam skala kecil, tetaplah bertentangan dengan ketentuan yang terdapat di pasal ini. Namun dalam Pasal 2 (4) ini tidak melarang penggunaan tekanan politik atau ekonomi kepada negara lain melalui sanksi-sanksi diplomatik ataupun ekonomi. Penggunaan kekuatan bersenjata diizinkan apabila suatu negara sedang melakukan tindakan self defence dari serangan bersenjata negara lain, hal ini tercantum dalam Pasal 51 Piagam PBB. 1.7. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara-cara berpikir dan berbuat, yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan guna mencapai tujuan. 12 Maka dalam skripsi ini metode penelitian tersebut dijabarkan dan dijelaskan kedalam : 1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian Hukum Normatif merupakan metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada 13. 12 Hilman Adikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 58. 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.

13 Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai azas-azas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran) 14. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi 15. Metode ini merupakan studi dokumen yang ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan hukum lain. Dengan salah satu cirinya menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 1.7.2. Jenis Pendekatan Penelitian Hukum Normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni : (1) Pendekatan Kasus (The Cases Approach) (2) Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) (3) Pendekatan Fakta (The Fact Approach) (4) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) (5) Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach) (6) Pendekatan Sejarah (Historical Approach) 14 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34. 15 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 35.

14 (7) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) 16 Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan kasus, pendekatan undang-undang, dan pendekatan sejarah. Pendekatan kasus yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan senjata nuklir. Pendekatan perundang-undangan yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah konvensi-konvensi yang juga berlaku sebagai undangundang bagi negara yang menyepakatinya. Sedangkan pendekatan sejarah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sejarah tentang nuklir dan peraturanperaturan yang mengatur tentangnya. 1.7.3. Sumber Bahan Hukum Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif maka sumber datanya adalah berupa bahan-bahan hukum yang terdiri atas: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu sumber bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. 17 Bahan hukum primer dalam karya tulis ini terdiri atas asas dan kaidah hukum yang diwujudkan dalam : a) UN Charter b) Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons c) Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty d) IAEA Statute 16 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.xix 17 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h.96

15 e) Advisory Opinion of 8 July 1996 tentang Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu sumber hukum yang bersifat pelengkap bagi bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam karya tulis ini terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum, dan materi muatan internet yang berkaitan dengan rumusan masalah. 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu sumber yang berupa sumber non-hukum yang menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Bahan hukum tersier dalam karya tulis ini terdiri atas Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Ensiklopedia dan buku-buku pelajaran yang bersifat non-hukum. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam karya tulis ini teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah teknik studi dokumen, yaitu mengutip secara langsung dari literatur-literatur dan perundang-undangan atau konvensi-konvensi internasional disertai dengan merumuskan inti sari dari bahan-bahan pustaka terkait.

16 1.7.5. Teknik Analisis Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya. 18 Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi dilakukan oleh penulis untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogianya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari preskripsi yang telah dilakukan penulis, nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. 19 18 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93 19 ibid